Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

“PATOFISIOLOGI ASITES”

Pembimbing:
dr.Yudi Fadila, Sp.PD., KKV., FINASIM., MARS
LATAR BELAKANG Pada kebanyakan kasus (kira-kira
75%), asites disebabkan oleh
Asites adalah akumulasi penyakit sirosis hati
cairan di dalam rongga
peritoneum 12% kasus disebabkan oleh
keganasan peritoneal ("malignant
asites")

5% kasus disebabkan oleh gagal


jantung

2% kasus disebabkan oleh


tuberkulosis peritoneal

sisanya (6%) disebabkan oleh


penyebab lain seperti sindrom
nefrotik dan penyakit pancreas
Fisiologi Kapiler  terdiri dari 1 lapis sel endotel

Kapiler  tempat pertukaran darah &


Sel endotel membentuk dinding kapiler
sel jaringan  agar darah dapat
 tersusun rapat
dijangkau sel

Sebagian besar kapiler  ada celah


Kapiler  dindingnya tipis 
sempit  di taut antar sel  berisi air
diameter kecil
(pori)
Jadi jarak kapiler ke sel itu dekat 
sehingga sel darah merah lewat satu
per satu  jd aliran darah lebih lambat
ketika melewati kapiler agar waktu Jadi bahan larut air (ion, glukosa, asam
tersedia cukup untuk pertukaran amino) mudah melewati pori 
nutrien dan produk sisa metabolik sedangkan bahan larut lemak (O2
&CO2) mudah menembus endotel

Bahan tidak larut lemak (protein


plasma) tidak dapat menembus pori
Contoh  histamin

Di kapiler hati  pori sedemikian besar Meningkatkan permeabilitas kapiler dgn


 jadi protein dapat mudah memicu respon kontraktil sel endotel
melewatinya u/memperlebar celah

Jadi dinding kapiler bocor  akibatnya


Krn fungsi hati u/ sintesis protein &
protein plasma yang normal tertahan
bahan yang terikat ke protein misal
dalam pembuluh lolos ke jaringan
kolestrol
sekitar
Tingkat kebocoran  fungsi dari
seberapa ketat sel endotel di satukan 
tiap organ beda-beda
Sebagian besar kapiler  ada celah
sempit  di taut antar sel  berisi air
Pertukaran antara darah & (pori)
jaringan u/ melewati kapiler 
Ketika tekanan di dalam kapiler
ada 2 cara 
melebihi tekanan di luar  maka
1. Difusi cairan terdorong keluar melalui pori 
(sebagian besar protein plasma tertahan
2. Bulk flow di bagian dalam meskipun beberapa
tetap lolos)

Terjadi filtrasi suatu volume plasma


bebas protein  yg kemudian
bercampur dengan cairan interstisium
4 gaya yg mempengaruhi 2. Tekanan osmotik koloid plasma
perpindahan cairan melewati
dinidng kapiler
Tekanan ini mendorong perpindahan
1. Tekanan kapiler darah cairan ke dalam kapiler

Krn protein plasma tetap berada dlm


Tekanan ini cenderung mendorong plasma & tidak masuk ke cairan
cairan keluar dari kapiler ke cairan interstisium  maka terbentuk
interstisium perbedaan konsentrasi protein antara
plasma & cairan interstisium
Namun jika protein plasma bocor
secara patologis  protein yg bocor
3. Tekanan hidrostatik cairan interstisium menimbulkan efek osmotik yg
cenderung mendorong perpindahan
cairan keluar kapiler & masuk ke cairan
Tekanan ini cenderung mendorong interstisium
cairan masuk ke dalam kapiler

4. Tekanan osmotik koloid cairan


interstisium

Sebagian kecil protein plasma yg bocor


menembus dinding kapiler ke dalam
cairan interstisium  normalnya di
kembalikan ke darah melalui sistem
limfe  jd protein di interstisium
rendah
Berkurangnya konsentrasi protein
plasma  menurunkan tekanan
osmotik koloid plasma 
menyebabkan kelebihan cairan yg
keluar sementara cairan yg direabsopsi
lebih sedikit
Biasanya terjadi pada pengeluaran
berlebih protein plasma akibat penyakit
hati; makanan yg kurang mengandung
protein; pengeluaran bermakna protein
plasma akibat luka bakar yg luas
Setiap sel hati  atau hepatosit 
berkontak langsung dengan darah Vena porta  kembali bercabang
melalui  1. darah arteri yg datang menjadi anyaman kapiler  u/
dari aorta  2. darah vena yg datang memungkinkan terjadinya pertukaran
langsung dari saluran cerna antara darah & hepatosit  sebelum
darah mengalir ke vena hepatika yg
Hepatosit menerima darah arteri segar kemudian menyatu dgn vena cava
 dari arteri hepatika  yg inferior
menyalurkan oksigen & metabolit darah
untuk diproses di hati

Darah vena jg masuk ke hati melalui


sistem porta hati
Vena dari saluran cerna tidak langsung
menuju ke vena cava inferior (vena
besar yg mengembalikan darah ke
jantung)  namun masuk vena porta
hati
Hipertensi Porta Menurunnya aliran keluar melalui vena
hepatika & meningkatnya aliran masuk
Peningkatan tekanan vena porta yg  menghasilkan beban berlebih pada
menetap di atas nilai normal  6-12 sistem porta  merangsang aliran
cmH2O kolateral porta guna menghindari
varises

Terjadi peningkatan tekanan transudasi


di daerah sinusoid  transudat
berkumpul di peritoenum  asites
Hipertensi Porta

pembentukan asites pada pasien sirosis adalah hipertensi sinusoidal.


Pada pasien sirosis, ini merupakan konsekuensi dari distorsi
arsitektur hati dan peningkatan tonus vaskular hepar. Penurunan
bioavailabilitas hepar terhadap nitric oxide (NO), dan peningkatan
produksi vasokonstriktor (misalnya angiotensin, endothelin,
cysteinyl-leukotrien, dan tromboksan) berperan meningkatkan tonus
vaskular hati.
Hipertensi Porta

Portal hipertensi akibat peningkatan tekanan sinusoidal, mengaktifkan mekanisme


vasodilatasi  dimediasi oleh overproduksi NO  menyebabkan vasodilatasi
splanchnic dan arteriolar perifer. Pada tahap lanjut dari sirosis, vasodilatasi
arteriol menyebabkan underfilling ruang vaskular arteri sistemik.
Hipertensi Porta

Hal ini, melalui penurunan volume darah efektif menyebabkan penurunan tekanan
arteri  terjadi aktivasi baroreceptor yang mengaktifkan sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), sistem saraf simpatik dan pelepasan ADH 
untuk mengembalikan homeostasis darah normal  Ini menyebabkan retensi
natrium dan air lebih lanjut  menyebabkan kebocoran cairan ke dalam rongga
peritoneal
Patogenesis Asites berdasarkan teori underfilling
Patogenesis Asites berdasarkan teori overflow
Patogenesis Asites berdasarkan teori vasodilatasi perifer
Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis


yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu.
Hipoalbuminemia  menurunnya tekanan osmotik
koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang
meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam
jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan
terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisial sesuai dengan hukum gaya Starling
(ruang peritoneum dalam kasus asites)
Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemiapada SN  disebabkan oleh proteinuria


 terjadi penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intavaskular  menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskular ke
interstisium

Penurunan volume plasma merupakan stimulasi timbulnya retensi air


dan natrium renal  timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk
menjaga agar volume & tekanan intravaskular tetap normal  retensi
cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma 
menurunkan tekanan onkotik plasma  mempercepat ekstravasasi
cairan ke interstisum
Hiperaldosteron

Faktor ginjal juga berperan penting mempercepat asites.


Pasien asites tidak dapat mengekskresikan beban air dengan cara
normal. Pasien tersebut mengalami peningkatan reabsorbsi natrium
ginjal baik melalui tubulus proksimal dan distal, yang terakhir
terutama disebabkan oleh peningkatan aktivitas renin plasma dan
hiperaldosteronisme.
Diagnosis

Berdasarkan anamnesis  pasien yang mengeluh


mengalami penambahan lingkar pinggang, cepat
kenyang, perut terasa penuh, dan sesak napas
yang tergantung pada jumlah akumulasi cairan
pada perut.
Diagnosis

Inspeksi :
Perut membuncit atau membesar.
Pada posisi tidur telentang pembesaran perut
tampak seperti perut katak.

Auskultasi :
Puddle sign positif bila ada 120 cc atau lebih
asites.
Diagnosis

Palpasi :
Menentukan adanya gelombang cairan (fluid wave) atau
disebut cara undulasi.

Pasien dalam keadaan telentang  satu tangan


pemeriksa diletakkan pada satu sisi perut pasien 
tangan satunya mengetuk-ngetuk dinding perut sisi
lainnya  Sementara itu dengan pertolongan orang
lain menekan satu tangan di tengah abdomen secara
vertikal.

Pada asites dapat dirasakan gelombang cairan pada


tangan pertama pemeriksa.
Diagnosis

Perkusi :
Tes pekak alih (shifting dullness) positif.

Menentukan adanya daerah pekak yang berpindah


dengan melakukan perkusi dari daerah timpani ke sisi
perut sampai daerah pekak, daerah pekak ini akan
menjadi timpani bila pasien berubah posisi dengan cara
memiringkan pasien, dan perkusi dilakukan setelah 1
menit.

Pemeriksaan penunjang yang dapat memberikan


informasi dalam keadaan ini adalah USG. (2)
Tatalaksana
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai