Anda di halaman 1dari 58

.

Ekonomi dalam hal ini diartikan


sebagai usaha manusia untuk
memuaskan kebutuhannya
dengan jalan memproduksi,
mendistribusikan dan kemudian
mengkonsumsikan barang-barang
dan jasa-jasa.
Dengan demikian semua masyarakat, baik
yang modern maupun masyarakat yang
tradisional (primitif) mengenal ekonomi sesuai
tingkat perkembangannya dan pandangan
hidupnya masing-masing. Ekonomi dalam
pengertian demikian ini disebut ekonomi
substantif. Jadi kita mengenal Ekonomi
Tertutup, Ekonomi Pertukaran, Ekonomi
Bebas, Ekonomi Sentral dan sebagainya.
Banyak hal-hal dari faktor ekonomi ini yang
mempengaruhi sistem administrasi Negara
Indonesia. Yang pertama-tama pertu dipelajari
ialah bahwa landasan ekonomi Indonesia
bukanlan ekonomi bebas seperti di Amerika
Serikat, dimana ekonomi bebas seperti di
Amerika Serikat, dikendalikan oleh harga-harga
yang terbentuk secara bebas di pasar, dan juga
bukan ekonomi etatisme, dimana ekonomi
dikendalikan sepenuhnya oleh penguasa melalui
pelbagai peraturan dan kebijakan.
Ekonomi Indonesia dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila
yang berpangkal tolak pada azas kekeluargaan dan
kegotong royongan. Penjabaran lebih lanjut termuat
dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (1) ; Cabang-
cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara, ayat (2). Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Dari ketentuan psl 33 UUD 1945 tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa dasar ekonomi kita ialah :
usaha-usaha Koperasi, usaha-usaha Pemerintah dan
usaha-usaha Swasta. Wajah ekonomi seperti ini tidak
mendasarkan diri pada swasta yang berusaha dengan
bebas dimana Pemerintah sedapat mungkin tidak
campur tangan atau membatasi diri pada campur
tangan yang seminimal mungkin; juga tidak
mendasarkan diri pada pihak Pemerintah saja dimana
Pemerintah menentukan sepenuhnya apa yang akan
diproduksi dan apa saja yang akan dikonsumsikan spt
dalam ekonomi sentral yang direncanakan sepenuhnya
(fully planned economy). Ekonomi Indonesia
didasarkan atas keseimbangan antara sektor koperasi,
swasta dan Pemerintah dalam rangka menciptakan
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
• Yang kedua, bahwa ekonomi Indonesia tergolong
ekonomi yang sedang berkembang dengan kegiatan
sebagian besar pada sektor pertanian dengan
penduduk padat dan oleh karenanya belum mencapai
tingkat produktivitas yang tinggi.
• Yang ketiga, bahwa pembangunan Nasional
sekarang ini titik beratnya adalah pembangunan
ekonomi, dilaksanakan secara bertahap dan
berencana. Untuk pembangunan ini diperlukan
“investasi dalam jumlah yang besar, yang
pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan
sendiri, sedangkan bantuan luar Negeri
merupakan pelengkap”.
• Yang keempat, bahwa dalam pelaksanaan Pelita
III dilanjutkan kebijakan pembangunan yang
berlandaskan pada Trilogi Pembangunan ialah :
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas
Nasional yang sehat dan dinamis. Dalam rangka
mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
diciptakan delapan jalur pemerataan, yaitu : pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya
pangan, sandang dan perumahan, pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan,
pemerataan pembagian pendapatan, pemerataan
kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha,
pemeratan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita,
pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah
tanah air, pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
a. Pengaruh faktor ekonomi terhadap
administrasi Negara.
Pengaruh faktor ekonomi terhadap administrasi
Negara,baik langsung maupun tidak langsung. Dibawah
ini akan dicoba untuk menunjukkan beberapa
pengaruh faktor ekonomi terhadap administrasi
Negara.
1). Telah dikemukakan diatas bahwa ekonomi
Indonesia tidak berdasarkan ekonomi pasar atau
ekonomi bebas seperti di Amerika Serikat, tidak pula
berdasarkan ekonomi sentral yang bercorak etatisme
seperti di Negara-negara Komunis, melainkan
berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang telah terjabar
dalam psl 33 UUD 1945.
Landasan ekonomi yang demikian mempunyai dampak
terhadap administrasi Negara, yaitu bahwa dalam
rangka mewujudkan “usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan” atau secara tegas disebut sebagai
usaha koperasi, maka Pemerintah sejak semula sudah
mempersiapkan seperangkat administrasi Negara
untuk membina koperasi. Unit administrasi Negara
yang membina koperasi ini juga mengalami pasang
surut, semula hanya sebagai suatu jawatan yang
tergabung dalam satu Departemen, kemudian
bersama-sama dengan transimigrasi dan pembangunan
masyarakat desa ditingkatkan menjadi
Departemen Transimigrasi, Koperasi dan
Pembangunan Masyarakat Desa. Pada kabinet
Presidensial I setelah kembali ke UUD 1945,
pernah digabungkan pada Departemen Dalam
Negeri, kemudian dipersatukan dengan ketenaga
kerjaan dan transimigrasi tergabung dalam
Departemen Tenaga Kerja, Transimigrasi dan
Koperasi (Depnakertranskop) pada Kabinet
Pembangunan II dan pada Kabinet Pembangunan
III bersama-sama perdagangan dimasukkan
kedalam Departemen Perdagangan dan Koperasi.
2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara, mengharuskan partisipasi Pemerintah
yang mewakili Negara untuk aktif berusaha dibidang
ekonomi. Hal ini mengejawantah pada wujud
perusahaan-perusahaan Negara atau “public
enterprices” yang berada dibawah berbagai
Departemen, misalnya Perusahaan Listrik Negara
(PLN), Pertamina dan sebagainya bernaung dibawah
Departemen Pertambangan dan Energi, PJKA,
Perusahaan Umum Telekomunikasi, Perusahaan
Penerbangan GIA bernaung dibawah Depatemen
Perhubungan.
Untuk mengelola perusahaan-perusahaan tersebut
jelas diperlukan perangkat administrasi Negara,
walaupun mungkin dalam beberapa hal bekerjanya
berpegang pada prinsip-prinsip administrasi Niaga (
business administration). Kesemuanya ini harus
dihubungkan dengan usaha mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Sistem administrasi
Negara seperti ini tidak akan terwujud apabila landasan
ekonomi suatu bangsa adalah ekonomi bebas, misalnya
seperti di Amerika Serikat, dimana campur tangan
Pemerintah yang terlalu mendalam apalagi sampai
membentuk perusahaan-perusahaan Negara dianggap
sebagai tabu (pantangan).
3). Di samping itu dalam ekonomi Indonesia masih
terdapat kesempatan yang luas bagi swasta untuk
berusaha, juga dibidang penanaman modal bahkan
swasta asingpun mendapatkan kesempatan, hanya saja
dengan bimbingan dan pengendalian dari pihak
Pemerintah. Untuk keperluan ini tentu diperlukan
seperangkat administrasi Negara, misalnya untuk
mengatur distribusi bahan-bahan kebutuhan pokok
agar merata ke segala lapisan masyarakat, untuk
mengendalikan harga-harga, untuk mengatur lalu lintas
devisa, dan lain sebagainya, terlalu banyak untuk
disebut satu persatu.
4). Di atas telah dikemukakan bahwa ekonomi
kita sedang berkembang dan belum mampu
menciptakan taraf hidup rakyat yang tinggi.
Keadaan yang demikian ini tentu belum
memungkinkan Pemerintah memungut dana
(pajak, cukai dsbnya) yang cukup besar untuk
membiayai operasional-operasional administrasi
Negara, baik untuk pengadaan perlengkapan
maupun untuk penggajian pegawai, akibatnya
penyediaan perlengkapan belum memenuhi
standar kebutuhan minimal.
5). Pada sisi yang lain terlihat bahwa pada umumnya gaji
pegawai belum dapat mendatangkan kehidupan yang layak
pada pegawai (public servant). Seperti telah diuraikan pada
pembahasan faktor politik. Bahwa Pemerintah telah
berusaha beberapa kali memperbaiki penghasilan pegawai
negeri dan gaji pegawai telah ditingkatkan 10 kali lipat
untuk pegawai golongan I dan kurang lebih 8 kali lipat
untuk pegawai golongan IV dibandingkan gaji pegawai
sebelumnya. Karena gaji pegawai Negeri sebagai penggerak
“mesin” administrasi Negara relatif rendah, apalagi
sebelumnya mendorong mereka untuk melakukan
perbuatan-perbuatan kurang terpuji, disiplin rendah,
penyalah gunaan kekuasaan, komersialisasi jabatan, dan
bahkan sampai ketingkat korupsi.
6). Pembangunan Nasional yang dilaksanakan
secara bertahap dan berencana diperlukan suatu
Badan Perencana yang diperlengkapi dengan
seperangkat administrasi Negara. Sudah sejak
zaman Orde Lama dikandung maksud untuk
melaksanakan pembangunan secara bertahap
dan berencana. Untuk mewujudkan maksud
tersebut dibentuklah Dewan Perancang Nasional
yang diketuai oleh Prof Muhammad Yamin yang
dilantik tgl 15 Agustus 1959.
Produk Depernas adalah rencana Pembangunan
Nasional Berencana, yang tahapan pertamanya
meliputi tahun 1961-1969. Pada zaman Orde
Baru ide tersebut dilanjutkan, dimana fungsi
Depernas dijalankan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diketuai
oleh Prof Widjoyo Nitisastro dan tahapan
pembangunannya diganti menjadi lima tahunan
(Rencana Pembangunan Lima Tahun = REPELITA).
Pada perkembangan selanjutnya pembangunan
Nasional harus ditunjang oleh pembangunan Daerah,
yang harus diciptakan hubungan yang bersifat
komplementer antara pembangunan Nasional dan
pembangunan Daerah. Untuk keperluan ini pada
tingkat Propinsi Daerah Tingkat I perlu juga dibentuk
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
yang pembentukannya direalisir dengan Keppres No.
15 tahun 1974, yang kemudian disempurnakan dengan
Keppres No. 27 tahun 1980 untuk pembentukan
Bappeda pada Daerah-daerah Tingkat II.
7). Dalam rangka pembangunan Nasional diperlukan
investasi (penanaman) modal yang cukup besar baik
oleh Pemerintah sendiri maupun oleh pihak swasta.
Penanaman modal tersebut tidak terbatas pada swasta
domestik saja, tetapi juga penanaman modal asing.
Agar penanaman modal tersebut dapat dibina dan
diarahkan sehingga bermamfaat dalam pembangunan
Nasional mula-mula pada tingkat kabinet dibentuk
Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing. Pada
tahun 1968 Badan ini ditiadakan dan sebagai gantinya
ditentukanlah Panitia Teknis Penanaman Modal.
Panitia ini bertugas meneliti dan menilai syarat-syarat
permintaan izin penanaman modal baik asing maupun
dalam negeri, memberikan pertimbangan dan saran
kepada Pemerintah serta melakukan langkah-langkah
teknis yang perlu untuk meningkatkan pelaksanaan
penanaman modal. Dalam rangka peningkatan
pembinaan dan pengarahan penanaman modal maka
berdasarka Keppres No 53 tahun 1977 dibentuklah
Badan Koordinasi Penanaman Modal di tingkat pusat
dibentuklah Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) di tingkat pusat dan Keppres No 26 tahun 1980
ditiap Daerah Tingkat I dibentuk Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah (BKPMD).
b. Pengaruh Administrasi Negara
terhadap Ekonomi.
Dalam mempelajari pengaruh administrasi
Negara terhadap ekonomi dapat dikemukakan
beberapa hal saja :
(1). Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara.
Pada zaman Orde Lama ditempuh kebijakan
APBN yang berorientasi kepada program kerja,
sehingga tanpa memperhatikan pendapatan
Negara secara real direncanakan pengeluaran
yang pada umumnya melampui batas
pendapatan Negara, guna melaksanakan program
pemerintah.
Dengan lain perkataan ditempuh kebijakan defisit
anggaran yang biasanya ditutup dengan meminta
uang muka kepada Bank Sentral, dimana
selanjutnya Bank Sentral mencetak uang baru.
Hal ini berarti menambah arus uang yang beredar
yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan
apabila tambahan arus uang itu ditanamkan pada
sektor-sektor produktif yang dalam waktu yang
tidak terlalu lama dapat menghasilkan barang-
barang dan jasa-jasa, sehingga arus uang yang
beredar diimbangi dengan arus barang-barang
dan jasa-jasa.
Tetapi kenyataannya tidak demikian,
pertambahan arus uang sebagian untuk
memenuhi kebutuhan pengeluaran konsumtif
seperti belanja barang, belanja pegawai dan yang
sebagian lagi untuk membiayai proyek-proyek
“mercu suar” atau proyek prestise, yang tidak
atau kurang menghasilkan barang-barang dan
jasa-jasa. Akibat lebih lanjut terjadilah inflasi yang
dapat dikatakan bersifat spiral yang dapat
memperlemah kegiatan kwiraswastaan dan tentu
saja menghambat perkembangan ekonomi
Nasional.
Dalam keadaan demikian terlalu sulit dilakukan
perhitungan-perhitungan pembiayaan karena nilai
uang selalu berubah setiap saat. Pada pokoknya
terjadilah “kekacauan ekonomi” khususnya laju inflasi
sudah tidak terkendalikan dan untuk mengatasinya
dilakukan devaluasi rupiah pada tahun 1965. Devaluasi
ini bersifat diskriminatif karena hanya dikenakan
terhadap pecahan tertentu, dimana pecahan Rp. 1000,-
. Rp. 5000,- dan Rp. 10.000,- diturunkan nilainya
masing-masing menjadi Rp. 1,-, Rp. 5,- dan Rp. 10,-
tindakan ini nyatanya kurang/tidak dapat menolong
keadaan ekonomi yang memang sudah parah.
Sebaliknya pada zaman Orde Baru, tegasnya pada
zaman Pemerintahan Soeharto ditempuh
kebijakan anggaran berimbang (balance budget
policy) yang ketat, dimana pengeluaran benar-
benar diperhitungkan sesuai pendapatan real
Negara. Setiap penambahan arus uang yang
beredar segera diikuti dengan arus barang-barang
dan jasa-jasa sehingga selalu diusahakan
keseimbangan antara uang yang beredar dengan
persediaan barang-barang dan jasa-jasa.
Dengan demikian inflasi dapat dikendalikan,
proyek-proyek dapat diperhitungkan
(dikalkulasikan) secara lebih mantap, para
wiraswasta mulai tertarik/terangsang untuk
berusaha, demikian seterusnya dari tahun
ketahun, setapak demi setapak
berkembanglah ekonomi Nasional kita.
(2). Kebijakan penanaman modal. Pada zaman
Orde Lama penanaman modal kurang mendapat
perhatian, lebih-lebih penanaman modal asing
sama sekali diluar pertimbangan untuk diikut
sertakan dalam pembangunan Nasional.
Akibatnya laju pembangunan kurang dapat
dirasakan, kalau tidak boleh dikatakan mengalami
stagnasi. Pada zaman Orde Baru dengan program
pembangunan Nasionalnya yang bertahap 5
tahunan memberikan kesempatan pada
penanaman modal dalam Negeri dengan
bimbingan dan pengarahan yang ketat oleh Pe-
merintah/administrasi Negara dalam hal ini
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Para penanam modal dirangsang dengan
kemudahan-kemudahan baik dalam prosedur
administratif, dalam pemasukan bahan-bahan
baku dari luar negeri maupun dalam bentuk masa
bebas pajak (tax holiday). Pelaksanaan program
pembangunan Nasional dengan menggerakkan
segala potensi Nasional dan dimana perlu dengan
penanaman modal asing sebagai pelengkap,
pembangunan berhasil meningkatkan taraf hidup
rakyat.
Indonesia dengan pendapatan perkapita pada tahun
1978 sebesar US.$360 masih termasuk kelompok
negara berpendapatan rendah, dibandingkan dengan
negara-negara berpendapatan sedang rata-rata
mencapai US.$ 1.250 dan negara-negara
berpendapatan tinggi rata-rata mencapai US.$6000
bahkan Swedia dan Swiss mencapai lebih dari
US.$10.000. Walaupun demikian dapatlah dinyatakan
bahwa pembangunan Nasional telah merangsang
pertumbuhan ekonomi, hanya saja belum mencapai
tingkat yang ideal, karena memang terdapat
keterbatasan-keterbatasan.
(3). Kebijakan proteksi (perlindungan).
Dengan diberikan perlindungan kepada usaha industri
Nasional dengan berbagai kebijakan bea impor dan
lain-lainnya, maka dapat dicegah terjadinya harga
barang-barang impor yang lebih murah dibandingkan
dengan barang-barang yang sama yang dihasilkan
didalam negeri. Dengan demikian hasil produksi dalam
negeri tetap mampu bersaing di pasaran dengan
barang-barang impor dan dengan sendirinya terjamin
kelangsungan hidup industri dalam negeri dan bahkan
dapat berkembang di kemudian hari.
(4). Kebijakan dibidang ekspor.
Seperti telah kita ketahui nilai ekspor kita terutama
berasal dari sektor minyak. Hal ini dianggap sangat
rawan, oleh karena apabila terjadi penurunan harga
atau terjadi pengurangan pembelian oleh negara-
negara langganan, hasil ekspor akan sangat
terpengaruh. Maka dilakukan usaha-usaha oleh
Pemerintah melalui administrasi Negara untuk
meningkatkan ekspor sektor non minyak. Dengan
demikian lambat laun terjadi perubahan-perubahan
mengenai struktur komoditi ekspor kita.
Demikianlah beberapa gambaran tentang
pengaruh kebijakan-kebijakan Pemerintah
yang diimplementasikan oleh Administrasi
Negara terhadap keadaan ekonomi Indonesia.
4. Sosial Budaya Indonesia.
Istilah sosial budaya merupakan kata majemuk
tersusun dari kata sosial dan budaya. Kata sosial
sendiri mempunyai cakupan arti yang luas, yaitu
menyangkut suatu kehidupan bersama manusia
(samen leving). Dengan demikian kata sosial ini
bersangkutan dengan kelompok-kelompok
manusia, bagaimana susunan kelompok,
perpindahan dari kelompok yang satu ke
kelompok yang lain, dasar-dasar penyusunan
kelompok dsbnya.
Demikian pula budaya, merupakan kata jadian
yang berasal dari kata budi, yang dimiliki oleh
manusia dan daya, yang kesemuanya bersumber
pada cipta, rasa, karsa dan karya, ternyata
mempunyai cakupan arti yang luas. Dengan
demikian kata budaya ini bersangkut paut dengan
segala macam karya manusia yang bersumber
pada cipta, rasa dan karsa yang berwujud
berbagai macam ilmu pengetahuan dan
teknologi, berbagai macam seni dan keindahan,
serta berbagai macam ukuran/nilai etika, moral
dan sebagainya.
Dari penjelasan diatas ternyata istilah sosial
budaya mempunyai cakupan arti yang sangat luas
karena mencakup seluruh kehidupan bersama
manusia dengan segala buah karyanya yang
meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti
ilmu pasti, alam, ilmu-ilmu sosial (politik,
ekonomi, sosiologi dan sebagainya) teknologi
pisik dan teknologi sosial; yang meliputi seni dan
keindahan, seperti seni tari, seni pahat, seni lukis,
seni suara dan sebagainya; yang meliputi ukuran
nilai etika dan moral seperti misalnya baik dan
buruk, benar dan salah dan sebagainya.
Kesemuanya ini mewarnai kehidupan bersama
manusia, bagaimana manusia mengelompokkan
dirinya, ukuran apa yang dipakai dalam
pengelompokan, bagaimana mereka
berhubungan satu sama lain dalam kelompok dan
diluar kelompok, bagaimana mereka berperilaku
(makan, tidur, bekerja) dan sebagainya. Demikian
luasnya cakupan arti istilah sosial budaya ini,
maka perlu dilakukan pembatasan untuk memilih
unsur-unsur mana yang mempengaruhi sistem
administrasi Negara Indonesia.
a. Pengaruh Sosbud terhadap
administrasi Negara
Pembahasan pengaruh faktor Sosbud terhadap
administrasi Negara Indonesai pada kesempatan
ini hanya akan disajikan beberapa hal saja :
(1). Tradisional versus modern. Negara Indonesia
tergolong negara yang sedang berkembang,
masyarakatnya sedang mengalami “transisi” dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat
modern (maju). Menurut Prof Rigg masyarakat
Indonesia dapat dimasukkan kedalam “prismatic
society” dengan ciri-ciri : heterogenitas, tindan
(overlapping) dan formalisme.
Sistem jatah dalam administrasi kepegawaian
dalam hubungannya dengan pengadaan,
penempatan, pendidikan dan sebagainya
masih sering dipertimbangkan sebagai
pengaruh dari adanya kelompok-kelompok
masyarakat atas dasar ikatan premordial
(kekeluargaan), sekalipun telah pula
ditetapkan suatu norma atau standar
penilaian yang berlaku secara umum dengan
prinsip “the right man in the right place”.
Upacara-upacara adat yang sering dilakukan
disertai dengan penanaman kepala kerbau
dalam rangka memulai kerja proyek dengan
harapan pekerjaan dapat berjalan lancar
tanpa halangan juga dapat dilihat sebagai
gejala tradisional, sekalipun untuk kelancaran
proyek tersebut sudah ada sarana-sarananya
seperti rencana kerja, dan lain sebagainya.
Formalisme dalam administrasi negara dapat dilihat
dalam lingkungan kerja sehari-hari, seperti misalnya
sekalipun telah ditetapkan secara formal bahwa jam
kerja mulai jam 07.00 sampai jam 14.00, tetapi yang
dijumpai dalam peraktik ialah pada umumnya mereka
baru datang jam 08.00 dan meninggalkan tempat kerja
lebih awal.
Sekalipun telah ada larangan untuk memungut biaya
berupa apapun dan berapapun dalam rangka
pemberian pelayanan tertentu, tetapi masih ada
terdengar adanya pungutan-pungutan bahkan diberi
predikat pungutan liar (pungli).
(2). Teknologi sosial dan fisik; proses modernisasi tersebut
diatas bersamaan dengan perkembangan teknologi
sosial dan fisik. Teknologi sendiri diartikan sebagai
pengetahuan untuk memamfaatkan daya cipta
manusia dalam usaha meningkatkan kesejahteraannya.
Teknologi fisik meliputi penemuan-penemuan ilmiah
dan teknik. Teknologi sosial meliputi penemuan-
penemuan dibidang sosial. Termasuk dalam teknologi
sosial ini ialah organisasi dan asosiasi manusia (sosial)
seperti misalnya organisasi dan asosiasi perusahaan,
buruh, kelompok kepentingan/kelompok penekan dan
regionalisme.
(3). Revolusi Komunikasi. Teknologi fisik terutama
dibidang alat-alat komunikasi jarak jauh telah
menembus isolasi daerah-daerah di Indonesia. Satelit
PALAPA dan alat-alat komunikasi lainnya telah
memungkinkan percepatan proses administrasi Negara
di Indonesia. Kebijakan-kebijakan administratif dapat
segera dikomunikasikan kepada semua jajaran
administrasi Negara disegala penjuru tanah air.
Demikian pula laporan-laporan dan umpan balik dapat
segera disampaikan kepada penentu kebijakan
administratif untuk mengambil langkah-langkah
selanjutnya.
b. Pengaruh Administrasi Negara
terhadap Sosial Budaya.
Pengaruh administrasi Negara terhadap Sosial Budaya
dapat ditelusuri melalui program-program
pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh
Pemerintah yang diimplementasikan oleh administrasi
Negara. Beberapa pengaruh dimaksud dapat
dikemukakan berikut ini :
(1). Program Modernisasi Desa. Program modernisasi
desa yang dilaksanakan oleh sementara Pemerintah
Daerah telah berhasil merubah pola berpikir, sikap dan
perilaku penduduk pedesaan.
Cara hidup penduduk pedesaan telah
berangsur-angsur berubah menuju ke arah
yang lebih baik, lebih rasional dan lebih sehat.
Kebiasaan membuat kandang ternak di dalam
rumah, berdekatan dengan tempat untuk
makan dan tidur telah berubah, yaitu dengan
menempatkan kandang ternak di luar rumah
karena cara ini lebih baik dan lebih sehat,
walaupun ada resiko ternaknya yang sangat
berharga itu dicuri orang.
Kebiasaan mandi disungai-sungai dan membuang
hajat disembarang tempat dan sebagainya telah
berubah dengan dibuatnya jamban keluarga,
karena dengan demikian dapat dicegah
mudahnya orang terserang penyakit.
(2). Program-program dibidang seni budaya.
Program-program pembangunan di bidang seni
budaya telah berhasil mengembangkan seni dan
budaya Nasional, terutama program-program
yang dilancarkan oleh Direktur Jendral
Kebudayaan , Departemen P dan K.
(3). Program di bidang pendidikan.
Program di bidang pendidikan yang
diimplementasikan oleh administrasi Negara
telah membuka kesempatan yang seluas-luasnya
bagi warga negara untuk memperoleh
pendidikan. Pendidikan formal mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai ketingkat pendidikan tinggi
telah dikembangkan sarana dan prasarananya,
sehingga mampu menunaikan fingsinya dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
(4). Program di bidang kesehatan dan keluarga
berencana.
Program di bidang kesehatan yang menghasilkan Pusat-
pusat pelayanan Kesehatan (PUSKESMAS) telah
merubah tingkat kesehatan penduduk, yang pada
gilirannya dapat menekan tingkat kematian.
(5). Program-program di bidang lainnya. Seperti program-
program yang dilancarkan oleh Departemen PU dan
Departemen Sosial dalam bentuk peningkatan
pelayanan sosial, Pemeliharaan orang-orang lanjut
usia, faki miskin dan anak-anak terlantar serta
peningkatan Panti-panti Asuhan.
5). Militer atau Pertahanan dan
Keamanan.
Telah dikemukakan diatas bahwa ideologi
Nasional Pancasila berpangkal tolak dari paham
kekeluargaan dan gotong royong. .Hal ini juga
mempunyai pengaruh terhadap kedudukan,
peranan dan fungsi militer atau pertahanan dan
keamanan di indonesia. Karena pengaruh
tersebut, yang jelas di Indonesia tidak dikenal
yang lazimnya disebut “civilian supremacy” baik
bersifat individual seperti di Negara-negara Barat
maupun bersifat kelompok, dalam hal ini seperti
partai di Negara-negara Komunis, juga tidak
dikenal apa yang disebut “military dictator ship”.
Militer di Indonesia mempunyai kedudukan,
peranan dan fungsi yang khas, sesuai dengan
jiwa dan semangat pengabdiannya, yaitu
mempunyai fungsi ganda atau dwi fungsi =
sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan
sebagai kekuatan sosial. Fungsi militer sebagai
kekuatan sosial diwujudkan dalam kekaryaan
ABRI, yaitu “pelaksanaan tugas-tugas oleh ABRI di
luar pertahanan keamanan dalam rangka
perjuangan Nasional untuk mewujudkan tujuan
Nasional sesuai dengan UUD 1945”.
a). Pengaruh Militer terhadap administrasi Negara.
Pengaruh militer terhadap administrasi Negara
dapat ditelusuri melalui dwifungsi ABRI dengan
sistem kekaryaannya di mana para karyawan ABRI
ditugaskan di luar Departemen HANKAM untuk
melaksanakan tugas dan fungsi lembaga-lembaga
di mana mereka ditugaskan. Dengan lain
perkataan para karyawan ABRI sampai tingkat
tertentu mampu mewarnai sistem administrasi
Negara kita. Dibawah ini dapat dikemukakan
beberapa contoh :
(1). Pemantapan prinsip-prinsip organisasi.
Telah diketahui bahwa pembagian lini dan staf
merupakan azas pembagian fungsi yang telah lama
dianut oleh militer, sehingga dikenal adanya fungsi lini
dan fungsi staf. Fungsi lini adalah fungsi yang
dijalankan oleh satuan-satuan operasional mulai dari
pemegang komando di Markas Besar sampai pada
satuan-satuan terkecil yang langsung berhadapan
dengan musuh dilapangan. Fungsi staf adalah fungsi-
fungsi yang dijalankan oleh satuan-satuan pendukung
yang membantu fungsi lini.
(2). Asisten Sekretaris Wilayah/Daerah; pada
tingkat administrasi Daerah (Propinsi Daerah
Tingkat I) telah berkembang struktur organisasi
Sekretariat Wilayah Daerah, dimana menurut
ketentuan terakhir terdapat jabatan Asisten
Sekwilda yang membidangi masalah-masalah
tertentu , Asisten I - Bidang Pemerintahan,
Asisten II - Bidang Ekonomi Pembangunan.
Asisten III - Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Asisten IV - Bidang Administrasi dan Umum.
(3). Tata Upacara dan lain-lain; sekalipun tidak
terlalu penting , ada baiknya dikemukakan disini
bahwa tata upacara militer (TUM) telah diterima
sebagai tata upacara pada umumnya
dilingkungan administrasi Negara. Ketepatan
waktu dan kehidmatan suasana telah menjadi
unsur penting untuk diperhatikan dalam tata
upacara. Singkatan-singkatan yang lazim
diketemukan di dalam administrasi militer mulai
berkembang di lingkungan administrasi Negara.
Pakaian-pakaian seragam dan tanda-tanda
tertentu bagi beberapa kelompok pegawai
dan mungkin masih ada yang lain-lainnya yang
serupa, kesemuanya itu dapat dipandang
sebagai pengaruh militer terhadap
administrasi Negara.
b). Pengaruh administrasi Negara
terhadap Militer/Hankam.
Pengaruh administrasi Negara terhadap Militer
(Hankam) paling tidak nampak dalam 2 hal.
Pertama, karena anggota militer sewaktu-waktu harus
siap ditugaskan di luar jajaran Departemen HANKAM,
maka mereka harus memiliki kualifikasi yang
sedemikian rupa sehingga cocok dengan tuntutan
persyaratan jabatan-jabatan di luar jajaran HANKAM.
Dalam kaitan yang demikian itulah, dapat dipahami
kiranya perubahan orientasi kurtkulum pada AKABRI,
dimana porsi pengetahuan teknis militer menjadi lebih
kecil dibandingkan dengan porsi pengetahuan non
militer (sosial politik, sosial ekonomi dan sosial
budaya).
Kedua, pelaksanaan SISHANKAMRATA
mengerahkan kekuatan rakyat. Rakyat perlu
dipersiapkan dengan latihan-latihan, diorganisir
dalam kelompok-kelompok yang sewaktu-waktu
dapat digerakkan untuk menghadapi tugas-tugas
nyata dalam Hankamrata. Pengaruh administrasi
Negara nampak di dalam penyiapan dan
pelaksanaan program-program pembinaan
kekuatan rakyat, sehingga rakyat selalu dalam
keadaan siap. Dengan cara demikian
SISHANKAMRATA dapat terwujud.
Demikianlah uraian mengenai pengaruh militer
(Hankam) terhadap administrasi Negara dan
sebaliknya. Dengan demikian menjadi lengkaplah
analisis secara makro, pengaruh faktor-faktor
ekologis terhadap administrasi Negara Indonesia,
yang meliputi faktor-faktor ekologis yang
beraspek alamiah yang mencakup TRIGATRA dan
faktor-faktor ekologis yang beraspek
kemasyarakatan yang mencakup PANCAGATRA.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai