Anda di halaman 1dari 143

 Kedaruratan Neurologi

“Stroke & Hipertensi”

Ananda Setiabudi
SMF Saraf RSUD Budhi Asih
Definisi Penurunan Kesadaran

 “Merupakan salah satu kegawatan


Neurologi yang menjadi petunjuk
kegagalan fungsi otak dan sebagai “Final
Common Pathway” dari kegagalan organ
seperti kegagalan jantung, nafas &
sirkulasi yang mengarah kepada
kegagalan otak dengan akibat
KEMATIAN”
Kegawatan Neurologi

Stroke
Trauma Kepala dan Medula Spinalis
Infeksi
Status Epileptikus
Tumor Otak
Myasthenia Gravis
GBS (Guilan Barre Syndrom)
ETIOLOGI PENURUNAN KESADARAN
KELAINAN NEUROLOGIK
VASKULAR INFEKSI
meningitis bakteri dan
InfarK
perdarahan intraserebral, jamur, ensefalitis
abses otak,
trombosis sinus venosus,
empyema subdural
polyarteritis nodosa
isolated angitis
NEOPLASMA
tumor otak baik primer
sickle cell disease
maupun metastasis
 carcinomattosis
meningen

TRAUMA LAIN-LAIN
perdarahan epidural  mutiple sclerosis
subduraL  vaskulitis autoimun

intraserebral,  Cerebritis

subarachnoid,  epilepsi,

Kontusio
komosio
PEMERIKSAAN FISIK : GENERALIS, NEUROLOGIK
DAN PENUNJANG
KESADARAN—GCS, VITAL SIGN
INSPEKSI:-TRAUMA: -KEPALA,LEHER: HATI2
FRAKTUR SERVIKAL!!!
-TANDA LATERALISASI
THORAX,ABDOMEN
-PERNAFASAN:POLA,BAU
-EXTREMITAS: NEEDLE MARK
-KULIT:WARNA,TURGOR
MATA:PUPIL:UKURAN,SIMETRIS,BENTUK,REFLEKS CAHAYA
REFLEKS BATANG OTAK:DOLLEYES,REFLEKS CORNEA
DEVIATIO CONJUGATE
-SIMETRIS, TONUS, KEAKTIFAN
MOTORIK PERGERAKAN.
-RESPON TERHADAP NYERI
RESPON TERHADAP -REFLEKS: TENDO, PATOLOGIS
RANGSANG NYERI: TEKAN
SUPRAORBITA, BAWAH KUKU,
STERNUM

Px. PENUNJANG
LAB: DARAH LENGKAP,AGD,ELEKTROLIT:Na,K,Cl,Ca,fosfat,LFT,RFT,GDS,ALKOHOL,TOKSIN,
URIN LENGKAP, HEMOSTASIS
EKG,EEG,FOTO THORAX,SCHAEDEL(BILA TRAUMA),CT-SCAN,MRI,OFTALMOSKOP, USG
PENILAIAN TINGKAT
KESADARAN
 Kualitatif : (Komposmentis, Somnolen,
Sopor, Soporus-coma, Coma)
 Kuantitatif (Glasgow coma scale)
- Komposmentis : GCS 15
- Somnolence : GCS 13-14
- Soporus : GCS 9-12
- Koma : GCS 3-8
KESADARAN

kualitatif

Komposmentis : GCS 15

Somnolen : GCS 13-14

Sopor : GCS 9-12 Kualitatif : Komposmentis,


Somnolen, Sopor,
Koma : GCS 3-8 Soporus-coma,
Coma
Penilaian Kuantitatif
(Glassgow Coma Scale)
 Eye Opening : Nilai
-Spontan 4
-Dipanggil 3
-Rangsang nyeri 2
-Tidak ada respon 1
 Motor response :
- Sesuai perintah 6
- Lokalisasi nyeri 5
- Reaksi pada nyeri 4
- Fleksi (dekortikasi) 3
- Ekstensi (deserebrasi) 2
- Tidak ada respon 1
 Verbal response :
- Orientasi baik 5
- Jawaban kacau 4
- Kata kata tak beraturan / word 3
- Bunyi tak berarti / sound 2
- Tidak bersuara 1
Glasgow coma scale
M3:Dekortikasi M2: Deserebraasi
(lesi diatas Batang otak)


Perubahan Pola Nafas
 Cheyne Stokes : periodik hiperventilasi
kemudian Apnoe
Refleks Batang Otak

Refleks Cahaya
Refleks Batang Otak

Refleks Kornea
Refleks batang otak

Doll’s Eyes

Test Calori
Refleks Batang Otak

Gag’s Reflex
Pemeriksaan Kesadaran

 Funduskopi  Adakah edema, perdarahan dan


eksudasi serta keadaan pembuluh darah
 Motorik
Penyebab Penurunan Kesadaran

 Struktural dalam otak / Neurologi


(Stroke, Trauma kepala, Meningitis,
tumor otak)
 Metabolik: Hipoksia, hipo-hiperglikemia,
gangguan f/ ginjal-hepar, intoksikasi,
NARKOBA
 Psikiatrik :(Depresi, Hysterical reaction,
Psikosis )
Lesi Struktural / Neurologi

1. Tanda lateralisasi + : ( Refleks Pupil


terganggu /Anisokor, Hemiparese,
parese N Cranial I – XII , Refleks
Patologis : Babinski, Clonus ).
2. Gerakan bola mata : tidak
ada/Asimetri
3. Ada riwayat trauma, Stroke, Infeksi
Kelainan Metabolik

1. Tanda lateralisasi (-)


2. Gerak bola mata baik
3. Miokloni (+)
4. Kelainan Laboratorik (+)
Kelainan Psikiatrik

1. Gangguan Neurologi (-)


2. Refleks cahaya : Isokor
3. Gerakan bola mata : Normal
4. Mata selalu tertutup
5. Ada riwayat Psikiatrik
Metabolik  Kelainan Neurologis ?

 Sangat Mungkin menjadi lesi Struktural 


karena CBF (Cerebral Blood Flow)
terganggu
 Normal CBF : 750 ml/mnt
 Mekanisme Autoregulasi  menstabilkan
CBF (pada ambang MABP 60 – 140).
 Pada penderita Hipertensi Kronis : MABP
akan bergeser kekanan
 Tiga faktor kimia gas darah (pH, PaCo2 &
PaO2)  mempengaruhi CBF  ISKEMIA
OTAK
Definisi Stroke
(WHO)

 Onset mendadak
 Defisit neurologik fokal/umum
 Berlangsung > 24 jam
 Tdk ada penyebab lain, kecuali gangguan
vaskuler.
Tanda Awal Stroke

 Tiba tiba bingung, susah u/ bicara atau


memahami pembicaraan.
 Tiba tiba baal/mati rasa, lemah pada wajah,
tangan dan kaki, terutama pada SATU SISI
TUBUH.
 Tiba tiba kesulitan melihat dengan satu/kedua
mata
 Tiba tiba kesulitan berjalan,
pusing/kehilangan keseimbangan & koordinasi
 Tiba tiba sakit kepala tanpa sebab yang
jelas
 Tiba tiba Sulit menelan/ sering tersedak
ISKEMIK PENUMBRA

Lesi inisial primer: jaringan otak mati (infark)


dalam 2-4 jam/Window of opportunity

 Lesi ikutan (Sekunder) CBF 25-50% :


edem/penumbra sekeliling infark (hallo)

Lesi Sekunder (Penumbra) Potensial untuk


pulih/ diselamatkan. (1)
Atherosclerosis dan Thrombus

Ischemic Penumbra
Atherosclerosis dan Thrombus
Atherosclerosis dan Thrombus

Emboli Cerebral
HIPERGLIKEMI dan DIABETES
pada STROK
 HIPERGLIKEMI :
 - simtom pada Diabetes Mellitus
 - gejala reaktif pada fase akut strok
 DIABETES MELLITUS
 - faktor risiko Strok
 - perhatian dan penanganan pd
 masa akut dan pasca akut strok
HIPERGLIKEMI pada STROK FASE
AKUT

 Hiperglikemi pada fase akut strok 


perburuk morbiditas,
 dan berefek negatif pada luaran
penderita( strok nonlakuner)
Hiperglikemi

 Gula darah puasa >= 126 mg %


 Gula darah 2 jam pp >= 200 mg %
 Gula darah sewaktu >= 200 mg %
 DM( >= 3 bln) bila HbA1c >= 6,5 %
Sasaran aman kadar GD
pada Stroke

 Pada fase akut = 100 – 200 mg %


 Kadar Gula Darah Tertinggi paling Optimal
untuk luaran terbaik fase akut strok nonlakunar: 150 mg%
Pengendalian kadar GD pada strok
fase akut

Digunakan insulin reguler subkutan/ 6 jam


secara skala luncur :

 > 150 – 200 mg %  2 unit


 201 - 250  4 unit
 251 - 300  6 unit
 301 - 350  8 unit
 351 - 400  10 unit
 >400 mg/dl  12 unit
Penatalaksanaan Khusus
 Stroke Iskemik
1. Referfusi:
 Antitrombotik:
 Antiplatelet : ex. Asetil salisilat (ASCARDIA), Dipiridamol
(Persantin), Tiklopidin (TIKLid) , Klopidogrel (PLAVIX),
Cilostazol (PLETAAL)
 Antikoagulan : Heparin (Infus, dosis 5.000-10.000 IU/24
jam), low molecular weight heparin LMWH (Fraxipharin,
LOVENOX 0,2-0,4 Subcuta , Warfarin (SIMARC Tablet)
 Hemerologik (deformibilitas eritrosit) : pentoksifilin
(TARONTAL)
2 Neuroproteksi: citicholin (NICHOLIN), pirasetam,
nimodipin NIMOTOP<<<untuk stroke
SUBARACHNOID>>>>>>>VASOSPASME)
 Stroke Hemoragik: medis , bedah (evakuasi hematom)
Esesmen dan tindakan di perawatan
Stroke

 Kemampuan fungsi menelan


 Fungsi traktus gastrointestinal/kompl
tukak stres
 Status gizi dan penyakit penyerta/faktor
risiko
 Tingkat mobilitas dan kebiasaan makan
Persiapan Tes Menelan

 Posisi pasien : elevasi kepala 60


 Kepala tekuk kelateral sisi sehat
 Minumkan 1 sendok teh air.
Amati tanda batuk atau tersedak
(+) stop, bila perlu suction
( -) lanjutkan dengan minum 1/2 gelas air
perlahan
Management Pasien dengan Komplikasi
Tukak Stress
Prevention
Stroke
Cairan Lambung
Hemorragik

Bening Merah/hitam

Pasien puasa
< 200 cc > 200 cc
Spoel NGT/ 6 jam
NGT tutup 5 jam, buka
Diet makanan cair biasa NGT dibuka/tutup 1 jam
Pasien puasa Therapy : Antasida/ oral
dan Ranitidin/ inj.
Makanan cair/NGT
bertahap Makanan cair/NGT
bertahap
Daldijono, 1998 Nutrisi parenteral B/P
STROKE AS COMPLICATION
IN HYPERTENSIVE
EMERGENCY
AUTOREGULASI

 Autoregulasi : penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap
kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan
pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.
 Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD
secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital
dengan tidak terjadi iskemi. .
 Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak
masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP )
60 – 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi,
maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari
darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang.
Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan
sinkope.
Definitions
Hypertensive Crises
Acute increasing of BP
>180/120 mmHg
Need immediate treatment

Hypertensive Urgency Hypertensive Emergency

Markedly elevated BP Markedly elevated BP


Without severe symptoms or With acute or progressing
progressive target organ damage target organ damage
BP should be reduced within hours BP should be reduced immediate
ORAL AGENTS PARENTERAL AGENTS

Kaplan NM ,Hypertensive Crises in : Clinical hypertension 9th Ed, Lippincott Williams & Wilkins 2006:609-630
Management of
Hypertensive Emergency (general)
 Patients should be admitted to an Intensive Care
Unit for continuous monitoring of BP and
parenteral administration of an appropriate agent
 The initial goal therapy is to reduce mean arterial
BP by no more than 25% (within minutes to 1
hour).
 Then if stable, to 160/100 to 110 mmHg within
the next 2 to 6 hours.
 Excessive falls in pressure that may precipitate
renal, cerebral, or coronary ischemia should be
avoided.
Chobanian AV et al, The JNC 7 report, JAMA 2003;389: 2560-70
Management of
Hypertensive Emergency (general)

 If this level of BP is well tolerated and


the patients is clinically stable , further
gradual reductions toward a normal BP
can be implemented in the next 24 to 48
hours.
 Exceptions :
1. Patients with ischemic stroke
2. Aortic dissection SBP should < 100
mmHg
3. Patients whom BP is lowered to enable
the use of thrombolytic
Chobanian AV et al, The agents
JNC 7 report, JAMA 2003;389: 2560-70
Management of
Hypertensive Emergency (general)

 If this level of BP is well tolerated and the


patients is clinically stable , further gradual
reductions toward a normal BP can be
implemented in the next 24 to 48 hours.
 Exceptions :
1. Patients with ischemic stroke
2. Aortic dissection SBP should < 100 mmHg
3. Patients whom BP is lowered to enable the use
of thrombolytic agents

Chobanian AV et al, The JNC 7 report, JAMA 2003;389: 2560-70


Hypertensive Emergency in Acute Stroke,
What should be done?

BP Rehemorrhage in ICH
should be
controlled
early

Initial 6 hrs later


Hypertensive Emergency in Acute Stroke ,
What should be done?

Decreasing BP 1. Acute ischemic stroke *):


SBP >220 ; DBP > 120.
in certain
2. rtPA candidate **):
conditions SBP >185 ; DBP > 110
3. Acute hemorrhage stroke :
* ASA Guideline, May 2007 SBP > 180 ; DBP > 100 or MAP >145
: Class I, Level of
evidence C.
4. Acute Stroke with hypertension :
• Hypertensive encephalopathy
** ASA Guideline, May
2007: Class I, Level of • Aortic dissection
evidence B • Acute MCI
• Acute lung edema
• ARF
Principle of BP Lowering on Acute stroke

 Discontinue (or reduce dose of) chronic


antihypertensives.
 Must be done early
 Must be done quickly (immediately)
 Avoid antihypertensive drug which will decreased CBF.
 Avoid diuretics except in CHF.
 This is an ICU issue
 Fast-acting IV agents
 Close titration of short-acting agents
 Start with low dose.
 Arterial line.
Approach to elevated Blood
Pressure in Acute
Not eligible for thrombolytic therapy Ischemic Stroke
Blood pressure Treatment
level (mmHg)
Systolic < 220 or Labetalol 10-20 mg IV over 1-2 min may repeat or
diastolic < 121-140 double every 10 min (maximum dose 300 mg) or
Nicardipine 5 mg/hr IV infusion as initial dose;
titrate to desired effect by increasing 2,5 mg/hr
everyu 5 min to maximum 15mg/hr
Aim for a 10% to 15% reduction of blood pressure

Diastolic > 140 Nitroprusside 0,5 mcg/kg/min

Circulation 2005;112:111-120
Approach to elevated Blood
Pressure intherapy
Eligible for thrombolytic Acute Ischemic Stroke
Blood pressure Treatment
level (mmHg)
Systolic>230 or Labetalol 10-20 mg IV over 1-2 min may
Diastolic > 121- repeat double labetalol every 10 min to a
140 maximum dose 300mg or
Nicardipine 5 mg/hr IV infusion as initial
dose and titrate to desired effect by
increasing 2.5 mg/hr every 5 min to
maximum of 15mg/hr

Circulation 2005;112:111-120
Penatalaksanaan Tekanan Intra Kranial
Meningkat
 TIK normal : 0 – 15 mm hg
 Menurunkan TIK :
 Diuretik osmotik (Manitol 20%) : dosis 0,5 – 1
g/kgBB diberikan dalam 15-30 menit.
U/mencegah Rebound  dosis ulangan tiap 6 jam
0,25 – 0,5 g/kgBB dalam 30 menit
 Posisi tidur : elevasi 20-30 dengan kepala dan
dada pada satu bidang
 Hiperventilasi :target pCO2: 34-36 mmHg, pO2
: 90-100 mmHg
Hiperventilasi Vasokonstriksi  Cerebral blood
Flow turun  TIK 
- Hindari batuk & mengejan (sulit BAB)
Menurunkan Tekanan Intra Kranial
1.Terapi Osmotik
2. Mempertahankan oxygen Saturasi
(Sat O2 > 95%)
3. Hyperventilation
4. Posisi Kepala
Osmotic Therapy
Hyperosmolar Therapy: Increase
Blood Osmolarity
Brain Blood
vessel
Fluid Manitol
Hypertonic Saline

Fluid moves from area of lower osmolarity


to an area of higher osmolarity
Menurunkan TIK
1. Osmotic Therapy
2. Mempertahankan Oksigen
Saturasi normal (Sat O2 >
95%)
3. Hyperventilation
4. Position
Hypoxia and Airway Management
1. Adequate oxygenation. Oxygen
saturation < 90% is a poor prognostic
outcome.
2. GCS < 8 : intubation (be carefully !!).

Stocchetti N. et al. J Trauma 40: 764-767, 1996.


Decrease ICP
1. Osmotic Therapy
2. Keep normal oxygen

3. Hyperventilation
4. Position
Hyperventilation

 Hiperventilasi Vasokonstriksi 
Cerebral blood Flow turun  TIK 
 PCO2 tidak boleh kurang dari35 cmH20
Menurunkan Tekanan Intrakranial
1. Osmotic Therapy
2. Keep normal oxygen
3. Hyperventilation

4.Position
Decrease ICP:
Promote Venous Drainage
Feldman et al. (1992)
J Neurosurgery, 76
March et al. (1990)
J Neuroscience
Nursing, 22(6)
Parsons & Wilson
(1984) Nursing
Research, 33(2)
Meringankan TIK

1. Sedation
2. Mencegah dan mengobati
kejang.
3. Avoid hyperthermia
Sedation
 Diazepam 5-10 mg
 Midazolam 1 mg/min (1-2.5 mg titrated)
 Morphine 5-10 mg IV
Operatif :
 Adanya peningkatan tekanan intrakranial yg tdk
respon terhadap osmotik diuresis
 Kondisi pasien menunjukan perburukan: nadi
meningkat, suhu naik-turun, kesadaran memburuk,
hemiplegi dan refleks babinski yang makin jelas

 Pembedahan:
o perdarahan yang letaknya lobair dan di serebelum
o > 50cc
o Midline shift >5mm
Rehabilitasi medik

Bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup


penderita dan menghambat bertambah
beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah – masalah sebagai berikut :

 Abnormalitas gerakan
 Kecendurungan postur tubuh yang salah
 Gejala otonom
 Gangguan perawatan diri (ADL )
 Perubahan psikologik
Dr.Ananda Setiabudi,SpS
BAGIAN NEUROLOGI
RS BUDHI ASIH

TRAUMA KEPALA & MEDULA


SPINALIS
Pembagian Cedera Kepala

Kategori GCS Gambaran Klinis CT Scan


 CK.Ringan 13-15 . Pingsan < 10 menit , Normal
(Komosio) defisit Neurologik (-)
 CK.Sedang 9-12 . Pingsan > 10 menit, Abnormal
(Kontusio) defisit neurologik (+)
 CK Berat 3-8 . Pingsan > 6 jam, Abnormal
defisit neurologik (+)
MEKANISME TRAUMA
COUP INJURY CONTRECOUP
AKIBAT BENTURAN
AKIBAT BENTURAN
DG OBJEK LANGSUNG DG
TULANG KEPALA
(CIDERA KONTAK BENTUR)
(CIDERA AKSELERASI)
Simple Head Injury (Trauma tanpa
pingsan)
 Tanpa penurunan kesadaran/defisit
neurologis
 Pemeriksaan radiologik hanya atas
indikasi
 Pasien pulang dengan observasi dirumah
Cedera Kepala Ringan (Komosio
Serebri)
 GCS : 13-15
 Pemantauan ABC
 Wajib dilakukan photo schaedel AP/Lat
 Pemeriksaan Lab darah: DPL, GDS
 Soertidewi & Indra (2000-RSCM):
leukositosis >14.000 mengarah KONTUSIO
SEREBRI (anjuran CT Scan).
Handisurya  Kadar GDS > 200: kematian
tinggi.
 Observasi minimal 24 jam  kemungkinan
Lusid Interval
Cedera Kepala Sedang
(Kontusio Serebri)
 GCS : 9-12
 Awal CK Ringan tapi ada : Fraktur tengkorak,
EDH/SDH
 Pantau Airway, Breathing, Circulation (ABC)
 Awasi tanda-tanda TIK  : kesadaran progresif
turun, nyeri kepala hebat, muntah proyektil,
hipertensi dengan/tanpa bradikardia,
kelumpuhan saraf VI & Edema papil.
 Disertai cedera multipel & kardiopulmonar
 Bila perlu photo Cervical, Thoraks & Abdomen
 Wajib CT Scan
 Anjuran ICU bila memberat
Fraktur Basis Kranium

 Klinis :
 Rhinorhea (keluar cairan Likuor dari hidung)
 Otorrhoea (keluar cairan likuor dari telinga
 Bilateral periorbital haematom
• Perbedaan Darah & Likuor (cairan otak):
- Dengan kertas saring: bila darah warna
merah di kertas saring merata, bila cairan otak
warna merahnya makin kepinggir menipis (hallo)
Hematom Intrakranial

 Hematom Epidural
 Hematom Subdural
 Perdarahan Intraserebral
Epidural Hematom
 Terjadi diantara tulang tengkorak dan duramater.
 Benturan linier terhadap calvaria menyebabkan
terpisahnya duraperiostium dari tulang dan terputusnya
pembuluh darah akibat pergeseran
 Regio temporoparietal dan arteri meningeal medial 66
% dan 70% berhubungan deangan fraktur tulang
temporal
 Arteri meningeal media : terbesar menyebar pada
seluruh bgn lateral
 Gejala Klinis nya : Lucid Interval
 Pada CT Scan tampak bayangan putih (Hiperdens) yang
cembung/konveks pada
permukaan korteks tulang.
 Dapat menimbulkan Tekanan Intra Kranial meningkat
(TIK )
Interval lucid
 Terjadi pada ¾ pasien
 Pasien yg sudah sadar dapat pingsan kembali
 Perdarahan epidural akan bertambah dgn
bertambahnya waktu
 Volume darah di ruangan epidural akan
memberikan gejala sindrom kompresi
 Gejala yg menonjol : kesadaran yg menurun
secara progresif
Diagnosis

Diagnosis klinik klasik :


 Riwayat trauma atau cedera kepala
 Penurunan kesadaran
 Interval lucid
 Hemiparesis kontralateral
 Dilatasi pupil ipsilateral
Menurut beberapa literatur, penderita cedera
kepala dicurigai perdarahan epidural, bila satu
 atau lebih gejala
Penurunan seperti:
kesadaran
 Interval lucid
 Defisit motorik
 Pupil anisokor
 Refleks patologis
 Foto polos kepala di dapatkan garis fraktur
yang menyilang arteri meningeal media
Diagnosis Radiologis :

 Photo kepala AP dan lateral merupakan


tindakan rutin
 CT Scan kepala : merupakan alat bantu
baku emas untuk memastikan perdarahan
epidural. Gambaran lesi hiperdens,
bikonveks atau lentikuler di daerah
epidural
Fraktur Linear
CT Scan Epidural Hematom
PATOFISIOLOGI LESI SUPRATENTORIAL
HERNIASI SUPRATENTORIAL Herniasi uncus

Herniasi sentral
iskemia serebri

Epidural hematom
PATOFISIOLOGI LESI INFRATENTORIAL
•LESI DI BATANG OTAK
•LESI DI LUAR BATANG OTAK

HERNIASI INFRATENTORIAL Herniasi TRANSTENTORIAL

Herniasi FORAMINAL

Herniasi Foraminal
PENATALAKSANAAN
 Memperbaiki ABC
 Kontrol terhadap peninggian TIK
 Mengurangi edema otak dengan:
 Elevasi kepala 300
 Osmotik diuresis manitol 20%
 Operatif :
Operatif :
 Adanya peningkatan tekanan intrakranial yg tdk
respon terhadap osmotik diuresis
 Kondisi pasien menunjukan perburukan: nadi
meningkat, suhu naik-turun, kesadaran
memburuk, hemiplegi dan refleks babinski yang
makin jelas
 Gambaran CT Scan kepala: volume perdarahan >
30 cc, ketebalan > 15 mm dan pendorongan garis
tengah > 5 mm
Konservatif
 Volume perdarahan < 25 cc
 Ketebalan < 15 mm
 Pergeseran garis medial < 5 mm
Banyak laporan tentang keberhasilan terapi
konservatif dengan volume < 45 cc. Pada
literatur lain mengatakan < 30 cc.
Perdarahan epidural kecil dengan terapi
konservatif diharapkan akan diserap oleh
tubuh
Komplikasi
Salah satu komplikasi yang sering terjadi :
 Kejang paska trauma : 25% kasus
 90% dari kasus terjadi kejang dalam 24 jam
setelah trauma
 10% terjadi kejang dalam beberapa hari setelah
trauma
 Kejang paska trauma lebih sering terjadi pada
laserasi serebri dan fraktur impresi
 Prinsip penanganan kejang paska trauma sama
dengan kejang non trauma
 Obat pilihan utama: phenytoin, dosis 15-20
mg/kg
Mortalitas dan morbiditas pasien
ditentukan oleh GCS saat datang
 Kesadaran baik : mortilitas 0%
 Kesadaran koma : mortalitas 40%
 Perburukan yg terjadi akibat
keterlambatan antara trauma dan
intervensi operasi
Subdural Hematoma

 Bekuan darah diantara Korteks & Duramater


 Gejala nya bisa cepat (Subdural Hematom
Akut) atau Lambat (Subdural Kronis)
 Dapat menimbulkan TIK (Tekanan Intra
Kranial) yang meningkat.
 Pada CT Scan : Gambarannya Konkaf/cekung
CT Scan Subdural Hematom


Indikasi Pasien Rawat

 CKR (Comotio cerebri), CKS, CKB


 Tidak ada pingsan tapi pusing berputar
hebat, nyeri kepala hebat dan muntah
muntah (belum atau sudah dilakukan CT
Scan)
 Indikasi Sosial
EPILEPSI
DEFINISI

PERDOSSI 2006 ILAE dan IBE 2005

• suatu keadaan yang ditandai • suatu kelainan otak yang


oleh bangkitan (seizure) ditandai oleh adanya faktor
berulang predisposisi yang dapat
• akibat dari adanya gangguan mencetuskan kejang epileptik,
fungsi otak secara intermitten perubahan neurobiologis,
• disebabkan oleh lepas muatan kognitif, psikologis dan
listrik abnormal dan adanya konsekuensi sosial
berlebihan di neuron-neuron yang diakibatkannya.
secara paroksismal • Definisi ini membutuhkan
• didasari oleh berbagai faktor sedikitnya satu riwayat kejang
etiologi. epilepsi sebelumnya.
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi menurut ILAE 1981
ETIOLOGI

Epilepsi • umumnya mempunyai predisposisi


genetik
idiopatik • awitan biasanya pada usia > 3 tahun

• Disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.


Epilepsi • Misalnya : post trauma kapitis, infeksi SSP, gangguan metabolik,
malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, SOL, gangguan
simptomatik peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan
neurodegeneratif

Epilepsi • dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum


diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron
kriptogenik Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik
PATOFISIOLOGI

 Dasar  gangguan fungsi neuron-neuron otak


dan transmisi pada sinaps.
 Ada dua jenis neurotransmitter:
 neurotransmitter eksitasi (glutamate, aspartat,
norepinefrin dan asetilkolin )
 neurotransmitter inhibisi (gamma amino butyric acid
(GABA) dan glisin)
PATOFISIOLOGI

 Keadaan patologik 
merubah atau mengganggu
fungsi membran  Influks Ca
 letupan depolarisasi
membran dan lepas muatan
listrik berlebihan, tidak
teratur dan terkendali 
serangan epilepsi.
 Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa
beberapa saat serangan
berhenti akibat pengaruh
proses inhibisi.
GEJALA

Tetap sadar Bangkitan fokal disertai

Kejang parsial kompleks


Kejang parsial sederhana

Bangkitan dimulai dari terganggunya kesadaran


unilateral/fokal  menyebar pada Sering diikuti oleh automatisme
sisi yang sama (Jacksonian march) yang streotipik, misalnya
Kepala mungkin berpaling ke arah mengunyah, menelan, tertawa dan
bagian tubuh yang mengalami kegiatan motorik lainnya tanpa
kejang tujuan yang jelas
“Deja vu” Kepala mungkin berpaling ke arah
bagian tubuh yang mengalami
Perasaan senang atau takut yang kejang
muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat dijelaskan Berbicara tidak jelas seperti
menggumam.
Perasaan seperti kebas, tersengat
listrik atau ditusuk-tusuk jarum
pada bagian tubuh tertentu.
Gerakan yang tidak dapat dikontrol
pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
GEJALA

tahap tonik atau kaku diikuti tahap Gangguan kesadaran secara


Kejang tonik klonik
(epilepsy grand mal)

Kejang umum lena


klonik atau kelonjotan. mendadak (absense), berlangsung
Biasa didahului oleh aura beberapa detik
Pada tahap tonik pasien dapat: Selama bangkitan kegiatan motorik
kehilangan kesadaran, kehilangan terhenti dan pasien diam tanpa
keseimbangan dan jatuh karena reaksi
otot yang menegang, berteriak Mata memandang jauh kedepan
tanpa alasan yang jelas, menggigit Mungkin terdapat automatisme
pipi bagian dalam atau lidah.
Pemulihan kesadaran segera terjadi
Pada saat fase klonik: terjadi tanpa perasaan bingung
kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau Sesudah itu pasien melanjutkan
buang air besar yang tidak dapat aktivitas semula
dikontrol, pasien tampak sangat
pucat, pasien mungkin akan merasa
lemas, letih ataupun ingin tidur
setelah serangan semacam ini
DIAGNOSIS

 Dasar:
› Adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang
ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik dan neurologis
 Pemeriksaan penunjang
› EEG
› Px radiologis
EEG

 Harus dilakukan pada semua pasien epilepsi


 Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik.
Indikasi EEG

 Membantu menegakkan diagnosis epilepsi


 Menentukan prognosis dalam kasus tertentu
 Pertimbangan dalam penghentian OAE
 Membantu dalam menentukan letak fokus
 Bila ada perubahan bentuk bangkitan
Rekaman EEG dikatakan
abnormal
 Asimetris irama dan voltase gelombang pada
daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
 Irama gelombang tidak teratur, irama
gelombang lebih lambat dibanding seharusnya
misal gelombang delta.
 Adanya gelombang yang biasanya tidak
terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal.
Pemeriksaan Radiologis

 Melihat struktur otak dan melengkapi data EEG.


 MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan
untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan
lebih spesifik
TERAPI

 Tujuan utama  tercapainya kualitas hidup


optimal untuk pasien, sesuai dengan perjalanan
penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun
mental yang dimilikinya.
 diperlukan beberapa upaya:
› menghentikan bangkitan
› mengurangi frekuensi bangkitan,
› mencegah timbulnya efek samping
› menurunkan angka kesakitan dan kematian
› mencegah timbulnya efek samping OAE
Prinsip terapi farmakologi
epilepsi
 OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
 Terapi dimulai dengan monoterapi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
 Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
 Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Prinsip mekanisme kerja
OAE
 Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
 Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi
konduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau
aktivitas neurotransmiter.
Penghentian pemberian OAE

 Setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan


 Harus dilakukan secara bertahap, pada
umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka
penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan
utama
STATUS EPILEPTIKUS
DEFINISI KEJANG

Kejang dan epilepsi adalah fenomena klinik yang


dihasilkan dari hipereksitabilitas neuron-neuron
di hemisfer serebri.
Fisiologis : lepas muatan listrik berlebihan,
mendadak & cepat, hipersinkron.
Klinis : epilepsi adalah serangan yang intermiten &
stereotipik. Biasanya tidak terprovokasi, berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, fungsi
motorik atau sensorik yg dihasilkan oleh lepas
muatan listrik berlebihan neuronal di korteks.
SEIZURE >< PSEUDOSEIZURE

SEIZURE PSEUDOSEIZURE

Pencetus Emosi
Durasi Lama
Aktivitas motor Tidak karuan
Ada orang lain - +
Waktu Siang, malam, tidur Tidak saat tidur
Urinary incontinence Sering Jarang
Physical injury Sering Jarang
EEG Kelainan Normal
STATUS EPILEPTIKUS

 Definisi : Serangan yang berulang tanpa


perbaikan kesadaran, atau serangan yang
berlangsung terus menerus selama 30 menit
atau lebih.
Penyebab Status Epileptikus

 1. Akut & Progresif: Stroke, SOL, infeksi,


hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia,
intoksikasi obat, withdrawl obat.
 2. Penyakit lama: Pasca trauma-Stroke
Penatalaksanaan Status Epileptikus

 1. Perbaiki oksigenisasi, sirkulasi, pasang


infus untuk pemberian cairan dan obat.
 2. Tegakan Diagnosa : Dengan PF Neurologis
& Px Penunjang (Lab – CT Scan).
 3. Pemberian Therapi Farmakologis.
Therapi Status Epileptikus

 1. Diazepam: pilihan utama (sgt mudah larut


dalam lemak, mudah masuk dalam otak).
DOSIS: 0,15-0,25 mg/kgBB dengan kecepatan 5-
10 menit
 2. Phenitoin/Dilantin :KI: Hipotensi, Jantung,
DOSIS : 20 mg/kgBB, dengan kecepatan
50mg/menit (1 mg/kgBB/menit).
 3. Valproate/DEPAKOTE:
GUILLAN BARRE SYNDROM
(AIDP/Acute Inflamatory Demyelinisasi
Polyradikuloneuropathy)
 Penyebab: Autoimun (Autoreactive lymposit
T, diduga pasca infeksi, imunisasi,
kehamilan).
 KLINIS:
 1. Parestesi dibagian distal diikuti ke
proksimal.
 2. Kelemahan BULBAR (disfungsi otot otot
pernafasan )
Definisi

 Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang


menyerang radiks saraf yang bersifat akut dan yang
menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai
dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai
tubuh dan otot-otot wajah. Penyakit ini dapat
mengancam jiwa yaitu berupa kelemahan yang
dimulai dari anggota gerak distal yang dengan cepat
dapat merambat ke proximal
Sindroma Guillain Barre

Diperantarai
oleh
Jarang terjadi
imunitas tubuh

Polineuropati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot


asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi,
dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom
Etiologi

60% tidak Saluran napas


diketahui  CMV

Saluran
pencernaan 
C.jejuni
Patofisiologi
 - Infeksi Bakteri atau Virus
 - Antigen lipopolisakarida pada kapsul C.jejuni akan
membentuk antibodi yang bereaksi dengan gangliosida
GM1 pada myelin.
 - Sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag,
untuk menyerang myelin
 - Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit
B akan memproduksi antibodi melawan komponen-
komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi
dari myelin
Subtipe GBS

AIDP CIDP
(Acute Inflammatory (Chronic Inflammatory
Demyelinating Demyelinating
Polyneuropathy) Polyneuropathy)
Pemeriksaan penunjang

Kecepatan
LCS hantar EMG Darah
saraf

Imunoglobulin EKG Spirometri PA


Kriteria diagnostik
 Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis
- Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih
- Arefleksia
 Temuan klinis yang mendukung diagnosis :
- Gejala atau tanda sensorik ringan
- Keterlibatan saraf kranialis
- Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti
- Disfungsi otonom
- Tidak adanya demam saat onset
- Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu
- Adanya tanda yang relatif simetris
 Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:
- Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl
- Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi
Diagnosa banding
 Miastenia gravis akut
 Trombosis arteri basilaris
 Paralisis periodik
 Botulisme
 Tick paralisis
 Porfiria intermiten akut
 Neuropati akibat logam berat
 Cedera MS
 Poliomyelitis
 Mielopati cervicalis
Diagnosis GBS
1. Anamnesis: Lemah dari tungkai –atas, sebelumnya ada infeksi
viral
2. LP (LCS disosiasi Citoalbumin, Protein  sel Normal)
3. PF Neurologis: Refleks2 Fisiologis 
4. EMG: F Wave

PENATALAKSANAAN GBS
 Kortikosteroid.
 Plasmapharesis
 IVIG (intra venous Imunoglobulin (ICU)
PARKINSON
Definisi

Penyakit parkinson adalah penyakit


neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Secara
patologis penyakit parkinson ditandai
oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di Parkinonisme adalah suatu sindrom yang
pars kompakta substansia nigra yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas,
disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik bradikinesia, dan hilangnya refleks postural
(Lewy bodies), atau disebut juga akibat penurunan kadar dopamine dengan
parkinsonisme idiopatik atau primer. berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson.
Klasifikasi
Parkinson
Parkinson sekunder atau Sindrom Parkinson Plus
primer/idiopatik/paralysis
simtomatik (Multiple System Degeneration)
agitans
• Sering dijumpai dalam praktek • Dapat disebabkan pasca • gejalanya hanya merupakan
sehari-hari dan kronis, tetapi ensefalitis virus, pasca infeksi sebagian dari gambaran
penyebabnya belum jelas. Kira- lain : tuberkulosis, sifilis penyakit keseluruhan
kira 7 dari 8 kasus parkinson meningovaskuler. • Jenis ini bisa didapat pada
termasuk jenis ini • Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl- Progressive supranuclear palsy
1,2,3,6-tetrahydropyridine • Multiple system atrophy
(MPTP), Mn, CO, sianida. (sindrom Shy-drager, degenerasi
• Obat-obatan yang menghambat striatonigral, olivo-
reseptor dopamin dan pontocerebellar degeneration,
menurunkan cadangan dopamin parkinsonism-amyotrophy
misalnya golongan fenotiazin, syndrome)
reserpin, tetrabenazin • Degenerasi kortikobasal
• lain-lain, misalnya perdarahan ganglionik
serebral pasca trauma yang • Sindrom demensia
berulang-ulang pada petinju, • Hidrosefalus normotensif
infark lakuner, tumor serebri,
• Kelainan herediter (Penyakit
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
Wilson, penyakit Huntington,
Parkinsonisme familial dengan
neuropati peripheral).
Etiologi

Etiologi Parkinson primer masih


belum diketahui. Terdapat Parkinson disebabkan oleh
beberapa dugaan, di antaranya rusaknya sel-sel otak, tepatnya
ialah : infeksi oleh virus yang di substansi nigra. Suatu
non-konvensional (belum kelompok sel yang mengatur
diketahui), reaksi abnormal gerakan-gerakan yang tidak
terhadap virus yang sudah dikehendaki (involuntary).
umum, pemaparan terhadap zat Akibatnya, penderita tidak bisa
toksik yang belum diketahui, mengatur/menahan gerakan-
terjadinya penuaan yang gerakan yang tidak disadarinya.
prematur atau dipercepat.
Faktor resiko (
multifaktorial ) yang telah
diidentifikasikan
Usia

Stress dan
Genetik
depresi

Trauma Faktor
kepala Lingkungan

Ras
Patofisiologi
 terjadi penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra
pars compacta (SNc)
 disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab
multifaktor
 Substansia nigra menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan
 Dopamine adalah neurotransmitter yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat
 diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama
dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara)
 Jika produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system
saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia),
kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas).
Patofisiologi
Patofisiologi

 Hipotesis terbaru proses patologi :


 Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara
oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan
peroxynitric-radical.
 Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi
adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang
memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel.
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi
sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
Gejala Klinis
Tremor
• ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat.
• jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.

Rigiditas/kekakuan
• Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga
gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
• Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena
meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).

Akinesia/Bradikinesia
• Gerakan penderita menjadi serba lambat
• tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
• ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng

Hilangnya refleks postural


• kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level
talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh
• mengakibatkan penderita mudah jatuh
Gejala Klinis
• freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang
berjalan, atau berputar balik
Tiba-tiba Berhenti
atau Ragu-ragu • start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah.
untuk Melangkah

• Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
Mikrografia

• Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat


(marche a petit pas)
Langkah dan gaya • stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
jalan (sikap
Parkinson)
punggung melengkung bila berjalan.
Gejala Klinis

Bicara monoton Dimensia Gangguan behavioral Gejala Lain

• Hal ini karena • Adanya perubahan • Lambat-laun • Kedua mata


bradikinesia dan status mental menjadi dependen berkedip-kedip
rigiditas otot selama perjalanan (tergantung kepada dengan gencar pada
pernapasan, pita penyakitnya dengan orang lain), mudah pengetukan diatas
suara, otot laring, defisit kognitif. takut, sikap kurang pangkal hidungnya
sehingga bila tegas, depresi. (tanda Myerson
berbicara atau • Cara berpikir dan positif)
mengucapkan kata- respon terhadap
kata yang monoton pertanyaan lambat
dengan volume (bradifrenia)
suara halus (suara biasanya masih
bisikan) yang dapat memberikan
lambat. jawaban yang betul,
asal diberi waktu
yang cukup.
Kriteria Diagnosis Klinis
Dua dari tiga tanda
Tiga dari empat tanda
kardinal gangguan
motorik
motorik

Tremor Tremor

Rigiditas
atau
Rigiditas
Bradikinesia

Bradikinesia Ketidakstabilan Postural


Stadium klinis Penyakit
Pberdasarkan Hoehn and Yahr
Stadium Klinis

I Unilateral, ekspresi wajah berkurang, posisi fleksi lengan yang terkena, tremor,
ayunan lengan berkurang

II Bilateral, postur membungkuk ke depan, gaya jalan lambat dengan langkah


kecil-kecil, sukar membalikkan badan

II Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat ketidakstabilan postural

IV Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung jatuh

V Hanya berbaring atau duduk di kursi roda, tidak mampu berdiri/berjalan


meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip
Farmakologik
 Obat pengganti dopamine  Levodopa, Carbidopa
 Agonis Dopamin  Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin
 Antikolinergik  thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin
(congentin)
 Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)  Selegiline
(Eldepryl), Rasagaline (Azilect)
 Amantadin
 Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT  Entacapone
(Comtan), Tolcapone (Tasmar)
 Neuroproteksi  monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier
coenzyme Q10
Obat Aturan Pemakaian Keterangan

Merupakan pengobatan utama untuk Parkinson


Diberikan bersama karbidopa untuk
levodopa Setelah beberapa tahun
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi
(dikombinasikan dengan digunakan, efektivitasnya
efek sampingnya
karbidopa) bisa berkurang
Mulai dengan dosis rendah, yg selanjutnya
ditingkatkan sampai efek terbesar diperoleh

Pada awal pengobatan seringkali ditambahkan


pada pemberian levodopa untuk meningkatkan
bromokriptin atau pergolid kerja levodopa atau diberikan kemudian ketika Jarang diberikan sendiri
efek samping levodopa menimbulkan masalah
baru

Seringkali diberikan sebagai tambahan pada Bisa meningkatkan


Selegilin
pemakaian levodopa aktivitas levodopa di otak

Obat antikolinergik
(benztropin & Pada stadium awal penyakit bisa diberikan
triheksifenidil), obat anti tanpa levodopa, pada stadium lanjut diberikan Bisa menimbulkan
depresi tertentu, bersamaan dengan levodopa, mulai diberikan beberapa efek samping
antihistamin dalam dosis rendah
(difenhidramin)

Digunakan pada stadium awal untuk penyakit


Bisa menjadi tidak efektif
yg ringan
Amantadin setelah beberapa bulan
Pada stadium lanjut diberikan untuk
digunakan sendiri
meningkatkan efek levodopa
Fenomena On-Off
 Terapi medikamentosa  Memperbaiki kualitas
hidup sebagian besar penderita Parkinson
 Efek fluktuasi motorik  fenomena on-off
 Saat on , penderita dapat bergerak dengan mudah,
terdapat perbaikan pada gejala tremor dan
kekakuannya
 Saat off , penderita sangat sulit bergerak, tremor dan
kekakuan tubuh ↑
 Wearing off  Periode off yang muncul sejak awal
pemberian levodopa dan tak dapat diatasi dengan
meningkatkan dosis
 Pemakai lama levodopa  gejala diskinesia.
Pembedahan

Deep Brain
Terapi ablasi
Stimulation Transplantasi
lesi di otak
(DBS)
Non Farmakologik

Edukasi Terapi rehabilitasi


• Pasien serta keluarga diberikan pemahaman • Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk
mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meningkatkan kualitas hidup penderita dan
meminum obat teratur dan menghindari jatuh. menghambat bertambah beratnya gejala
penyakit
• Mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur
tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL),
dan Perubahan psikologik.
• Latihan yang diperlukan penderita parkinson
meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan
psikoterapi
PROGNOSIS
 Obat-obatan  hanya menekan gejala-gejala parkinson
 Sekali terkena parkinson  seumur hidup
 Tanpa perawatan  progress hingga terjadi total
disabilitas dan dapat disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general  kematian
 Penyakit Parkinson tidak dianggap sebagai penyakit
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu.
 Harapan hidup umumnya lebih rendah dibandingkan
yang tidak menderita Parkinson.
 Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien
dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai