Anda di halaman 1dari 17

Hakikat Manusia, Visi dan Misi Hidup Manusia

Kelompok 3
1. Febriyan Nur Janah J3K119050
2. Riko Sewandika J3K119112
3. Selvia Bunga J3K119121
4. Yoga Wirabuana

MANAJEMEN INDUSTRI
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
HAKIKATMANUSIA DAN MISI HIDUP MANUSIA

SUB BAB PEMBAHASAN :


1. Hakikat Diri Manusia
2. Potensi,Kedudukan dan Tugas Hidup Manusia
3. Pedoman dan Tujuan Hidup Manusia
4. Teladan Hidup Manusia
5. Bekal Hidup Manusia
6. Golongan Yang di Cinta dan di Benci Allah
1. HAKIKAT DIRI MANUSIA.

Ma’rifatul insan adalah mengenal manusia,yaitu mengenal diri sendiri serta apa tugas dan kewajiban atau
amanah Allah kepadda manusia. Manusia hanya mampu untuk mengetahui beberapa segi tertentu saja darinya atau
belum mengetahui hakikat serta diri secara utuh. Oleh kerena itu,satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik
siapa mannusia adalah dengan merujuk pada wahu ilahi berikut.
“ Dialah Allah,yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu kamu dan Dia berkehendak ( menciptakan)
langit,lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S.2:29)
1.1 Istilah Al-Qur’an Menggambarkan Sosok Manusia
Sebutan manusia dalam Al-Quran yaitu:
a. Sebagai Hamba Allah.
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai seorang hamba maka manusia wajib
mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang
hamba, seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan dan segenap hati sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat berikut ini
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus …,” (QS. Al-Bayyinah: 5).
b. Sebagai Al-Nas.
Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Al Qur’an
cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia lain atau dalam
masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman
Allah SWT dalam QS. An Nisa: 1 dan QS. Al Hujurat: 13.

c. Sebagai Khalifah Allah.


Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya, manusia
diciptakan oleh Allah SWt sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam firman Allah QS. Shad: 26. Kita sebagai seorang khalifah maka masing-masing dari
kita akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.

d. Sebagai Bani Adam.


Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan
dan hubungannya dalam masyarakat. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ar’af 26-27
e. Sebagai Al Insan.
Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai Al insan
merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya
untuk berbicara dan melakukan hal lainnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam QS. Al Hud:
9.

f. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)


Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia memiliki
raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan, berkembang
biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada umumnya. Sama seperti
makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan, hakikat manusia sebagai makhluk biologis
dapat berakhir dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta
perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
1.2 Asal Kejadian Penciptaan Manusia
 Manusia diciptakan oleh Allah Swt di alam ‘azali melalui dua zat dasar,yaitu:
 Ruh (Q.S. 32:9)
 Tanah (Q.S 32:7-8,15:28)
 Al Quran mengingatkan manusia terhadap kejadiannya,yaitu setetes air yang hina (nutfah,Q.S.32:7-9)
agar manusia menyembah Allah,Tawadhu,Bersyukur dan Tidak Sombong (Q.S 39:6)
 Allah menciptakan manusia dengan melengkapi tiga potensi dasarnya,yaitu:
 Hati untuk diisi tekad (Q.S 18:29)
 Akal untuk diisi ilmu (Q.S 17:36,67:10)
 Jasad untuk beramal (Q.S 9:105)
 Manusia di beri amanah dengan ketiga potensi dasar tersebut untuk beribadah hanya kepada Allah Swt
dan menjadi khalifah di bumi. Jika manusia melaksanakan dua amanah tersebut,maka ,manusia akan
mendapatkan balasan dari Allah Swt baik berupa Jannah atau naar.

1..3 Proses kejadian Penciptaan Manusia.


 Berkaitan dengan proses kejadian manusia ,dikembangkan embriologi. Tiga kegelapan dalam proses
kejadian manusia yang di ungkap dalam Q.S 39:6 telah di pahami oleh pakar embriologi sebagai:
 Kegelapan perut (chorion)
 Kegelapan rahim (amnion)
 Kegelapan dinding uterus (alntheis,yaitu selaput yang melindungi bayi).
2. POTENSI, KEDUDUKAN, DAN TUGAS HIDUP MANUSIA.

2.1. Potensi Manusia


a. Jasad dan Ruh
Manusia adalah salah satu makhluk yang diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya. Dalam
menentukan pilihan, manusia selalu dipengaruhi tabiatnya. Tabiat manusia mengandung dua unsur,
yaitu unsur materi dan non materi atau rûh dan jasad yang saling melengkapi. Al-Qur’an melarang orang
mukmin menelantarkan hak dan kewajiban terhadap jasadnya hanya karena mementingkan ruh saja dan
sebaliknya (Al-A’râf: 31). Manusia juga dipengaruhi oleh unsur-unsur lain seperti hati, akal dan nafs, yang
bersifat maknawi.
b. Kebaikan dan Keburukan
Allah membentuk manusia dengan tabi’at monotheis (fithrah), dengan mengakui keberadaan
penciptanya. Fithrah tersebut berkembang dalam kehidupan secara positif (Al-Rûm: 30). Dalam
perkembangannya, perilaku manusia kadang-kadang berubah menjadi negatif, karena ia menyimpang
dari amanat yang telah diembannya (Al-Ahzâb: 72). Jika manusia komit terhadap amanah, ia akan menduduki
derajat paling tinggi di atas derajat malaikat. Karena ia bukan sekadar mampu melakukan kebaikan, melainkan
juga keburukan. Tetapi keistimewaan manusia ia mampu memenangkan kebaikan atas keburukan (Al-Isrâ’: 11).
Sebaliknya, jika manusia gagal mengembannya, ia akan turun derajatnya ke derajat syetan, yang disebabkan
karena sikap acuhnya terhadap bimbingan al-Qur’an (Al-An’âm: 122).

c. Kebebasan dan Keterpaksaan


Sebagai makhluk yang bertanggung jawab (mukallaf), manusia harus memiliki syarat untuk
mengemban tanggung jawabnya yaitu kebebasan. Kebebasan harus didasarkan pada potensi kehendak.
Dengan demikian perbuatan yang dipertanggung jawabkan oleh manusia, harus tercakup kebebasan dan
independensi dalam memilih dan menentukan perbuatan. Hal ini tentunya tidak sekedar keinginan belaka,
tetapi juga didasarkan pertimbangan fikiran dan kepastian yang diawali dengan keinginan yang dikuatkan
dengan keputusan (‘azam). Irâdah akan berada dalam posisi netral antara keterpaksaan dan kebebasan.

d. Potensi Ego dan Sosial


Redaksi al-Qur’an kadang-kadang bernuansa individu (eksklusif) dan kadang-kadang bersifat sosial
(inklusif). Hal ini menunjukkan bahwa individu terserap ke dalam kelompok, tetapi bukan sebaliknya. Untuk
itu Al-Qur’an sering menegaskan bahwa setiap individu bertanggung jawab dihadapan Allah (Al-Isrâ’: 15),
sehingga al-Qur’an menghindarkan warisan tanggung jawab dari kelompok.
2.2 Kedudukan Manusia
a. Sebagai Khalifah
Manusia sebagai khalifah, dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 30, jelas dikatakan manusia
sebagai khalifah Allah fil ardhi menjadi wakil Tuhan di muka bumi, yang memegang mandat Tuhan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang
memungkinkan manusia mengelola serta mendayagunakan apa yang ada di bumi, untuk kepentingan
hidupnya. Dengan demikian hal ini berarti ia diberi kepercayaan untuk mengelola bumi dan karenanya
mesti mengetahui seluk-beluk bumi, atau paling tidak punya potensi untuk mengetahuinya.

b. Sebagai Makhluk Sosial


Di dalam Surat (At-Tin : 4), Allah Berfirman dengan Artinya: "Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tin: 4)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk makhluk yang paling sempurna
dari segi bentuk dan rupanya. Setiap manusia yang dilahirkan di bumi adalah makhluk terbaik di antara
ratusan juta pesaing lainnya yang akan lahir ke muka bumi.
c. Sebagai Makhluk Perubah
Di dalam Surat ( Ar-Ra’du : 11) yang artinya "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (ar-Ra'du:11)
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Allah tidak akan merampas nikmatnya dari manusia meskipun ia
melakukan maksiat. Ini dapat terjadi pada realitas empirik orang-orang yang tidak beriman kepada Allah
sukses dalam keduniawian. Sementara al-Qurtubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah tidak akan
merubah suatu kaum kecuali terdapat perubahan dalam diri mereka, atau orang lain yang mengamati
mereka, atau sebagian dari kaum mereka.

2.3 Tugas Hidup Manusia


 Beribadah kepada Allah Swt.
 Menjadi Khalifah di muka bumi. Sifat-sifat ke khalifahan yang perlu di pahami oleh manusia :
 Adamu haqiqat al-Mulkiyah (bukan pemilik asli)
 Tasharuf Bil Iradatil Mustakhlaf (Menggunakann sesuai dengan kehendak yang mewakilkannya )
 Adamu Ta’adil ‘a’lal hudud (tidak meentang peraturan)
 Memakmurkan bumi.
3. PEDOMAN dan TUJUAN HIDUP MANUSIA

3.1 Pedoman Hidup Manusia


a.) Al Qur’an, petunjuk hidup yang tidak ada sedikitpun keraguan padanya, yang telah terbukti
kebenarannya dan terjaga keasliannya.
b.) Sunah Rasul

3.2 Tujuan Hidup Manusia


Manusia dimuliakan kedudukannya, diberi tugas dan amanah untuk ibadah dan khalifah agar terpenuhi
kesejahteraan hidupnya, sehingga diberikan balasan setelah mereka kembalikan kepada penciptanya dan
balasan bagi orang yang beriman adalah balasan kebaikan dari Allah SWT dan keridaan-Nya, yakni surga
yang penuh dengan kenikmatan. Manusia memiliki tujuan hidup yaitu :
a.) Mendapatkan kebaikan (hasanah) di dunia
b.) Mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat serta terbebas dari api neraka,dapat tercapai dengan iman
yang kuat dan khusnul khatimah dalam kehidupannya.
c.) Mendapat keridhaan Allah Swt.
4. TELADAN HIDUP.

Di kala manusia dalam kegelapan dan kehilangan pedoman hidupnya, maka lahirlah seorang bayi dari
keluarga yang sederhana yang akan memberikan cahaya di dalam peradaban manusia. Bayi itu yatim,
karena ayahnya meninggal dunia pada saat ia berada di dalam kandungan ibunya ± 2 bulan. Ayahnya
bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdumanaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah dari
golongan arab Bani Ismail.Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdumanaf bin Zuhrah bin Kilab bin
Murrah. Silsilah ini memperjelas bahwa beliau adalah keturunan bangsawan dan terhormat di dalam
kabilah-kabilah arab pada saat Itu.

Dalam perjalanan hidupnya dari kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi seorang rasul,
beliau dikenal sebagai pribadi yang jujur, bersahaja, berbudi luhur dan memiliki kepribadian yang tinggi.
Sangat berbeda dengan kebiasaan pemuda-pemuda arab pada saat itu yang gemar mabuk-mabukan dan
berfoya-foya. Sehingga masyarakat quraisy memberi julukan kepada beliau Al Amin, artinya orang yang
dapat dipercaya.
Beliau tidak pernah menyembah berhala, tidak pernah memakan dagingsesembahan berhala yang biasa
dilakukan oleh masyarakat jahiliyah pada saat itu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beliau
berdagang karena orang tuanya tidak meninggalkan warisan yang cukup, dan bahkan kebiasaan berdagang
tetap beliau lakukan meskipun telah menikah dengan seorang Siti Khodijah seorang janda kaya dan
terhormat.

Nama Muhammad SAW kian bersinar karena kepribadiannya yang tinggi dan kejujurannya. Tetapi hati
nuraninya berontak karena melihat kebiasaan masyarakat quraisy pada saat itu yang senang menyembah
berhala, mabuk-mabukan, foya-foya, dan bahkan mereka bangga memasang berhalasesembahan mereka
pada dinding Ka’bah.

Maka mulailah beliau melakukan persiapan diri atau tahannuts , dengan mengasingkan diri keluar dari
masyarakat jahiliyah untuk mencari kebenaran yang hakiki yakni ke Gua Hira yang terletak pada sebuah
bukit yang bernama Jabal Nur yang berjarak sekitar lima kilometer sebelah utara kota Mekah.
5. BEKAL HIDUP MANUSIA.

5.1 Mu’ahadah (Selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT).


Ini adalah sebuah perjanjian kita di dunia ini yang diuji oleh Allah, apakah kita termasuk orang-orang yang
memegang teguh perjanjian tersebut.
5.2 Mujahadah (Orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah).
Ibadah adalah alasan Allah menciptakan manusia. “Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan
agar mereka menyembah-Ku. (QS. Adz Dzariyat 51 : 56)
Bermujahadah artinya bersungguh-sungguh dalam melaksankan keta’atan dalam menjalankan perintah Allah. Sa’id
Musfar Al Qahthani mengatakan, “Mujahadah berarti mencurahkan segenap usaha dan kemampuan dalam
mempergunakan potensi diri untuk taat kepada Allah dan apa-apa yang bermanfaat bagi diri saat sekarang dan
nanti, dan mencegah apa-apa yang membahayakannya”.
5.3 Muraqobah (Selalu Merasa diawasi Allah)
“Orang yang banyak berdzikir adalah orang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Dzikir terambil dari kata
dzakaro yang berarti menghadirkan sesuatu ke dalam benak. Dzikrullah adalah menghadirkan Allah ke dalam benak.
Karena itu orang yang selalu berdzikir akan menyadari betul bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Seperti di
dalam ayat “Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi (QS. Al A’la, 87 : 7).

5.4 . Mu’aqobah (Memberi sanksi ketika lalai beribadah)


Sikap jika bersalah memberi sanksi diri sendiri dengan mengganti dan melakukan amalan yang lebih baik meski
berat, contoh dengan infaq dan sebagainya. Atau dengan bersegera bertaubat dan berusaha kuat untuk tidak
mengulanginya lagi. Memberikan sanksi (‘iqob) ketika kita lalai memang sulit. Dibutuhkan kesadaran diri yang baik
dan kimanan yang kuat. Hanya orang-orang yang sholeh yang dapat melakukannya.

5.5 Muhasabah (Intropeksi diri)


Terkait dengan muhasabah, Umar bin Khaththab berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, timbanglah diri kalian
sebelum ditimbang. Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di kemudian
hari” (HR. Iman Ahmad dan Tirmidzi secara mauquq dari Umar bin Khattab).
6. GOLONGAN YANG DICINTAI DAN DIBENCI ALLAH.

6.1 Golongan yang Dicintai Allah SWT.


Al-Qur’an memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berteman dengan orang-orang baik dan
meneladani nya untuk kehidupan. Golongan orang mukmin yang di rahmati Allah Swt yaitu:
• Al Muhsinin,berbuat ihsan
• Al Muttaqiin,yang bertakwa
• Ash Shabirin,yang sabar
• Al Mutawakkilin,bertawakal
• At Tawwabin wal mutaaakhirin,yang bertaubat dan mensucikan diri
• Al Muqshithin, yang adil
• Al Mujahidin, berperang di jalan Alllah Swt
• Al mu’minin,yang beriman
• Yang mencintai Allah Swt
• Yang takut kepada Allah Swt
6.2 Golongan Yang di Benci Allah Swt
Sebaliknya Al-Qur’an melarang manusia berkawan dengan orang-orang yang di benci dan di murkai
Allah,yaitu orang-orang yang kufur. Golongan orang-orang yang di benci Allah adalah:
• Al Kaafirin,orang kafir
• Al Munafiqin,munafik
• Azh Zalimin,zalim
• Mufsidin,merusak
• Mukhtal Fakhur,angkuh
• Al Mustakbirin,sombong
• Al Farihin, membanggakan diri
• Al Musfirin,boros dan berlebihan
• Berkhianat dan bergelimangan dosa
• Al Musyrikin,musrik
• Al faasiqin,fasik
• Yang menghalangi jalan Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai