Anda di halaman 1dari 28

ASKEP GAGAL NAFAS

FAISAL FIRNANDA
POPY MERSILU
RISKA NADIA ULFA
 Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001).
 Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen
kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2002)
Menurut Price (2005) gagal nafas terbagi menjadi dua :
 Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien
yang parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul.
 Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara)
Menurut Subekti (2011) dan Rab (2008), gagal nafas terbagi menjadi , yaitu :
 Gagal Nafas Hipoksemia / Tipe 1
Dengan karakteristik PaO2 kurang dari 60 mm Hg dengan PaCO2 normal atau
rendah. penyakit paru akut secara umum meliputi pengisian cairan atau kolap
unit alveolar
Hipoksemia
Terjadi pada penyakit cardiogenic atau noncardigenic pulmonary edema (ARDS)
, pneumonia, dan pulmonary hemorrhage
 Gagal Nafas Hiperkapnia / Tipe II
Ditandai dengan PaCO2 lebih dari 50 mm Hg.
Hiperkapnia
Sering kali disertai dengan hipoksemia
Terjadi pada drug overdose, neuromuscular disease, chest wall abnormalities,
dan severe airway disorders [COPD].
Etiologi dari gagal nafas :
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Kelainan usaha nafas
3. Gangguan pada paru-paru
Menurut Price (2005), berikut adalah penyebab gagal nafas
: :1. Gangguan ekstrinsik paru B. Gangguan neuromuscular
A. Penekanan pusat  Cedera medulla servikalis
pernapasan  Sindrom Guilain-Baree
 Overdosis obat (sedative,  Sklerosis amiotrofik lateral
narkotik)  Miastenia gravis
 Trauma serebral atau infark
 Distrofi muskular
 Poliomielitis bulbar
 Ensefalitis
C. Gangguan Pleura dan 2. Gangguan Intrinsik Paru
dinding dada a. Gangguan obstruktif
 Cedera dada (flail chest, difus
fraktur tulang iga)  Emfisema, bronkitis
 Pneumothorak kronik
 Efusi Pleura  Asma
 Kifoskoliosis  Fibrosis kistik
 Obesitas
b. Gangguan retrisik paru C. Gangguan pembuluh darah
 Fibrosis interstitial karena paru :
berbagai sebab  Emboli paru
 Sarkoidosis  Emfisema berat
 Edema paru
 Ateletaksis
 Pneumonia konsolidasi
Gagal nafas terbagi menjadi dua jenis yaitu gagal nafas tipe I
atau yang sering disebut sebagai hypoxemia dan gagal nafas
tipe II atau yang sering disebut hypercapnia. Kedua tipe gagal
nafas yaitu Tipe 1 (hypoxemia) dan Tipe II (hiperkapnia) ini
akan menyebabkan gagalnya pertukaran oksigen dalam darah
sehingga tubuh kekurangan oksigen.
Gangguan yang mungkin menyebkan teradinya hypoxemia dapat
diakibatkan oleh :
1. fIO2 rendah
2. Gangguan difusi
3. Hypoventilasi
4. Shunting
5. V/Q mismatch
Diagnosa pasti gagal nafas adalah dari pemeriksaan analisa gas
darah teteapi sering diagnoa sudah dapat ditegakkan dengan
pmeriksaan klinis saja, yaitu :
 Apneu
 Sianosis
 Perubahan pola nafas
 Analisa gas darah :
PaO2 < 60 mmHg
PaCo2 > 50 mmHg
 Foto thorax
 Airway management
 Koreksi Hipoksemia
 Berikan O2 via nasal cannula, facemask, non-
rebreathing mask, lakukan intubasi dan gunakan mechanical
ventilation bila perlu untuk memberikan O2 yang adekuat ke
jaringan
 Pertahankan PaO2 > 60 mmHg, arterial SaO2 > 90%
 Koreksi Hiperkapnia
 Penggunaan ventilasi mekanik
 Obati penyakit yang melatarbelakangi gagal nafas
1. Anamnesis
a. Gejala
 Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut dan hidung tidak dapat didengar/dirasakan. Pada gerakan nafas spontan
terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga, tidak ada pengembangan dada pada inspirasi dan adanya
kesulitan inflasi paru.
 Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan seperti snoring dan whizing dan ada retraksi dada
 Hiperkapni
 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2 meningkat
 Hipoksemia
 Hipoksemia yaitu
 Kekurangan energi/kelelahan, insomnia
 Kehilangan selera makan, mual
A. Inspeksi B. Palpasi
 Penggunaan otot bantu nafas  Ekstremitas hangat
(retraksi interkostal atau
 peningkatan fremitus
substernal)
(getar vibrasi pada dinding
 Terkadang tidak terlihat
dada dengan palpitasi)
pengembangan dada
 Polycythemia
 Papiledema
 Dispnea
 Takipnea (paling sering)
 Cyanosis
 Sputum sedikit berbusa
C. Perkusi D. Auskultasi
 Bunyi pekak di atas area  Pada awal normal namun
konsolidasi lemah
 Takikardia  Pada penyakit tertentu
 Arrhythmia terdengar suara wheezing
 Ronki
 Snoring
 Crakles
 Pemerikasan Lab Darah Lengkap
 spirometri
 Analisa Gas Darah
 Pemeriksaan Mikrobiologi sputum
 Pemeriksaan Rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit
yang tidak diketahui, terlihat gambaran akumulasi
udara/cairan
 EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan (Disritmia)
 Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan meningkatnya produksi mukus
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilation
mismatch dan intrapulmonary shunt.
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan
kesadaran
 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
pemasangan selang ETT (Endo Tracheal Tube)
Dx. 1
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
 Jalan nafas klien patent
 Klien dapat melakukan pengeluaran sekresi yang efektif
 Pada foto thoraks tak tampak gambaran infiltrat
INTERVENSI RASIONAL
a. Mobilisasi sekresi paru dengan cara hidrasi, a.Memudahkan dalam mengeluarkan sekresi.
humidikasi, fisioterapi dada dan postural drainage
b. Lakukan suctioning setiap 2-4 jam sekali atau bila b. Mengeluarkan sekret yang terakumulasi di jalan nafas,
seraya mencegah terjadinya trauma jalan nafas, mencegah
perlu sesuai indikasi
hipoksia dan mengurangi risiko infeksi paru
c.Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan c. Ekspansi dada terbatas atau tak simetris sehubungan
adanya peningkatan fremitus dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi
d. Catat karakteristik bunyi napas lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat
e.Catat karakteristik dan produksi sputum meningkatkan fremitus.
f. Pertahankan posisi tubuh/kepala dengan tepat. d. Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui
g. Observasi status respirasi : frekuensi, kedalaman trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan,
nafas, reguralitas, adanya dipsneui. mukus, atau obstruksi aliran udara lain.
e. Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada
h. Berikan ok.sigen yang lembab, cairan intravena
penyebab/etiologi gagal pernafasan. Sputum bila ada
yang adekuat sesuai kemampuan pasien mungkin banyak, kental, berdarah, dan /atau purulen
i. Berikan terapi nebulizer dengan obat mukolitik, f. Mempertahankan kepatenan jalan napas
bronkodilator sesuai indikasi g. Mengevaluasi keefektifan fungsi respirasi
j.Bantu dengan/berikan fisioterapi dada, perkusi h. Kelembaban mengurangi akumulasi sekret dan
dada/vibrasi sesuai indikasi. meningkatkan transport oksigen
i. Pengobatan dibuat untuk meningkatkan ventilasi/
bronkodilatasi/ kelembaban dengan kuat pada alveoli dan
untuk menghancurkan mucous/ sekret
J, Meningkatkan ventilasi pada semua segmenparu dan
membantu drainase sekret
Dx. 2
Kriteria Hasil :
• Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
• Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
• Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
•tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
•Tanda tanda vital dalam rentang normal
Intervernsi Rasional

a. Observasi status pernafasan secara periodik : RR a. Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk
(frekuensi nafas), suara nafas, keteraturan nafas, hipoksemia. Suara nafas bersih (clear lung)
kedalaman nafas, penggunaan otot bantu nafas, menjamin tidak adanya retensi sekret yang
ekspansi dada dan kesimetrisan gerak dada. mempengaruhi proses pernafasan. Peningkatan
b. Monitor tanda-tanda hipoksia. Pantau SaO2 , upaya pernafasan / penggunaan otot bantu nafas
pantau adanya kemungkinan pasien tampak sesak, dapat menunjukkan derajat hipoksemia. Ekspansi
sianosis. dada dan kesimetrisan gerak dada menjamin adanya
c. Pantau HR / denyut nadi. Catat kemungkinan ventilasi adekuat pada kedua paru.
perubahan irama jantung b. Penurunan saturasi oksigen bermakna (desaturasi
d.Observasi tingkat kesadaran pasien. 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis
Adakah apatis, gelisah, bingung, somnolen. sentral dari “organ” hangat contoh lidah, bibir, dan
e. Cek AGDA setiap 10 – 30 menit setelah daun telinga adalah paling indikatif dari hipoksemia
perubahan setting ventilator sistemik.Sianosis perifer kuku/ ekstremitas
f. Monitor hasil AGDA selama periode sehubungan dengan vasokonstriksi.
penyapihan / weaning ventilator\ c. Hipoksemia dapat menyebabkan mudah
g. Berikan obat sesuai indikasi. Contoh steroid, terangsang pada miokardium, meningkatkan
antibiotik, bronkodilator, ekspentoran. HR, menghasilkan berbagai distritmia.
d. Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksia
jaringan otak, hipoksemia dan/atau asidosis
e. Mengevaluasi kemampuan fungsi respirasi pasien
terhadap perubahan setting ventilator
Dx.3
Tujuan : Selama menjalani proses perawatan, kebutuhan ADL
(activity daily living) terpenuhi
Kriteria hasil :
Semua anggota badan pasien tampak bersih, daki (-), sekret (-)
Intervensi Rasional

•Bantu ADL pasien : mandi, oral •Memenuhi kebutuhan dasar / ADL


hygiene, toileting, berpakaian, pasien dan mengurangi konsumsi
oksigen untuk aktivitas
makan, minum, perubahan posisi
• Mengetahui kemampuan minimal
•Berikan rangsangan pada pasien pasien dalam memenuhi kebutuhan
agar pasien mampu melakukan dirinya
tindakan minimal untuk dirinya
• Pasien ikut bertanggung jawab
terhadap kesehatan dirinya dan untuk
•Libatkan pasien dalam
merangsang peningkatan kemampuan
perubahan posisi dan pemenuhan pasien dalam memenuhi ADL
ADL sesuai kemampuan pasien

•Kolaborasi dengan tim •Mencegah kontraktur, memperbaiki


rehabilitasi dalam memberikan sirkulasi ke jaringan perifer dan
mencegah kemungkinan timbul
Dx. 4
Tujuan : klien mampu berkomunikasi secara efektif
Kriteria hasil :
 klien mampu menggunakan alat komunikasi alternatif
 klien mampu mengutarakan maksud/keinginannya
Intervensi Rasional

• Evaluasi kemampuan klien untuk berkomunikasi Klien mungkin mampu berkomunikasi


dengan orang lain dengan cara yang lain menggunakan bahasa isarat atau menulis

•Ajarkan pada pasien untuk menggunakan alat Sebagai sarana alternatif bagi pasien untuk
komunikasi alternatif, contoh tulisan, gambar, mengutarakan keinginannya. Kemampuan
gesture berkomunikasi bisa mengurangi kecemasan.

•Gunakan kalimat tanya yang membutuhkan Memudahkan bagi pasien untuk berkomunikasi
jawaban tertutup (ya/tidak) saat berkomunikasi secara lugas dan dapat mengurangi upaya energi
dengan pasien ekstra untuk berkomunikasi

• Klarifikasi setiap tulisan / pernyataan pasien Memastikan bahwa pesan dari pasien dapat
menggunakan pertanyaan tertutup diterima dengan benar sesuai maksud / keinginan
pasien
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai