Anda di halaman 1dari 33

FRAKTUR MAKSILA

Pembimbing:
dr. Muhamad bima mandraguna Sp.THT-KL
dr. Aditya arifianto SP.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RSUD KARAWANG
Periode 1 Oktober- 2 November 2018
Keluhan utama Keluhan tambahan

• Nyeri wajah • Sakit kepala


wajah bangian
belakang
• Mual dan
muntah
7 Oktober 2018 7 Oktober 2018 8 Oktober 2018

• Pasien datang • Saat di IGD • Di ruangan


ke IGD RSUD
Karawang pasien rawat inap
diantar oleh mengeluh pasien
warga setelah
kecelakaan nyeri bagian mengeluh
motor. Saat wajah, sakit nyeri bagian
kecelakaan
pasien tidak kepala, mual, wajah, nyeri
memakai helm dan muntah saat
dan pasien
tidak ingat saat sebanyak 2x membuka
kejadian mulut dan
mengunyah
makanan
• Riwayat Penyakit Dahulu
-

• Riwayat Penyakit Keluarga


-

• Riwayat Alergi
Pasien menyangkal ada riwayat alergi pada makanan, obat, atau debu

• Riwayat Pengobatan
-
• Riwayat Trauma
-
 Kesadaran : Compos mentis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Tekanan darah : 110/60mmHg
 Nadi : 76x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,7

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
 Kepala : Normosefali, CA -/- , SI -/-,
edema mata +/+, nyeri tekan wajah (+),
terdapat luka robek pada bibir atas, terdapat luka
Lecet sekitar dahi
 Thoraks : SNV +/+ , Wh -/- , Rh +/-, BJ I&II
reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Defans muskular (-), nyeri tekan (-)
, BU (+), tidak terdapat benjolan di lipat paha
 Ekstremitas : Akral hangat, Oedem (-)
 Genital : normal
 Telinga dan hidung dalam batas normal
 KGB dalam batas normal
Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan Dextra Sinistra

Keadaan luar Bentuk Normal Normal


Massa - -

Rhinoskopi Anterior Mukosa Nasi Hiperemis (+) Hiperemis(+)


Sekret - -
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Konka inferior - -
Konka Media Sulit dinilai Sulit dinilai
Polip (-) (-)

Rinoskopi Posterior Mukosa


Konka
Sekret
Fossa Tidak Tidak
Rossenmuller Dilakukan Dilakukan
Muara Tuba
Eustachius
Tonus Tobarius
Pemeriksaan telinga
Telinga kanan Telinga kiri

Auriculae
 Bentuk Normotia Normotia
 Infeksi (-) (-)
 Trauma (-) (-)
 Tumor (-) (-)
 Nyeri tekan (-) (-)

Pre-Auriculae
 Fistel (-) (-)
 Abses (-) (-)
 Sikatrik (-) (-)
 Nyeri tekan (-) (-)

Retro auriculae
 Edema (-) (-)
 Abses (-) (-)
 Fistel (-) (-)
 Sikatrik (-) (-)
 Nyeri tekan (-) (-)
• Maksilofasial
Inspeksi : Edema pada wajah (+), parese N.I-XIII(-),
luka (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi (+)

• Tes penciuman
• Kanan : Tidak dilakukan
• Kiri : Tidak dilakukan

• Transiluminasi
– Sinus maksilaris : Tidak dilakukan
– Sinus frontalis : Tidak dilakukan
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
L
Hematologi
a Hematologi rutin

b 7 Leukosit 14,67 ribu/μL 3.6-11 ribu


Eritrosit 4,46 juta/ μL 3.8-5.2
o O
Hemoglobin 12,2 g/dL 11.7-15.5
r k Hematocrit 38 % 35-47
2
a t Trombosit 246 ribu/ μL 150-440
0 MCV 85 fL 80-100
t o
1 MCH 27 pg 26-34
o b MCHC 32 g/dL 32-36
8
r e RDW 13,8 % <14.0
Kimia
i r
Ureum 23,6 15-50
u Kreatinin 0,82 0,6-1,1
m
Pasien datang ke IGD RSUD Karawang diantar oleh warga
Setelah kecelakaan motor. Saat kecelakaan pasien tidak memakai helm
dan pasien tidak ingat saat kejadian. pasien mengeluh nyeri bagian
wajah, Nyeri saat membuka mulut, sakit kepala, mual, dan muntah
sebanyak 2x. Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya,
ataupun penyakit dahulu .

Pada pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, pada


sekitar keduamata dan wajah terdapat edema, pada regio maksilofasial
nyeri tekan (+), krepitasi (+). Terdapat luka robek pada bagian bibir
atas, dan luka lecet pada dahi. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium didapatkan leukositosis (11.210),
• PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT - Scan

• TERAPI
Medikamentosa :
• Ceftriaxone 2x1gr
• Ketorolac 3x30mg
• Ranitidine 2x50mg
• PROGNOSIS :
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam: dubia ad bonam
• Tulang- tulang pembe
ntuk wajah terdiri dari
dua os nasale, dua os
lacrimale, dua maxilla,
dua os zygomaticum,
mandibula, dua os
palatinum, dua concha
nasalis inferior, dan vo
mer
• Anatomi maksila
Fraktur adalah Fraktur maksilofasial
adalah

• hilang atau • fraktur yang terjadi


putusnya pada tulang-tulang
kontinuitas wajah yaitu tulang
jaringan keras frontal, temporal,
tubuh. orbitozigomatikus,
nasal, maksila dan
mandibula.
Terjadinya fraktur pada daerah 1/3 tengah wajah

• adalah karena yang hebat, tetapi kebanyakan oleh oleh karena


kecelakaan lalu lintas.

Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan

• karena tindak kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan lalu


lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau diakibatkan oleh
hal yang bersifat patologis yang dapat menyebabkan
rapuhnya bagian tulang

Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat

• kecelakan kendaraan bermotor, terjatuh, kekerasan, dan akibat


trauma benda tumpul lainnya.
• Klasifikasi fraktur maksila
Fraktur maxilla dibagi menjadi tiga jenis
oleh Le Fort menjadi Le Fort I, II, dan III.

I II III
Pada fraktur lefort tipe satu alveolus, bagian yg menahan gigi pada
rahang atas terputus, dan mungkin jatuh ke dalam gigi bawah.
Ketidaksetabilan terjadi jika dilakukan pemeriksaan fisik pada hidung
dan gigi incisivus. Garis Fraktur berjalan dari sepanjang maksila bagian
bawah sampai dengan bawah rongga hidung. Disebut juga dengan
fraktur “guerin”.

Kerusakan yang mungkin :

• Prosesus arteroralis
• Bagian dari sinus maksilaris
• Palatum durum
• Bagian bawah lamina pterigoid

Le Fort I
Pada tipe dua terdapat ketidakstabilan setinggi os. Nasal.

Garis fraktur melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis,


dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyeberang ke bagian atas dari sinus
maksilaris juga kea rah lamina pterogoid sampai ke fossa pterigo palatine.
Disebut juga fraktur “pyramid”.

Fraktur ini dapat merusak system lakrimalis, karena sangat mudah


digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai “floating maxilla (maksila
yang melayang) ”

Le Fort II
Pada tipe tiga, fraktur dengan disfungsi kraniofacial komplit.

Tipe fraktur ini mungkin kombinasi dan dapat terjadi pada satu sisi atau dua sisi.

Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui
fissure orbitalis superior melintang kea rah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatikum
frontal dan sutura temporo-zigomatikum. Disebut juga sebaga “cranio-facial disjunction”.

Merupakan fraktur yang memisahkan secara lengkap sutura tulang dan tulang cranial.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur ini adalah keluarnya cairan otak melalui atap
ethmoid dan lamina cribiformis.

Le Fort III
Gejala klinis fraktur maksila

– berupa nyeri – nyeri ketika mengu


– bengkak terutama nyah
pada jaringan perio – Krepitasi
rbita – deformitas,
– hematom periorbita – floating maxilla
– maloklusi – epistaksis
– laserasi intraoral – rinore
Diagnosis
 Anamnesis
Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
• Bagaimana mekanisme cedera?
• Apakah pasien kehilangan kesadaran ?
• Apakah ada gangguan penglihatan, pandangan kabur, nyeri, ada
perubahan gerakan mata?
• Apakah pasien memiliki kesulitan bernafas melalui hidung ?
• Apakah pasien memiliki manifestasi berdarah seperti keluar
darah dari hidung ?
• Apakah pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup
mulut?
• Apakah pasien ada merasakan seperti kedudukan gigi tidak
normal ?
• Inspeksi : Lecet, bengkak, jaringan hilang, luka, dan per
darahan, dan periksa luka terbuka untuk memastikan ad
anya benda asing seperti pasir, batu kerikil
• Palpasi : Krepitasi, nyeri tekan
• Periksa mata untuk memastikan benda asing, adanya
laserasi, edema
• Periksa hidung meraba fraktur dan krepitasi
• Periksa septum hidung untuk hematoma, laserasi,
fraktur, atau dislokasi
• Periksa lidah dan mencari luka intraoral, bengkak.
Secara Bimanual meraba mandibula, dan memeriksa
tanda-tanda krepitasi atau mobilitas.

Pemeriksaan Fisik
Penatalaksanaan
• Medikamentosa bertujuan untuk mengurangi morbiditas pada pasien,
dengan pemberian analgetik, antibiotik, dan antiemetik.
• Prinsip penanganan fraktur maksila sama dengan penanganan fraktur
yang lain yaitu reposisi, fiksasi, imobilisasi dan rehabilitasi
• Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan
kesegarisan tulang.
• Dapat dicapai yang manipulasi tertutup atau redu
ksi terbuka progesi.
• Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimo
val untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesegarisan normal atau d
engan traksi mekanis.
• Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal
yang digunakan itu mempertahankan dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat.

Reduction: reposisi
Retention: fiksasi dan imobilisasi
• Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen
• Pada prinsipnya fiksasi dapat berupa alat yang rigd, semi-rigid,
atau non-rigid dimana penempatannya dapat internal maupun
eksternal.

Rehabilitation
• Mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.
Penatalaksaan fraktur mengacu kepada
empat tujuan utama, yaitu:

• Mengurangi rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi o


bat penghilang rasa nyeri
• Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal se
dangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiks
asi yang bersifat sementara saja.
• Membuat tulang kembali menyatu. Tulang yang fraktur akan
mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
• Mengembalikan fungsi seperti semula. Imobilisasi dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan
pada sendi. Maka utntuk mencegah hal tersebut diperlukan
upaya imobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai