Anda di halaman 1dari 30

Nama kelompok:

1. ANGGUN DESIMA S.S


2. NURHASANAH
3. NISA SUKRA JANAH
4. NATASHA KUSTIA
5. OVI SARIOLIANI
PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah
kondis penyakit yang dapat dicegah dan diobati,
serta ditandai dengan adanya keterbatasan aliran
udara yang bersifat progresif dan berkaitan dengan
respons inflamasi kronis pada saliran nafas dan
paru-paru akibat partikel atau gas yang beracun.
Faktor resiko

Faktor resiko ppok terbagi menjadi 5 yaitu:


1. Kebiasaan merokok
2. Faktor Genetik
3. Sosial Ekonomi
4. Riwayat Pekerjaan
5. Polusi Udara
Patogenesis

 Keradangan kronis pada sel. Napas, parenkim paru, sistem


vaskuler paru→ pe↑ makrofag, limfosit T (CD8+),
netrofil→ release mediator LB4, IL8, TNF
 Imbalance proteinase – anti proteinase
 Ster oksidatif
Ketiga faktor di atas akan merusak struktur paru
Manifestasi Klinis

 Sesak. Sesak yang ditimbulkan bersifat progresif (semakin la


ma semakin bertambah berat) dan biasanya bertambah berat
dengan aktivitas. Sesak yang dirasakan bersifat persisten
atau menetap sepanjang hari. Biasanya pasien merasakan sus
ah bernapas atau terengah-engah.
 Batuk kronik. Batuk yang dirasakan pasien biasanya hilang
timbul dan bisa berdahak ataupun tidak berdahak.
 Batuk kronik berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK.
 Riwayat terpajan faktor risiko. Riwayat pajanan yang berisik
o yaitu terutama asap rokok, debu dan bahan kimia di temp
at kerja, serta asap dapur.
Diagnosis
Secara klinis, seseorang dinyatakan mengidap PPOK, apabila sekurang-
kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor
risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas, terutama
pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan
atau yang lebih tua.
A. Anamnesis.
Dari hasil anamnesis, gejala klinis yang biasa ditemukan pada pasien
PPOK adalah sebagai berikut :
1. Batuk kronik
2. Batuk berdahak kroni
3. Sesak napas
Diagnosis....

B. Riwayat penyakit.
1) Adanya riwayat merokok atau bekas perokok
2) Riwayat terpajan zat-zat berbahaya
3) Riwayat penyakit terdahulu (asma, alergi, sinusitis, polip nasal)
4) Riwayat PPOK atau penyakit pernapasan lain di keluarga
5) Adanya faktor predisposisi pada saat bayi/anak (BBLR, infeksi berulang
saluran napas, lingkungan dengan polusi udara)
6) Riwayat ekaserbasi atau hospitalisasi akibat penyakit sistem pernapasan
7) Adanya penyakit penyerta.
Diagnosis....
C. Pemerikaan fisik
1) Inspeksi.
(a) Pursed-lips breathing (mulut mencucu)
(b) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
(c) Penggunaan otot bantu pernapasan
(d) Pelebaran sela iga
(e) Terlihat denyut vena jugularis (bila telah terjadi gagal jantung kanan)
(f) Tampak tampilan pink puffer & blue bloater
Catatan: = Pink puffer, gambaran khas pada emfisema: pasien kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan dengan mulut mencucu/pursed-lips breathing), sianosis, edema
tungkai (+), ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. = Pursed-lips
breathing, bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi memanjang. Sikap ini
merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik.
Diagnosis....
2) Palpasi.
Bila sudah terjadi emfisema: fremitus suara melemah dan sela iga melebar
3) Perkusi.
Bila sudah terjadi emfisema: hipersonor dan batas jantung mengecil,
diafragma letak rendah, hepar terdorong ke bawah
4) Auskultasi
(a) Suara pernapasan vesikular normal atau melemah
(b) Terdapat ronki dan atau mengi pada saat bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
(c) Ekspirasi memanjang
(d) Suara jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri adalah alat pengukur keterbatasan aliran udara di saluran pernapasan yang
non-invasif dan paling reproducibel. Spirometri harus dapat mengukur volume udara
yang dihembuskan secara paksa sesudah inspirasi maksimal (kapasitas vital
paksa/FVC) dan volume udara yang dihembuskan selama detik pertama manuver ini
(volume ekspirasi paksa dalam satu detik, FEV1), dan rasio kedua pengukuran tersebut
(FEV1/FVC) harus dihitung. 11
Tes berikut yang perlu dipertimbangkan untuk menilai beratnya eksaserbasi
 Pulse oxymetri
 Foto toraks
 EKG
 Pemeriksaan darah
 Sputum purulen
 Tes abnormalitas biokimia
Klasifikasi PPOK
Tujuan dari penilaian PPOK adalah untuk menentukan tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara, dampak penyakit pada status kesehatan pasien dan
risiko kejadian dimasa depan (seperti eksaserbasi, perawatan diruah sakit dan
kematian), serta sebagai patokan untuk memberikan terapi
Adapun klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga, antara lain :
 Tipe I (eksaserbasi berat), terdapat peningkatan gejala sesak nafas,
peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum
 Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
 Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan infeksi
saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan > 20% nilai
dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan PPOK adalah
semaksimal mungkin mengurangi gejala
(menghilangkan gejala, memperbaiki toleransi
latihan, memperbaiki kualitas hidup) dan
mengurangi risiko (mencegah progresifitas penyakit,
mencegah dan mengobati eksaserbasi, mengurangi
kematian).
Terapi untuk PPOK Stabil dan
Eksaserbasi
Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi
gejala, menurunkan frekuensi dan tingkat
keparahan eksaserbasi, serta memperbaiki toleransi
terhadap latihan fisik dan status kesehatanTiga
kelas obat yang biasa digunakan untuk eksaserbasi
pada PPOK adalah bronkodilator, kortikosteroid dan
antibiotik.
Kortikosteroid

Data dari penelitian secondary health care mengindikasikan


bahwa kortikosteroid pada PPOK eksaserbasi akut
memperpendek waktu penyembuhan, memperbaiki fungsi
paru , dan hipoksia arterial, serta mengurangi risiko relaps,
kegagalan terapi dan panjangnya waktu perawatan di RS.
Dosis 30-40 mg prednisolone perhari untuk 10-14 hari
direkomendasikan. Nebulisasi budesonide bisa sebagai
alternatif.
Antibiotik
 Antibiotik harus diberikan pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut
yang memiliki 3 gejala kardinal : sesak napas yang makin bertambah,
jumlah sputum meningkat, dan sputum purulen. Mempunyai 2 gejala
kardinal, jika peningkatan sputum purulen merupakan salah satu dari
2 gejala atau memerlukan ventilasi mekanik. Waktu pemberian
antibiotik yang direkomendasikan adalah 5-10 hari.
 Pilihan antibiotik harus berdasarkan gambaran resistensi bakterial
lokal. Biasanaya terapi empirik inisial adalah aminopenisilin dengan
atau tanpa asam klavulanat, makrolid atau tetrasiklin. Rute
pemberian antibiotik (oral atau intravena) tergantung pada
kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik obat.
Terapi non Farmakologis
1. Oksigen terapi
Hal ini merupakan komponen kunci dari terapi eksaserbasi di
rumah sakit. Suplemen oksigen harus dititrasi untuk memperbaiki
gejala hipoksemia dengan target saturasi 88-92%. Ketika oksigen
diberikan, AGD harus diperiksakan 30-60 menit berikutnya untuk
memastikan kecukupan oksigen tanpa retensi karbondioksida atau
asidosis. 12
2. Support ventilasi
Ventilator support pada kondisi eksaserbasi bisa berupa non
invasif (nasal atau face mask) atau invasif (oro tracheal tube atau
tracheostomy).
3. Ventilasi mekanik Non Invasiv
Ventilasi mekanik Non Invasiv (INV) memperbaiki asidosis respirasi
dan menurunkan respiratory rate, sesak napas, komplikasi seperti
VAP, dan waktu perawatan di RS.
Pencegahan Eksaserbasi Pada PPOK

PPOK eksaserbasi bisa dicegah. Berhenti merokok,


vaksinasi influenza dan pneumokokus, pengetahuan
mengenai terapi terbaru termasuk teknik inhalasi
dan terapi dengan long acting broncodilator inhalasi
dengan atau tanpa kortikosteroid inhalasi untuk
mengurangi sejumlah eksaserbasi perawatan di
rumah sakit
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :


1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Pengkajian data
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 08.00 di Ruang Asoka RS
Margono Soekardjo Purwokerto, sumber data berasal dari pasien, keluarga pasien,
perawat dan catatan medis. Data hasil pengkajian ditemukan sebagai berikut :
Pasien bernama Tn. B berumur 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat
purwokerto, status sudah menikah, beragama islam, suku jawa, pendidikan
terakhir pasien SMP, pekerjaan buruh. Sedangkan penanggung jawab pasien adalah
adik pasien yang bernama Tn. R, umur 40 tahun, dan beralamat di purwokerto.
Keluhan Utama
Keluhan utama pasien yaitu pasien mengeluh sesak nafas.
Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah pasien merasakan dada
yang tertekan dan kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan
sputum, warna sputum putih. Pasien mengatakan riwayat merokok, serta
bekerja di pabrik pemotongan kayu, pasien mengatakan sering
mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu, pasien terlihat
kesulitan berbicara. Pasien mengatakan letih dan lemah setelah
melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas, sesak nafas
saat istirahat setelah beraktivitas, pasien terlihat letih, pasien dibantu
oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk
ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan toileting. Pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di
malam hari, pasien mengatakan tidak dapat beristirahat dengan baik,
pasien sering terbangun saat tidur di malam hari, pasien mengatakan
terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam sehari.
Hasil Pemeriksaan
Dari pemeriksaan fisik pada Tn. B ditemukan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
meliputi keadaan umum pasien cukup, GCS15 : E4M5V6, tekanan darah 110/60 mmHg,
nadi 88 x/ menit, suhu badan 36,6oc, respirasi 28 x/menit.
Pada pemeriksaan head to toe diperoleh hasil, pemeriksaan kepala : mesochepal,
rambut hitam bersih, tidak ada ketombe. Pada memeriksaan mata kedua mata
sembab, kedua kelopak mata bawah terlihat hitam, kedua mata simetris, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Pemeriksaan hidung : lubang hidung simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada
sekret, dan dapat mencim bau dengan baik. Pemeriksaan telinga : simetris, bersih,
tidak ada serumen, tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Pemeriksaan leher
tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
Pada pemeriksaan paru : inspeksi : simetris, adanya bentuk dada seperti tong, terlihat
meninggikan bahu untuk bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi :
vokal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi : bunyi pekak pada paru-paru, auskultasi :
bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian kanan dan wheezing pada paru bagian
kiri. Pada pemeriksaan jantung : inspeksi : simetris, ictus kordis tidak tampak, palpasi
: ictus cordis teraba, teratur dan tidak terlalu kuat, perkusi : bunyi pekak, tidak ada
pelebaran, auskultasi : bunyi jantung murni, tidak ada suara tambahan.
Selanjutnya
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi : simetris, tidak ada luka bekas operasi,
auskultasi : peristalik usus 8 x/menit, perkusi : timpani, palpasi : tidak ada
nyeri tekan. Pada pemeriksaan genetalia : bersih, tidak terpasang kateter.
Pada pemeriksaan ekstrimitas, ekstrimitas atas kanan dapat bergerak bebas.
Kiri : terpasang infuse RL 20 tpm. Ektrimitas bawah tidak ada udema, pasien
dapat bergerak bebas.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal
2 Februari untuk pemeriksaan laboratorium meliputi : leukosit 9120/UL,
glukosa sewaktu 196 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,8 mmol/L,
klorida 97 mmol/L. Pada tanggal 3 Februari 2014 untuk pemeriksaan sputum
meliputi : BTA I negative, lekosit positif, epithel positif. Pemeriksaan tanggal
4 Februari 2014 dengan pewarnaan ZN 2 x BTA II negative, lekosit positif,
epithel positif, pewarnaan 3 x, BTA III negative, lekosit positif, epithel
positif. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK).
Terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 4-7 Februari 2014 antara lain O2 3
liter permenit, Infus RL 20 tpm, Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gr, Injeksi Ranitidine
2 x 30 mg, Injeksi Methylprednisolone 2 x 62,5 mg, Nebulizer ventolin 2 x 2,5
mg, flixotide 3 hari sekali 0,5 mg, Sirup Dextromethorphan 3 x 5 ml.
Analisa Data
1. Analisa Data
Tabel 3.1 Analisa Data
Tanggal
Data
Penyebab
Masalah
4 Februari 2014
DS : pasien mengeluh sesak nafas, pasien merasakan dada yang tertekan, pasien
mengatakan riwayat merokok, serta bekerja di pabrik pemotongan kayu, pasien
mengatakan sering mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu,
DO : pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna
sputum putih, pasien terlihat kesulitan berbicara, adanya bentuk dada seperti
tong, terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pada perkusi ditemukan bunyi
pekak pada paru, auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian kanan
dan wheezing pada paru bagian kiri, terpasang O2 3 liter permenit, respirasi 28
x/menit.
Peningkatan produksi sekret
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Selanjutnya
4 Februari 2014
DS : pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari
karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas.
DO : pasien terlihat letih, pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk
melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan
toileting.
Ketidakseimbangan supply O2
Intoleransi aktivitas
4 Februari 2014
DS : pasien mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah d
malam hari, pasien mengatakan tidak dapat beristirahat dengan baik.
DO : pasien sering terbangun saat tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di
malam hari, pasien tidur selama 5 jam sehari.
Batuk
Gangguan pola tidur
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret ditandai dengan :
DS : pasien mengeluh sesak nafas, pasien merasakan dada yang tertekan, pasien
mengatakan riwayat merokok, serta bekerja di pabrik pemotongan kayu, pasien
mengatakan sering mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu.
DO : pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum,
warna sputum putih, pasien terlihat kesulitan berbicara, adanya bentuk dada
seperti tong, terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pada perkusi ditemukan
bunyi pekak pada paru, auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian
kanan dan wheezing pada paru bagian kiri, terpasang O2 3 liter permenit, respirasi
28 x/menit.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2
ditandai dengan :
DS : pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari
karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas.
DO : pasien terlihat letih, pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk
melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan
toileting.
C. Intervensi, Implementasi dan
Evaluasi Keperawatan.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.

Intervensi dari diagnosa keperawatan ini yaitu auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi. Kaji atau pantau frekuensi
pernafasan. Catat adanya penggunaan otot bantu pernafasan. Kaji pasien untuk
posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk. Tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator misalnya albuterol
(ventolin), analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan,
berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer, bantu pengobatan
pernafasan misalnya fisioterapi dada.
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan bersihan jalan
nafas tak efektif pada tanggal 4-7 Februari 2014 adalah :

• Mengobservasi keadaan pasien, evaluasi respon yang diperoleh adalah


pasien mengatakan sesak nafas berkurang.
• Mengkaji frekuensi pernafasan, evaluasi respon yang diperoleh adalah
respirasi 24 x/menit.
• Memberikan posisi semifowler pada pasien, evaluasi respon yang
diperoleh adalah pasien merasa nyaman dengan posisi semifowler.
• Mencatat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, evaluasi respon
yang diperoleh adalah pasien terlihat meninggikan bahu untuk
bernafas.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret pada hari Jumat, tanggal 7 Februari 2014 pukul 21.00 adalah :

S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, pasien mengatakan lega setelah dilakukan nebulizer karena pasien dapat mengeluarkan dahak, pasien mengatakan batuk berkurang setelah minum obat dextrometorfan
sirup, respirasi 24 x/menit.

O : Nebulizer ventolin 2,5 masuk via inhalasi, sekret keluar berwarna putih purulen, suara nafas mengi dan ronkhi pada paru kanan masih ada, wheezing sudah menghilang, pasien dapat mempraktekkan batuk efektif.

A : Diagnosa keparawatan bersihan jalan nafas tidak efektif belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi :

a. Auskultasi suara nafas tambahan

b. Berikan terapi nebulizer

c. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dengan minum air matang hangat agar sekret dapat keluar.

Anda mungkin juga menyukai