Anda di halaman 1dari 37

ANTIBIOTIK

Kelompok B
Helmi,Mifta,Valentina,
Valensia,Yuliyanti
MAKROLIDES
Makrolides merupakan salah satu gololingan
obat antimikroba yang menghambat sintesis
protein mikroba.
Penggolongan obat makrolida adalah :
a. Eritromisin
b. Klaritromisin
c. Azitromisin
d. Ketolida
Mekanisme kerja golongan makrolida adalah menghambat sintesis protein bakteri
pada ribosomnya dengan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S.
Makrolida bisa bersifat bakteriostatik atau bakterisida tergantung pada kadar
obat serta jenis bakteri yang dicurigai. Efek bakterisida terjadi pada kadar
antibiotic yang lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relative rendah dan
pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada ph,
meningkat pada keadaan netral atau sedikit alkali.
Farmakodinamik antibiotik makrolida

Farmakokinetik antibiotik makrolida


Interaksi dan Kontraindikasi Mikrolida

Interaksi :
Erytromicin, telithromysin dan clarithromycin menghambat metabolism hepatic
sejumlah obat.

Kontraindikasi :
Pasien dengan disfungsi hepatic harus diobati dengan hati hati bila harus
menggunakan erythromycin, telithromycin, atau azithromycin karena dapat
terakumulasi di hati.
Selain itu pada pasien yang memiliki penurunan fungsi ginjal harus diberikan
telithromycin secara hati hati karena kontraindikasi pada penderita miastenia
gravis.
TETRACYCLIN

 Sifat bakteriostatik
 Spektrum luas : gram +, gram -, aerob, anaerob, spiroket,
mikroplasma, riketsia, klamidia, legionela, protozoa tertentu
 Gol. Tetrasiklin:
 Klortetrasiklin
 Doksisiklin
 Oksitetrasiklin
 Minosiklin
Mekanisme

 Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada


ribosomnya.
 Proses masuknya tetrasiklin ke dalam ribosom difusi pasif dan
transport aktif
 Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri
Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s  menghalangi masuknya
komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino bakteri tidak
dapat berkembang biak.
Obat Route T1/2 Ikatan protein serum (%)
(jam)
Tetrasiklin HCl Oral, IV 8 25-60
Klortetrasiklin HCl Oral, IV 6 40-70
Oksitetrasiklin Oral, IV 9 20-35
HCl
Demeklosiklin Oral, IV 12 40-90
HCl
Metasiklin HCl Oral, IV 13 75-90
Doksisiklin Oral, IV 18 25-90
Minosiklin HCl Oral, IV 16 70-75
FARMAKOKINETIK

Absorpsi:
 30-80% tetrasiklin diabsorpsi dari sal.cerna sebagian besar di
lambung dan usus halus bagian atas.
 Adanya makanan akan mengganggu absorpsi gol.tetrasiklin.
 Doksisiklin dan minosiklin diabsorpsi lebih banyak yaitu 90% dan
absorpsinya tidak dipengaruhi makanan.
 Absorpsi berbagai tetrasiklin dihambat oleh suasana basa dan
pembentukan senyawa khelat (antasida, dan zat besi).
 Tetrasiklin sebaiknya diberikan sebelum makan atau 2 jam setelah
makan
Distribusi
 CSF kadar gol tetrasiklin hanya 10-20%, penetrasi pada bagian tubuh lain baik.
 Tetrasiklin tertimbun dalam hati, limpa, sumsum tulang dan gigi.
 Gol. tetrasiklin dapat melewati placental barrier dan terdapat dalam ASI.
Metabolisme
 Tetrasiklin tidak dimetabolisme cukup signifikan di dalam hati
 Doksisiklin dan minosiklin mengalami metabolism yang cukup signifikan
Ekskresi
 Gol.tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus
 Ekskresi oleh hati melalui empedu 10x kadar serum
 Tetrasiklin PO 20-55%  diekskresi melalui urin.
Indikasi

 Bruselosis
 Batuk rejan
 Pneumonia
 Acne
 Demam yang disebabkan oleh Rickettsia
 Infeksi saluran kemih
 Bronkitis kronik
 Psittacosis dan Lymphogranuloma inguinale.
 Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus pada penderita yang peka
terhadap penisilin
 Disentri amuba, frambosia, gonore dan tahap tertentu pada sifilis.
Kelompok tetrasiklin berdasarkan
farmakokinetika
 Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin
Kelompok ini absorpsinya tidak lengkap dengan waktu paruh 6-12 jam.
 Dimetiklortetrasiklin
Absorpsinya lebih baik, waktu paruh 16 jam,cukup diberikan dengan dosis 150 mg
peroral setiap 6 jam.
 Doksisiklin dan minosiklin
Absorpsinya 90%, waktu paruh 17-20 jam, cukup diberikan sehari 1 atau 2 kali 100mg
Sediaan

 Tetrasikin - Kapsul 250 mg dan 500 mg. Juga ada yang dalam
bentuk buffer untuk mengurangi efek sampingnya mengiritasi
lambung
 Doksisiklin - Tablet dan kapsul 50 mg dan 100 mg
 Oksitetrasiklin - Kapsul 500 mg dan vial 50 mg/ml untuk injeksi
 Minosiklin - kapsul 50 mg dan 100 mg
Efek Samping
 Iritasi lambung
 Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV)
 Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk
kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada janin sampai
anak tiga tahun
 Sindrom Fanconi: Gx poliuti, polidipsi, proteinuria, asidosis, glukosuria, aminoasiduri,
nausea, vomiting
 Pada gigi susu atau gigi tetap, Tetrasiklin dapat merubah warna secara permanen
dan cenderung mengalami karies
 Dapat menimbulkan superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur, dengan gejala
adalah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus (pada
penggunaan lama)
 Reaksi hipersensitif seperti: urtikaria, edema, angioneurotik, atau anafilaksis
 Jarang terjadi seperti: anemia hemolitik, trombositopenia,neutropenia dan
eosinofilia.
Interaksi Obat Tetrasiklin

 Absorbsi Tetrasiklin dihambat oleh antasida, susu, Koloidal bismuth,


Fenobarbital, Fenitoin dan Karbamazepin sehingga mengurangi
kadar dalam darah karena metabolismenya dipercepat.
 Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja Penisilin dan Antioagulan
(memperpanjang kerja antikoagulan seperti kumarin).
RESISTENSI

 Bakteri memproduksi protein pompa yang akan mengeluarkan obat


dari dalam sel bakteri
 Resistensi satu jenis tetrasiklin disertai resistensi tetrasiklin lainnya, kecuali
minosiklin pada resistensi S. aureus dan dosisiklin pada resistensi B.
Fragilis
 Bakteri yang sudah resisten adalah
- Streptococcus beta hemoliticus
- E.coli
- Pseudomonas aeroginosae
- Streptomyses pneumoniae
- Staphyllococus aureus
- Sebagian N.gonorrhoeae
Chloramphenicol
• MERUPAKAN ANTIBIOTIK BERSPEKTRUM LUAS, MENGHAMBAT BAKTERI
GRAM-POSITIF DAN NEGATIF AEROB DAN ANAEROB, KLAMIDIA, RICKETSIA,
DAN MIKOPLASMA.

DOSIS :
PO 4DD – DOSIS DEWASA : 250 – 500 MG/X
DOSIS ANAK : 50 – 100 MG/KG/HR
TOPIKAL – 2 - 4%
OPHTALMICA – 1 - 2%

SEDIAAN : TABLET 250MG ; VIAL 1G ; SIRUP 125MG/5ML


Farmakokinetik
ABSORPSI
ABSORPSI CHLORAMPHENICOL PER ORAL TERJADI CEPAT DI
USUS HALUS. KONSENTRASI PUNCAK PLASMA TERJADI DALAM
1-2 JAM.
PADA SEDIAAN ORAL SUSPENSI, BIOAVAILABILITAS OBAT INI
HAMPIR 80%, SEDANGKAN PADA SEDIAAN INJEKSI
BIOAVAILABILITAS HAMPIR 70%.
KONSENTRASI PUNCAK CHLORAMPHENICOL DALAM PLASMA
DARAH UNTUK MENCAPAI EFEK TERAPEUTIK ADALAH SEKITAR
10‒20 MCG/ML.

DISTRIBUSI
CHLORAMPHENICOL DIDISTRIBUSIKAN SECARA LUAS,
TERMASUK KE CAIRAN SEREBROSPINAL, MELEWATI SAWAR
DARAH PLASENTA, DAN EKSKRESI KE ASI. IKATAN OBAT
DENGAN PROTEIN ADALAH HAMPIR 60%.
Farmakokinetik
METABOLISME
CHLORAMPHENICOL DIHIDROLISIS DI GASTROINTESTINAL
MENJADI BENTUK BEBASNYA. DI HEPAR, CHLORAMPHENICOL
DIKONJUGASIKAN DENGAN ASAM GLUKORONAT.

ELIMINASI
ELIMINASI CHLORAMPHENICOL TERJADI MELALUI URIN,
UTAMANYA DALAM BENTUK METABOLIT DAN SEBAGIAN KECIL
DALAM BENTUK TIDAK BERUBAH.
INDIKASI :
1. TYPHOID
2. KONJUNGTIVITIS
3. ABRASI KORNEA
4. OTITIS EKSTERNA
5. MENINGITIS
6. ABSES OTAK

KONTRAINDIKASI :
HIPERSENSITIVITAS
IBU HAMIL  TERMASUK OBAT KATEGORI C
IBU MENYUSUI  OBAT DAPAT TERSERAP KE DALAM ASI
EFEK SAMPING :
1. ANEMIA
2. MUAL, MUNTAH
3. DIARE
4. AERGI
5. GRAY SYNDROME PADA BAYI
6. DEPRESI SUMSUM TULANG  ADVERSE REACTION
INTERAKSI OBAT :
INTERAKSI OBAT CHLORAMPHENICOL DENGAN MAKROLIDA
(MISALNYA AZITHROMYCIN) DAPAT MENIMBULKAN INHIBISI
KOMPETITIF SEHINGGA MENURUNKAN EFEKTIVITAS KEDUA OBAT.
CHLORAMPHENICOL YANG DIGUNAKAN BERSAMAAN DENGAN
SULFONILUREA (MISALNYA GLIBENCLAMIDE) DAPAT
MENYEBABKAN PEMANJANGAN EFEK HIPOGLIKEMIK.
PENGGUNAAN CHLORAMPHENICOL BERSAMA WARFARIN
AKAN MENINGKATKAN EFEK WARFARIN, SEHINGGA
MENINGKATKAN RISIKO PERDARAHAN.
PENGGUNAAN BERSAMA PHENYTOIN AKAN MENINGKATKAN
KONSENTRASI PLASMA PHENYTOIN, SEHINGGA MENINGKATKAN
RISIKO TOKSISITAS.
Aminoglikosida
Spektrum kerja aminoglikosida

 Aminoglikosida bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom


 30s menghambat sintesis protein
 Secara in vitro senyawa aminoglikosida aktif terhadap bakteri gram
neg aerob.
 Diantara bakteri Gram positif hanya Staphylococcus yang dapat
diinhibisi oleh aminoglikosida.
 Tidak aktif terhadap bakteri anaerob seperti Clostridia, Rickettsia,
jamur dan virus.
Yang termasuk antibiotika golongan
aminoglikosida
 Sreptomisin dari Streptomyces griseus th 1943
 Neomisin Streptomyces fradiae 1949
 Framisetin Streptomyces lavandulae 1953
 Kanamisin Streptomyces kanamyceticus 1957
 Paromomisin Streptomyces rimosus 1959
 Gentamisin Micromonospora purpurea 1963
 Tobramisin Streptomyces tenebrarius 1968
 Amikasin Asilasi kanamisin A 1972
Mekanisme kerja aminoglikosida
 Aminoglikosida berdaya kerja bakterisida.
 Aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom
sehingga sub unit 70 S nya tidak terbentuk maka terjadi
inhibisi sintesis protein karena salah baca kode genetik ,
asam amino yang salah yang disambungkan pada
rantai polipeptida sehingga terbentuk protein yang
berbeda.
 Disamping itu ada mekanisme lain yaitu merusak
membran sel bakteri sehingga bakteri mati.
 Aminoglikosida tidak di serap melalui saluran cerna
sehingga di berika parenteral untuk infeksi sitemik .eksresi
utama melalui ginjal
Aminoglikosida Parenteral

 Bentuk garam sulfatnya diberikan secara intra muscular karena absorpsinya baik
sekali.
 Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah ½ - 2 jam.
 Streptomisin seluruhnya masuk ke dalam plasma,hanya sedikit yang masuk ke
eritrosit maupun makrofag, sukar masuk ke dalam sel.
 Penetrasi pada sekret dan jaringan rendah.
 Penetrasi pada saluran nafas buruk.

Aminoglikosida non sistemik


Neomisin, paromomisin dan framisetin tidak digunakan secara parenteral karena
terlalu toksik.
Neomisin yang diberikan 10 g secara selama 3 hari tidak mencapai kadar toksik
dalam darah. Dosis 4-8 g sehari kadar dalam darah sudah sama dengan
pemberian parenteral.
Pada insufisiansi ginjal kadar neomisin dalam darah cepat meningkat sehingga
menimbulkan nefrotoksik.
Efek samping
Alergi
 Potensinya untuk menimbulkan alergi rendah.
 Kadang-kadang dapat terjasi reaksi kulit memerah, eosinofilia, demam,
kelainan darah, dermatitis, angioudem, stomatitis dan syok anafilaksis.

Reaksi iritasi:
 Reaksi iritasi berupa rasa nyeri di tempat penyuntikan.
Gangguan vestibular:
 Gejala:- sakit kepala
- pusing
- mual
- muntah
- gangguan keseimbangan

Anda mungkin juga menyukai