Ppok
Ppok
B. Riwayat penyakit.
1) Adanya riwayat merokok atau bekas perokok
2) Riwayat terpajan zat-zat berbahaya
3) Riwayat penyakit terdahulu (asma, alergi, sinusitis, polip nasal)
4) Riwayat PPOK atau penyakit pernapasan lain di keluarga
5) Adanya faktor predisposisi pada saat bayi/anak (BBLR, infeksi berulang
saluran napas, lingkungan dengan polusi udara)
6) Riwayat ekaserbasi atau hospitalisasi akibat penyakit sistem pernapasan
7) Adanya penyakit penyerta.
Diagnosis....
C. Pemerikaan fisik
1) Inspeksi.
(a) Pursed-lips breathing (mulut mencucu)
(b) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
(c) Penggunaan otot bantu pernapasan
(d) Pelebaran sela iga
(e) Terlihat denyut vena jugularis (bila telah terjadi gagal jantung kanan)
(f) Tampak tampilan pink puffer & blue bloater
Catatan: = Pink puffer, gambaran khas pada emfisema: pasien kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan dengan mulut mencucu/pursed-lips breathing), sianosis, edema
tungkai (+), ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. = Pursed-lips
breathing, bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi memanjang. Sikap ini
merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik.
Diagnosis....
2) Palpasi.
Bila sudah terjadi emfisema: fremitus suara melemah dan sela iga melebar
3) Perkusi.
Bila sudah terjadi emfisema: hipersonor dan batas jantung mengecil,
diafragma letak rendah, hepar terdorong ke bawah
4) Auskultasi
(a) Suara pernapasan vesikular normal atau melemah
(b) Terdapat ronki dan atau mengi pada saat bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
(c) Ekspirasi memanjang
(d) Suara jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri adalah alat pengukur keterbatasan aliran udara di saluran pernapasan yang
non-invasif dan paling reproducibel. Spirometri harus dapat mengukur volume udara
yang dihembuskan secara paksa sesudah inspirasi maksimal (kapasitas vital
paksa/FVC) dan volume udara yang dihembuskan selama detik pertama manuver ini
(volume ekspirasi paksa dalam satu detik, FEV1), dan rasio kedua pengukuran tersebut
(FEV1/FVC) harus dihitung. 11
Tes berikut yang perlu dipertimbangkan untuk menilai beratnya eksaserbasi
Pulse oxymetri
Foto toraks
EKG
Pemeriksaan darah
Sputum purulen
Tes abnormalitas biokimia
Klasifikasi PPOK
Tujuan dari penilaian PPOK adalah untuk menentukan tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara, dampak penyakit pada status kesehatan pasien dan
risiko kejadian dimasa depan (seperti eksaserbasi, perawatan diruah sakit dan
kematian), serta sebagai patokan untuk memberikan terapi
Adapun klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga, antara lain :
Tipe I (eksaserbasi berat), terdapat peningkatan gejala sesak nafas,
peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum
Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan infeksi
saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan > 20% nilai
dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan PPOK adalah
semaksimal mungkin mengurangi gejala
(menghilangkan gejala, memperbaiki toleransi
latihan, memperbaiki kualitas hidup) dan
mengurangi risiko (mencegah progresifitas penyakit,
mencegah dan mengobati eksaserbasi, mengurangi
kematian).
Terapi untuk PPOK Stabil dan
Eksaserbasi
Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi
gejala, menurunkan frekuensi dan tingkat
keparahan eksaserbasi, serta memperbaiki toleransi
terhadap latihan fisik dan status kesehatanTiga
kelas obat yang biasa digunakan untuk eksaserbasi
pada PPOK adalah bronkodilator, kortikosteroid dan
antibiotik.
Kortikosteroid
Intervensi dari diagnosa keperawatan ini yaitu auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi. Kaji atau pantau frekuensi
pernafasan. Catat adanya penggunaan otot bantu pernafasan. Kaji pasien untuk
posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk. Tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator misalnya albuterol
(ventolin), analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan,
berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer, bantu pengobatan
pernafasan misalnya fisioterapi dada.
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan bersihan jalan
nafas tak efektif pada tanggal 4-7 Februari 2014 adalah :
S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, pasien mengatakan lega setelah dilakukan nebulizer karena pasien dapat mengeluarkan dahak, pasien mengatakan batuk berkurang setelah minum obat dextrometorfan
sirup, respirasi 24 x/menit.
O : Nebulizer ventolin 2,5 masuk via inhalasi, sekret keluar berwarna putih purulen, suara nafas mengi dan ronkhi pada paru kanan masih ada, wheezing sudah menghilang, pasien dapat mempraktekkan batuk efektif.
P : Lanjutkan intervensi :
c. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dengan minum air matang hangat agar sekret dapat keluar.