Anda di halaman 1dari 25

REVIEW MATERI

OSOCA
Tutor Hebat Mediclub
SK1
Imunitas Alami (non-spesifik) dan Didapat (spesifik)
• Imunitas Alami
• Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme,
karena sistem imun spesifik memerlukan waktu sebelum dapat memberikan responnya.
• Disebut non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu
• Pertahanan humoral terbagi atas komplemen, interferon dan CRP
• pertahanan selular terbagi atas fagosit dan natural killer
• Imunitas Didapat
• Sistem imun spesifik memiliki kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
tubuh, sehingga akan mensensitasi sel-sel imun tersebut.
• bila sel sistem tersebut terpajan ulang dengan benda asing yang sama, maka akan dikenal lebih
cepat dan lebih mudah dihancurkan
• Sistem imun spesifik humoral
• Yang berperan dalam sistem ini adalah limfosit B atau sel B
• Sistem imun spesifik Selular
• Yang berperan dalam sistem imun ini adalah sel limfosit T atau selT.
Imunitas Alami (non-spesifik) dan Didapat (spesifik)
SK1
• Imunitas Didapat
• Sistem imun spesifik Selular
• Sel T terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
• Sel Th (T helper) yang dibagi menjadi Th1 dan Th2. sel Th1berfungsi untuk mengaktifkan makrofag, sedangkan Th2 berfungsi
untuk mengaktifkan sel B dan bersama-sama membentuk antibodi
• Sel Ts (T supresor) menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B.
• Sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity) berperan untuk mengerahkan makrofag menuju tempat yang reaksinya lambat
• Sel Tc (Cytotoxic) berfungsi untuk mengahancurkan sel sasaran yang mengandung virus atau sel kanker
Imunitas Aktif dan Pasif
• Imunitas Aktif
• Imunitas aktif dapat diperoleh dengan cara melakukan kontak langsung antara toksin atau patogen sehingga tubuh mampu
memproduksi antibodinya sendiri
• Kontak langsung bisa didapatkan secara alami atau buatan
• Imunitas pasif
• Diperoleh dari antibodi yang sebelumnya terbentuk dalam inang lain
• Pemberian antibodi pasif terhadap bakteri dengan segera menyebabkan tersedianya anti toksin untuk menetralkan toksin
• Imunitas pasif diberikan melalui injeksi antibodi yang kebal yang pernah terpapar antigen (buatan) atau melalui pemberian ASI kepada
bayi dan saat IgG ibu masuk melalui sawar plasenta (alami)
SK1
Imunitas Primer dan Sekunder
• Imunitas Primer
• Bila suatu individu bertemu dengan antigen untuk pertama kali, antibodi terhadap antigen itu dapat dideteksi dalam
serum selama beberapa hari atau minggu, tergantung pada sifat dan jumlah antigen tersebut
• Imunitas Sekunder
• Bila individu tersebut bertemu dengan antigen yang sama untuk kedua kalinya beberapa bulan atau beberapa tahun
kemudian setelah respon primer, maka respon antibodi tersebut akan jauh lebih cepat meningkat ke tingkat yang lebih
tinggi dibanding selama respon primer
Antigen dan Antibodi
• Antigen
• Antigen atau imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan reaksi imun spesifik.
• Komponen antigen atau epitop merupakan bagian antigen yang dapat mengikat antibodi
• Hapten adalah determinan antigen dengan berat molekul yang rendah dan baru menjadi imunogen bila diikat oleh
molekul besar (carrier) yang dapat mengikat antibodi
• Hapten dikenal oleh sel B dan carrier oleh sel T
• Antibodi
• Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan proteinyang dibentuk sel plasma (poliferasi sel B) akibat kontak
dengan antigen
• Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik
• Terdapat 5 macam antibodi
Reaksi Kompleks Imun
SK1
• Reaksi tipe III atu yang disebut juga sebgai reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau
pembuluh darah
• Antibodi yang berperan biasanya merupakan IgG
• Kompleks tersebut akan mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator utama (macrophage chemotactic
factor). Makrofag yang aktif tersebut akan merusak jaringan sekitarnya
• Antigen yang masuk bisa berasal dari infeksi kuman patogen, bahan yang terhirup atau dari jaringan itu sendiri. Infeksi tersebut disertai
antigen dalam jumlah berlebih tapi tidak disertai respon antibodi efektif
• Antigen dan antibodi bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun akan melepaskan C3a dan C5a dan merangsang
basofil dan trombosit melepas berbagai mediator lain misal histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler
• Dalam keadaan normal, kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama didalam hepar, lien dan paru.
Reaksi hipersensitivitas(respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh)
• Tipe 1(reaksi cepat/reaksi anafilaksis) reaksi yang timbul sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. Antigen yang masuk ke dalam tubuh
akan ditangkap oleh fagosit, lalu diproses oleh sel TH2
• Pelepasan sitokin yang akhirnya memicu IgE, memicu pelepasan mediator inflamasi
• Contoh: rhinitis, urtikaria, dermatitis atopik
• Tipe 2 (reaksi sitotoksik)terbentuk antibodi IgM atau IgG karena adanya antigen. Antibodi tsb dapat mensesitasi sel K, atau aktivasi
komplemen sehingga dapat menimbulkan lisis dari antigen tsb.
• contoh: anemia hemolitik e.c transfusi, penyakit autoimun
• Tipe 4 (reaksi hipersensitivitas tipe lambat) yang timbulnya 24 jam setelah tubuh terpajan antigen. Reaksi ini terjadi karena adanya
respon Th1 karena antigen tertentu. Tidak ada peran antibodi pada proses ini.
• Contoh: dermatitis kontak
SEL DAN KOMPONEN DARAH YANG BERPERAN DALAM SISTEM IMUN
SK1
• Sel Limfosit
• Limfosit T dan B
• Sel Fagosit
• Polimorfonuklear dan mononuklear

MEKANISME IMUNOLOGI PADA VAKSINASI


• Pemberian vaksin  masuknya antigen eksogen ke dalam tubuh  menimbulkan respon humoral primer yang ditandai dengan lag phase 
yaitu sel plasma memproduksi antibodi dan sel B memori  jika berhasil memproduksi sel B memori dan sel T memori  maka akan terjadi
respon antibodi sekunder  tubuh akan memiliki antibodi.
• Stimulus inflamasi
SK2
• Stimulus eksogen dan endogen yang sama menyebabkan jejas sel juga dapat menimbulkan reaksi dinamakan peradangan
• Depresi oksigen
• Hipoksia, atau defisiensi oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobic dan merupakan penyebab cedera sel tersering dan terpenting, serta
menyebabkan kematian.
• Bahan kimia
• Misalnya seperti glukosa atau garam, jika kosentrasi cukup banyak, akan merusak keseimbangan lingkungan osmotik sehingga mencederai atau
menyebabkan kematian sel.
• Agen infeksius
• Agen infeksius berupa virus yang berukuran submikroskopik sampai cacing pita panjangnya beberapa meter ataupun bakteri, fungi, dan protozoa
• Agen imunologi
• Walaupun sistem imun melindungi tubuh dalam melawan benda asing, reaksi imun yang disengaja dapat menyebabkan jejas sel jaringan. Misalnya
Alergi
• Defek genetic
• Beberapa kesalahan metabolisme saat lahir akibat defisiensi enzimatik congenital merupakan contoh kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan
oleh perubahan yang sering kali terjadi pada asam deoksiribonukleat (DNA).
• Ketidakseimbangan nutrisi
• Gangguan keseimbangan nutrisi yang meliputi kekurangan kalori protein atau kekurangan vitamin tertentu
• Agen fisik
• Trauma temeperatur yang ekstrem, radiasi, syok elektrik, dan perubahan mendadak pada tekanan atmosfer, semuanya mempunyai efek pada sel
• Penuaan
• Selain itu, proses penuaan sel menimbulkan perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan jaringan. Semua perubahan itu menyebabkan
penurunan kemampuan respons terhadap rangsang dan cedera eksogen dan, akhirnya menyebabkan kematian organisme
SK2
• MEDIATOR
• Mediator kimiawi yang mengakibatkan kejadian yang terjadi pada vaskular dan sel dalam inflamasi akut
• Mediator yang berasal dari plasma (komplemen, kinin, faktor koagulasi) beredar dalam sirkulasi sebagai prekursor
inaktif
• Mediator yang berasal dari sel, normalnya akan diasingkan di dalam granula intrasel yang disekresi pada saat
aktivasi (misalnya, histamin dalam sel mast) atau disintesis secara de novo sebagai respons terhadap rangsang
(misalnya, prostaglandin).
• Histamin
• tersebar luas di dalam jaringan. Sebelum terbentuk, histamin tersimpan di dalam granula sel mast dan dilepaskan
sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yaitu cedera fisik seperti trauma atau panas
• histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan mediator utama pada peningkatan permeabililas vaskular
fase cepat. Segera setelah dilepaskan, histamin diinaktivasi oleh histaminase
• Serotonin (5-hidroksitriptamin)
• merupakan mediator vasoaktif, yang berefek sama dengan histamin. Serotonin ditemukan terutama di dalam
granula padat trombosit dan dilepaskan saat terjadi agregasi trombosit.
• Neuro-peptida
• merupakan protein kecil, seperti subtansi P, yang mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah,
dan mengatur permeabilitas vaskular. Serabut saraf yang menyekresi neuropeptida terutama banyak terdapat pada
paru dan traktus gastrointestinal
• MEDIATOR
SK2
• Faktor Hageman (faktor XII)
• merupakan suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen, membran basalis, atau
trombosit yang teraktivasi (seperti pada tempat terjadinya cedera endotel). Saat faktor Hageman teraktivasi sedang menginduksi
pembekuan/fibrin. Fibrin meningkatkan permeabilitas vaskular, sementara plasmin (merupakan protease mullifungsi yang memecah fibrin
sehingga penting dalam melisiskan bekuan) juga memecah komponen komplemen C3a, mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan permea-
bilitas vaskular.
• C3a dan C5a
• meningkatkan permeabililas vaskular dan menyebabkan vasodilalasi dengan menginduksi sel mast untuk melepaskan histaminnya.
• Bradikinin
• menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, dilatasi arteriol, dan kontraksi otot polos bronkus. Bradikinin juga menimbulkan nyeri saat
diinjeksikan ke dalam kulit. Bradikinin bekerja singkat karena diinaktivasi dengan cepat oleh kininase degradatif yang terdapat di plasma dan
jaringan
• AA terjadi melalui satu atau dua jalur utama yaitu siklooksigenase, yang menyintesis prostaglandin dan tromboksan, dan lipoksigenase, yang menyintesis
leukotrien dan lipoksin.
• Tromboksan
• trombosit mengandung enzim tromboksan sintase, sebagai pengagregasi trombosit dan vasokonstriktor yang poten
• Prostaglandin
• menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan pembentukan edema serta berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi, PGE2
membantu meningkatkan sensitivitas nyeri terhadap berbagai rangsang lainnya dan berinteraksi dengan sitokin yang menyebabkan demam
• Leukotrien
• menyebabkan vasokonstriksi, bronkospasme, dan peningkatan permeabililas vaskular.
• Lipoksin
• menyebabkan vasodilatasi dan melawan vasokonstriksi
• NO
• banyak berperan dalam inflamasi, yaitu relaksasi otot polos pembuluh darah (vaso-dilatasi), penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang,
dan berperan sebagai agen mikrobisidal pada makrofag teraktivasi.
• Demam
SK2
Demam dihasilkan oleh respon substansi yang disebut pirogen yang bekerja sebagai stimulasi prostaglandin (PG) sintesis pada pembuluh darah dan sel
perivaskulerdari hipotalamus Produk bakteri seperti lipopolisakarida (LPS, disebut pirogen eksogen), menstimulasi leukosit untuk
mengeluarkan sitokin seperti IL 1 dan TNF (disebut pirogen endogen) yang meningkatkan level dari siklooksigenase yang mengubah AA menjadi prostaglandin
Pada hipotalamus PG, terutama PGE2, menstimulasi produksi dari neurotransmiter, yang fungsinya mereset temperatur point pada level
yang lebih tinggi NSAID berfungsi untuk menurunkan demam dengan menghambat siklooksigenase dan kemudian mengeblok sintesis PG.
• Peningkatan level plasma
• protein plasma, paling banyak disintesis di liver, dimana konsentrasinya meningkat 100 kali lipat oleh karena respon terhadap stimulus inflamasi. Tiga protein
yang paling banyak adalah C-reactive protein (CRP), fibrinogen, dan serum amyloid A (SAA) protein.
Sintesis protein dilakukan oleh hepatosit yang ditingkatkan oleh sitokin terutama IL-6 Pada fase akut protein seperti CRP dan SAA untuk menutup
dinding sel bakteri, beraksi seperti opsonin dan komplemen tetap, sehingga dapat mengeliminasi mikroba Fibrinogen mengikat eritrosit dan
menyebabkan terbentuknya rouleaux yang merupakan sedimen yg terbentuk lebih cepat daripada eritrosit (pengukuran erythrocyte sedimentation rate (ESR) yang
merupakan tes simpel untuk respon inflamasi sistemik) Peningkatan level serum dari CRP digunakan sebagai petanda dari meningkatnya resiko
infark miokard atau stroke pada pasien dengan penyakit pembuluh darah aterosklerosis. Ini membuktikan bahwa inflamasi terlibat dalam perkembangan
aterosklerosis, dan peningkatan CRP pada pengukuran inflamasi.
• Leukositosis
• Leukositosis mulanya disebabkan karena percepatan keluarnya sel dari sumsum tulang post mitosis pada tempat cadangan (disebabkan oleh sitokin,
termasuk TNF dan IL-1) dan terkait dengan meningkatnya jumlah pada neutrofil pada darah
• Inflamasi kronik yang memanjang menginduksi proliferasi precursor dalam sumsum tulang, yang disebabkan oleh peningkatan produksi faktor perangsang
koloni (colony-stimlating factors) yang dikendalikan oleh IL-1 dan TNF.
• Sebagian besar infeksi bakteri menginduksi penignkatan sel polimorfonuklear (neutrofilia)
• infeksi parasite (dan juga respons alergi) secara khusus akan menginduksi esosinofilia
• Virus tertentu, seperti mononucleosis infeksiosa, gondongan (mumps), dan rubella, menimbulkan peningkatan selektif pada limfosit (limfositosis).
Namun demikian, sebagian besar infeksi virus, riketsia, protozoa, serta jenis infeksi bakteri tertentu (demam tifoid), disertai dengan penurunan jumlah
sel darah putih dalam sirkulasi (leukopeni). Leukopeni juga ditemukan pada infeksi yang sangat banyak terdapat pada pasien yang tidak berdaya misalnya
akibat kanker yang menyebar.
• Respon Seluler
SK3
Sel merupakan bagian aktif dari lingkungan yang selalu menyesuaikan struktur dan fungsi untuk mengakomodasi tuntutan perubahan kebutuhan dan terhadap
stres ektrasel. Sel cenderung mempertahankan lingkungannya yang disebut homeostasis yaitu suatu keadaan dimana lingkungkan intrasel
dipertahankan dalam kondisi fisiologis. Ketika sel menghadapi stres fisiologis atau rangsang patologis sel dapat beradaptasi mencapai
kondisi baru dan mempertahankan viabilitas dan fungsinya. Respons adaptasi utama adalah hipertrofi, hiperplasia, atrofia, dan metaplasia.
Apabila kemampuan adaptif berlebihan atau stres eksternal berbahaya, maka sel mengalami jejas Jika cedera bersifat
reversibel, sel akan kembali ke kondisi stabil semula namun apabila stresnya berat atau berkepanjangan dan terjadi secara tiba-tiba akan mengakibatkan cedera
ireversibel dan kematian pada sel yang terkena.
SK3
• Adaptasi Sel
• Hipertrofia
• meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ bertambah besar
• Pembesaran fisiologis (uterus selama kehamilan terjadi karena hipertrofia otot polos dan hiperplasia otot polos akibat pengaruh estrogen)
• Pembesaran Patologis (pembesaran jantung akibat hipertensi atau penyakit katup aorta)
• stimulus berupa mekanis yang akan merangsang jalur yang mengakibatkan terjadinya induksi sejumlah gen, yang kemudian akan merangsang
sintesa berbagai protein sel, termasuk faktor pertumbuhan dan protein struktural. Hasilnya akan terjadi pertambahan sintesa protein dan
miofilamen tiap sel, yang akan memperkuat kemampuan pada tiap kontraksi, memungkinkan sel memenuhi peningkatan kebutuhan yang dihadapi.
Jika terjadi hipertrofia otot, miosin alfa rantai berat akan diganti dengan miosin beta rantai berat yang akan menghasilkan kontraksi yang lebih
lambat dan lebih menghemat energi.
• Hiperplasia
• penambahan jumlah sel yang terjadi karena proliferasi sel yang telah mengalami diferensiasi dan penggantian sel oleh sel punca (stem cell).
• hiperplasia fisiologis
• (1) hiperplasia hormonal, contoh pada proliferasi epitel kelenjar-kelenjar payudara saat pubertas dan saat kehamilan , (2) hiperplasia
kompensatorik, keadaan dimana jaringan sisa akan bertambah setelah pengeluaran atau hilangnya bagian dari suatu organ.
• hiperplasia patologis
• disebabkan oleh stimulus hormon dan faktor pertumbuhan yang meningkat
• Atrofia
• Berkurangnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel
• penyebab atrofia, ialah berkurangnya beban kerja (misal: imobilisasi tungkai untuk memungkinkan penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan,
berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat,
• Mekanisme atrofia merupakan kombinasi antara sintesa protein yang menurun dan degradasi protein dalam sel sehingga sintesa protein menurun
karena aktivitas metabolit menurun. Lalu meicu terjadinya Degradasi protein sel Pada banyak keadaan, atrofia juga diiringi dengan peningkatan
autofagia. Autofagia ("memakan diri sendiri") merupakan proses yaitu sel yang kelaparan akan memakan komponennya sendiri dalam usaha untuk
bertahan hidup.
• Metaplasia
SK3
• perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa (sel epitel atau mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain.
• Dalam adaptasi sel ini, suatu sel yang sensitif terhadap suatu stres tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu bertahan terhadap lingkungan
yang tidak menopang.
• Metaplasia diperkirakan terjadi karena sel punca (stem) diprogram kembali agar mengikuti jalur baru dan bukan perubahan fenotipe (perubahan
diferensiasi) daripada sel yang telah mengalami diferensiasi.
• Jejas Sel
• Mekanisme Terjadinya Jejas Sel
• Mitokondria dan kemampuannya untuk menghasilkan ATP dan ROS pada keadaan patologis
• Gangguan homeostasis kalsium
• Kerusakan pada membran sel (plasma dan lisosome)
• Kerusakan DNA dan salah pelipatan protein
• Jejas Sel
SK3
• Mekanisme Terjadinya Jejas Sel
• Mitokondria dan kemampuannya untuk menghasilkan ATP dan ROS pada keadaan patologi
• Mitokondria bisa dianggap sebagai pabrik mini yang menghasilkan energi untuk mempertahankan hidup dalam bentuk ATP. Kerusakan mitokondria
dapat mengakibatkan berbagai kelainan biokimia
• Kegagalan fosforilasi oksidatif akan mengakibatkan deplesi ATP yang progresif, berakhir dengan nekrosis sel.
• Fosforilasi oksidatif abnormal akan menghasilkan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) yang akan memberikan efek merugikan.
• Kerusakan pada mitokondria mengakibatkan permeabilitas mitokondria meningkat sehingga menyebabkan hilangnya potensial membran
mitokondria dan perubahan pH.
• Mitokondria juga mengandungi beberapa protein yang apabila dilepaskan ke sitoplasma akan memberikan tanda pada sel bahwa telah terjadi jejas
internal dan akan mengaktifkan jalur apoptosis.
• ATP adalah sumber energi sel yang dibentuk terutama melalui fosforilasi oksidatif difosfat (ADP) dalam mitokondria.
• Deplesi ATP yang signifikan mengakibatkan efek luas pada berbagai sistem sel, sbb
• pompa sodium terhenti menyebabkan tertimbunnya sodium di dalam sel dan keluarnya kalium dari dalam sel.
• kompensasi berupa peningkatan glikolisis anaerobik dan terjadi akumulasi asam laktat, mengakibatkan menurunnya pH sel dan menurunnya
aktivitas berbagai enzim.
• Deplesi ATP yang berkepanjangan mengakibatkan rusaknya struktur alat sintesis protein
• Jejas Sel
SK3
• Mekanisme Terjadinya Jejas Sel
• Gangguan homeostasis kalsium
• Pentingnya peran Ca2+ pada sel jejas diketahui bahwa pengurangan Ca ekstrasel akan menunda kematian sel setelah hipoksia dan paparan terhadap
beberapa toksin.
• Iskemia akan menyebabkan meningkatnya kadar kalsium sitosol, mula-mula karena keluarnya Ca dari tempat penimbunan intrasel dan kemudian
melalui masuknya aliran Ca dari ekstrasel melalui membran plasma Sehingga peningkatan Ca sitosol akan mengaktifkan sejumlah enzim dengan
efek potensial merugikan sel.

• Kerusakan pada membran sel (plasma, mitokondria dan lisosome)


• Membran mitokondria.
• Kerusakan membran mitokondria mengakibatkan turunnya produksi ATP.
• Kerusakan membran plasma.
• Kerusakan membran plasma akan berakibat pada hilangnya keseimbangan osmotik, masuknya cairan dan ion dan juga hilangnya isi sel.
• Kerusakan pada membran lisosom
• mengakibatkan masuknya enzim ke dalam sitoplasma dan mengaktifkan hidrolase asam pada pH intrasel yang asam pada sel yang cedera.
• Kerusakan DNA dan salah pelipatan protein (protein syok panas)
• Sel mempunyai mekanisme perbaikan kerusakan DNA, tetapi apabila kelainan ini terlalu parah untuk diperbaiki, maka sel akan memulai program
bunuh diri dan mati akibat apoptosis.
• Reaksi serupa akan terjadi apabila ada pemicu berupa protein salah rangkaian, yang timbul dari mutasi bawaan atau pengaruh eksternal seperti
radikal bebas.
• Kematian Sel (Apoptosis VS Nekrosis)
SK3
• Kematian Sel (Apoptosis VS Nekrosis)
SK3
• Nekrosis
• Jika terjadi cedera yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas dan masuk ke kondisi jejas irreversible maka, keadaan
tersebut disertai kerusakan luas pada semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi penurunan kapasitas untuk
membentuk ATP. Mengakibatkan Kalsium ekstrasel masuk ke dalam sel, dan cadangan kalsium intrasel dikeluarkan dan mengakibatkan aktivasi enzim yang
dapat mengatabolisasi membran, protein, ATP, dan asam nukleat .
• Jejas pada membran lisosom menyebabkan kebocoran ke dalam sitoplasma asam hidrolase diaktivasi pada penurunan pH intrasel pada sel yang iskemik
dan mendegradasi komponen sitoplasma dan nukleus sehingga memicu kematian sel. Setelah kematian sel, kandungan sel secara progresif terdigesti oleh
enzim hidrolase lisosomal yang selanjutnya terjadi kebocoran luas enzim sel yang berpotensi destruktif masuk ke dalam ruang ekstrasel
• Apoptosis
• Jalur mitokondria
• Mitokondria mengandungi beberapa protein yang mampu menginduksi apoptosis(sitokrom C )dan protein lain yang akan menetralkan penghambat
apoptosis. Kematian dan kehidupan sel ditentukan oleh permeabilitas mitokondria yang diatur oleh protein dengan prototip Bcl-2. Apabila sel tidak
mengandungi faktor pertumbuhan dan sinyal ketahanan hidup, maka sejumlah sensor akan diaktifkan (sensor ini merupakan bagian dari Bcl-2 yang
disebut protein BH3).
• Sensor ini akan mengaktifkan dua jenis kelompok pro apoptotik yaitu Bax dan bak, yang masuk ke dalam membran mitokondria dan membentuk
terowongan untuk tempat keluarnya sitoktom C. Sensor protein BH3 juga akan menghambat molekul anti apoptotik Bcl-2 dan Bc1-xl, sehingga
memudahkan bocornya protein mitokondria. Sitokrom C dan protein lainnya mengaktifkan kaspase-9. Hasil akhir ialah aktivasi kaspase dengan akibat
terjadinya fragmentasi inti.
• Jalur Reseptor Kematian (Ekstrinsik)
• Reseptor kematian yang memicu apotosis merupakan golongan reseptor faktor nekrosis tumor (TNF) yang memiliki daerah kematian pada sitoplasmanya.
Reseptor kematian adalah reseptor TNF tipe 1 dan Fas (CD95). Ligan Fas (FasL) merupakan protein membran yang berekspresi terutama pada limfosit T
yang aktif. Apabila sel T ini diikat silang oleh FasL dan mengikat protein adaptor melalui daerah kematian. Kemudian terjadi pengumpulan dan aktivasi
kaspase-8.
• Aktivasi dan Fungsi Kaspase
• Jalur mitokondria dan reseptor kematian diawali dengan mengaktifkan kaspase initiator yaitu kaspase 9 dan 8. kemudian bentuk aktif enzim akan
diproduksi yang akan membelah dan mengaktifkan seri kaspase lain (kaspase eksekutor). Kaspase eksekutor akan membelah sejumlah besar target dan
akhirnya terjadi aktivasi nuklease yang akan merusak DNA dan nukleoprotein. Kaspase juga merusak komponen matriks inti dan sitoplasma sehingga sel
akan hancur
• Agen Infeksi
SK4

• Prion
• Prion terdiri atas protein pejamu yang bentuknya abnormal yang disebut protein prion (PrP). Kemungkinan protein yang akan menjadi PrP berasal dari
transmisi ke manusia terjadi melalui konsumsi daging dari hewan ternak yang terkena ESB. Mutasi Prp juga dapat bersifat spontan dan diwariskan pada
PrP yang membuat terjadinya resistensi pada protease
• Penyakit terjadi apabila PrP mengalami perubahan penyesuaian untuk menghadapi resistensi terhadap protease. PrP yang resisten terhadap protease
akan menyebabkan perubahan PrP sensitif protease yang normal menjadi bentuk abnormal. Akumulasi dari PrP abnormal akan mengakibatkan kerusakan
neuron dan perubahan patologis spongiform di otak.
• Virus
• Virus merupakan parasit yang hanya bisa hidup intrasel dan untuk kegiatan replikasinya bergantung pada proses metabolisme sel pejamu.
• Virus terdiri atas genom asam nukleat yang dikelilingi oleh pembungkus protein (disebut kapsid) dan kadang-kadang terbungkus di dalam membran lipid
Virus diklasifikasikan menurut genom asal nukleat (DNA atau RNA), bentuk kapsid (icosahedral atau helical), ada atau tidaknya pembungkus lipid, cara
bereplikasi, jenis sel yang dibutuhkan untuk replikasi (tropisme) atau tipe kelainan patologi yang diakibatkannya.
• Agen Infeksi
SK4
• Bakteri
• Beberapa bakteri mempunyai pili, suatu bentuk lain pertumbuhan dari permukaan yang akan menempelkan bakteri tersebut pada sel pejamu atau
matriks ekstrasel. Bakteri mensintesa DNA-nya sendiri, RNA dan protein, tetapi mereka bergantung pada kondisi pertumbuhan pejamu.
• Banyak bakteri tetap dalam kondisi ekstrasel ketika tumbuh di dalam pejamu, sedangkan bakteri lain akan bertahan hidup dan bereplikasi di dalam atau di
luar sel pejamu (bakteri intrasel fakultatif) dan lainnya hanya bisa hidup dan berkembang di dalam sel pejamu (bakteri intrasel obligatif).
• Bakteri diklasifikasikan sesuai dengan pulasan Gram (bakteri gram-positif dan bakteri gram-negatif), bentuk (kokus dan basil), dan kebutuhan akan oksigen
(aerobik dan anaerobik).
• lebih dari 3.000 jenis bakteri di dalam flora saluran cerna normal pada seorang manusia, tetapi mayoritas yang ada dalam saluran cerna bakteri anaerob
• Jamur
• Jamur adalah eukariotik yang mempunyai dinding sel tebal, mengandung kitin dan membran sel yang mengandung ergosterol.
• Jamur dapat menyebabkan infeksi pada permukaan tubuh atau infeksi pada organ dalam tubuh.
• Infeksi permukaan tubuh meliputi kulit, rambut dan kuku.
• Infeksi jamur yang dalam dapat menyebar secara sistemik dan menginvasi jaringan, merusak organ vital pada pejamu yang immunocompromised
(imunitas rendah).
• Jamur dibagi dalam spesies endemik dan oportunistik.
• Jamur endemik adalah spesies yang invasif dan dijumpai terbatas pada daerah geografik tertentu
• Sebaliknya, jamur oportunistik (misalnya, Candida, Aspergilus, Mucor, Cryptococcus) merupakan organisme yang dijumpai di mana-mana yang
ditemukan pada manusia maupun dijumpai pada lingkungan.
• Pada individu dengan imunodefisiensi, jamur oportunis akan mengakibatkan infeksi invasif yang dapat mematikan dengan tanda nekrosis jaringan,
pendarahan, penyumbatan pembuluh, dengan sedikit respons radang atau tidak memberikan respons radang
• Agen Infeksi
SK4
• Protozoa
• Protozoa adalah sel tunggal eukariotik yang merupakan penyebab utama penyakit dan kematian pada negara berkembang.
• Protozoa dapat melakukan replikasi intrasel di dalam berbagai sel (misalnya, Plasmodium dalam sel darah ) secara ekstrasel pada sistem urogenital,
saluran cerna atau darah.
• Organisme Trichomonas vaginalis adalah parasit protozoa berflagela yang ditansmisi secara seksual, hidup di vagina dan uretra laki-laki.
• Protozoa pada usus yang paling sering dijumpai adalah Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia, yang. Protozoa yang berasal dari darah (misalnya,
Plasmodium, Tripanosoma, Leishmania) ditransmisikan melalui vektor serangga, di mana protozoa tersebut akan mengalami replikasi sebelum diteruskan
ke pejamu manusia.
• Ektoparasit
• Ektoparasit adalah serangga (berbagai kutu) atau araknida (tungau) yang akan melekat dan hidup pada atau di dalam kulit.
• Penyakit-penyakit akibat langsung artropoda ditandai dengan keluhan gatal dan eksoriasi.
• Cacing
• Ketika cacing dewasa berada dalam manusia, cacing tersebut tidak akan bermultiplikasi tetapi akan menghasilkan telur atau larva yang akan dikeluarkan
melalui tinja
• Pada beberapa infeksi cacing, seperti schistosomiasis, penyakit akan disebabkan oleh respons radang akibat adanya telur atau larva dan bukan akibat
cacing dewasa.
• Cacing terbagi atas tiga kelompok:
• Cacing bulat (nematoda) bentuknya bulat pada potongan melintang dan tidak bersegmen. Yang termasuk nematoda intestinal adalah Ascaris
lumbricoides, Strongyloides stercoralis, dan cacing tambang.
• Cacing pita (cestoda) mempunyai kepala (scolex) dan pita bersegmen multipel yang rata (proglottids). Cacing ini akan menyerap nutrisi melalui
selaputnya/tegument dan tidak mempunyai saluran cerna. Termasuk di dalam kategori ini adalah cacing pita pada ikan, sapi dan babi, serta dijumpai pula
pada saluran cerna manusia. Larva yang berkembang setelah telur dari cacing pita tertentu tertelan akan mengakibatkan tumbuh di dalam jaringan
• Cacing pipih/ Flukes (trematoda) adalah cacing berbentuk daun dengan alat penghisap yang digunakan untuk menempel pada pejamu. Misalnya
trematoda hati dan paru serta sistosoma
• Mekanisme Agen Infeksi
SK4
• Virus
• Virus dapat langsung merusak sel pejamu dengan memasukinya dan melakukan replikasi atas beban pejamu. Manifestasi infeksi virus terutama
ditentukan oleh kekuatan invasi virus, spesifisitas jaringan dan tipe sel. Penyebab utama untuk kerusakan jaringan adalah adanya reseptor virus pada sel
pejamu. Virus mempunyai protein spesifik permukaan selnya yang mengikat protein permukaan sel pejamu tertentu. Kemampuan virus untuk bereplikasi
di dalam beberapa sel tertentu dan bukan di sel yang lain bergantung pada adanya faktor transkripsi spesifik yang mengenali virus tersebut
• Sekali virus berada dalam sel pejamu, mereka akan dapat merusak atau mematikan sel dengan sejumlah mekanisme.Virus dapat membunuh sel dengan
mencegah sintesa makromolekul penting dari pejamu dengan menghasilkan enzim perusak dan protein toksik atau menginduksi apoptosis. Protein virus
pada permukaan sel pejamu dapat dikenal oleh sistem imun pejamu sehingga limfosit dapat menyerang sel yang terinfeksi virus.
• Bakteri
• Kerusakan jaringan pejamu oleh bakteri, tergantung pada kemampuan bakteri untuk melekat pada sel pejamu, menginvasi sel dan jaringan atau
mengeluarkan toksin. Kumpulan bakteri dapat bekerjasama untuk meningkatkan virulensinya. Banyak spesies bakteri mengatur bersama ekspresi gennya
dalam populasi yang besar dengan cara gen virulen akan terekspresi apabila konsentrasi bakteri mencapai konsentrasi tinggi. Kelompok bakteri dapat
membentuk biofilms terbentuk atas lapisan kental polisakarida ekstrasel yang berfungsi untuk melekat pada jaringan pejamu.
• Toksin bakteri
• Semua substansi bakteri yang mengakibatkan penyakit dapat dianggap sebagai toksin.
• Endotoksin bakteri adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen dari membran luar bakteri gram negatif. LPS terdiri atas asam lemak rantai
panjang (disebut lipid A). Respon terhadap LPS dapat menguntungkan dan dapat juga merugikan bagi pejamu. Respons yang menguntungkan ialah LPS
akan mengaktifkan imunitas untuk proteksi dengan berbagai cara termasuk induksi dari sitokin penting dan kemokin dari sistem imun, juga terjadi
peningkatan pengaktifan limfosit T. Jika kadar LPS tinggi mempunyai peran dalam syok septik, koagulasi intravaskular diseminata (DIC) dan sindrom
distress respirasi akut.
• Eksotoksin merupakan protein yang disekresi yang mengakibatkan jejas sel dan penyakit. Selain itu Bakteri juga mensekresi sejumlah enzim (protease,
hyaluronidase, koagulase, fibrinolisin). Sebagian besar toksin yang dapat meningkatkan sinyal intrasel toksin tersebut mempunyai komponen aktif (A)
dengan aktivitas enzimatik dan komponen (B) yang bersifat mengikat reseptor permukaan sel dan mengirimkan protein A ke dalam sitoplasme sel.
• Neurotoksin diproduksi oleh clostridium botullinum dan clostridium tetani, tetapi akan mencegah pengeluaran neurotransmitter dan mengakibatkan
kelumpuhan. Toksin ini tidak mematikan neuron tetapi komponen A akan tetap menghasilkan protein yang terlibat dalam sekresi neurotransmitter pada
perbatasan sinaps.
• Mekanisme Agen Infeksi Menghindari Sistem Imun
SK4
• Respons humoral dan selular yang melindungi pejamu pada infeksi merupakan respons tubuh ketika terjadi infeksi. Beberapa mikroorganisme mempunyai
banyak cara untuk melawan dan menghindari sistem imun. Mekanisme ini yang merupakan faktor penting untuk virulensi mikroba dan patogenitasnya,
termasuk (1) variasi antigenitasnya, (2) resistensi terhadap pertahanan imun bawaan, dan (3) gangguan respons antimikroba sel T yang efektif melalui
immunosupresi spesifik maupun nonspesifik.Beberapa mikroba dapat menghindari respons imun dengan mengubah antigen yang diekspresikannya.
• Beberapa mikroba mempunyai metode untuk melawan pertahanan imun secara aktif.
• Peptida anti-mikroba kation, termasuk defesin, cathelicidin dan thrombosidin mempunyai pertahanan awal penting melawan invasi mikroba. Peptida ini
akan berikatan dengan membran bakteri dan membentuk pori-pori yang mengakibatkan kematian bakteri melalui lisis hipoosmotik. Bakteri patogen
mencegah kematian dengan membuat molekul permukaan yang tahan terhadap ikatan peptida anti mikroba atau yang menonaktifkan atau mengatur
lebih rendah peptida anti mikroba
• Fagositosis dan pembunuhan bakteri oleh leukosit PMN atau neutrofil dan monosit berperan penting sebagai pertahanan pejamu terhadap bakteri
ekstrasel. Kapsul karbohidrat pada permukaan bakteri yang menyebabkan bakteri tersebut menjadi lebih virulen dengan pencegahan fagositosis oleh
neutrofil.
• Virus dapat memproduksi molekul yang menghambat imunitas alami. Virus telah mengembangkan sejumlah strategi untuk melawan interferon (IFN)
yang merupakan mediator untuk pertahanan awal pejamu terhadap virus. Virus juga dapat menonaktifkan atau menghambat protein kinase (PKR) yang
bergantung pada RNA. Beberapa virus menyandi di dalam RNA/DNA nya yang homolog dari sitokin, kemokin atau reseptornya yang dapat menghambat
respons imun dengan berbagai cara. Akhirnya virus dapat menahan apoptosis di sel pejamu, sehingga virus mempunyai waktu untuk bereplikasi,
bertahan atau mentransformasi sel pejamu.
• Respon Radang Terhadap Infeksi
SK4
• Radang Supuratif
• Pola ini merupakan reaksi terhadap kerusakan jaringan akut dengan permeabilitas vaskular yang meningkat dan infiltrasi leukosit, terutama neutrofil.
Neutrofil akan tertarik ke tempat infeksi. Enzim neutrofil mengakibatkan nekrosis. Kelompok neutrofil mengakibatkan nekrosis, membentuk abses,
jaringan nekrotik dan sel radang membentuk nanah, dan bakteri yang mengakibatkan pembentukan nanah
• Radang Nukleus dan Granulomatosa
• Infiltrasi interstisial yang difus dan terutama mononukleus merupakan gambaran umum yang dijumpai pada semua proses radang kronik, tetapi timbulnya
perubahan tersebut juga bisa sebagai proses akut yang sering diakibatkan oleh respons terhadap virus, bakteri intrasel atau parasit intrasel. Pada radang
ini terdapat dominasi jenis sel mononukleus pada lesi radang tergantung pada respons imun pejamu terhadap organisme yang ada.
• Radang Sitopatik-Sitoproliferatif
• Reaksi ini biasanya disebabkan oleh virus. Karakteristik lesi adalah nekrosis sel atau proliferasi sel, biasanya dengan sedikit sel radang. Beberapa virus
melakukan replikasi di dalam sel dan membentuk agregat virus yang tampak sebagai inclusion body. Kerusakan sel setempat pada kulit akan
menyebabkan sel epitel menjadi lepas, membentuk lepuh.
• Nekrosis Jaringan
• Clostridium perfringens dan organisme lain yang mensekresi toksin yang amat kuat dapat menyebabkan nekrosis yang cepat dan luas sehingga kerusakan
jaringan merupakan gambaran yang dominan.
• Radang Kronik dan Pembentukan Jaringan Parut
• Berbagai infeksi mengakibatkan radang kronik yang dapat berakhir dengan sembuh seperti semula atau mengakibatkan jaringan parut yang luas. Kadang-
kadang pembentukan jaringan ikat yang luas merupakan penyebab utama terjadinya disfungsi.
• Sawar Pejamu
SK4
• KULIT
• Kulit Lapisan luar kulit yang padat, berkeratin, merupakan barier alamiah terhadap infeksi, dan pH rendah daripada kulit (kurang dari 5,5) dan adanya
asam lemak dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang bukan flora normal. Pada kulit biasanya dijumpai bakteri dan jamur, termasuk yang
mempunyai potensi oportunistik misalnya S. aureus dan Candida albicans. Mikroorganisme umumnya menembus kulit melalui kerusakan pada kulit,
termasuk akibat tusukan dangkal, luka, luka bakar, dan luka diabetes. Beberapa patogen masuk ke dalam kulit melalui gigitan serangga atau gigitan
binatang.
• Saluran Cerna
• Agen patogen saluran gastrointestinal ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh materi dari tinja. Apabila keadaan tidak
bersih, seperti pada bencana alam, banjir dan gempa bumi, maka misalnya diare akan meluas. Sekresi asam lambung penting untuk pertahanan dan
merupakan hal mematikan bagi banyak agen patogen saluran cerna.
• Pertahanan normal lain pada saluran cerna termasuk (1) lapisan musin yang melapisi epitel saluran cerna (2) enzim litik pankreas dan detergen empedu,
(3) peptida antimikroba mukosa disebut defensin, (4) flora normal dan (5) sekresi antibodi IgA. Antibodi IgA dibuat oleh sel plasma yang terdapat pada
jaringan limfoid terkait mukosa (MALT ).
• Pertahanan pejamu melemah pada asam lambung yang rendah, dan menghambat pertumbuhan bakteri normal atau peristalsis yang terganggu atau
obstruksi mekanis.Virus yang dapat masuk tubuh melalui saluran cerna (misalnya, Hepatitis A, rotavirus) adalah virus yang tidak memiliki pembungkus
(envelop), karena virus yang mempunyai pembungkus akan diinaktifkan oleh empedu dan enzim saluran cerna.
• Saluran Pernapasan
• Jauhnya perjalanan partikel pada sistem pernapasan sesuai dengan ukuran partikel. Partikel besar akan terjerat pada selaput lendir yang melapisi hidung
dan saluran napas atas. Mikroorganisme yang terjerat pada musin yang disekresi oleh sel goblet dipindahkan melalui kerja silia kebagian belakang
tenggorokan, kemudian akan ditelan dan dipunahkan. Partikel yang lebih kecil langsung akan menuju alveolus, kemudian akan difagosit oleh makrofag
alveolar atau oleh neutrofil yang direkruit ke paru oleh sitokin. Mikroorganisme yang menginvasi saluran napas orang sehat normal telah membentuk
suatu mekanisme spesifik untuk melawan pertahanan mukosiliaris atau menghindarkan destruksi oleh makrofag alveolar.
• Beberapa virus saluran napas menghindari pertahanan ini dengan melekat dan masuk ke sel epitel saluran napas bawah dan faring. (Contoh, virus
influenza). Beberapa agen patogen jalan napas dapat menghindar dari fagositosis atau destruksi setelah fagositosis. M. tuberculosis, contohnya, dapat
berada di alveolus karena dapat menghindari kematian pada fagolisosom makrofag.
• Sawar Pejamu
SK4
• Saluran Urogenital
• Saluran urinarius hampir selalu diinvasi dari luar melalui uretra. Aliran urin yang keluar secara berkala dalam saluran ini berfungsi sebagai pertahanan
terhadap masuknya mikroorganisme. Urin dalam kandung kemih normalnya steril, dan patogen yang berhasil masuk (misalnya, N. gonorrhoeae, E. coli)
akan menempel pada sel epitel saluran urin. Anatomi berperan penting pada infeksi. Wanita mengalami 10 kali lebih sering infeksi saluran kemih
dibanding pria karena jarak kandung kemih dan kulit (yaitu panjang uretra) hanya 5 cm pada wanita, dibanding 20 cm pada pria.
• Infeksi saluran kemih sering menjalar retrograd dari kandung kemih menuju ginjal. Dari pubertas hingga menopause vagina terlindung dari kuman
patogen karena pH yang rendah yang terjadi akibat katabolisme glikogen pada epitel normal oleh laktobasil. Penggunaan antibiotik dapat mematikan
laktobasilus, sehingga mempermudah tumbuhnya jamur, dan mengakibatkan candidiasis vagina.

Anda mungkin juga menyukai