0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan20 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, dan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV dan komplikasi lainnya. Dokumen memberikan 6 diagnosa keperawatan yang ditetapkan berdasarkan pengkajian dan dilanjutkan dengan perencanaan tindakan serta implementasi untuk masing-masing diagnosa.
Dokumen tersebut membahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, dan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV dan komplikasi lainnya. Dokumen memberikan 6 diagnosa keperawatan yang ditetapkan berdasarkan pengkajian dan dilanjutkan dengan perencanaan tindakan serta implementasi untuk masing-masing diagnosa.
Dokumen tersebut membahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, dan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV dan komplikasi lainnya. Dokumen memberikan 6 diagnosa keperawatan yang ditetapkan berdasarkan pengkajian dan dilanjutkan dengan perencanaan tindakan serta implementasi untuk masing-masing diagnosa.
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam
proses perawatan.
Menurut Kemenkes, 2017 HIV (Human Immunodeficiency Virus)
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh tidak mampu lagi melindungi dari berbagai penyakit lain yang menyertainya (infeksi oportunisti) HIV juga didefinisikan sebagai penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga lebih rentan terkena penyakit. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan pengkajian tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan tinjauan teori yang ada. Hanya saja saat dilakukan pengkajian pada pasien Tn. R ditemukan, infeksi paru ( TBC), candidiasis ora, PCP ( terjadi gangguan pertukaran gas,terpasang ventilator hari ke- 18 dan terjadi kegagalan penyapihan ventilator. Didapatkan juga nyeri skala 8 pada vesika urinaria akibat distensi kandung kemih ( terpasang DC hari ke-7) Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terehadap gangguan kesehatan/ proses kehidupan atau kerentanan terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA-1 2018) Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV menegakkan sebanyak 6 diagnosa. 1. ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum. Menurut NANDA (2018), ketidak efektifan bersihan jalan nafas adalah ketidak mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahan jalan nafas. Penulis menegakkan diagnosa ini karena pasien terpasang EET, ada slym pada ETT dan mulut, juga ada perubahan pada frekuensi pernafasan. Diagnosa kedua yang muncul yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi. Menurut NANDA (2018), hambatan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit oksigenasi atau eliminasi karbondiaoksida pada membran alveolar kapiler. Penulis menegakkan diagnose ini karena adanya hasil Analisa Gas Darah arteri yang abnormal (PH : 7.308, PCO2 : 72, Po2 101.1, CO2 total 37.5 , HCO3: 35, BE: 6.2), dispnoe, diaphoresis, akral dingin. Diagnosa ketiga yang muncul yaitu disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan. Menurut NANDA ( 2018) disfungsi respon penyapihan ventilator adalah ketidakmampuan menyesuaikan pada penurunan tingkat dukungan ventilator mekanis yang menghambat dan memperlama proses penyapihan. Penulis menegakkan diagnosa ini karena pada pasien didapatkan kegagalan penyapihan ventilator yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2019 jam 10.00 WIB ( klien gelisah, tacicardia, tacypne, tekanan darah meningkat ( 172/99 mmHg). Diagnosa keempat yang muncul yaitu Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas. Menurut NANDA ( 2018), penurunan curah jantung adalah ketidak adekuatan volume darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Penulis menegakkan diagnosa ini karena pada pasien didapatkan hasil : Tekanan darah meningkat, CRT > 3 detik, Tacicardia ( 121x/ mnt), hasil ICON:HR: 105, SV: 52 ml (low), CO: 5.4 (low), Cardiac index: 2.6 (low), ICON: 22 (Low) Diagnosa kelima yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih. Menurut NANDA ( 2018), nyeri akut adalah pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba- tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan. Penulis menegakkan diagnosa ini karena pada pasien didapatkan data nyeri skala 8, ekspresi wajah tegang, keluar keringat dingin, sikap menunjuk daerah nyeri, TD:172/99 mmHg, N: 121x/mnt). Diagnosa keenam ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhmerupakan asupan nutrisi tiak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik(NANDA, 2018). Alasan penulis menegakkan diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ini karena hasil Hb: 10.2 g/dl, albumin: 2.6 g/dl Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan kepada pasien. Perencanaan menurut Nanda (2018) pada kasus asuhan HIV dengan PCP + TB On OAT dilakukan perdiagnosa. . Perencanaan diagnosa yang kedua adalah hambatan Diagnosa yang pertama yaitu ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum. Perencanaan yang dilakukan untuk diagnosa pertama ini yaitu memberikan posisi semi fowler, mendemonstrasikan batuk efektif, melakukan fisioterapi dada, keluarkan secret dengan suction, auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan, monitor status haemodinamik, monitor respirasi dan status O2. Berdasarkan perencanaan tersebut penulis melaksanakannya ditambah perencanaan menejemen ventilasi mekanik dikarenakan pasien saat dikaji menggunakan ventilator. Namun ada beberapa perencanaan yang tidak sesuai dengan tinjauan teori, diantaranya latihan batuk efektif dan nafas dalam Perencanaan diagnosa yang kedua adalah hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi. Perencanaan yang dilakukan untuk diagnosa kedua ini adalah: posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada jika diperlukan, keluarkan secret dnegan batuk/ suction, auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan, atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan, monitor respirasi, dan status O2, catat pergerakan dada, amati kesimetrisan penggunaan otot tambahan retraksi otot supra clavikular dan intercosta, monitor pola nafas (bradipnea, tacypnea, kusmaul, hyperventilasi, Cheynestokes, biot), monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental, observasi syanosis khususnya membrane mukosa. Berdasarkan perencanaan tersebut penulis melakukan intervensi tidak jauh dengan tinjauan teori tersebut, namun penulis menambahkan intervensi tentang memonitor perubahan pada tidal volum pada monitor ventilator. Perencanaan diagnosa ketiga adalah disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan. Perencanaan yang dilakukan untuk diagnosa ketiga ini adalah monitor adanya kelelahan otot pernafasan, monitor adanya kegagalan dalam respirasi, monitor adanya penurunan dan peningkatan tekanan inspirasi, gunakan teknik aseptic, pastikan pasien terbebas dari tanda- tanda infeksi sebelum dilepas, suction jalan nafas ( intervensi tidak tertulis dalam tinjauan teori, tetapi penulis tetap menyusun intervensi sesuai Nursing Intervention Classification (2014) berdasarkan kondisi pasien saat dikaji. Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (Nanda 2018). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam mengelola pasien dalam implementasi dengan masing – masing diagnosa. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum. Pada diagnosa ini penulis selama 3 kali 24jam melakukan implementasi manajemen jalan nafas dengan respon pasien menggunakan ventilator mode SIMV 8, PS: 10, PC: 10, PEEP: +5, FiO2 40%, posisi semi fowler, slym (+) warna putih, suara nafas tambahan ronchi +. Dalam mengatasi bersihan jalan nafas penulis berkolaborasi dengan dokter dengan memberikan terapi Codipront 3x1 sendok makan, N asetil sistein 3x1 caps yang berfungsi sebagai mukoloitik dan ekspektoran. Untuk diagnosa pertama penulis juga melakukan close suction pada ETT, dan suctioning pada mulut dengan menggunakan prinsip 3 A ( asianotik, aseptic, atraumatic). Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi. Selama 3 kali 24 jam penulis melakukan implementasi untuk mengatasi masalah hambatan pertukaran gas dari tanggal 15 Juli 2019 s/d 18 Juli 2019, tindakan yang dilakukan antara lain memonitor kedalaman, kecepatan dan kesulitan bernafas, memonitor hasil analisa gas darah. Respon yang ditemukan: kedalaman, kecepatan pernafasan normal, irama teratur, saturasi oksigen 99- 100% hasil penilaian AGD (PH: 7.324, PCO2: 51.4, Po2: 124.6, HCO3: 26,3, Co2 total: 27,7, BE: 0.7, Sat O2: 99.6%. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan. Pada diagnosa ini penulis melakukan asuhan keperawatan juga selama 3 kali 24 jam untuk mengatasi masalah disfungsi respon penyapihan ventilator. Implementasi yang penulis lakukan adalah: melakukan proses penyapihan pada tanggal 15 juli 2019 dengan menurunkan SIMV 8 menjadi 4, tetapi didapatkan hasil pasien gelisah, tacypnoa, tachycardia. Dengan kondisi tersebut penulis mengembalikan mode SIMV 8. Tgl 16 Juli 2019 proses penyapihan dilakukan kembali dengan mode SIMV : 4 dan respon pasien baik, dilanjutkan sampai tgl 18 Juli ETT terextubasi dan dipasang optiflow dengan F1O2 60%, flow 50 lpm. Respon pasien terhadap implementasi yang telah dilakukan adalah: tak tampak kelelahan pernafasan, tidak menggunakan otot bantu nafas, dan hasil pemantauan Saturasi 99-100% Menurut Mareelli, 2007 evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari tahap – tahap proses keperawatan untuk mengetahui apakan masalah – masalah keperawatan yang muncul pada kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV+ PCP+ TB on OAT teratasi atau tidak dan untuk membandingkan antara yang sistematik dengan yang terencana berkaitan dengan fasilitas yang tersedia. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan evaluasi keperawatan pada kasus ini antara lain : Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan produksi sputum Pada diagnosa ini penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan teori yang ada dan dilakukan semaksimal mungkin dengan tujuan masalah bersihan jalan nafas tidakmefektif dapat teratasi. Pada proses keperawatan sebelumnya yaitu implementasi keperawatan sudah dijabarkan bagaimana penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien. Dan evaluasi keperawatan yang diperoleh penulis dari asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 kali 24 jam yaitu masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian karena pasien mengatakan masih ada batuk berdahak, namun pasien dapat mengeluarkan sputum sendiri tanpa suctioning. untuk mengatasi masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas, penulis harus melanjutkan intervensi keperawatan antara lain melakukan intervensi manajemen jalan nafas. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi dan ventilasi. Evaluasi yang didapatkan untuk diagnosa ini belum teratasi karena hasil penilaian AGD masih menunjukkan asidosis respiratorik terkompensasi sebagian. Untuk mencapai criteria hasil yang diharapkan penulis melanjutkan sesuai intervensi. ◦ Disfusngsi respon penyapihan ventilator berhubungan dnegan kelelahan otot pernafasan. Pada diagnosa ini penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat yang ada dan telah dilakukan semaksimal mungkin. Adapun criteria hasil telah tercapai dan tujuan teratasi ( telah terextubasi EET dan digantikan dengan optiflow) dengan hasil evaluasi AGD (PH: 7.37, PCO2: 43.9, PO2: 182, BE: -0.1). Kelompok Praktek KGD ICU