Anda di halaman 1dari 27

Nyeri Nosisepsi

Linda S. Sorkin, PhD


PENDAHULUAN

• nyeri nosisepsi di akibatkan oleh jaringan yang


terluka misalnya kulit, otot dan visera
• Dimana pengantar nyeri tercepat yakni 3 jalur.
1. serabut saraf afferen primer yang berpindah
dari kulit ke sumsum tulang belakang,
2. neuron proyeksikan ke sumsum tulang
belakang
3. neuron thalamokortikal
CEDERA JARINGAN

• Nyeri nosiseptif bermula akibat dari cederanya


jaringan
• Menghasilkan potensial aksi dari serabut saraf
yang merespon terhadap ransangan yang
merusak
• Reseptor dan serabut saraf ini akan saling
terkait sehingga disebut nosiseptor
• Faktor aktif yang dilepaskan merupakan
respon lansung dari suatu cidera atau peptide
dari terminal kolateral saraf nosiseptif yang di
aktifkan (Contohnya gen kalsitonin ( CGRP )
dan substansi P )
• Menginduksi penigkatan pembuluh darah dan
keluarnya protein plasma yang mengakibatkan
edema pada sekitar lokasi cidera
• Peptida aferen primer atau neurotransmiter
dari suatu cidera menghasilkan seperti
prostaglandin, serta sel imun infiltrasi dan
produksi darah ( bradikinin) hal ini juga
berkontribusi dalam hal peradanang atau rasa
nyeri akibat suatu cidera
• Aktifasi dari reseptor termal perifer “serat nyeri”
bermula dari potensi aksi. Prostaglandin, bradikinin,
dan sitokin endogen memiliki aksi perifer yang kuat
dan dapat mencegah serta meransang nosiseptor.
Jika ambang termal berkurang maka suhu tubuh
memulai aktivitas saraf yang mana ini terlihat secara
spontan. Penurunan ambang nosiseptor terhadap
suhu dan tekanan ke area yang tidak berbahaya
yang mana dimanefestasikan sebagai allodinia dan
juga disebut sebagai hiperalgesia primer.
SERABUT NYERI AFFEREN
• Sebagian besar serabut saraf yang
mentransmisikan nyeri nosiseftif akut adalah
serabut saraf Aδ (selabung mielin) atau C
(tanpa selabung mielin).
• Adapun beberapa serabut saraf afferen
disebut “ nosiseptor diam” ini hanya aktif bila
setelah jaringan itu mengalami kerusakan.
• Banyak yang beranggapan bahwa “nosiseptor
diam “ ini berkaitan dengan peradangan sendi
dan penyakit lain yang terikat pada kerusakan
jaringan atau peradangan yang terdapat pada
visera
• Eksperimen paralel yang membandingkan data
elektrofisiologis dalam serat nosiseptif C
tunggal dengan data psikofisik manusia
menunjukkan korelasi yang sangat tinggi
antara aktivitas serabut saraf afferent primer
dan persepsi nyeri. Ini menunjukkan bahwa
aktivitas serabut saraf afferen primer nosiseptif
memediasi nyeri dan penghambatan aktivitas
ini untuk mengurangi nyeri.
• Dalam serabut saraf afferent C pada kulit. beberapa
diaktifasi oleh capsaicin dan mengandung berbagai
jenis neuropeptida,
• Semua memiliki terminasi monosinaptik pada lamina
I dan II dari ujung dorsal spinal. Aδ nociceptors
berakhir di lamina I dan V pada ujung dorsal.
• Serabut C memiliki koneksi polisinaptik dengan
neuron di lamina V serta dengan neuron di ujung
dorsal spinal yang lebih dalam.
• Banyak serabut saraf nosiseptif yang rusak
sebagai respon bahwa terjadi cidera jaringan
(K+, prostaglandin), produk sel mast (sitokin,
histamin), dan zat yang bermigrasi ke jaringan
ketika pembuluh darah menjadi lebih bocor
(serotonin, bradikinin).
SENSORI SELL MEDULA SPINALIS
• Serabut saraf afferen berakhir baik secara langsung
atau tidak langsung pada sel-sel transmisi yang
menyampaikan informasi mereka ke batang otak
dan otak tengah. Beberapa neuron
memproyeksikan ke berbagai inti thalamik yang
berfungsi sebagai jalur untuk komponen nyeri yang
diskriminatif dan afektif. Inti jalur ascenden ini
sebagian besar bersilangan dan naik pada kuadran
anterolateral medula spinalis kontralateral ke tubuh
sel dan bagian tubuh yang dipersarafi.
• Mayoritas sel proyeksi pada lamina I dan II
(dorsal superfisial atau ujung posterior)
merespons secara ekslusif terhadap stimulasi
berbahaya (sel ambang batas tinggi atau sel
khusus nosiskonsepsi)
• Sel-sel di ujung dorsal yang lebih dalam
(lamina IV-VI) dapat menerima input secara
eksklusif dari mekanoreseptor ambang batas
rendah atau thermoreseptor atau mereka
mungkin menunjukkan konvergensi, yaitu
mereka menerima input dari lebih dari satu
jenis serabut saraf afferen primer (ambang
rendah dan nosiseptif).
• Konvergensi input dari permukaan tubuh luar
(kulit) dan dari visera ke neuron tulang
belakang individu juga terjadi. Ketika aktivitas
dimulai dalam visera, nyeri dirujuk ke bagian
permukaan tubuh yang “berbagi” pada
neuron-neuron itu. Ini adalah salah satu
penjelasan untuk nyeri yang di rujuk.
FARMAKOLOGI SEL SPINAL
• Serabut saraf nosiseptif afferen melepaskan
glutamat dan peptida dari terminal sentralnya
di medula spinalis. Beberapa peptida
dilepaskan bersama dengan glutamat hanya
ketika serabut saraf afferen menembakkan
potensial pada frekuensi tinggi (setara dengan
cedera parah)
• Glutamat menghasilkan respons cepat (depolarisasi) di
saraf tulang belakang melalui reseptor yang terhubung
dengan saluran ion. Ini disebut reseptor glutamat tipe
non-NMDA. Beberapa peptida, seperti zat P,
memperpanjang depolarisasi awal, perubahan dalam
tegangan transmembran ini memungkinkan subtipe
reseptor glutamat lain, reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA), menjadi diaktifkan. Reseptor NMDA juga
terkait dengan saluran ion; Namun, saluran ini
memungkinkan masuknya Ca2 + di samping gerakan
transmembran Na + dan K + yang terjadi melalui
reseptor non-NMDA. Peningkatan kalsium intraseluler
mengarah pada peningkatan respons yang masuk,
sehingga setiap sinyal yang masuk menghasilkan output
yang lebih banyak secara berturut-turut (“windup”)
• Jika aktivitas serabut saraf C dengan frekuensi
tinggi terus berlanjut, aliran biokimia intrasel
yang juga memperbesar dan meningkatkan
respons menjadi pecimu dan sensitisasi tulang
belakang yang tahan lama akan menghasilkan
allodinia dan atau hasil hiperalgesia. Jika
aktivitas ini adalah hasil dari cedera jaringan,
maka allodinia atau hiperalgesia sekunder
biasanya meluas ke jaringan yang tidak terluka.
• Salah satu aliran tersebut meliputi aktivasi Ca2 + dari
enzim fosfolipase A2 (PLA2), ini akan membebaskan asam
arakadonat dari membran plasma, sehingga membuatnya
tersedia sebagai substrat untuk enzim siklooksigenase dan
menghasilkan produksi prostaglandin. Prostaglandin (PG)
berdifusi keluar dari neuron spinal dan kembali ke
terminal sentral dari serabut saraf nosiseptif afferen
(retrograde neurotrans-mission). Di sana, mereka
bertindak berdasarkan reseptor PG spesifik untuk
meningkatkan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan
berpotensi aksi yang menyerang terminal
• Opiat tulang belakang menghambat aktivitas
nosiseptif yang dimediasi serabut saraf C
dalam dua cara. Mereka berikatan dengan
reseptor opiat μ dan κ pada terminal pusat
serabut saraf afferen primer nosiseptif
(presinaptik) dan, dengan mengurangi entri
Ca2 + ketika potensial aksi menyerang
terminal, mengurangi jumlah neurotransmitter
yang dilepaskan per potensi aksi.
• Prostaglandin juga bertindak melalui reseptor PG spesifik pada
astrosit untuk mengaktifkannya dan menyebabkan mereka
melepaskan zat neuroaktif tambahan termasuk sitokin pro
peradangan.
• analgesia preemptive adalah penggunaan anestesi lokal di
sekitar sayatan (lokasi cedera) akan memblokir frekuensi tinggi
serabut saraf C yang terjadi pada saat cedera. Dengan
demikian, memblokir atau mengurangi sensitifitas nyeri dan
analgesik tulang belakang yang dihasilkan. Uji klinis analgesia
preemptive belum membuktikan hal ini. Studi-studi dengan
blokade serabut saraf afferen input perifer yang dipertahankan
sedang dilakukan.
• Opiat juga mengikat pascasinaps (pada neuron ujung
dorsal) dengan reseptor opiate μ dan δ. Di sini, opiat
meningkatkan permeabilitas terhadap K +, yang membuat
hiperpolarisasi neuron dan menghasilkan penghambatan
transmisi nosiseptif akut. Serabut saraf Aβ tidak memiliki
reseptor opiat. Jadi, jika serat Aβ (sentuhan) memediasi
nyeri (allodinia), opiat tulang belakang hanya memiliki
aksi pascasinaps dan memberikan efek analgesik yang
lebih sedikit daripada pada nyeri yang diperantarai
serabut saraf C. Ini adalah salah satu teori mengapa nyeri
yang dimediasi Aβ relatif resisten terhadap opiat.
• Serotonin dan norepinefrin juga menghambat
penularan nosiseptif baik pra dan pasca
sinaptik. Monoamina ini dilepaskan terutama
dari akson yang badan selnya terletak di
berbagai inti otak. Tindakan analgesik
diperkuat oleh inhibitor monoamine reuptake
(antidepresan trisiklik) dan bersifat sinergis
dengan morfin.
PROYEKSI SUPRASPINAL

• Ada proyeksi yang kuat dari tanduk dorsal


superfisial dan dalam ke lateral thalamus
(saluran spinothalamic). Jalur "klasik" ini
diproyeksikan ke korteks somatosensori (S1)
dan terjemahkan sebagai bagian integral
dalam diskriminasi sensorik nyeri, yaitu, di
mana itu, apakah itu tajam, apakah panas, dan
sebagainya
• Ujung dorsal superfisial memiliki proyeksi unik
ke posterior thalamus (VMpo). Inti ini, pada
gilirannya, memproyeksikan ke posterior
insula cortex. Area ini, baru-baru ini, telah
diusulkan sebagai pusat nyeri kortikal yang
unik serta untuk terlibat dalam kontrol
homeostatik dari lingkungan internal,
termasuk integritas jaringan.
• Bagian ventrocaudal dari medial dorsal thalamus
(MDvc) juga menerima input eksklusif dari lamina
I. Area ini memproyeksikan ke korteks cingulate
anterior. Jalur medial ini cenderung mewakili
komponen motivasi afektif untuk nyeri.
• Jalur lain berkontribusi pada perubahan fungsi
otonom bersamaan dengan nyeri, termasuk
saluran spinoreticular dan spinomesencephalic.
INFORMASI LEBIH LANJUT
• Sorkin LS, Wallace MS. Acute pain mechanisms.
Surg Clin North Am. 1999;79:213–230.
• Wallace MS, Dunn JS, Yaksh TL. Pain: Nociceptive
and neuropathic mechanisms with clinical
correlates. Anesthesiol Clin North Am.
1997;15:229–334.
• Yaksh TL, Lynch C, Zapol WM, Maze M, Biebuyck
JF, Saidman LJ. Anesthesia: Biologic Foundations.
Philadelphia: Lippincott–Raven; 1998:471–718.

Anda mungkin juga menyukai