Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

UU NO.7 TTG.

PERDAGANGAN
OLEH
TOETIK RAHAYUNINGSIH
• sebelum adanya UU No. 7 Tahun 2014,
• landasan hukum pelaksanaan perdagangan adalah
Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie (BO)/ Ordonansi
Pengaturan Perdagangan 1934 dan Staatsblad 1938 Nomor 86
yang merupakan warisan kolonial Belanda
• Setelah 80 tahun, pada Selasa 11 Februari 2014, DPR
menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan
disahkan menjadi undang-undang
• UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terdiri dari 19
Bab dan 122 Pasa
• Hampir seluruh ketentuan dalam UU Perdagangan Baru ini akan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pelaksanaan dan oleh karena
itu, dampak nyata atas UU Perdagangan Baru ini bagi investor asing
akan sangat tergantung pada 9 Peraturan Pemerintah, 14 Keputusan
Presiden dan 20 Peraturan Menteri yang diperlukan untuk
melaksanakan UU Perdaganganini Baru . Peraturan pelaksanaan
harus diterbitkan dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal
pengundangan UU Perdagangan tersebut. Kami berharap agar
pemerintah dalam merancang peraturan pelaksanaan, akan
memberikan pemahaman yang jelas atas pasal-pasal dan ketentuan
yang ambigu dalam UU Perdagangan Baru saat ini.
• Risiko terbesar bagi investor asing adalah kemungkinan bahwa
pemerintah Indonesia akan menerapkan peraturan proteksionis ad-
hoc, yang berpotensi mengganggu atau menghambat bisnis investor
asing. Ketidakpastian ini bagi investor asing akhirnya akan
menghambat investasi asing.
• Setelah 80 tahun menggunakan hukum perdagangan Belanda yang sangat
tua (Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie 1934, Staatsblad 1938 Nomor
86),Indonesia akhirnya memperkenalkan UU tersendiri mengenai
Perdagangan.

• Kentuan dasar dan umum dari UU mencakup sebagai berikut :


• Untuk perdagangan dalam negeri, UU mengatur ketentuan umum tentang
perizinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan dan
mengharuskan penggunaan dalam bahasa Indonesia di dalam pelabelan dan
peningkatan untuk penggunaan produk dalam negeri. Berdasarkan UU
perdagangan, pemerintah diwajibkan untuk antara lain (i) mengendalikan
ketersediaan bahan kebutuhan pokok atau yang terpenting bagi seluruh
wilayah di Indonesia, (ii) menentukan larangan atau pembatasan untuk
perdagangan barang / jasa untuk kepentingan nasional, misalnya untuk
melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum
• Sehubungan dengan standardisasi barang dan jasa, produk yang
diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi dalam persyaratan
standar Nasional Indonesia (SNI) dan persyaratan teknis lainnya yang
relevan. Di sisi lain, pelayanan yang diperdagangkan di dalam negeri juga
dituntut untuk memenuhi persyaratan wajib disamping SNI dan persyaratan
teknis.
• UU menunjukkan pentingnya ketersediaan data yang akurat dan lengkap /
informasi dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. Kegagalan
dalam memenuhi ketentuan ini akan menyebabkan pelaku usaha untuk
dikenakan sanksi administratif (yaitu pencabutan izin).
• Pemerintah diperlukan dapat mendukung bisnis kerjasama, skala kecil,
mikro dan menengah yang terlibat dalam bidang perdagangan. Dukungan
dapat dalam bentuk fasilitas, insentif, bantuan teknis, akses dan / atau
bantuan modal usaha, bantuan promosi dan pemasaran, yang hal-hal yang
disediakan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
• Memfasilitasi dasar dari pembentukan Komite Perdagangan Nasional
dengan mendukung percepatan dan pemenuhan kegiatan
perdagangan dengan ketentuan yang bertugas antara lain dapat
membantu pemerintah dalam sosialisasi kebijakan dan peraturan
perdagangan, untuk memberikan masukan bagi (i) kebijakan dan
peraturan tentang perdagangan dan (ii) penyelesaian masalah dalam
perdagangan domestik dan internasional.

Sanksi pidana tertentu yang berlaku untuk non-kepatuhan antara lain


dengan penggunaan pada label yang di persyaratan dalam bahasa
Indonesia, persyaratan perizinan, pembatasan perdagangan barang
tertentu / pelayanan, dan persyaratan SNI.
• Pasal 35 ayat (1) huruf (h), Pemerintah menetapkan larangan atau
pembatasan Perdagangan Barang dan/atau Jasa untuk kepentingan
nasional dengan alasan pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas
dari pemerintah. Pengaturan dalam huruf (h) tersebut sangat umum
dalam membuat pembatasan atau larangan dalam perdagangan
barang oleh kementerian perdagangan dibenarkan dalam segala
keadaan.
• Pasal 49 ayat (4), Menteri dapat mengusulkan keringanan atau
penambahan pembebasan bea masuk terhadap barang impor
sementara dalam rangka peningkatan daya saing nasional. Kata
“daya saing nasional” adalah subyektif dan tidak jelas dalam hal apa
menteri perdagangan akan menggunakan pasal ini. Lebih lanjut,
terdapat juga ketidakjelasan mengenai jangka waktu kapan dapat
dianggap sementara.
• Pasal 54 ayat (1) huruf (a) Pemerintah dapat membatasi
ekspor dan impor barang untuk kepentingan nasional dengan
alsan untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan
umum. Kata “kepentingan umum” adalah subyektif dan tidak
jelas dalam hal apa menteri perdagangan akan menggunakan
pasal ini untuk melindungi kepentingan um
• PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71
TAHUN 2015
TENTANG
• PENETAPAN DAN PENYIMPANAN
BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING
• Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
• 1. Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut
hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan
kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung
kesejahteraan masyarakat.
• Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting
dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.
• Pasal 2
(1) Pemerintah Pusat menetapkan jenis Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting.
(2) Penetapan jenis Barang Kebutuhan Pokok dilakukan berdasarkan
alokasi pengeluaran rumah tangga secara nasional untuk barang
tersebut tinggi.
(3) Penetapan jenis Barang Kebutuhan Pokok selain dilakukan dimaksud
ketentuan: a. memiliki berdasarkan pada ayat pengaruh ketentuan
sebagaimana (2), juga memperhatikan terhadap tingkat inflasi; dan/atau
b. memiliki kandungan gizi tinggi untuk kebutuhan manusia.
(4) Penetapan jenis Barang Penting dilakukan berdasarkan sifat strategis
dalam pembangunan nasional.
5) Penetapan jenis Barang Penting selain dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), juga memperhatikan
ketentuan: mendukung program Pemerintah; dan/atau disparitas harga
antardaerah tinggi.
(6) Pemerintah Pusat menetapkan jenis Barang Kebutuhan Pokok
dan/atau Barang Penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
berikut: a. jenis ... jenis Barang Kebutuhan Pokok terdiri dari:
• Barang Kebutuhan Pokok hasil pertanian: a) beras, b) kedelai bahan baku
tahu dan tempe; c) cabe; d) bawang merah.
• Barang Kebutuhan Pokok hasil industri: a) gula; b) minyak goreng; c)
tepung terigu.
• Barang Kebutuhan Pokok hasil peternakan dan
• perikanan; a) daging sapi; b) daging ayam ras; c) telur ayam ras; d) ikan
segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang.
jenis Barang Penting terdiri dari: benih yaitu benih padi, jagung,
dan kedelai; pupuk; gas elpiji 3 (tiga) kilogram; triplek; semen;
besi baja konstruksi; baja ringan.
(7) Jenis Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diubah, berdasarkan
usulan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala
lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
• Pasal 11
• (1) Dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau
hambatan lalu lintas perdagangan barang, Barang Kebutuhan Pokok
dan/atau Barang Penting dilarang disimpan di Gudang dalam jumlah
dan waktu tertentu.
• (2) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah
diluar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang
berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama 3 (tiga)
bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam
kondisi normal.
• (3) Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang Kebutuhan
Pokok dan/atau Barang Penting dalam jumlah dan waktu tertentu
apabila digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
• BAB XVIII KETENTUAN PIDANA
• Pasal 104
• Setiap Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label
berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 105
• Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam
mendistribusikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 106
• Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memiliki perizinan
di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 107
• Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting
dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak
harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
• Pasal 108
• Pelaku Usaha yang melakukan manipulasi data dan/atau informasi mengenai
persediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 109
• Produsen atau Importir yang memperdagangkan Barang terkait dengan
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang tidak
didaftarkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 110
• Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang
ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk
diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 111
• Setiap Importir yang mengimpor Barang dalam keadaan tidak baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 112
• (1) Eksportir yang mengekspor Barang yang ditetapkan sebagai Barang
yang dilarang untuk diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
• (2) Importir yang mengimpor Barang yang ditetapkan sebagai Barang
yang dilarang untuk diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 113
• Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang di dalam negeri yang
tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau
persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 114
• Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa di dalam negeri yang tidak
memenuhi SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi yang telah diberlakukan
secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 115
• Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan
menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau
informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
• Pasal 116
• Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran dagang dengan
mengikutsertakan peserta dan/atau produk yang dipromosikan berasal dari
luar negeri yang tidak mendapatkan izin dari Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

Anda mungkin juga menyukai