Anda di halaman 1dari 40

RINITIS ALERGI DAN

VASOMOTOR
ANATOMI HIDUNG Nasus Externus

Hidung luar berbentuk piramid


dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah:
1. Pangkal hidung (bridge)
Ala Nasi
Pangkal Hidung
2. Batang hidung (dorsum nasi)
3. Puncak hidung (tip)
4. Ala nasi

Kolumela
5. Kolumela
Dorsum Nasi
6. Lubang hidung (nares
anterior)

Nasal Tip Lubang Hidung


Anatomi Hidung
• Kerangka tulang terdiri dari :

 Tulang hidung (os nasalis)

 Prosesus frontalis os maksila

 Prosesus nasalis os frontalis

 Kerangka tulang rawan terdiri dari :

 Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

 Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor


)

 Beberapa pasang kartilago alar minor


HIDUNG DALAM (Nasus Internus)

 Cavum nasi (rongga hidung)


 Ataplamina cribriformis os
ethmoidale, disini terdapat n.
olfaktorius
 Dasar processus palatinus os maxilla
dan the lamina horizontalis os palatina
 Os nasale
 Os vomer
ANATOMI HIDUNG Cavum nasi

Terdapat 4 buah konka:


Konka nasalis inferior Konka nasalis media Konka nasalis superior Konka nasalis suprema
HIDUNG DALAM

Os frontalis
Os nasale

Konka media

Konka inferior

Septum nasi Os maxillaris

Cavum nasi
HIDUNG DALAM (Nasus Internus)
 Cavum nasi (rongga hidung)
 Trdpt tonjolan & lipatan selaput lendir hidung, yg disbt konka,
tdd :
 konka nasalis inferior
 konka nasalis media
 konka nasalis superior
 Meatus nasi inferior  ruang antara dasar cavum nasi dg
konka nasalis inferior
 Meatus nasi media ruang antara konka nasalis inferior dg
media
 Meatus nasi superior  ruang antara konka nasalis media dg
superior
m e d ia
a nasi
kon k

meatus nasi media

konka nasi inferior


Mea
tus
nas
i inf
erio
r
HIDUNG DALAM (Nasus Internus)

 Septum nasi
 Lamina perpendicularis os ethmoidalis
 Os vomer
 Cartilago septi nasi
11
EA EP
12

SfP

PM
ARTERI PADA SEPTUM DAN DINDING
RONGGA HIDUNG:
Arteri penting :
etmoidalis anterior(EA) dan etmoidalis posterior(EP),
Sfenopalatina(SfP), palatina mayor(PM).
Pleksus Kiesselbach di area Little di bagian depan
septum nasi
Definisi Rhinitis Alergi
Kelainan mukosa hidung yang mengaktifkan reaksi
ETIOLOGI hipersensitivitas tipe I

BERDASARKAN CARA MASUKNYA


ALERGEN

- Tungau debu rumah


- Kecoa
- Serpihan epitel kulit Alergen
Alergen - Penisilin
binatang injektan
inhalan - Sengatan lebah
- Rerumputan
- Serta jamur. masuk melalui suntikan atau tusukan
masuk bersama dengan udara pernapasan

- Susu
- Sapi
Alergen - Telur Alergen
ingesta - Coklat - Bahan kosmetik
kontaktan
n - Ikan laut - Perhiasan
- Udang
masuk ke saluran masuk melalui kontak kulit atau jaringan
- Kepiting
cerna mukosa
- Kacang-kacangan
KLASIFIKASI

Berdasarkan WHO Initiative ARIA, rinitis


alergi berdasarkan sifat berlangsungnya

Intermitten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari 4 minggu

Persisten (menetap)

Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4
minggu.
KLASIFIKASI
Untuk tingkat berat ringannya penyakit,
rinitis alergi dibagi menjadi

Ringan


Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan akivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang-berat

Bila terdapat salah satu atau lebih dari gangguan
tersebut di atas.
Patofisiologi
Pada rinitis alergi, sel-sel Sel inflamasi masuk ke
inflamasi yang berperan: lapisan hidung saat
sel mast, CD4- positif sel T, terpapar alergen (tungau,
sel B, makrofag, dan debu, serangga, bulu
eosinofil. binatang, dan serbuk sari)

Setelah terpapar alergen 


infiltrasi sel T (Th2) pada mukosa
hidung dan terjadi pelepasan
sitokin(IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13)
yang kemudian akan
merangsang pembentukan Ig E
yang di produksi oleh sel plasma.

Pelepasan mediator tsb dapat


Produksi IgE dapat memicu menyebabkan dilatasi
pelepasan mediator- pembuluh darah, peningkatan
mediator seperti histamin permeabilitas kapiler, gatal-
dan leukotrin. gatal, rinore, sekresi mukus,
dan kontraksi otot polos
DIAGNOSIS
ANAMNESIS

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG
ANAMNESIS
 Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis.
 Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu.

Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri


(self cleaning process).

Bersin dianggap patologik bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan 

 Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi).
PEMERIKSAAN FISIK
 Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah,
berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang
banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.
 Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas
tersedia. Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya
bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut
allergic shiner

Allergic Shiner pada pasien Rhinitis Alergi


 Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok
hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini
disebut sebagai allergic salute.
 Keadaan menggosok ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga
bawah, yang disebut sebagai allergic crease

Allergic Crease dan Allergic Sallute


 Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi
(facies adenoid).

 Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone


appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak
seperti gambaran peta (geographic tongue).

Facies Adenoid Geographic Tongue


PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Tes Diagnostik lebih lanjut diperlukan untuk


mengkonfirmasi bahwa alergi yang mendasari
rinitis tersebut.
• jenis Alegen tertentu yang
ditusukan pada kulit daerah
lengan bawah (intrakutan)
Skin Prick- tunggu 15 – 20 menit
test • daerah yang disuntikan
akan terlihat pucat dan
sekelilingnya kemerahan,
pemukaan tidak rata
Pemeriksaa
n IgE RASTs (Radioallergosorbent
Spesifik test)
PENATALAKSANAAN
1. NONMEDIKAMENTOSA
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari
kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance)
dan eliminasi

2. Medikamentosa
A. Antihistamin
B. Dekongestan
C. Antikolinergik
D.Kortikosteroid
E. Lainnya
ANTI-HISTAMIN
 Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1 yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target. Pemberian dapat dalam kombinasi
atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
 Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik)
dan generasi-2 (non-sedatif) :
A.) Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik sehingga dapat menembus sawar
darah otak dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik.
B.) Antihistamin generasi-2 bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar
darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai
efek antikolinergik, antiadrenergik dan efek pada SSP minimal (non-sedatif).

Antihistamin
• Antihistamin generasi II : desloratadine [Aerius], fexofenadine
[Allegra] dan loratadine [Claritin]  lini pertama pengobatan
farmakologis direkomendasikan pada pasien Rhinitis Alergi
• Efektif: mengurangi bersin, gatal dan rhinorrhea, jika diminum secara
teratur pada saat gejala maksimal atau sebelum paparan alergen.
DEKONGESTAN
 Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik. Onset obat
topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik. Namun, dapat
menyebabkan rhinitis medikamentosa (suatu kelainan hidung berupa
gangguan respon normal vasomotor) bila digunakan dalam jangka waktu lama
sehingga menyebabkan sumbatan hidung menetap.

 Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine


HCl dan Phenylpropanolamin HCl. Obat ini dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah. Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun, 30 mg untuk
anak 6-12 tahun, dan 60 mg untuk dewasa, diberikan setiap 6 jam.
Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia (sulit
tidur) dan iritabilitas (peka terhadap rangsangan).

ANTIKOLINERGIK
 Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan
sel efektor.
KORTIKOSTEROID
 Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain.
 Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid,
flunisolid, flutikason, mometason, furoat dan triamsinolon).
 Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel
mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein
sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah
bocornya plasma.

Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap


rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat).

Lainnya
 Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien
(zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan.
 Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006, membuktikan bahwa
pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam
mengatasi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien
PROGNOSIS
 Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati.
 Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan
imunoterapi.
 Beberapa orang (terutama anak-anak) semakin
dewasa akan semakin kurang sensitif terhadap
alergen.
 Jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi seorang
individu, maka zat tersebut dapat terus
mempengaruhi orang itu dalam jangka panjang
Definisi Rinitis Vasomotor

Rinitis Vasomotor  Suatu keadaan idiopatik yang


didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan
obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin,
klorpomazin dan obat topical hidung dekongestan).
PATOFISIOLOGI
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)
 ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung , berupa
bertambahnya aktivitas system parasimpatis
2. Neuropeptida
 pelepasan neuropeptide menyebabkan peningkatan permeabilitas
vascular dan sekresi kelenjar
3. Nitrit Oksida ↑
 menyebabkan kerusakan / nekrosis epitel sehingga terjadi
peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment reflex
vascular dan kelenjar mukosa hidung
4. Trauma
 komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme
neurogenik dan/atau neuropeptida
TANDA DAN GEJALA

• Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti:


• asap/ rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol,
makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan,
perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stres /
emosi.

• Hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri, tergantung posisi pasien


• Rinore bersifat mukoid atau serosa
• Jarang disertai gejala mata
• Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur
• Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3
golongan, yaitu :
• Golongan bersin (sneezers)
 terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal
• Golongan rinore (runners)
 antikolinergik topikal
• Golongan tersumbat (blockers)
 glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral
PEMERIKSAAN FISIK

Rinoskopi Anterior :
• Gambaran khas : edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap
atau merah tua, tetapi dapat pula pucat.
• Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi).
• Sekret mukoid, biasanya sedikit (pada golongan rinore sekret  serosa
dan banyak jumlahnya)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- Test kulit (skintest) biasanya negatif,


- Ig E Spesifik tdk meningkat  
- Eosinofil pada sekret hidung dalam jumlah
yang sedikit.  
Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor

1. Mulai Serangan Usia belasan tahun Dekade ke 3-4

2. Alergen Terpapar (+) Terpapar (-)

3. Etiologi Reaksi Ag-Ab terhadap Reaksi neovaskular terhadap


rangsangan spesifik beberapa rangsangan
mekanis/ kimia, juga faktos
psikis
4. Gatal & Bersin Menonjol Tidak menonjol

5. Gatal di Mata Sering dijumpai Tidak dijumpai

6. Tes Kulit Positif Negatif

7. Sekret Hidung Eosinofil meningkat Eosinofil tidak meningkat

8. Eosinofil Darah Meningkat Normal

9. IgE Darah Meningkat Tidak meningkat

10. Neurektomi N. Vidianus Tidak membantu Membantu


PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang
menonjol.
1. Menghindari stimulus/ faktor pencetus
2. Pengobatan simtomatis
• Dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan garam
fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan
AgNo3 25% atau triklor-asetat pekat.
• Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari.
• Kortikosteroid topikal dalam larutan aqua seperti
flutikason propionat dan mometason furoat  satu kali
sehari dengan dosis 20mcg.
• Rinore berat + antikolinergik topikal (ipatropium
bromida).
3. Operasi
 bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka
inferior
4. Neurektomi N. Vidianus
 pemotongan pada N. Vidianus
5. Blocking ganglion sfenopalatina.
PROGNOSIS

Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada


golongan rinore.
KESIMPULAN
Rinitis adalah masalah yang signifikan dalam kesehatan
individu, dan timbul dengan gejala hidung tersumbat,
rhinorrhea, gatal hidung.
Rinitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri secara
spontan setelah kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya
terapi yang diberikan adalah bersifat simptomatik seperti
analgesic, antipiretik, nasal dekongenstan dan antihistamin.
Terapi nonfarmakologi adalah tirah baring total untuk
mendapatkan istirehat yang mencukupi. Terapi khusus tidak
diperlukan, kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksi
sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.

Anda mungkin juga menyukai