sebagai usaha manusia untuk memuaskan kebutuhannya dengan jalan memproduksi, mendistribusikan dan kemudian mengkonsumsikan barang-barang dan jasa-jasa. Dengan demikian semua masyarakat, baik yang modern maupun masyarakat yang tradisional (primitif) mengenal ekonomi sesuai tingkat perkembangannya dan pandangan hidupnya masing-masing. Ekonomi dalam pengertian demikian ini disebut ekonomi substantif. Jadi kita mengenal Ekonomi Tertutup, Ekonomi Pertukaran, Ekonomi Bebas, Ekonomi Sentral dan sebagainya. Banyak hal-hal dari faktor ekonomi ini yang mempengaruhi sistem administrasi Negara Indonesia. Yang pertama-tama pertu dipelajari ialah bahwa landasan ekonomi Indonesia bukanlan ekonomi bebas seperti di Amerika Serikat, dimana ekonomi bebas seperti di Amerika Serikat, dikendalikan oleh harga-harga yang terbentuk secara bebas di pasar, dan juga bukan ekonomi etatisme, dimana ekonomi dikendalikan sepenuhnya oleh penguasa melalui pelbagai peraturan dan kebijakan. Ekonomi Indonesia dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang berpangkal tolak pada azas kekeluargaan dan kegotong royongan. Penjabaran lebih lanjut termuat dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (1) ; Cabang- cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (2). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari ketentuan psl 33 UUD 1945 tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar ekonomi kita ialah : usaha-usaha Koperasi, usaha-usaha Pemerintah dan usaha-usaha Swasta. Wajah ekonomi seperti ini tidak mendasarkan diri pada swasta yang berusaha dengan bebas dimana Pemerintah sedapat mungkin tidak campur tangan atau membatasi diri pada campur tangan yang seminimal mungkin; juga tidak mendasarkan diri pada pihak Pemerintah saja dimana Pemerintah menentukan sepenuhnya apa yang akan diproduksi dan apa saja yang akan dikonsumsikan spt dalam ekonomi sentral yang direncanakan sepenuhnya (fully planned economy). Ekonomi Indonesia didasarkan atas keseimbangan antara sektor koperasi, swasta dan Pemerintah dalam rangka menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. • Yang kedua, bahwa ekonomi Indonesia tergolong ekonomi yang sedang berkembang dengan kegiatan sebagian besar pada sektor pertanian dengan penduduk padat dan oleh karenanya belum mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. • Yang ketiga, bahwa pembangunan Nasional sekarang ini titik beratnya adalah pembangunan ekonomi, dilaksanakan secara bertahap dan berencana. Untuk pembangunan ini diperlukan “investasi dalam jumlah yang besar, yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar Negeri merupakan pelengkap”. • Yang keempat, bahwa dalam pelaksanaan Pelita III dilanjutkan kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada Trilogi Pembangunan ialah : pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis. Dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya diciptakan delapan jalur pemerataan, yaitu : pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan, pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan, pemerataan pembagian pendapatan, pemerataan kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, pemeratan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita, pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tanah air, pemerataan kesempatan memperoleh keadilan. a. Pengaruh faktor ekonomi terhadap administrasi Negara. Pengaruh faktor ekonomi terhadap administrasi Negara,baik langsung maupun tidak langsung. Dibawah ini akan dicoba untuk menunjukkan beberapa pengaruh faktor ekonomi terhadap administrasi Negara. 1). Telah dikemukakan diatas bahwa ekonomi Indonesia tidak berdasarkan ekonomi pasar atau ekonomi bebas seperti di Amerika Serikat, tidak pula berdasarkan ekonomi sentral yang bercorak etatisme seperti di Negara-negara Komunis, melainkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang telah terjabar dalam psl 33 UUD 1945. Landasan ekonomi yang demikian mempunyai dampak terhadap administrasi Negara, yaitu bahwa dalam rangka mewujudkan “usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” atau secara tegas disebut sebagai usaha koperasi, maka Pemerintah sejak semula sudah mempersiapkan seperangkat administrasi Negara untuk membina koperasi. Unit administrasi Negara yang membina koperasi ini juga mengalami pasang surut, semula hanya sebagai suatu jawatan yang tergabung dalam satu Departemen, kemudian bersama-sama dengan transimigrasi dan pembangunan masyarakat desa ditingkatkan menjadi Departemen Transimigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa. Pada kabinet Presidensial I setelah kembali ke UUD 1945, pernah digabungkan pada Departemen Dalam Negeri, kemudian dipersatukan dengan ketenaga kerjaan dan transimigrasi tergabung dalam Departemen Tenaga Kerja, Transimigrasi dan Koperasi (Depnakertranskop) pada Kabinet Pembangunan II dan pada Kabinet Pembangunan III bersama-sama perdagangan dimasukkan kedalam Departemen Perdagangan dan Koperasi. 2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, mengharuskan partisipasi Pemerintah yang mewakili Negara untuk aktif berusaha dibidang ekonomi. Hal ini mengejawantah pada wujud perusahaan-perusahaan Negara atau “public enterprices” yang berada dibawah berbagai Departemen, misalnya Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pertamina dan sebagainya bernaung dibawah Departemen Pertambangan dan Energi, PJKA, Perusahaan Umum Telekomunikasi, Perusahaan Penerbangan GIA bernaung dibawah Depatemen Perhubungan. Untuk mengelola perusahaan-perusahaan tersebut jelas diperlukan perangkat administrasi Negara, walaupun mungkin dalam beberapa hal bekerjanya berpegang pada prinsip-prinsip administrasi Niaga ( business administration). Kesemuanya ini harus dihubungkan dengan usaha mewujudkan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Sistem administrasi Negara seperti ini tidak akan terwujud apabila landasan ekonomi suatu bangsa adalah ekonomi bebas, misalnya seperti di Amerika Serikat, dimana campur tangan Pemerintah yang terlalu mendalam apalagi sampai membentuk perusahaan-perusahaan Negara dianggap sebagai tabu (pantangan). 3). Di samping itu dalam ekonomi Indonesia masih terdapat kesempatan yang luas bagi swasta untuk berusaha, juga dibidang penanaman modal bahkan swasta asingpun mendapatkan kesempatan, hanya saja dengan bimbingan dan pengendalian dari pihak Pemerintah. Untuk keperluan ini tentu diperlukan seperangkat administrasi Negara, misalnya untuk mengatur distribusi bahan-bahan kebutuhan pokok agar merata ke segala lapisan masyarakat, untuk mengendalikan harga-harga, untuk mengatur lalu lintas devisa, dan lain sebagainya, terlalu banyak untuk disebut satu persatu. 4). Di atas telah dikemukakan bahwa ekonomi kita sedang berkembang dan belum mampu menciptakan taraf hidup rakyat yang tinggi. Keadaan yang demikian ini tentu belum memungkinkan Pemerintah memungut dana (pajak, cukai dsbnya) yang cukup besar untuk membiayai operasional-operasional administrasi Negara, baik untuk pengadaan perlengkapan maupun untuk penggajian pegawai, akibatnya penyediaan perlengkapan belum memenuhi standar kebutuhan minimal. 5). Pada sisi yang lain terlihat bahwa pada umumnya gaji pegawai belum dapat mendatangkan kehidupan yang layak pada pegawai (public servant). Seperti telah diuraikan pada pembahasan faktor politik. Bahwa Pemerintah telah berusaha beberapa kali memperbaiki penghasilan pegawai negeri dan gaji pegawai telah ditingkatkan 10 kali lipat untuk pegawai golongan I dan kurang lebih 8 kali lipat untuk pegawai golongan IV dibandingkan gaji pegawai sebelumnya. Karena gaji pegawai Negeri sebagai penggerak “mesin” administrasi Negara relatif rendah, apalagi sebelumnya mendorong mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan kurang terpuji, disiplin rendah, penyalah gunaan kekuasaan, komersialisasi jabatan, dan bahkan sampai ketingkat korupsi. 6). Pembangunan Nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berencana diperlukan suatu Badan Perencana yang diperlengkapi dengan seperangkat administrasi Negara. Sudah sejak zaman Orde Lama dikandung maksud untuk melaksanakan pembangunan secara bertahap dan berencana. Untuk mewujudkan maksud tersebut dibentuklah Dewan Perancang Nasional yang diketuai oleh Prof Muhammad Yamin yang dilantik tgl 15 Agustus 1959. Produk Depernas adalah rencana Pembangunan Nasional Berencana, yang tahapan pertamanya meliputi tahun 1961-1969. Pada zaman Orde Baru ide tersebut dilanjutkan, dimana fungsi Depernas dijalankan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diketuai oleh Prof Widjoyo Nitisastro dan tahapan pembangunannya diganti menjadi lima tahunan (Rencana Pembangunan Lima Tahun = REPELITA). Pada perkembangan selanjutnya pembangunan Nasional harus ditunjang oleh pembangunan Daerah, yang harus diciptakan hubungan yang bersifat komplementer antara pembangunan Nasional dan pembangunan Daerah. Untuk keperluan ini pada tingkat Propinsi Daerah Tingkat I perlu juga dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), yang pembentukannya direalisir dengan Keppres No. 15 tahun 1974, yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 27 tahun 1980 untuk pembentukan Bappeda pada Daerah-daerah Tingkat II. 7). Dalam rangka pembangunan Nasional diperlukan investasi (penanaman) modal yang cukup besar baik oleh Pemerintah sendiri maupun oleh pihak swasta. Penanaman modal tersebut tidak terbatas pada swasta domestik saja, tetapi juga penanaman modal asing. Agar penanaman modal tersebut dapat dibina dan diarahkan sehingga bermamfaat dalam pembangunan Nasional mula-mula pada tingkat kabinet dibentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing. Pada tahun 1968 Badan ini ditiadakan dan sebagai gantinya ditentukanlah Panitia Teknis Penanaman Modal. Panitia ini bertugas meneliti dan menilai syarat-syarat permintaan izin penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, memberikan pertimbangan dan saran kepada Pemerintah serta melakukan langkah-langkah teknis yang perlu untuk meningkatkan pelaksanaan penanaman modal. Dalam rangka peningkatan pembinaan dan pengarahan penanaman modal maka berdasarka Keppres No 53 tahun 1977 dibentuklah Badan Koordinasi Penanaman Modal di tingkat pusat dibentuklah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di tingkat pusat dan Keppres No 26 tahun 1980 ditiap Daerah Tingkat I dibentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD). b. Pengaruh Administrasi Negara terhadap Ekonomi. Dalam mempelajari pengaruh administrasi Negara terhadap ekonomi dapat dikemukakan beberapa hal saja : (1). Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara. Pada zaman Orde Lama ditempuh kebijakan APBN yang berorientasi kepada program kerja, sehingga tanpa memperhatikan pendapatan Negara secara real direncanakan pengeluaran yang pada umumnya melampui batas pendapatan Negara, guna melaksanakan program pemerintah. Dengan lain perkataan ditempuh kebijakan defisit anggaran yang biasanya ditutup dengan meminta uang muka kepada Bank Sentral, dimana selanjutnya Bank Sentral mencetak uang baru. Hal ini berarti menambah arus uang yang beredar yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan apabila tambahan arus uang itu ditanamkan pada sektor-sektor produktif yang dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat menghasilkan barang- barang dan jasa-jasa, sehingga arus uang yang beredar diimbangi dengan arus barang-barang dan jasa-jasa. Tetapi kenyataannya tidak demikian, pertambahan arus uang sebagian untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran konsumtif seperti belanja barang, belanja pegawai dan yang sebagian lagi untuk membiayai proyek-proyek “mercu suar” atau proyek prestise, yang tidak atau kurang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Akibat lebih lanjut terjadilah inflasi yang dapat dikatakan bersifat spiral yang dapat memperlemah kegiatan kwiraswastaan dan tentu saja menghambat perkembangan ekonomi Nasional. Dalam keadaan demikian terlalu sulit dilakukan perhitungan-perhitungan pembiayaan karena nilai uang selalu berubah setiap saat. Pada pokoknya terjadilah “kekacauan ekonomi” khususnya laju inflasi sudah tidak terkendalikan dan untuk mengatasinya dilakukan devaluasi rupiah pada tahun 1965. Devaluasi ini bersifat diskriminatif karena hanya dikenakan terhadap pecahan tertentu, dimana pecahan Rp. 1000,- . Rp. 5000,- dan Rp. 10.000,- diturunkan nilainya masing-masing menjadi Rp. 1,-, Rp. 5,- dan Rp. 10,- tindakan ini nyatanya kurang/tidak dapat menolong keadaan ekonomi yang memang sudah parah. Sebaliknya pada zaman Orde Baru, tegasnya pada zaman Pemerintahan Soeharto ditempuh kebijakan anggaran berimbang (balance budget policy) yang ketat, dimana pengeluaran benar- benar diperhitungkan sesuai pendapatan real Negara. Setiap penambahan arus uang yang beredar segera diikuti dengan arus barang-barang dan jasa-jasa sehingga selalu diusahakan keseimbangan antara uang yang beredar dengan persediaan barang-barang dan jasa-jasa. Dengan demikian inflasi dapat dikendalikan, proyek-proyek dapat diperhitungkan (dikalkulasikan) secara lebih mantap, para wiraswasta mulai tertarik/terangsang untuk berusaha, demikian seterusnya dari tahun ketahun, setapak demi setapak berkembanglah ekonomi Nasional kita. (2). Kebijakan penanaman modal. Pada zaman Orde Lama penanaman modal kurang mendapat perhatian, lebih-lebih penanaman modal asing sama sekali diluar pertimbangan untuk diikut sertakan dalam pembangunan Nasional. Akibatnya laju pembangunan kurang dapat dirasakan, kalau tidak boleh dikatakan mengalami stagnasi. Pada zaman Orde Baru dengan program pembangunan Nasionalnya yang bertahap 5 tahunan memberikan kesempatan pada penanaman modal dalam Negeri dengan bimbingan dan pengarahan yang ketat oleh Pe- merintah/administrasi Negara dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Para penanam modal dirangsang dengan kemudahan-kemudahan baik dalam prosedur administratif, dalam pemasukan bahan-bahan baku dari luar negeri maupun dalam bentuk masa bebas pajak (tax holiday). Pelaksanaan program pembangunan Nasional dengan menggerakkan segala potensi Nasional dan dimana perlu dengan penanaman modal asing sebagai pelengkap, pembangunan berhasil meningkatkan taraf hidup rakyat. Indonesia dengan pendapatan perkapita pada tahun 1978 sebesar US.$360 masih termasuk kelompok negara berpendapatan rendah, dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan sedang rata-rata mencapai US.$ 1.250 dan negara-negara berpendapatan tinggi rata-rata mencapai US.$6000 bahkan Swedia dan Swiss mencapai lebih dari US.$10.000. Walaupun demikian dapatlah dinyatakan bahwa pembangunan Nasional telah merangsang pertumbuhan ekonomi, hanya saja belum mencapai tingkat yang ideal, karena memang terdapat keterbatasan-keterbatasan. (3). Kebijakan proteksi (perlindungan). Dengan diberikan perlindungan kepada usaha industri Nasional dengan berbagai kebijakan bea impor dan lain-lainnya, maka dapat dicegah terjadinya harga barang-barang impor yang lebih murah dibandingkan dengan barang-barang yang sama yang dihasilkan didalam negeri. Dengan demikian hasil produksi dalam negeri tetap mampu bersaing di pasaran dengan barang-barang impor dan dengan sendirinya terjamin kelangsungan hidup industri dalam negeri dan bahkan dapat berkembang di kemudian hari. (4). Kebijakan dibidang ekspor. Seperti telah kita ketahui nilai ekspor kita terutama berasal dari sektor minyak. Hal ini dianggap sangat rawan, oleh karena apabila terjadi penurunan harga atau terjadi pengurangan pembelian oleh negara- negara langganan, hasil ekspor akan sangat terpengaruh. Maka dilakukan usaha-usaha oleh Pemerintah melalui administrasi Negara untuk meningkatkan ekspor sektor non minyak. Dengan demikian lambat laun terjadi perubahan-perubahan mengenai struktur komoditi ekspor kita. Demikianlah beberapa gambaran tentang pengaruh kebijakan-kebijakan Pemerintah yang diimplementasikan oleh Administrasi Negara terhadap keadaan ekonomi Indonesia. 4. Sosial Budaya Indonesia. Istilah sosial budaya merupakan kata majemuk tersusun dari kata sosial dan budaya. Kata sosial sendiri mempunyai cakupan arti yang luas, yaitu menyangkut suatu kehidupan bersama manusia (samen leving). Dengan demikian kata sosial ini bersangkutan dengan kelompok-kelompok manusia, bagaimana susunan kelompok, perpindahan dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, dasar-dasar penyusunan kelompok dsbnya. Demikian pula budaya, merupakan kata jadian yang berasal dari kata budi, yang dimiliki oleh manusia dan daya, yang kesemuanya bersumber pada cipta, rasa, karsa dan karya, ternyata mempunyai cakupan arti yang luas. Dengan demikian kata budaya ini bersangkut paut dengan segala macam karya manusia yang bersumber pada cipta, rasa dan karsa yang berwujud berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai macam seni dan keindahan, serta berbagai macam ukuran/nilai etika, moral dan sebagainya. Dari penjelasan diatas ternyata istilah sosial budaya mempunyai cakupan arti yang sangat luas karena mencakup seluruh kehidupan bersama manusia dengan segala buah karyanya yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu pasti, alam, ilmu-ilmu sosial (politik, ekonomi, sosiologi dan sebagainya) teknologi pisik dan teknologi sosial; yang meliputi seni dan keindahan, seperti seni tari, seni pahat, seni lukis, seni suara dan sebagainya; yang meliputi ukuran nilai etika dan moral seperti misalnya baik dan buruk, benar dan salah dan sebagainya. Kesemuanya ini mewarnai kehidupan bersama manusia, bagaimana manusia mengelompokkan dirinya, ukuran apa yang dipakai dalam pengelompokan, bagaimana mereka berhubungan satu sama lain dalam kelompok dan diluar kelompok, bagaimana mereka berperilaku (makan, tidur, bekerja) dan sebagainya. Demikian luasnya cakupan arti istilah sosial budaya ini, maka perlu dilakukan pembatasan untuk memilih unsur-unsur mana yang mempengaruhi sistem administrasi Negara Indonesia. a. Pengaruh Sosbud terhadap administrasi Negara Pembahasan pengaruh faktor Sosbud terhadap administrasi Negara Indonesai pada kesempatan ini hanya akan disajikan beberapa hal saja : (1). Tradisional versus modern. Negara Indonesia tergolong negara yang sedang berkembang, masyarakatnya sedang mengalami “transisi” dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern (maju). Menurut Prof Rigg masyarakat Indonesia dapat dimasukkan kedalam “prismatic society” dengan ciri-ciri : heterogenitas, tindan (overlapping) dan formalisme. Sistem jatah dalam administrasi kepegawaian dalam hubungannya dengan pengadaan, penempatan, pendidikan dan sebagainya masih sering dipertimbangkan sebagai pengaruh dari adanya kelompok-kelompok masyarakat atas dasar ikatan premordial (kekeluargaan), sekalipun telah pula ditetapkan suatu norma atau standar penilaian yang berlaku secara umum dengan prinsip “the right man in the right place”. Upacara-upacara adat yang sering dilakukan disertai dengan penanaman kepala kerbau dalam rangka memulai kerja proyek dengan harapan pekerjaan dapat berjalan lancar tanpa halangan juga dapat dilihat sebagai gejala tradisional, sekalipun untuk kelancaran proyek tersebut sudah ada sarana-sarananya seperti rencana kerja, dan lain sebagainya. Formalisme dalam administrasi negara dapat dilihat dalam lingkungan kerja sehari-hari, seperti misalnya sekalipun telah ditetapkan secara formal bahwa jam kerja mulai jam 07.00 sampai jam 14.00, tetapi yang dijumpai dalam peraktik ialah pada umumnya mereka baru datang jam 08.00 dan meninggalkan tempat kerja lebih awal. Sekalipun telah ada larangan untuk memungut biaya berupa apapun dan berapapun dalam rangka pemberian pelayanan tertentu, tetapi masih ada terdengar adanya pungutan-pungutan bahkan diberi predikat pungutan liar (pungli). (2). Teknologi sosial dan fisik; proses modernisasi tersebut diatas bersamaan dengan perkembangan teknologi sosial dan fisik. Teknologi sendiri diartikan sebagai pengetahuan untuk memamfaatkan daya cipta manusia dalam usaha meningkatkan kesejahteraannya. Teknologi fisik meliputi penemuan-penemuan ilmiah dan teknik. Teknologi sosial meliputi penemuan- penemuan dibidang sosial. Termasuk dalam teknologi sosial ini ialah organisasi dan asosiasi manusia (sosial) seperti misalnya organisasi dan asosiasi perusahaan, buruh, kelompok kepentingan/kelompok penekan dan regionalisme. (3). Revolusi Komunikasi. Teknologi fisik terutama dibidang alat-alat komunikasi jarak jauh telah menembus isolasi daerah-daerah di Indonesia. Satelit PALAPA dan alat-alat komunikasi lainnya telah memungkinkan percepatan proses administrasi Negara di Indonesia. Kebijakan-kebijakan administratif dapat segera dikomunikasikan kepada semua jajaran administrasi Negara disegala penjuru tanah air. Demikian pula laporan-laporan dan umpan balik dapat segera disampaikan kepada penentu kebijakan administratif untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya. b. Pengaruh Administrasi Negara terhadap Sosial Budaya. Pengaruh administrasi Negara terhadap Sosial Budaya dapat ditelusuri melalui program-program pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh Pemerintah yang diimplementasikan oleh administrasi Negara. Beberapa pengaruh dimaksud dapat dikemukakan berikut ini : (1). Program Modernisasi Desa. Program modernisasi desa yang dilaksanakan oleh sementara Pemerintah Daerah telah berhasil merubah pola berpikir, sikap dan perilaku penduduk pedesaan. Cara hidup penduduk pedesaan telah berangsur-angsur berubah menuju ke arah yang lebih baik, lebih rasional dan lebih sehat. Kebiasaan membuat kandang ternak di dalam rumah, berdekatan dengan tempat untuk makan dan tidur telah berubah, yaitu dengan menempatkan kandang ternak di luar rumah karena cara ini lebih baik dan lebih sehat, walaupun ada resiko ternaknya yang sangat berharga itu dicuri orang. Kebiasaan mandi disungai-sungai dan membuang hajat disembarang tempat dan sebagainya telah berubah dengan dibuatnya jamban keluarga, karena dengan demikian dapat dicegah mudahnya orang terserang penyakit. (2). Program-program dibidang seni budaya. Program-program pembangunan di bidang seni budaya telah berhasil mengembangkan seni dan budaya Nasional, terutama program-program yang dilancarkan oleh Direktur Jendral Kebudayaan , Departemen P dan K. (3). Program di bidang pendidikan. Program di bidang pendidikan yang diimplementasikan oleh administrasi Negara telah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan formal mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ketingkat pendidikan tinggi telah dikembangkan sarana dan prasarananya, sehingga mampu menunaikan fingsinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (4). Program di bidang kesehatan dan keluarga berencana. Program di bidang kesehatan yang menghasilkan Pusat- pusat pelayanan Kesehatan (PUSKESMAS) telah merubah tingkat kesehatan penduduk, yang pada gilirannya dapat menekan tingkat kematian. (5). Program-program di bidang lainnya. Seperti program- program yang dilancarkan oleh Departemen PU dan Departemen Sosial dalam bentuk peningkatan pelayanan sosial, Pemeliharaan orang-orang lanjut usia, faki miskin dan anak-anak terlantar serta peningkatan Panti-panti Asuhan. 5). Militer atau Pertahanan dan Keamanan. Telah dikemukakan diatas bahwa ideologi Nasional Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong. .Hal ini juga mempunyai pengaruh terhadap kedudukan, peranan dan fungsi militer atau pertahanan dan keamanan di indonesia. Karena pengaruh tersebut, yang jelas di Indonesia tidak dikenal yang lazimnya disebut “civilian supremacy” baik bersifat individual seperti di Negara-negara Barat maupun bersifat kelompok, dalam hal ini seperti partai di Negara-negara Komunis, juga tidak dikenal apa yang disebut “military dictator ship”. Militer di Indonesia mempunyai kedudukan, peranan dan fungsi yang khas, sesuai dengan jiwa dan semangat pengabdiannya, yaitu mempunyai fungsi ganda atau dwi fungsi = sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial. Fungsi militer sebagai kekuatan sosial diwujudkan dalam kekaryaan ABRI, yaitu “pelaksanaan tugas-tugas oleh ABRI di luar pertahanan keamanan dalam rangka perjuangan Nasional untuk mewujudkan tujuan Nasional sesuai dengan UUD 1945”. a). Pengaruh Militer terhadap administrasi Negara. Pengaruh militer terhadap administrasi Negara dapat ditelusuri melalui dwifungsi ABRI dengan sistem kekaryaannya di mana para karyawan ABRI ditugaskan di luar Departemen HANKAM untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga-lembaga di mana mereka ditugaskan. Dengan lain perkataan para karyawan ABRI sampai tingkat tertentu mampu mewarnai sistem administrasi Negara kita. Dibawah ini dapat dikemukakan beberapa contoh : (1). Pemantapan prinsip-prinsip organisasi. Telah diketahui bahwa pembagian lini dan staf merupakan azas pembagian fungsi yang telah lama dianut oleh militer, sehingga dikenal adanya fungsi lini dan fungsi staf. Fungsi lini adalah fungsi yang dijalankan oleh satuan-satuan operasional mulai dari pemegang komando di Markas Besar sampai pada satuan-satuan terkecil yang langsung berhadapan dengan musuh dilapangan. Fungsi staf adalah fungsi- fungsi yang dijalankan oleh satuan-satuan pendukung yang membantu fungsi lini. (2). Asisten Sekretaris Wilayah/Daerah; pada tingkat administrasi Daerah (Propinsi Daerah Tingkat I) telah berkembang struktur organisasi Sekretariat Wilayah Daerah, dimana menurut ketentuan terakhir terdapat jabatan Asisten Sekwilda yang membidangi masalah-masalah tertentu , Asisten I - Bidang Pemerintahan, Asisten II - Bidang Ekonomi Pembangunan. Asisten III - Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Asisten IV - Bidang Administrasi dan Umum. (3). Tata Upacara dan lain-lain; sekalipun tidak terlalu penting , ada baiknya dikemukakan disini bahwa tata upacara militer (TUM) telah diterima sebagai tata upacara pada umumnya dilingkungan administrasi Negara. Ketepatan waktu dan kehidmatan suasana telah menjadi unsur penting untuk diperhatikan dalam tata upacara. Singkatan-singkatan yang lazim diketemukan di dalam administrasi militer mulai berkembang di lingkungan administrasi Negara. Pakaian-pakaian seragam dan tanda-tanda tertentu bagi beberapa kelompok pegawai dan mungkin masih ada yang lain-lainnya yang serupa, kesemuanya itu dapat dipandang sebagai pengaruh militer terhadap administrasi Negara. b). Pengaruh administrasi Negara terhadap Militer/Hankam. Pengaruh administrasi Negara terhadap Militer (Hankam) paling tidak nampak dalam 2 hal. Pertama, karena anggota militer sewaktu-waktu harus siap ditugaskan di luar jajaran Departemen HANKAM, maka mereka harus memiliki kualifikasi yang sedemikian rupa sehingga cocok dengan tuntutan persyaratan jabatan-jabatan di luar jajaran HANKAM. Dalam kaitan yang demikian itulah, dapat dipahami kiranya perubahan orientasi kurtkulum pada AKABRI, dimana porsi pengetahuan teknis militer menjadi lebih kecil dibandingkan dengan porsi pengetahuan non militer (sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya). Kedua, pelaksanaan SISHANKAMRATA mengerahkan kekuatan rakyat. Rakyat perlu dipersiapkan dengan latihan-latihan, diorganisir dalam kelompok-kelompok yang sewaktu-waktu dapat digerakkan untuk menghadapi tugas-tugas nyata dalam Hankamrata. Pengaruh administrasi Negara nampak di dalam penyiapan dan pelaksanaan program-program pembinaan kekuatan rakyat, sehingga rakyat selalu dalam keadaan siap. Dengan cara demikian SISHANKAMRATA dapat terwujud. Demikianlah uraian mengenai pengaruh militer (Hankam) terhadap administrasi Negara dan sebaliknya. Dengan demikian menjadi lengkaplah analisis secara makro, pengaruh faktor-faktor ekologis terhadap administrasi Negara Indonesia, yang meliputi faktor-faktor ekologis yang beraspek alamiah yang mencakup TRIGATRA dan faktor-faktor ekologis yang beraspek kemasyarakatan yang mencakup PANCAGATRA. SELESAI