• Kriminalisasi Tempo
Kronologi: Pada 16 September 2004, Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat memvonis pemimpin redaksi majalah Tempo Bambang
Harymurti dengan hukuman satu tahun penjara. Hukuman ini
berkaitan dengan berita "Ada Tomy di Tenabang" dalam majalah
tersebut edisi 3-9 Maret 2003. Hakim menilai Bambang tidak
mampu menunjukkan salah satu bukti yang diajukan Tomy
Winata.
Tempo dinilai menyiarkan berita bohong. Kasus berlanjut setelah
Tempo melakukan banding dan kasasi. Pada 9 Februari 2006,
Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi dengan
membebaskan Bambang Harymurti. Pertimbangannya, Undang-
Undang Pers adalah lex spesialis atau diatur khusus dalam KUHP.
• Seorang pekerja media, Muhammad Yusuf, meninggal
di LP Kelas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, dalam
status tersangka karena diduga mencemarkan nama
baik perusahaan tambang, PT Multi Sarana Agro
Mandiri.
Kronologis: awal kejadiannya muhammad yusuf diduga
meninggal karena sesak nafas, sakit didada, dan
mengalami muntah-muntah saat berada didalam lapas.
Yusuf diduga menjadi tersangka atas tuduhan
pencemaran nama baik perusahaan kelapa sawit.
Dewan pers sangat menyayangkan perihal ini, karena
dewan pers dan pihak kepolisian sudah sepakat bahwa
jurnalistik tidak dibawa kemeja hijau. Dewan pers
beranggapan masalah ini sebenarnya bisa terselesaikan
dengan hak jawab dan permintaan maaf.
Berita 'Ahok Gantikan Ma'ruf' Langgar Kode Etik
Kronologi : Dewan Pers memutuskan berita di harian
Indopos dan Indopos.co.id soal 'Ahok gantikan Ma'ruf Amin'
melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 1, 2, 3 dan 4. Berita
tersebut juga dinilai melanggar angka 5a dan 5c Pedoman
Pemberitaan Media Siber. Karena tidak berdasarkan
akurat, tidak profesional, tidak melakukan uji informasi
kevalidan, dan yang paling disoroti memuat informasi
hoax. Disamping itu, berita tersebut pedoman pemberitaan
media siber karena mencabut berita di media siber
Indopos.co.id mengunggah lagi atas inisiatif sendiri tanpa
alasan sendiri tanpa disertai alasan. Kedua pihak
bersepakat mengakhiri sengketa ini pada Dewan Pers dan
tidak membawa ke jalur hukum. Dan pemimpin redaksi
Indopos sudah menerima dan siap menjalankan keputusan
tersebut.
• Dugaan Pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong
Kronologi: Bermula dari sebuah liputan yang dibuat oleh Epong yang bernama
lengkap Muhammad Reza yang muat dilaman www.mediarealitas.com yang
berujudul “Merasa kebal hukum, adik Bupati Bireuen diduga terus menggunakan
minyak subsidi untuk perusahaan Raksasa.” pada tanggal 25 agustus 2018 inti dari
liputan tersebut adalah bahwa epong mencoba mengangkat persoalan terkait
dugaan adik Bupati Bireuen yang menggunakan BBM bersubsidi untuk
kepentingan perusahaannya. Atas liputan tersebut, pihak epon selaku jurnalis
dilaporkan kepihak kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik dan
penyebaran berita bohong. Sementara itu LBH Pers berpendapat permasalahn yang
dilaporkan ke pihak kepolisian yang kemudia berlanjut ke pengadilan merupakan
sengketa pers. Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin. Menurut Ade
seharysnya persoalan ini diselesaikan berdasarkan mekanisme UU 40 tahun 1999
tentang Pers. Yakni melalui mekanisme hak jawab, hak koreksi, atau diadukan ke
Dewan Pers. Terlebih lagi terdapat nota kesepahaman (MoU) antar dewan pers
dengan kepolisian republik Indonesia dengan nomor surat
2/DP/MoU/II/2017/B/15/II/2017 tentang kordinasi dalam perlindungan kemerdekaan
pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan yang
melakukan kordinasi penanganan perkara ketika terdapat pelaporan menyangkut
pemberitaan.
Permasalahan Sengketa Pers di Indonesia yang mengandung unsur
Pidana
Berita tersebut kemudian dilaporkan ke polisi oleh Soemadi sebagai bentuk tindakan
pencemaran nama baik. Pada 2004 Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan hukuman
sembilan bulan penjara kepada Risang. Kasus ini berlanjut ke tingkat banding hingga
kasasi ke Mahkamah Agung. Pada 2007, Mahkamah mengeluarkan putusan yang
menegaskan bahwa Risang dinyatakan bersalah dan mendapat vonis hukuman 6
bulan penjara.
Toro korban kriminalisasi Pers dijerat ITE
kronologi:kasus ini bermula ketika Media Harian berantas memuat berita tentang
dugaan korupsi Dana Bansos kabupaten Bengkalis tahun 2012, yang telah
menyeret mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh dan sejumlah anggota DPRD
Bengkalis.
Harian berantas memuat sedikitnya 8 (depalan) edisi pemberitaan seputar kasus
itu yang diduga menyatakan Bupati Bengkalis Amril, selaku mantan Anggota
DPRD Bengkalis, terlibat namun tak kunjung disidik.
Atas berita-berita itu, pada Januari 2017 Amril pun melaporkan Harian berantas
dan Toro Laia selaku wartawan media tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal
Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
Atas laporan itu, pihak Subdit II Unit ITE Ditreskrimsus Polda Riau berkonsultasi
ke Dewan Pers atas berita itu.
Dewan Pers pun menerima Aduan pihak Amril selaku Pengadu terhadap Toro
selaku Teradu sebagai bagian dari sengketa Pemberitaan dan menilai bahwa Toro
telah melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Dewan Pers pun menurunkan 4 (empat) poin dalam PPR atas berita tersebut.
Pertama, mewajibkan Harianberantas menerbitkan Hak Jawab dari Amril
sebanyak 8 kali setelah Hak Jawab diterima dan disertai permohonan maaf.
Kedua, Amri wajib mengajukan Hak Jawab kepada Harianberantas paling lambat
7 hari kerja setelah PPR ini diterima dan mengacu pada Peraturan tentang
Pedoman Hak Jawab.
Ketiga, Harianberantas diwajibkan memenuhi ketentuan yang diatur oleh
Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.
Keempat, Harianberantas wajib memuat isi seluruh poin PPR tersebut dalam
medianya. Saat ini, kasus Toro ini sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi
Pelapor di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Wahyudi pun mengajak seluruh
insan pers untuk mengikuti sidang ini dan menguak fakta-fakta secara utuh.
Mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh dalam hal terdapat
pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah melalui hak jawab
(Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat [3] UU Pers).
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa
fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak
setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi
yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.
Tanggapan dari pers atas Hak Jawab dan Hak Koreksi tersebut
merupakan kewajiban koreksi sebagaimana terdapat dalam Pasal 1
angka 13 UU Pers. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan
koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau
gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang
bersangkutan. Kewajiban koreksi ini juga merupakan bentuk tanggung
jawab pers atas berita yang dimuatnya.
ada sisi lain, pihak yang dirugikan oleh pemberitaan pers tetap punya
hak untuk mengajukan masalahnya ke pengadilan, secara perdata atau
pidana. Dalam perkara pidana menyangkut pers, hakim yang
memeriksa perkara tersebut harus merujuk pada Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan
Saksi Ahli ("SEMA 13/2008").
berdasarkan SEMA No. 13 Tahun 2008 dalam
penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang
terkait dengan delik pers, majelis hakim hendaknya
mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari
Dewan Pers, karena merekalah yang lebih mengetahui
seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktek.
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DKI JAKARTA NOMOR
331/PDT/2019/PT.DKI JUNCTO PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst
TERKAIT GUGATAN TERHADAP DEWAN PERS
Kebijakan Dewan Pers bersama Konstituen membuat peraturan Standar
Kompetensi Wartawan dan Uji Kompetensi Wartawan sudah sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh UU Pers No. 40 tahun 1999.
Penegasan Wakil Ketua Dewan Pers ini disampaikan terkait dengan beredarnya
hoaks berisi seolah-olah Dewan Pers telah kalah melawan gugatan yang diajukan
Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Persatuan Pewarta Warga Indonesia
(PPWI), Wilson Lalengke dan Heintje Grontson Mandagie yang menggugat
keabsahan Peraturan Dewan Pers soal kewajiban wartawan Indonesia mengikuti
Uji Kompetensi Wartawan yang sesuai dengan Standar Kompetensi Wartawan.