Anda di halaman 1dari 11

DASAR HUKUM

DAN
SEJARAH PERADILAN AGAMA

Oleh:
Ahmad Ashfiya Habba
Anis Nur Latifah
Joko Prasetya
Karisma Desy Insiana
Lusi Octaviana Sari
• bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang
Pasal 24 ayat (2) berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan
Undang-Undang Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Dasar 1945 Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.

UU No. 14 Th. 1970


• Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan
tentang ketentuan- dalam lingkungan:
ketentuan pokok • Peradilan Umum
kekuasaan • Peradilan Agama
kehakiman dalam • Peradilan Militer dan
pasal 10 ayat (1) • Peradilan Tata Usaha Negara

Dasar Hukum Peradilan Agama


Wewenang
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun
2004
• tentang pengalihan organisasi, administrasi, dan
finansial di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan
Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke
Mahkamah Agung, tanggal 23 Maret 2004

sesuai dengan bunyi Keppres Pasal 2 menyatakan bahwa


organisasi, administrasi, dan finansial pada direktorat pembinaan
Peradilan Agama Departemen Agama, Peradilan Tinggi
Agama/Mahkamah Syar’iyah di alihkan dari Departemen Agama ke
Mahkamah Agung.
Masa Kesultanan
Peradilan Agama Kesultanan Jawa
Pada masa pemerintahan Sultan Agung di Mataram (1613-
1645), pengadilan pradata diganti dengan pengadilan Serambi,
yang dilaksanakan di serambi Masjid.
Peradilan Agama Kesultanan Luar Jawa
pelaksanaan hukum islam menyatu dengan pengadilan dan
diselenggarakan secara berjenjang. Tingkat pertama dipimpin
oleh Keucik, sedangkan untuk perkara yang berat
dselenggarakan oleh Balai Hukum Mukim. Tingkat banding
diajukan ke Uleebalang, dan tingkat yang tertinggi dilakukan
oleh Mahkamah Agung
Pada masa penjajahan pelaksanaan dan kekuasaan kehakiman
pada Peradilan Agama diserahkan pada raja atau sultan. Oleh
sebab itu, peradilan agama menjadi sebuah lembaga hukum yang
berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang kuat dalam
masyarakat.
semua peraturan perundang-undangan yang berasal dari
pemerintahan Belanda dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan. Peradilan agama tetap dipertahankan dan tidak
mengalami perubahan agama dan kaikioo kootoo hooin untuk
mahkamah Islam tertinggi, berdasarkan aturan peralihan paasal 13
bala tentara jepang (Osanu Seizu) Tanggal 07 maret 1942 NO 1.
pada tanggal 29 April 1942 pemerintahan Bala Tentara Dai Nippon
mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1942 Tentang
pengadilan Bala Tentara Dai Nippon. Dalam pasal 1 disebutkan
bahwa tanah Jawa dan Madura telah diadakan “Gunsel Hooin”
(pengadilan pemerintahan Bala Tentara).
Pada tahun 1946, dibentuklah sebuah kementerian Agama.
Departemen Agama dimungkinkan konsolidasi atas seluruh
administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah badan yang
bersifat nasional. Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1946
menunjukkan secara jelas maksud untuk mempersatukan
administrasi nikah, talak, dan rujuk di seluruh Indonesia dibawah
pengawasan Departemen Agama. Undang-Undang No.22 Tahun
1946, awalnya hanya berlaku bagi Jawa dan Madura. Namun
kemudian pada tahun 1954, pihak Departemen Agama berhasil
mendapatkan persetujuan dari pihak parlemen untuk
memberlakukan UU No. 22 Tahun 1946 di seluruh daerah luar
Jawa dan Madura.
Pada masa orde baru lembaga Peradilan dapat dikatakan
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, yaitu dengan
diundangkannya Undang-Undang No.14 Tahun 1970 yang sekarang
dtelah digantikan dengan UU no.4 tahun 2004 tentang pokok-
pokok Kekuasaan Kehakiman.
peraturan perundang-undangan tampak bahwa kekuasaan
Kehakiman telah diakui sebagai kekuasaan yang merdeka, dalam
rangka penegakan hukum di negara kesatuan Republik Indonesia.
sehingga secara yuridis tidak boleh ada intervensi dari kekuasaan
lain. Bahkan perkembangan yang luar biasa dialami oleh Peradilan
Agama, yaitu berkaitan dengan tidak diperlukannya lagi fiet
eksekusi (exekutoir verklering) dari Peradilan Umum untuk
melaksanakan putusan yang dihasilkan
ANY QUESTION ???

SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai