Anda di halaman 1dari 55

Malaria

Plasmodium vivax
Plasmodium ovale
Plasmodium falciparum
Plasmodium malaria
Penyebaran Malaria di Indonesia
Penularan dan Daur Hidup Malaria
Daur Hidup Nyamuk Anopheles
Gejala Klinis Malaria
MASA INKUBASI
P.falciparum : 12 hr
P.vivax / P. ovale : 13 – 17 hr
P. malariae : 28 – 30 hr
STADIUM DINGIN
15 Mnt – 1 JAM
STADIUM DEMAM
SUHU MENINGKAT SP 42ºC / LEBIH
2 – 4 JAM, KRN SKIZON PECAH
PERIODE TIAP 3 hr : P.f, P.v & P. o
4 hr : P.m
STADIUM BERKERINGAT
Gejala Malaria Berat
Biasanya karena
Plasmodium
falciparum
ANEMIA BERAT
KEJANG-KEJANG
KOMA / PINGSAN
GAGAL GINJAL
DIAGNOSIS MALARIA
1. MIKROSKOPIS
2. QBC
3. IMUNODIAGNOSIS :
- DEEP STICK
- IFAT
4. DNA-BASED :
-SEMI NESTED PCR
-HIBRIDISASI
DIAGNOSIS MIKROSKOPIS
MALARIA
PEWARNAAN GIEMSA DARI SEDIAAN
DARAH TEBAL
PEWARNAAN GIEMSA DARI SEDIAAN
TIPIS

BERIKUT INI CIRI-CIRI MORFOLOGIS


Plasmodium falciparum dan Pl vivax
dari sediaan darah tipis
Trofozoit muda Pl. falciparum

1. BTK CINCIN KECIL, SITOPLASMA HALUS


2. SPT CINCIN / SPT BURUNG TERBANG di
PINGGIR
3. ERITROSIT (BTK ACCOLE)
4. INTI WARNA MERAH 1 / 2 bh INTI PD SATU
CINCIN
Trofozoit tua Pl. falciparum

1. SITOPLASMA MULAI MENEBAL / LEBIH PADAT, /


BENTUK AMUBOID LEBIH TERATUR
2. INTI, BELUM MEMBELAH KADANG SUDAH JADI 2 BH
3. PIGMEN MALARIA KADANG MULAI TAMPAK
4. DLM ERITROSIT ADA TITIK-TITIK MAURER
5. JARANG DITEMUKAN PD SEDIAAN DARAH TEBAL
Skizont muda Pl. falciparum

1. MENGISI KIRA-KIRA SEPARUH ERITROSIT


2. BENTUK AGAK MEMBULAT
3. INTI MULAI MEMBELAH
4. PIGMEN MAL MULAI TAMPAK DI ANTARA INTI
5. TITIK MAURER DLM ERITROSIT HILANG
Skizont tua Pl. falciparum

1. SITOPLASMA TIDAK MENGISI SLRH ERIT


2. INTI SUDAH MEMBELAH JADI 15-30 BH
3. MEROZOIT SUDAH TAMPAK
4. PIGMEN MALARIA , MENGGUMPAL DI TENGAH
MEROZOIT
Pl falciparum
Trofozoit (kiri), Skizont tua (kanan)
Gametosit jantan Pl. falciparum

1. BTK GINJAL/PISANG GEMUK


2. PLASMA MERAH MUDA
3. INTI BESAR TERSEBAR, PUCAT
4. PIGMEN MAL TERSEBAR DI ANTARA INTI
Gametosit betina Pl. falciparum

1. BENTUK LANGSING SPT PISANG AMBON


2. PLASMA WARNA BIRU
3. INTI PADAT KOMPAK, LETAK DI TENGAH
4. PIGMEN MAL TERSEBAR DI SEKITAR INTI
Gametosit Pl Falciparum
jantan (kiri), betina (kanan)
Pengobatan Malaria
IKUTIPETUNJUK DOKTER
Trofozoit muda Plasmodium vivax

1. BTK CINCIN, INTI MERAH


2. SITOPLASMA BIRU, DI DLM ADA VAKUOLA
3. PLASMA DIHADAPAN INTI MENEBAL
4. PRST LETAK SENTRAL DLM ERITROSIT
5. BIASANYA HANYA 1 PRST DLM 1 ERITROSIT
Trofozoit tua Plasmodium vivax

1. BENTUK AMUBOID
2. SITOPLASMA TAMPAK TIDAK TERATUR
3. CIRI KHAS, TAMPAK TITIK-TITIK SCHUFFNER
Skizont muda Plasmodium vivax

1. BENTUK BULAT, MENGISI HAMPIR SEPAROH ERITROSIT


2. PLASMA PADAT, TAK BERVAKUOLA
3. INTI MULAI MEMBELAH
4. DIANTARA INTI , ADA BUTIR-BUTIR HEMATIN (PIG MAL)
5. ADA TITIK-TITIK SCHUFFNER
Skizont tua Pl Vivax

1. INTI SUDAH MEMBELAH 12 - 24


2. TIAP PEMBELAHAN INTI, DIIKUTI PEMBELAHAN
SITOPLASMA SHG MEROZOIT SDH TAMPAK : 12 - 24 BH
3. PARASIT MENGISI PENUH ERITROSIT
Gametosit Pl vivax
jantan (kiri), betina (kanan)

1. BENTUK BULAT 1. BENTUK LONJONG /


BESAR, LEBIH KECIL BULAT,
DARI GAMETOSIT MENGISIHAMPIRSEL
BETINA URUH ERITROSI
2. INTI BESAR PUCAT, 2. INTI KECIL KOMPAK,
TAKKOMPAK, LETAK EKSENTRIS
SENTRIS 3. PLASMA BIRU
3. PLASMA PUCAT 4. PIGMEN MALARIA
KELABU – MERAH TERSEBAR
MUDA
4. PIGMEN MALARIA
TERSEBAR
Pl vivax berbagai stadia
Malaria
Malaria merupakan penyakit yang
endemik di negara tropis termasuk
Indonesia.
Malaria yang menyerang manusia adalah
malaria falciparum, malaria vivax ,
malaria malariae dan malaria ovale.
Di Indonesia yang dominan adalah
malaria falciparum (malaria tropika,
malaria tertiana maligna) dan malaria
vivax (malaria tertiana benigna).
Yang banyak mengalami kegagalan
pengobatan sampai kematian adalah
malaria falciparum yang sering
menimbulkan komplikasi ke berbagai
organ termasuk otak.
banyak faktor yang berhubungan
dengan timulnya malaria misalnya
dari segi pengobatan,
penanggulangan vektor, penanganan
lingkungan yang membantu
perkembang biakan nyamuk,
perilaku manusia sendiri terhadap
malaria, dan pelaksanaan program
penanggulangan malaria.
Pengobatan penderita malaria merupakan
salah satu segmen dari penanggulangan
malaria dengan tujuan mengurangi jumlah
penderita sebagai sumber penularan.
Diagnosa yang benar, pengobatan yang
tepat dan kepatuhan minum obat sangat
diperlukan untuk keberhasilan
penanggulangan malaria.
Petunjuk pengobatan standar untuk
malaria telah dikeluarkan oleh World
Health Organization (WHO) dan
Departemen Kesehatan
Depkes telah menyediakan 4 macam obat
standar antimalaria yang masih dipakai
sampai saat ini.yaitu klorokuin,
sulfadoxin/pirimetamin (S/P atau
Fansidar), primakuin dan kina.
Pemakaian obat antimalaria yang lama
yang tidak terkontrol telah menyebabkan
adanya drug pressure di masyararakat
sehingga menyebabkan timbulnya banyak
kegagalan pengobatan atau bahkan
resistensi terhadap beberapa obat
antimalaria tersebut.
Obat antimalaria standar

Di dalam perkembangannya plasmodium


penyebab malaria mengalami siklus
sisogoni di hati (hepar), sisogoni di
eritrosit, gametogoni di eritrosit dan
sporogoni di dalam nyamuk.
Siklus yang menimbulkan gejala klinis
pada malaria adalah siklus sisogoni di
eritrosit, sehingga untuk pengobatan
gejala klinis harus diberikan sisontosida
darah.
Obat standar yang termasuk
sisontosida darah adalah klorokuin
(lini pertama), Fansidar (lini kedua)
dan kina (lini ketiga). Obat-obat
tersebut akan membunuh sison di
eritrosit sehingga gejala klinis dan
parasitemia akan berangsur hilang
dengan cepat.
Dosis yang tepat adalah syarat
yang utama yang harus
dipenuhi.
Kekurangan dosis akan
menyisakan parasit dalam
densitas (parasitemia) rendah
sekali yang akan beredar di
dalam d arah dan tidak
terdeteksi secara mikroskopis
(subpaten).
Lambat laun parasitemia akan
berkembang sampai suatu saat terdeteksi
secara mikroskopis dan menyebabkan
rekrudesensi.
Akibat yang lain adalah akan memacu
adanya siklus gametogoni, sehingga di
dalam darah perifer perderita terdapat
banyak gametosit yang berbahaya bagi
penularan malaria.
Gametosit dapat ditanggulangi
dengan obat-obat standar tersebut,
misalnya klorokuin sendiri akan
membunuh gametosit P. vivax , P.
ovale, P. malariae dan P. falciparum
muda.
Siklus selanjutnya terjadi di hati setelah
nyamuk menggigit manusia, sebagian
besar akan mengalami siklus sisogoni
(ekstraeritrositer).
Sebagian kecil dari parasit tidak
langsung mengalami sisogoni dan akan
tidur (dormant) menjadi hipnosoit
sebagai sumber terjadinya relaps.
Hipnosoit kelak akan menjadi aktif
meneruskan siklus sisogoni dan
terjadilah relaps.
Stadium ini juga harus diberantas dengan
obat sisontosida jaringan, yaitu primakuin
(derivat 8-aminokuinolin) sehingga tidak
terjadi relaps.
Melihat target stadium parasit tersebut
maka pengobatan dengan obat malaria
standar sebenarnya telah mencakup
semuanya,membunuh sison di darah,
sison di hati dan gamtositnya.
Kloroquin (derivat 4-aminokuinolin):

Formulasi obat berbentuk tablet 100


mg atau 150 mg basa klorokuin sulfat
atau fosfat
1.sisontosida darah yang cepat
2.gametositosidal untuk P. falciparum
yang muda (stadium1-3) dan gametosit
jenis Plasmodium yang lainnya
3.tidak mempunyai efek terhadap
sporosoit dan sison di hepar (hipnosoit)
Dosis sebagai sisontosidal darah:
dosis total 25 mg/ kilogram (kg)
berat badan (bb) selama 3 hari: (10
mg/kg bb) pada hari ke 1 dan 2,
diikuti 5 mg/kg bb pada hari 3) atau
(10 mg/kg bb pada hari ke 1 diikuti
5 mg/kg bb pada 6-8 jam
berikutnya), kemudian 5 mg/kg bb
pada hari ke 2 dan 3).
Parenteral
Bila diperlukan pemberian parenteral
misalnya pada keadaan koma, maka
diberikan dosis 200 mg klorokuin basa IM,
½ dosis pada setiap bokong. Dosis boleh
diulang setiap 6 jam dengan syarat dalam
24 jam tidak melebihi 800 mg klorokuin
basa. Pengobatan parenteral harus segera
dihentikan bila obat telah dapat diberikan
per oral (Sukarban dan Zunida, 1998).
Parenteral anak-anak
Chloroquine HCl 5 mg basa/kg BB,
IM setiap 6 jam sampai terapi oral
memungkinkan (Markell et al, 1986)
Kontra indikasi adalah:

1.hipersensitifitas terhadap klorokuin


2.riwayat epilepsi
3.menderita psoriasis
Kina:
Obat ini dipakai pada daerah dengan
resistensi terhadap klorokuin dan
terhadap kombinasi sulfadoxin-
pirimetamin (Fansidar).
Kina sebaiknya dipakai bersama dengan
antimalarial yang lain terutama pada
daerah yang sudah menunjukkan tanda
resistensi terhadap kina seperti beberapa
daerah di Indonesia, misalnya Papua.
Untuk meningkatkan kepatuhan dan
mempertahankan efikasi, kina
biasanya kina dikombinasikan
dengan antibiotik seperti tetrasiklin
atau doksisiklin (kontra indikasi
untuk ibu hamil dan anak-anak,
sehingga dapat diganti dengan
klindamisin).
Efek kina:

1.sisontosida darah untuk semua


spesies
2.tidak aktif terhadap sison di hati
3.aktif terhadap gametosit P. vivax, P.
ovale dan P. malariae dan P
falciparum yang muda
4.tidak aktif terhadap sporosoit
DosisKina
Daerah yang masih sensitif terhadap
kina: 8 mg basa /kg bb 3X sehari
selama 7 hari
Daerah yang menunjukkan kegagalan
dengan kina: 8 mg basa/kg bb 3X
sehari selama 7 hari dikombinasi
dengan antibiotika tetrasiklin 250 mg
4X sehari selama 7 hari atau doksisiklin
100 mg basa setiap hari selama 7 hari
kina: 8 mg basa/kg bb 3X sehari
selama 7 hari dikombinasi dengan
klindamisin 300 mg 4X sehari selama
5 hari (baik untuk ibu hamil dan
anak-anak).
Apabila pemberian secara oral tidak
memungkinkan (penderita tidak sadar/
malaria berat) maka diberikan secara
intravena secara perlahan dalam cairan
isotonic atao 5% glukosa selama 4 jam
atau intramuskular memakai cairan kina
dengan konsentrasi 60 mg/ml dibagi dalam
2 bagian, masing-masing diberikan pada
sisi depan paha kanan dan kiri.
Apabila penderita sudah dapat minum obat
maka pemberian kina diteruskan secara
peroral sampai dosis penuh tercapai.
Loading dose diperlukan untuk diberikan
pada mangemen malaria berat yang
memerlukan konsentrasi obat yang optimal
secara cepat dalam beberapa jam.
Efek samping kina: Pemberian kina dengan
dosis terapetik pada ibu hamil tidak
memacu kelahiran dini seperti yang
ditakutkan, yang sebenarnya disebabkan
karena efek panasnya dan efek lain dari
malarianya sendiri. Hipoglikemia mungkin
akan terjadi setelah pemberian kina sebab
obat ini menstimulasi sel beta para kelenjar
pancreas.
Kegagalan pengobatan

Penyebab kegagalan pengobatan:


1.dosis diberikan secara tidak benar
2.obat dimuntahkan sebelum 1 jam (ulangi
lagi pemberian dosis tadi)
3.penyerapan obat yang tidak baik
4.parasit sudah resisten terhadap obat
5.kualitas obat yang kurang baik
kepatuhan (compliance) pemakai obat
Pencegahan malaria.
1.Ibu hamil. Pencegahan malaria pada
ibu hamil sangat penting karena
malaria pada ibu hamil dapat
menyebabkan kematian janin, aborsi
spontan, berat bayi lahir rendah atau
kematian ibu.. Sampai saat ini belum
ada bukti klinik bahwa Fansidar
menyebabkan gangguan pada
perkembangan fetus.
Pemberian klorokuin 5 mg/kg bb
dosis tunggal setiap minggu atau 10
mg/kg bb setiap minggu dibagi
menjadi 6 dosis harian. Masalahnya
adalah kepatuhan minum obatnya
selama kehamilan yang biasanya
membuat kegagalan.
Untuk meningkatkan kepatuhan maka
dapat dilakukan dengan pemberian
Fansidar dosis pengobatan penuh kepada
ibu hamil pada kunjungan antenatal
pertama pada trimester 2 dan diulangi
sekali lagi pada trimester 3;
hal ini sangat efektif untuk eliminasi
parasit di plasenta atau pencegahan
infeksi plasental dan parasitemia di darah
perifer pada malaria falciparum.
2. Wisatawan atau militer.
Untuk para wisatawan/militer yang akan
mengunjungi/tugas ke daerah malaria
yang masih sensitive terhadap klorokuin,
2 tablet klorokuin 150 mg basa dapat
diberikan setiap minggunya, diminum 2
minggu sebelum berangkat, diteruskan
selama di sana sampai 2 minggu setelah
pulang; atau doksisiklin 100 mg garam
(atau 1.5 mg garam/kg) setiap hari dapat
dipakai juga untuk pencegahan malaria
Penelitian terbaru pemberian 30 mg
(2 tablet) primakuin setiap hari
dapat diberikan bagi wisatawan atau
militer yang akan mengunjungi/
bertugas di daerah yang resisten
terhadap klorokuin.
Alhamdulillaahi rabbil `aalamiin

Anda mungkin juga menyukai