Anda di halaman 1dari 30

COW’S MILK PROTEIN ALLERGY (CMPA) -

ALERGI SUSU SAPI (ASS)


DR. ADITYA YANUARDI

Program Internship Periode Februari 2019 – Februari 2020


RSUD Bangka Selatan
Toboali
2019
IDENTITAS

• Nama: Al Naira
• Jenis kelamin: Perempuan
• Tanggal lahir: 10-11-2019
• Alamat: sudirman
ANAMNESIS

 Keluhan utama: BAB darah


 Anamnesis:
 Bayi baru lahir umur 2 hari. BAB darah dan lendir 5 kali muncul setelah kurang lebih 5 jam minum susu
formula, ampas kuning sejak kemarin. Os dikatakan adanya muntah. Sejak umur 1 hari dikasih susu formula
SGM non-soya, dikarenakan ASI kurang banyak. Disangkal adanya demam, batuk, pilek, bersin-bersin, sesak
nafas, kulit kemerahan. Os masih mau menyusui, rewel (-), tidak teraba benjolan diperut. BAK (+).
 Riwayat Alergi: ibu asma, tidak ada alergi makanan ataupun obat-obatan.
 Riwayat kelahiran: aterm, SMK, spontan pervaginam
PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum: sakit sedang


 Berat badan: 2700kg
 Panjang badan: 50cm
 Nadi: 132x/mnt
 Rr: 44x/mnt
 Suhu: 37,6 C
 Kepala: ubun ubun besar belum menutup, cekung (-)
 Mata: CA -/-, SI -/-, cekung (-)
 Leher: dbn
 Thoraks:
 Paru: VBS +/+, rh -/- , wz -/-
 Cor: Bj S1 S2 murni
 Abdomen: BU (+), soepel, timpani, NT (-),
hepatosplenomegali (-), darm stifung (-), Darm
countur (-), tali pusar belum lepas (+)
 Ekstremitas: akral hangat, Jaundice kramer II
 Anus: Fissura Ani (+), darah (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hb: 18,7 gr/dl  GDS: 189


 Eritrosit: 4,6 juta/𝜇l  SGOT: 80 U/L
 Leukosit: 9.400 /𝜇l  SGPT: 22 U/L
 Ht: 51%  Feses rutin:
 Trombosit: 179.000/𝜇l  Makroskopis: warna-kuning, konsistensi-lembek, lender-positif, pus-negative
 MCV: 110 fl  Mikroskopis: eritrosit 2-5/lp leukosit: 0-1/lp, telur cacing negative, amuba negative ,
jamur negative
 MCH: 40 pg
 MCHC: 36%
DIAGNOSIS

 Hematokezia ec Suspek proctocolitis (alergi susu sapi) Dd/ intususepsi


 BBLC, SMK
 Fissura ani
 Neonatal jaundice
TATALAKSANA

 Ranap di infant warmer


 Konsul dr. SpA
 IVFD d5 1/4 NS 10 cc/jam
 Puasa
 Pasang OGT
 Inj. Ampisulbactam 2x140mg
 Rencana USG abdomen
 Tanggal: 13-11-2019: tak tampak gambaran intususepsi maupun dilatasi usus, hepar/GB/pankreas/lien/ginjal kanan
kiri/buli/uterus/adnexa kanan kiri tak tampak kelainan.
DEFINSI - EPIDEMIOLOGI

 Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai secara imunologis
terhadap protein susu sapi. (IDAI)
 Insidensi ASS  2-7.5% dan reaksi terhadap susu sapi masih mungkin terjadi pada 0.5% pada bayi yang
mendapat ASI ekslusif.
 Sebagian besar reaksi alergi susu sapi diperantarai oleh IgE dengan insidens 1.5%, sedangkan sisanya adalah
tipe non-IgE.
 Gejala yang timbul sebagian besar adalah gejala klinis yang ringan sampai sedang, hanya sedikit (0.1-1%)
yang bermanifestasi klinis berat.
 Proktokolitis adalah radang mukosa kolon memanjang hingga 12 cm di atas anus.
KLASIFIKASI

 IgE mediated
 ASS yang diperantarai oleh IgE.
 Gejala klinis timbul dalam waktu 30 menit – 1 jam. Dapat timbul adalah urtikaria, angioedema, ruam kulit,
dermatitis atopik, muntah, nyeri perut, diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis.
 Non-IgE mediated
 ASS yang tidak diperantarai oleh igE, tetapi oleh IgG.
 Gejala timbul lebih lambat (>1 jam). Manifestasi klinis yaitu allergic eosinophilic gastroenteropathy, kolik,
enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.
ETIOLOGI
PATOGENESIS
GEJALA KLINIK

Hill, dkk. membagi alergi susu sapi menjadi 3 kelompok yaitu:


 Kelompok I: Awitan timbul beberapa menit setelah memakan makanan yang jumlahnya sedikit. Gejala biasanya
berupa urtikaria, angioedema, eksaserbasi eksema dan gejala saluran napas. Uji kulit positif, kadar IgE spesifik tinggi.
 Kelompok II: Awitan timbul beberapa jam setelah memakan makanan yang jumlahnya cukup banyak. Gejala pada
saluran cerna berupa muntah dan diare. Uji kulit negatif dan kadar IgE spesifik negatif. Kelompok ini disebut
intoleran protein susu sapi atau enteropati susu sapi.
 Kelompok III: Awitan timbul lebih lama sampai setelah 20 jam kemudian dan jumlah yang diminum sangat banyak.
Gejala muntah, diare, gejala saluran napas dan eksaserbasi eksema. Uji kulit kadang dapat positif pada pasien
dengan eksema kulit.
 Gejala alergi susu sapi di Sub-Bagian Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak terbanyak memberikan gejala
batuk kronik berulang, diare, dermatitis atopik, rinitis alergi dan urtikaria.
DIAGNOSIS

 Tidak ada gejala yang patognomonik untuk ASS. Gejala akibat ASS antara lain pada:
 GIT (50-60%), kulit (50-60%), dan sistem pernapasan (20-30%).
 Gejala ASS biasanya timbul sebelum usia 1 bulan dan muncul dalam 1 minggu setelah mengkonsumsi protein susu
sapi. Gejala klinis akan muncul berupa reaksi cepat atau reaksi lambat setelah mengkonsumsi protein susu sapi.
 Pendekatan diagnosis utnuk ASS tipe IgE-mediated adalah dengan melihat gejala klinis dan dilakukan uji IgE spesifik
(uji tusuk kulit atau uji RAST).
 Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi yang diperantarai non IgE-mediated adalah dengan riwayat alergi
terhadap protein susu sapi, diet eliminasi, uji provokasi makana, da kadang-kadang dibutuhkan pemeriksaan
tambahan seperti endoskopi dan biopsi.
DIAGNOSIS

Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Ditanyakan mengenai:  Apakah terdapat tanda dari penyakit atopi seperti
 Mengenal makanan yang dicurigai kulit kering, bersisik, likenifikasi yang sering tampak
 Jarak antara gejala yang timbul dan memakan makanan pada pasien dermatitis atopik; allergic shiners,
yang dicurigai Siemen grease, mukosa hidung bengkak dan pucat
 Mengenal gejala yang ditimbulkan yang sering tampak pada rinitis alergik; dan gejala
 Jumlah makanan yang menimbulkan gejala, Apakah mengi serta batuk berulang pada pasien asma. Juga
gejala selalu timbul bila memakan makanan yang penting menilai status gizi anak apakah sudah
dicurigai? terjadi kurang gizi akibat diet yang diberikan
 Berapa jarak waktu antara gejala terakhir dengan gejala
yang baru timbul?
 Apakah ada faktor lain yang mempermudah timbulnya
gejala misalnya setelah latihan olahraga
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 1gE spesifik
 Uji tusuk kulit (Skin prick test)
Uji tusuk dilakukan di volar lengan bawah atau punggung. Batasan usia terendah adalah 4 bulan. Bila positif kemungkinan ASS
sebesar <50%, bila negatif berarti ASS yang diperantarai IgE dapat disingkirkan karena nilai duga negatif sebesar >95%.
 IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test)
Sensitivitas dan spesifitas sama dengan uji tusuk kulit. Tdiak dapat dilakukan karena adanya lesi kulit yang luas di daerah
pemeriksaan dan bila penderita tidak bisa lepas minum obat antihistamin. Kadar serum IgE spesifik antibodi untuk susu sapi
dinyatakan positif jika > %kIU/L pada anak usia ≤2 tahun dan >15 kIU/L pada anak usia >2 tahun. Nilai duga positif <53% dan
nilai duga negatif 95%, sensitivitas 57% dan spesifitas 94%.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Uji eliminasi dan provokasi
 Persiapan Uji Provokasi
 Penghindaran makanan tersangka minimal 2
 Uji eliminasi ASS ringan-sedang diberikan susu EEF dan minggu atau lebih.
ASS berat diberikan susu AAF.
 Penghindaran antihistamin.
 Setelah eliminiasi 2-4 minggu (tergantung berat-  Penghindaran bonkodilator, cropmolyn, nedocromil
ringannya gejala) dan gejala klinis membaik—> uji
provokasi dengan CMP dan steroid inhalasi 6-12 jam sebelum provokasi
 dilakukan.
 Gejala ASS berat uji provokasi dilakukan di Rumah Sakit
dengan pemantauan dokter.
 Tersedia obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis
yang mungkin akan timbul.
 Bila positif  suspek CMPA  eliminsasi CMP,
 Pasien dipuasakan 2-3 jam sebelum provokasi
Selanjutnya berikan extensively hydrolyzed formula
(EEF) dan amino acid formula (AAF) selama 9-12 bulan. dilakukan.
 Dosis pertama harus lebih kecil dari dosis yang
 Negatif, selama 3 hari tidak timbul gejala  selama 1
minggu diberikan diet normal dengan observasi menyebabkan gejala alergi, maksimum 400mg.
kemungkinan timbulnya reaksi atopi  orang tua untuk  Dosis total 8-10gram dalam bentuk kering.
melihat kemungkinan timbulnya reaksi atopi lambat,  Pasien harus diobservasi sampai 2 jam setelah
setelah beberapa hari. diadakan provokasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Persiapan Uji Provokasi


 Prosedur provokasi dilakukan dalam dosis kecil, awalnya diteteskan susu formula pada bibir, timbul reaksi sekitar
15 menit. Kalau tidak ada reaksi maka dimulai pemberian CMP yang ditingkatkan bertahap selang waktu setiap 30
menit dari 0,5 ml sampai 100 ml yang diberikan secara bertahap.
 Lihat reaksi pada kulit atau saluran nafas. Setelah 2 jam tidak ada reaksi, anak boleh pulang. Orang tua dipesankan
untuk melihat reaksi lambat yang mungkin timbul setelah anak diberikan CMP. CMP dari susu formula dapat
diberikan sebanyak 250 ml/hari pada minggu berikutnya.
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA

 Prinsip  eliminasi CMP dan makanan yang mengandung susu sapi


 Bumil dan busui  disarankan untuk diet bebas CM dan produk makanan bebas CMP.
 EBF sampan usia 4-6 bulan
 Klinik CMPA berat seperti dermatitis atopi berat, hilang protein enteropati disertai gangguan tumbuh kembang, anemia
akibat enterokolitis dan perdarahan rektum.
 Rekomendasi pemberian bertahap CMP dengan partially hydrolyzed formula (pHF), extensively hydrolyzed formula
(eHF), diet bebas CMP; CMPA berat  eHF pun ada yang allergy — dikasih AAF. Mahal dan rasa formula pHF dan eHF
tidak enak.
 Susu kedelai masih kontroversi, CMP pada anak 17-47% juga alergi susu kedelai, mengandung fitat yang menghambat
penyerapan zat besi dan zink.
 Air susu kambing, susu onta, susu kuda tidak dianjurkan.
 Proses pasteurisasi, pemanasan, evaporasi tidak menghilangkan tetapi hanya mengurangi efek antigen atau CMPA. Pada
umumnya CMPA akan menghilang pada usia 2-3 tahun, maka untuk menghindari diet bebas CMP berkepanjangan, serta
pengobatan yang berlebihan, maka perlu dilakukan uji ulang terhadap reaksi alergi dari CMP pada usia 6-12 bulan. Uji
ulang dilakukan selang 1-2 tahun setelah anak berusia diatas 3 tahun
Tata Laksana Alergi Susu Sapi
pada Bayi dengan Asi Ekslusif
Tata Laksana Alergi Susu Sapi
pada Bayi dengan Susu
Formula
PENCEGAHAN
 Primer
 Dilakukan ibu berisiko alergi yang sedang hamil —> menghindari
makanan dan minuman sperti susu, telur, ikan laut, dan kacang-kacangan.
pemberian susu hipoalergenik.

 Sekunder
 Pada anak yang sudah diketahui terjadi CMPA
 Pemeriksaan pemeriksaan IgE spesifik dalam darah perifer atau tali pusat
atau SPT
 Menghindar CMP
 Pemberian pHF atau eHF atau susu kedelai

 Tertier
 Sudah mengalami sensitasi dan menunjukkan manifestasi alergi ringan
seperti dermatitis, rinitis pada anak usia 6 bulan - 4 tahun, diberikan eHF
atau pHF.
 Bila gejala berat terjadi, maka anak diberikan susu AAF.
 Susu soya —> masih kontroversi
PROGNOSIS

 CMPA  umumnya tidak berlangsung seumur hidup. pada usia 1-3 tahun gejala klinis akan menghilang.
 Gejala usia 1 tahun 80-90%, berlanjut sampai usia 3 tahun 10-22%, sisanya akan berlangsung sampai usia 9-14 tahun
 Namun, terjadinya alergi terhadap makanan lain juga meningkat hingga 50% terutama pada jenis: telur, kedelai,
kacang, sitrus, ikan dan sereal dan alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum pubertas.
 Dilaporkan bahwa pasien alergi susu sapi akan menjadi asma (40%), rinitis alergi (40%) dan dermatitis atopi (20%)
di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai