terluka misalnya kulit, otot dan visera • Dimana pengantar nyeri tercepat yakni 3 jalur. 1. serabut saraf afferen primer yang berpindah dari kulit ke sumsum tulang belakang, 2. neuron proyeksikan ke sumsum tulang belakang 3. neuron thalamokortikal CEDERA JARINGAN
• Nyeri nosiseptif bermula akibat dari cederanya
jaringan • Menghasilkan potensial aksi dari serabut saraf yang merespon terhadap ransangan yang merusak • Reseptor dan serabut saraf ini akan saling terkait sehingga disebut nosiseptor • Faktor aktif yang dilepaskan merupakan respon lansung dari suatu cidera atau peptide dari terminal kolateral saraf nosiseptif yang di aktifkan (Contohnya gen kalsitonin ( CGRP ) dan substansi P ) • Menginduksi penigkatan pembuluh darah dan keluarnya protein plasma yang mengakibatkan edema pada sekitar lokasi cidera • Peptida aferen primer atau neurotransmiter dari suatu cidera menghasilkan seperti prostaglandin, serta sel imun infiltrasi dan produksi darah ( bradikinin) hal ini juga berkontribusi dalam hal peradanang atau rasa nyeri akibat suatu cidera • Aktifasi dari reseptor termal perifer “serat nyeri” bermula dari potensi aksi. Prostaglandin, bradikinin, dan sitokin endogen memiliki aksi perifer yang kuat dan dapat mencegah serta meransang nosiseptor. Jika ambang termal berkurang maka suhu tubuh memulai aktivitas saraf yang mana ini terlihat secara spontan. Penurunan ambang nosiseptor terhadap suhu dan tekanan ke area yang tidak berbahaya yang mana dimanefestasikan sebagai allodinia dan juga disebut sebagai hiperalgesia primer. SERABUT NYERI AFFEREN • Sebagian besar serabut saraf yang mentransmisikan nyeri nosiseftif akut adalah serabut saraf Aδ (selabung mielin) atau C (tanpa selabung mielin). • Adapun beberapa serabut saraf afferen disebut “ nosiseptor diam” ini hanya aktif bila setelah jaringan itu mengalami kerusakan. • Banyak yang beranggapan bahwa “nosiseptor diam “ ini berkaitan dengan peradangan sendi dan penyakit lain yang terikat pada kerusakan jaringan atau peradangan yang terdapat pada visera • Eksperimen paralel yang membandingkan data elektrofisiologis dalam serat nosiseptif C tunggal dengan data psikofisik manusia menunjukkan korelasi yang sangat tinggi antara aktivitas serabut saraf afferent primer dan persepsi nyeri. Ini menunjukkan bahwa aktivitas serabut saraf afferen primer nosiseptif memediasi nyeri dan penghambatan aktivitas ini untuk mengurangi nyeri. • Dalam serabut saraf afferent C pada kulit. beberapa diaktifasi oleh capsaicin dan mengandung berbagai jenis neuropeptida, • Semua memiliki terminasi monosinaptik pada lamina I dan II dari ujung dorsal spinal. Aδ nociceptors berakhir di lamina I dan V pada ujung dorsal. • Serabut C memiliki koneksi polisinaptik dengan neuron di lamina V serta dengan neuron di ujung dorsal spinal yang lebih dalam. • Banyak serabut saraf nosiseptif yang rusak sebagai respon bahwa terjadi cidera jaringan (K+, prostaglandin), produk sel mast (sitokin, histamin), dan zat yang bermigrasi ke jaringan ketika pembuluh darah menjadi lebih bocor (serotonin, bradikinin). SENSORI SELL MEDULA SPINALIS • Serabut saraf afferen berakhir baik secara langsung atau tidak langsung pada sel-sel transmisi yang menyampaikan informasi mereka ke batang otak dan otak tengah. Beberapa neuron memproyeksikan ke berbagai inti thalamik yang berfungsi sebagai jalur untuk komponen nyeri yang diskriminatif dan afektif. Inti jalur ascenden ini sebagian besar bersilangan dan naik pada kuadran anterolateral medula spinalis kontralateral ke tubuh sel dan bagian tubuh yang dipersarafi. • Mayoritas sel proyeksi pada lamina I dan II (dorsal superfisial atau ujung posterior) merespons secara ekslusif terhadap stimulasi berbahaya (sel ambang batas tinggi atau sel khusus nosiskonsepsi) • Sel-sel di ujung dorsal yang lebih dalam (lamina IV-VI) dapat menerima input secara eksklusif dari mekanoreseptor ambang batas rendah atau thermoreseptor atau mereka mungkin menunjukkan konvergensi, yaitu mereka menerima input dari lebih dari satu jenis serabut saraf afferen primer (ambang rendah dan nosiseptif). • Konvergensi input dari permukaan tubuh luar (kulit) dan dari visera ke neuron tulang belakang individu juga terjadi. Ketika aktivitas dimulai dalam visera, nyeri dirujuk ke bagian permukaan tubuh yang “berbagi” pada neuron-neuron itu. Ini adalah salah satu penjelasan untuk nyeri yang di rujuk. FARMAKOLOGI SEL SPINAL • Serabut saraf nosiseptif afferen melepaskan glutamat dan peptida dari terminal sentralnya di medula spinalis. Beberapa peptida dilepaskan bersama dengan glutamat hanya ketika serabut saraf afferen menembakkan potensial pada frekuensi tinggi (setara dengan cedera parah) • Glutamat menghasilkan respons cepat (depolarisasi) di saraf tulang belakang melalui reseptor yang terhubung dengan saluran ion. Ini disebut reseptor glutamat tipe non-NMDA. Beberapa peptida, seperti zat P, memperpanjang depolarisasi awal, perubahan dalam tegangan transmembran ini memungkinkan subtipe reseptor glutamat lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), menjadi diaktifkan. Reseptor NMDA juga terkait dengan saluran ion; Namun, saluran ini memungkinkan masuknya Ca2 + di samping gerakan transmembran Na + dan K + yang terjadi melalui reseptor non-NMDA. Peningkatan kalsium intraseluler mengarah pada peningkatan respons yang masuk, sehingga setiap sinyal yang masuk menghasilkan output yang lebih banyak secara berturut-turut (“windup”) • Jika aktivitas serabut saraf C dengan frekuensi tinggi terus berlanjut, aliran biokimia intrasel yang juga memperbesar dan meningkatkan respons menjadi pecimu dan sensitisasi tulang belakang yang tahan lama akan menghasilkan allodinia dan atau hasil hiperalgesia. Jika aktivitas ini adalah hasil dari cedera jaringan, maka allodinia atau hiperalgesia sekunder biasanya meluas ke jaringan yang tidak terluka. • Salah satu aliran tersebut meliputi aktivasi Ca2 + dari enzim fosfolipase A2 (PLA2), ini akan membebaskan asam arakadonat dari membran plasma, sehingga membuatnya tersedia sebagai substrat untuk enzim siklooksigenase dan menghasilkan produksi prostaglandin. Prostaglandin (PG) berdifusi keluar dari neuron spinal dan kembali ke terminal sentral dari serabut saraf nosiseptif afferen (retrograde neurotrans-mission). Di sana, mereka bertindak berdasarkan reseptor PG spesifik untuk meningkatkan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan berpotensi aksi yang menyerang terminal • Opiat tulang belakang menghambat aktivitas nosiseptif yang dimediasi serabut saraf C dalam dua cara. Mereka berikatan dengan reseptor opiat μ dan κ pada terminal pusat serabut saraf afferen primer nosiseptif (presinaptik) dan, dengan mengurangi entri Ca2 + ketika potensial aksi menyerang terminal, mengurangi jumlah neurotransmitter yang dilepaskan per potensi aksi. • Prostaglandin juga bertindak melalui reseptor PG spesifik pada astrosit untuk mengaktifkannya dan menyebabkan mereka melepaskan zat neuroaktif tambahan termasuk sitokin pro peradangan. • analgesia preemptive adalah penggunaan anestesi lokal di sekitar sayatan (lokasi cedera) akan memblokir frekuensi tinggi serabut saraf C yang terjadi pada saat cedera. Dengan demikian, memblokir atau mengurangi sensitifitas nyeri dan analgesik tulang belakang yang dihasilkan. Uji klinis analgesia preemptive belum membuktikan hal ini. Studi-studi dengan blokade serabut saraf afferen input perifer yang dipertahankan sedang dilakukan. • Opiat juga mengikat pascasinaps (pada neuron ujung dorsal) dengan reseptor opiate μ dan δ. Di sini, opiat meningkatkan permeabilitas terhadap K +, yang membuat hiperpolarisasi neuron dan menghasilkan penghambatan transmisi nosiseptif akut. Serabut saraf Aβ tidak memiliki reseptor opiat. Jadi, jika serat Aβ (sentuhan) memediasi nyeri (allodinia), opiat tulang belakang hanya memiliki aksi pascasinaps dan memberikan efek analgesik yang lebih sedikit daripada pada nyeri yang diperantarai serabut saraf C. Ini adalah salah satu teori mengapa nyeri yang dimediasi Aβ relatif resisten terhadap opiat. • Serotonin dan norepinefrin juga menghambat penularan nosiseptif baik pra dan pasca sinaptik. Monoamina ini dilepaskan terutama dari akson yang badan selnya terletak di berbagai inti otak. Tindakan analgesik diperkuat oleh inhibitor monoamine reuptake (antidepresan trisiklik) dan bersifat sinergis dengan morfin. PROYEKSI SUPRASPINAL
• Ada proyeksi yang kuat dari tanduk dorsal
superfisial dan dalam ke lateral thalamus (saluran spinothalamic). Jalur "klasik" ini diproyeksikan ke korteks somatosensori (S1) dan terjemahkan sebagai bagian integral dalam diskriminasi sensorik nyeri, yaitu, di mana itu, apakah itu tajam, apakah panas, dan sebagainya • Ujung dorsal superfisial memiliki proyeksi unik ke posterior thalamus (VMpo). Inti ini, pada gilirannya, memproyeksikan ke posterior insula cortex. Area ini, baru-baru ini, telah diusulkan sebagai pusat nyeri kortikal yang unik serta untuk terlibat dalam kontrol homeostatik dari lingkungan internal, termasuk integritas jaringan. • Bagian ventrocaudal dari medial dorsal thalamus (MDvc) juga menerima input eksklusif dari lamina I. Area ini memproyeksikan ke korteks cingulate anterior. Jalur medial ini cenderung mewakili komponen motivasi afektif untuk nyeri. • Jalur lain berkontribusi pada perubahan fungsi otonom bersamaan dengan nyeri, termasuk saluran spinoreticular dan spinomesencephalic. INFORMASI LEBIH LANJUT • Sorkin LS, Wallace MS. Acute pain mechanisms. Surg Clin North Am. 1999;79:213–230. • Wallace MS, Dunn JS, Yaksh TL. Pain: Nociceptive and neuropathic mechanisms with clinical correlates. Anesthesiol Clin North Am. 1997;15:229–334. • Yaksh TL, Lynch C, Zapol WM, Maze M, Biebuyck JF, Saidman LJ. Anesthesia: Biologic Foundations. Philadelphia: Lippincott–Raven; 1998:471–718.