Anda di halaman 1dari 52

WEEKLY CASE

S M F / B AG I A N I L M U B E DA H
F K U N D A N A - P R O F. D R . W. Z J O H A N N E S
K U PA N G
4 J ANUARI 2020
D M A N D RY, D M D I A N A B U P U , D M M E L A N I

K O N S U L E N : D R . J E A N P E L L O , S P. B
IDENTITAS

• Nama : Tn. AN
• Jenis kelamin : Laki-Laki
• Umur : 52 tahun
• No.MR : 524337
ANAMNESIS ( A UT O A NAM NESI S DA N A L LO ANAM NES I S)
• Keluhan Utama : Nyeri pada punggung
• Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan pasien rujukan dari
RSUD So’e. Pasien mengeluh nyeri pada punggung yang dirasakan sejak 1 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar. Keluhan ini
membuat pasien sulit untuk duduk dan berdiri. Pasien hanya terbaring dan tidak
bisa membalikkan badannya ke kiri dan ke kanan, namun kedua kakinya mampu
untuk digerakkan. BAB dan BAK normal
• MOI : Pasien jatuh ketika sedang melintasi jembatan kayu di dekat rumahnya.
Kayu pada jembatan tersebut patah sehingga pasien terjatuh dari ketinggian +/- 2
meter. Pasien jatuh dalam posisi terduduk, dan tidak mampu berdiri lagi.
PEMERIKSAAN FISIK
Survey Primer
–A : Bebas
–B : Spontan, RR 22 x/menit,
–C : TD 120/70 mmHg, Nadi 85 x/menit,
–D : Compos mentis, GCS : E4V5M6
–E : Fraktur kompresi vertebra setinggi L1
Survey Sekunder

Kulit : pucat (-), Ikterus (-)


Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : otorhea (-/-)
Hidung : Rhinorea (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab, pucat (-)
Leher : KGB tidak teraba
• Jantung : S1S2 Tunggal, reguler, Murmur (-), Gallop (-)
• Pulmo
– Inspeksi : Pengembangan dada simetris
– Palpasi : Massa (-), Krepitasi (-)
– Perkusi : Sonor/sonor (+/+)
– Auskultasi : Vesikuler (+/+) , Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
• Abdomen
– Inspeksi : cembung, jejas (-)
– Auskultasi : BU (+) kesan normal.
– Perkusi : Timpani (+)
– Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
EKSTREMITAS
1. Ekstremitas Inferior
• Look : Tidak terdapat jejas, deformitas (-)
• Feel : Nyeri (-), krepitasi (-)
• Move: ROM tidak terbatas
Motorik : 5 5 Sensorik : N/N
5 5
PUNGGUNG
• Look : Tidak terdapat jejas, deformitas (-)
• Feel : Nyeri (+)
• Move : ROM terbatas, pasien merasa nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium • Ro Thorax :Tampak Kardiomegali

DARAH LENGKAP (31/12/19)


• Hb : 17,1 g/dL
• RBC : 5,73 X 10^6/uL
• Hct : 50.4%
• WBC : 9.40 x 10^3/ uL
• PLT : 324 x 10^3/ uL
RONTGEN VERTEBRA
DIAGNOSIS
Burst Fracture L1
TATALAKSANA
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Paracetamol 500 mg/24 jam
• Infus Mecobalamin 500 mg
ANATOMI
VERTEBRA
Vertebra berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Terdiri dari 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yaitu:
7 ruas tulang servikal,

12 ruas tulang torakal,

5 ruas tulang lumbal,

5 ruas tulang sakral yang menyatu

4 ruas tulang ekor.

Struktur tulang belakang tersusun atas dua:


1. korpus vertebra beserta semua diskus intervertebral yang berada di sekitarnya.

2. elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel, prosesus
spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum- ligamentum supraspinosum dan
intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi
Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
 kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3
bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.
 kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus
vertebralis, diskus dan annulus vertebralis.
 kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi
permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan
supraspinosa.6
 Medullaspinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf
yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.
 Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas
trauma yang diakibatkan.
GERAKAN- GERAKAN KOLUMNA VERTEBRA
MEKANISME
CEDERA
Fleksi
 Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra.

 Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior.

 Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya
jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil.
Rotasi-fleksi
 Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi.

 Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian dapat
robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra
dapat terpotong.
 Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra
di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang.
KOMPRESI VERTIKAL
(AKSIAL)
 Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial.
 Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur
vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong
masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture).

 Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera


stabil.
Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
 sering pada leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang
dan tanpa menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung.

 Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin
mengalami fraktur.
 Cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.7
FLEKSI D A N KOMPRESI D IG A BU NGK AN D EN G A N DISTRAKSI POSTERIOR

 Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu
kompleks vertebra pertengahan, di samping kompleks posterior.

 Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis


spinalis.

 Berbeda dengan fraktur murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil
yang tinggi.
 Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser
ke anteroposterior atau ke lateral.
 Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.
TRAUMA
VERTEBRA
CERVIKAL
Fraktur Atlas C 1
 Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala menopang
badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.
 Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika
tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat dan medulla spinalis
tidak ikut cedera.
 Radiologi : dilakukan pada posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam keadaan
terbuka.
 Terapi :fraktur tipe stabil adalah immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3
bulan.
Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)
 Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas yang menyilang
dibelakang prosesus
 Dislokasi sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya
perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis yang
menghubungkan atlas dan axis.
 Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid. Umumnya ligamentum
tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid pindah dengan atlas dan dapat menekan
medulla spinalis.
 Terapi : untuk fraktur yang tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk
fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.
Fraktur Kompresi Corpus Vertebral
 Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun dapat
mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe tidak stabil.
 Terapi : reduksi dengan plastic collar selama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang)
Flexi Subluksasi Vertebral Cervical
 Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba sehingga terjadi
deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala bagian belakang,
terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang ada dibawahnya, ligament
posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami
kontusio dalam waktu singkat.
 Terapi : ekstensi cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan
collar selama 2 bulan.
Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical
 Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme terjadinya fraktur
hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen robek dan posterior facet
pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya dengan bangunan sekitar.
 Terapi : reduksi fleksi dislokasi ataupun fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk
sulit namun traksi skull continu dapat dipakai sementara.
Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury)
 Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak ke dalam
hiperekstensi.
 Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan kepala
tersentak ke belakang. ligamen longitudinal anterior meregang atau robek dan diskus mungkin
juga rusak.
 Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan bertahan selama setahun
atau lebih lama, sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak jelas,
misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa atau
baal
paraestesia pada lengan.
 Terapi : Tidak terapi yang efisien, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi.
Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus)
 Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada otot.

 Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan


menyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s
fracture” . Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya.
TRAUMA VERTEBRA
TORAKOLOMBAL
 Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan
lalu lintas.
 Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan fraktur vertebra tipe kompresi.

 Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sering didapatkan berbagai macam
kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe fraktur adalah
fraktur dislokasi.
 Fraktur kompresi (Wedge fractures)

 Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan.
 Fraktur kompresi adalah fraktur tersering pada kolumna vertebra.

 Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya


daripada ukuran vertebra sebenarnya
 Fraktur remuk (Burst fractures)

 Frakturyang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara


langsung, dan tulang menjadi hancur.
 Fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis berpotensi masuk ke kanalis spinalis
dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf
parsial.
 Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada
kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi.
 Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak
fraktur dan jenis fraktur. Scan MRI, untuk mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan
ligamen dan adanya perdarahan.
 Fraktur dislokasi

 Terjadiketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya


karena kompresi, rotasi atau tekanan.
Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil,
cedera ini sangat berbahaya.
 Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak.

 Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan


kombinasi
mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan
proses pengelupasan.
 Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)

 Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan


membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna
anterior vertebralis.
 Pada cedera ini, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan seat belt saat
kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem
.
 Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media
akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.
Tipe fraktur Bagian yang terkena Stable vs Unstable

Wedge fractures Hanya Anterior Stable

Burst fractures Anterior dan middle Unstable

Fracture/dislocation injuries Anterior, middle, posterior Unstable

Seat belt fractures Anterior, middle, posterior Unstable


DIAGNOSIS
DAN
PEMERIKSAAN
TRAUMA VERTEBRA
TRAUMA DAN PENANGANANNYA SECARA UMUM
Beberapa prinsip yang harus diketahui:
 Melakukan survey awal dan survey lanjutan

 Menentukan prioritas penanggulangan kasus trauma

 Melakukan resusitasi dan pengobatan definitif dalam 1-2 jam post trauma

 Mengidentifikasi pasien yang harus segera dirujuk

 Mengetahui protokol penanggulangan bencana

 Mengerti dan dapat melakukan tindakan seperti: pemasangan WSD,


perikardiosintesis, peritoneal levase, central venouse kateter dan vena seksi.
 Mengidentifikasi cedera vertebra serta mengetahui cara imobilisasinya

 Mengidentifikasi trauma thoraks baik dengan PF atau dengan foto rotgen

 Mengetahui adanya fraktur dan dapat melakukan imobilisasi secara sementara.


PRIMER SURVEY
Survey awal bertujuan untuk menilai dan memberi pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami.
A.: Airway menilai saluran nafas adakah obstuksi jalan nafas seperti adanya benda asing, fraktur atau kerusakan trakea
atau laring, yang ditandai dengan suara stridor.
B.: Brithing : menilai pernafasan atau ventilasi, jalan nafas yang bebas bukan berarti ventilasi yang cukup. Pemeriksaan
dengan cara melihat pergerakan dinding dada yang simetris dan menghitung RR.
C : Circulation: menilai sirkulasi dengan menghitung jumlah nadi (<100x/mnt), membandingkan kiri dan kanan dan
kualitas. Mengetahui tanda-tanda syok (akral dingin dan pucat, takikardi, dan pucat) serta kontrol perdarahan.
D : Disability : mengevaluasi status neurologis dengan menilai GCS, reaksi pupil, motorik dan sensorik.
E : Exposure : (kontrol lingkungan) untuk melalukan pemeriksaan secara teliti, pakaian pasien harus dilepas dan perlu
dihindari terjadinya hipotermi.

SEKUNDER SURVEY
 Meliputi anamnesis lengkap baik auto atau alloanamnesis, perlu diperhatikan biomekanik kecelakaan, kecepatan
trauma, penyebab kecelakaan apakah trauma tumpul, tajam, tembus, luka bakar atau zat-zat kimia.
 Pemeriksaan fisik sesuai dengan biomekaniknya apakah terdapat contusio, vulnus atau fraktur.
 pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya
kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya.
 setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan mekanisme kecelakaan high-
speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal.
 patut dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan
nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.
 Sifat dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan
tingkat lesi saraf dengan CT atau MRI.
 Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga sangat penting.

Macam-macam shock yang dapat terjadi pada cadera tulang belakang :


 Hypovolemic shock yang ditandai dengan takikardia, akral dingin dan hipotensi jika sudah
lanjut.
 Neurogenic shock adalah hilangnya aktivitas simpatis yang ditandai dengan hipotensi,
bradikardi.
 Spinal shock disfungsi dari medulla spinalis yang ditandai dengan hilangnya fungsi sensoris
dan motoris. Keadaan ini akan kembali normal tidak lebih dari 48 jam.
 Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:

 1. Roentgenography: dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat adanya


fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
 2. Computerized Tomography : sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi.
Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan.
 3. Magnetic Resonance Imaging: Gambaran yang akan dihasilkan adalah gambaran 3
dimensi . MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak pada
ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.
PENANGANAN DAN TERAPI
 Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur.
Braces & Orthotics Ada tiga hal yang dilakukan yakni,
 mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)

 imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan

 mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.

 Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar
(Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada
punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung
bagian bawah.
 Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).

 Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion
adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu
dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft
adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung
 Vertebroplasty & Kyphoplasty

 Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini
digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra.
Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus
vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk
melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone
cement.
 Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :

1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,


kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari
3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
4. Nutrsi dengan diet tinggi protein secara intravena
5. Cegah decubitus
6. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur
TERIMA KASIH
TUHAN MEMBERKATI

Anda mungkin juga menyukai