Anda di halaman 1dari 60

Biomedik III

“Patologi Penyakit Pada


Ginjal dan Traktus
Urinarius”

DISUSUN OLEH :

S E P T I W I DYA S T U T I 6 4 1 1 4 1 8 1 5 9
S H E R L I J E S I N ATA S A F I T R I 6 4 1 1 4 1 8 1 6 2
K A FA L A N A R A H M AT I K A
INFEKSI SALURAN KEMIH

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus


Infection adalah suatu keadaan dimana kuman atau
mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran
kemih dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011).
Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih
(Haryono, 2012).
ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana
terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya
sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada
saluran kemih (Dipiro dkk, 2015).
ETIOLOGI

Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh


bakteri,virus dan jamur.
Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif. E.Coli
menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh
Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Candida merupakan jamur yang paling sering
menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter,
pasien DM atau yang mendapat pengobatan dengan
antibiotik spektrum luas. Candida yang paling sering
ialah Candida albicans dan Candida tropicalis.
PATOFISIOLOGI

Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman)


masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang
biak di dalam media urin.
Kuman yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke
dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra,
kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai
ke ginjal.
Mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui empat cara, yaitu:
1. Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui
empat tahapan, yaitu :
Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan
daerah introitus vagina
Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme
dalam kandung kemih
Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke
ginjal
2. Hematogen (descending) disebut demikian bila
sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal yang akhirnya
menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui
peredaran darah.
3. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya
mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal
namun cara ini jarang terjadi.
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah
terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari
pemakaian kateter.
MANIFESTASI KLINIS

Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan


beberapa gejala seperti demam, susah buang air kecil,
nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering
buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika
berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik
(Permenkes, 2011).
DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan


pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap,
urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar gula darah,
urinalisasi rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test.
(Stamm dkk, 2001).
DIABETES INSIPIDUS

Diabetes insipidus adalah kelainan langka yang terjadi


saat ginjal seseorang mengeluarkan sejumlah besar
urine yang tidak normal yang tidak sedap dan encer.
Pada kebanyakan orang, ginjal mengeluarkan sekitar 1
sampai 2 liter air kencing sehari. Pada orang dengan
diabetes insipidus, ginjal bisa mengeluarkan 3 sampai
20 liter air kencing sehari. Akibatnya, penderita
diabetes insipidus mungkin merasa perlu minum
sejumlah besar cairan.
KLASIFIKASI

Menurut Batticaca (2008) secara patogenesis, diabetes


insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut :
Diabetes Insipidus Sentral (Central Diabetes
Insipidus-CDI)
Diabetes Insipidus Netrogenik (Netrogenic Diabetes
Insipidus-NDI)
• Diabetes Insipidus Sentral (Central
Diabetes Insipidus-CDI)
Pada dewasa penyebab yang sering antara lain
karena kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus
akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala,
atau penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada
anak-anak, penyebabnya karena kelainan genetik.
Kerusakan ini mengganggu pembuatan, penyimpanan,
dan pelepasan ADH.
• Diabetes Insipidus Nefrogenik
(Nefrogenic Diabetes Insipidus-NDI)

Kelainan akibat cacat tubulus


ginjal, menyebabkan ginjal tidak berespons baik
terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan
kelainan ini.
ETIOLOGI

Diabetes Insipidus Sentral (Central Diabetes


Insipidus-CDI)
Diabetes insipidus sentral disebabkan karena
adanya kerusakan kelenjar hipotalamus atau hipofisis,
sehingga menyebabkan gangguan penyimpanan dan
pengeluaran ADH. Kerusakan ini dapat terjadi akibat
operasi, tumor, meningitis, kelainan genetik, atau
trauma kepala.
Diabetes Insipidus Nefrogenik (Nefrogenic Diabetes
Insipidus-NDI)
Diabetes insipidus nefrogenik (NDI) disebabkan
karena adanya kelainan pada tubulus ginjal (tempat di
mana air dikeluarkan dan dipertahankan), akibat
kelainan genetik, penyakit ginjal kronik, atau
konsumsi obat tertentu, seperti lithium atau
demeclocycline.
PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya diabetes insipidus adalah


produksi hormon antidiuretik yang berkurang atau
ketika ginjal tidak lagi merespons seperti biasa
terhadap hormon antidiuretik. Akibatnya, ginjal
mengeluarkan terlalu banyak cairan dan tidak bisa
menghasilkan urine yang pekat. Orang yang
mengalami kondisi ini akan selalu merasa haus dan
minum lebih banyak karena berusaha mengimbangi
banyaknya cairan yang hilang.
MANIFESTASI KLINIS

Rasa haus yang berlebihan.


Pengeluaran urine yang sangat banyak, dapat
mencapai 15 liter jika pengidap mengonsumsi cairan
dalam jumlah banyak.
Waktu tidur malam menjadi terganggu lantaran
harus sering bangun untuk buang air kecil.
Sering mengompol.
DIAGNOSIS

 Tes darah dan tes urine. Tes darah dilakukan untuk


mengetahui kadar hormon antidiuretik di dalam darah. Selain
darah, pemeriksaan urine juga akan dilakukan untuk mengetahui
beberapa unsur lain, seperti glukosa, kalsium, dan potasium.
Urine dari penderita diabetes insipidus akan sangat encer
 Tes hormon antidiuretik. Tes ini akan menunjukkan reaksi
tubuh Anda terhadap hormon antidiuretik yang diberikan
melalui suntikan untuk mengetahui diabetes insipidus jenis apa
yang diderita.
 MRI. MRI dilakukan jika terdapat dugaan kerusakan pada
hipotalamus atau hipofisis dan untuk mencaritahu penyebab
kerusakan tersebut, misalnya karena tumor.
BATU GINJAL (URINARY CALCULI)
PENGERTIAN

 Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah


massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
 Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). 
 Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis
renalis, nefrolitiasis).
ETIOLOGI

1). Faktor intrinsik, meliputi :


ETIOLOGI

2). Faktor ekstrinsik, meliputi :


Geografi
Iklim dan temperatur
Asupan air
Diet
Pekerjaan
PATOFISIOLOGI

1. Konsentrasi larutan urin meningkat


2. Supersaturasi elemen urin (kalsium, fosfat,
oksalat)
3. pH urin berubah menjadi asam
4. Imobilisasi yang lama
5. Pergerakan kalsium ke tulang terhambat
6. Kadar serum kalsium meningkat
7. Pengendapan atau penumpukan kalsium
semakin bertambah
8. Batu ginjal
PATOFISIOLOGI

Terjadinya batu ginjal ada 2, yaitu :


1. Batu ginjal kecil : keluar lewat urin, trauma
saluran kemih, nyeri.
2. Batu ginjal besar : obstruksi saluran kemih,
dilatasi struktur ginjal, refluks urine,
hidronefrosis, kerusakan organ ginjal yang lama,
gagal ginjal kronis.
JENIS-JENIS BATU GINJAL

1). Batu Kalsium


2). Batu Struvit
3). Batu Asam Urat
GAMBARAN KLINIS & DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik : mungkin didapatkan nyeri ketok di
daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang
sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi
didapatkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine : menunjukan adanya
lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu.
LANJUTAN DIAGNOSIS…

Pemeriksaan kultur urine : mungkin menunjukkan


adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea.
Pemeriksaan faal ginjal : bertujuan mencari
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal
dan untuk mempersipkan pasien menjalani
pemeriksaan foto PIV.
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri di perut bagian bawah (kandung kemih)
Nyeri punggung atau nyeri kolik yang hebat
(ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis)

Gejala lain :
Mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah di dalam air kemih
KOMPLIKASI
Gagal Ginjal
Strikter Ureter
Pyelonefritur – pyonefrosis
Perinefrik / para nefrik abses
Urosepsis
Neoplasma ginjal
GAGAL GINJAL KRONIK
PENGERTIAN

Chronik Kidney Desease adalah suatu gangguan


fungsi renal yang progresif irreversible yang
disebabkan oleh adanya penimbunan limbah
metabolik di dalam darah, sehingga kemampuan
tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa
sampah metabolisme dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
ETIOLOGI

Menurut Price, 1992; 817, penyebabnya antara lain :


Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya
nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus
eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
ETIOLOGI

Gangguan kongenital dan herediter misalnya


penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan
analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih
bagian atas : kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
PATOFISIOLOGI
 Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus
meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah
terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi
sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik.
 Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut
adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada
penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer
apapun.
 Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan
ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan gagal ginjal terminal.
GAMBARAN KLINIS & DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


2. Pemeriksaan laboratorium :
a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
b. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
c. Pemeriksaan laboratorium untuk
perjalanan penyakit
3. Pemeriksaan penunjang diagnosis
MANIFESTASI KLINIS
 Gejala dini :
Lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi

 Gejala yang lebih lanjut :


Anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan, preuritis mungkin tidak ada tapi mungkin
juga sangat parah.
KLASIFIKASI

a. Stadium Pertama
 Dinamakan penurunan cadangan ginjal, selama stadium
ini kreatinin serum dan kadar BUN Normal, Creatinin
Clerance berkisar 40-70 ml/mnt.
b. Stadium Kedua
 Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal
dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak. (GFR besarnya 25% dari normal) kadar BUN
mulai meningkat diatas batas normal, kadar kreatinin
serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.
KLASIFIKASI

c. Stadium Ketiga
 Stadium akhir gagal ginjal proresif, disebut gagal ginjal
stadium akhir uremia, gagal ginjal stadium akhir timbul
apabila sekitar 90% dari masa nefron telah hancur atau
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh, nilai GFR
hanya 10% dari keadaan normal dan creatinin clearance 5
ml/mnt.
KOMPLIKASI

Hiperkalemia perikarditis,
Efusi perikardial,
Hipertensi,
Anemia, dan
Penyakit tulang.
ALBUMINURIA
PENGERTIAN

Albuminuria atau proteinuria adalah suatu kondisi


dimana terlalu banyak protein dalam urin dan
petanda adanya kerusakan ginjal
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin
manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih
dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari
140 mg/m²
PATOGENESIS

Saat darah melewati ginjal yang sehat, maka ginjal akan


menyaring produk limbah dan zat-zat sisa yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh lalu membuangnya melalui urin.
Sedangkan albumin dan protein lain merupakan zat yang
masih diperlukan oleh tubuh sehingga tidak dikeluarkan.
Namun, ketika ginjal mengalami kerusakan dalam menyaring,
maka protein dari darah dapat bocor ke dalam urin.
Jika proteinuria tidak terkontrol, peningkatan jumlah protein
dalam urin dapat menyebabkan kerusakan ginjal menjadi
lebih berat. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.
PATOFISIOLOGI

Proteinuria terjadi karena molekul protein dapat


melewati membran glomerulus. Hal ini dapat terjadi
karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomeruli, peningkatan tekanan intra glomerular
atau keduanya
PROGNOSIS

Urin mengandung protein


Urin yang mengandung protein biasanya ditandai oleh warna urin yang
berubah menjadi keruh, adanya nanah ketika buang air kecil, dan
memiliki bau yang menusuk
Nyeri pinggang
Ketika mengalami penyakit ginjal maka bagian yang paling merasakan
sakit ialah pinggang. Karena ginjal berada di bagian belakang atas
kanan dan kiri tubuh manusia. Nyeri pinggang terjadi karena jaringan
penyaringan cairan dalam ginjal mengalami kerusakan.  
Pembengkakan pada bagian tubuh
Pada orang yang terkena Albuminuria akan mengalami pembengkakan
yang terjadi pada beberapa anggota tubuh. Pembengkakan ini terjadi
karena adanya cairan yang menumpuk pada ginjal
PROGNOSIS

Tubuh cepat lelah


Albuminuria menyebabkan tubuh kekurangan protein,
kekurangan protein ini menyebabkan tubuh lebih
gampang lelah dan letih.
tidak memiliki gejala pada tahap awal
urin yang berbusa
darah tidak bisa menyerap cukup cairan, sehingga dapat
terjadi pembengkakan di tangan, kaki, perut, atau wajah
(edema)  tanda-tanda hilangnya protein (proteinuria)
dalam jumlah besar dan menunjukkan bahwa penyakit
ginjal telah berkembang.
Dilakukan pemeriksaan sampel urin acak untuk mendeteksi
adanya proteinuria.
Protein ini mudah dan cepat ditemukan dengan pengujian
dipstick urin.
Jika tes skrining ini negatif, tes urine yang lebih akurat dapat
dilakukan untuk mengukur rasio disebut rasio albumin :
kreatinin.
Rasio albumin-kreatinin terhadap sampel urin pagi dianggap
akurat, tapi kadang-kadang koleksi urin 24 jam dapat
dilakukan untuk mengukur albuminuria. Albuminuria juga
dapat diukur dengan menggunakan dipstick-albumin
spesifik pada sampel urin acak
KOMPLIKASI

1. Edema paru karena overload cairan.


2. Gagal ginjal akut akibat penipisan intravascular
3. Peningkatan resiko infeksi bakteri, termasuk
bakteri peritonitis
4. Peningkatan resiko thrombosis srteri dan vena,
termasuk thrombosis vena ginjal
5. Peningkatan resiko penyakit kardiovaskular.
DIABETES MILITUS (PENGERTIAN)

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang bersifat


progresif, dikarakteristikan oleh ketidakmampuan
tubuh untuk memetabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein, yang mengarah kepada hiperglikemia (kadar
gula darah yang tinggi) (Black, 2009). Menurut
Sherwood (2012), diabetes secara harfiah artinya
“mengalirkan”, yang menunjukkan pengeluaran urin
dalam jumlah besar. Mellitus artinya “manis”. Urin
pasien DM terasa manis kerena banyaknya glukosa
dalam urin.
KLASIFIKASI

1. Diabetes melitus tipe 1 adalah hasil dari autoimunitas


kerusakan sel beta, yang mengarah kepada defisiensi
hormon insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil dari kerusakan
pengeluaran insulin secara pogresif yang disertai dengan
resistensi insulin, biasanya berkaitan dengan obesitas.
3. Diabetes melitus gestasional adalah jenis diabetes melitus
yang didiagnosis selama masa kehamilan.
4. Diabetes melitus jenis lain, mungkin terjadi sebagai hasil
dari kerusakan genetik di fungsi sel beta, penyakit kelenjar
pankreas (misalnya sistik fibrosis), atau penyakit yang
diinduksi penggunaan obat-obatan.
Menurut WHO, diabetes melitus dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan perawatan dan simtoma.
 Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 1 biasa
menyerang anak-anak. Merupakan diabetes yang terjadi karena
berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel
beta pada pulau langerhans. Hilangnya sel beta dikarenakan
reaksi autoimun yang salah sehingga menghancurkan sel beta di
pankreas. Salah satu gejala DM tipe 1 ini adalah buang air kecil
yang terlalu sering.
 Diabetes Melitus Tipe 2 Merupakan tipe diabetes yang bukan
karena berkurangnya rasio insulin dalam darah, melainkan
karena kelainan metabolisme. Terjadi Hiperglisema yaitu
bertambahnya atau melebihnya glukosa darah.
 Diabetes Melitus Gestasional Diabetes tipe ini
adalah diabetes yang timbul pada saat kehamilan,
yang diakibatkan oleh kombinasi dari kemampuan
reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada
kehamilan. Resiko terjadinya anomali kongenital
berkaitan langsung dengan derajat hiperglikemia
pada saat diagnosis ditegakkan. Pada diabetes
melitus jenis ini, insulin sulit bekerja karena
beberapa hormon pada ibu hamil memiliki efek
metabolik yang bertoleransi dengan glukosa.
ETIOLOGI
ETIOLOGI TIPE
TIPE 11

Diabetes melitus tipe 1, yang sebelumnya disebut IDDM atau


juvenile-onset diabetes mellitus, dikarakteristikan oleh
kerusakan sel beta pankreas, yang mengarah kepada
defisiensi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 adalah salah satu
penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak, tiga
sampai empat kali lebih umum dibandingkan dengan
penyakit anak-anak lainnya seperti sistik fibrosis, artritis
rheumatoid anak-anak, dan leukemia (Black, 2009).
Kejadian diabetes mellitus tipe 1 pada pria dan wanita
hampir sama dengan kondisi lebih umum terjadi pada orang
African Americans, Hispanic Americans, Asian Americans,
dan Native Americans.
Diabetes mellitus tipe 1 diwariskan dalam bentuk alel
heterozigot. Kembar identik memiliki risiko 25%-50%
mewariskan penyakit ini, sedangkan saudara kandung berisiko
6% dan keturunan berisiko 5%. Sebuah gabungan juga terjadi
antara diabetes melitus tipe 1 dan Human Leukocyte Antigens
(HLAs). Faktor lingkungan seperti paparan virus yang
mencetuskan proses autoimunitas yang menghancurkan sel
beta. Islet Cell Antibodies (ICAs) kemudian muncul,
memingkat dalam hitungan bulan dan tahun seiring dengan
hancurnya sel-sel beta. Hal ini mempercepat hiperglikemia
(kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi ketika 80%-90%
massa sel beta telah dihancurkan.
ETIOLOGI TIPE 2

Diabetes mellitus tipe 2, yang sebelumnya disebut NIDDM atau


adult-onset diabetes mellitus, adalah gangguan yang melibatkan
faktor genetik dan lingkungan. Diabetes mellitus adalah jenis
paling umum dari diabetes melitus, mempengaruhi 90% dari
seluruh orang yang menderita diabetes melitus. Diabetes mellitus
tipe 2 biasanya didiagnosis pada umur diatas 40 tahun dan lebih
umum diantara orang dewasa, orang dewasa dengan obesitas, dan
pada beberapa populasi etnis dan ras (Black, 2009). Akan tetapi,
diagnosis diabetes melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja
sedang mengalami peningkatan, terutama pada orang African
Americans dan Hispanic/Latino Americans. Rata-rata, orang-orang
yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 telah memiliki diagnosis
sekitar 6,5 tahun sebelum identifikasi klinis dan perawatan.
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 sangat mencolok pada
orang Native Americans, Africa Americans, Hispanic
Americans, tentunya pada orang dewasa dan obesitas.
Diabetes melitus adalah penyebab utama kebutaan baru pada
orang dewasa yang berumur 20 hingga 74 tahun dan
penyebab utama gagal ginjal kronis, terhitung sekitar 40%
dari kasus baru yang ada (Black, 2009).
Diabetes melitus tipe 2 tidak tergabung dengan tipe
jaringan HLAs, dan sirkulasi ICAs jarang hadir. Keturunan
memainkan peran utama dalam ekspresi diabetes melitus tipe
2. Penyakit ini lebih umum terjadi pada kembar identik (58%-
75%) dibandingkan pada populasi secara umum.
Obesitas adalah faktor risiko paling utama, dimana 85%
orang dengan diabetes melitus tipe 2 menjadi obesitas (Black,
2009). Hal ini tidak jelas apakah kepekaan jaringan (hati dan
otot) yang lemah kepada insulin atau sekresi insulin yang
lemah yang menjadi kerusakan utama pada diabetes melitus
tipe ini.
Prevalensi penyakit arteri koronaria pada orang-orang
dengan diabetes melitus tipe 2 adalah dua kali dibandingkan
pada populasi non diabetes, sedangkan prevalensi penyakit
kardiobaskular dan total kematian adalah dua sampai tiga
kali lipat lebih besar dibandingkan pada orang non diabetes
(Black, 2009).
PATOLOGI TIPE 1

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau


rusaknya sel beta sebagai penghasil insulin pada pankreas yang
menyebabkan produksi insuline menjadi berkurang atau tidak
terproduksi lagi. Pada saat makanan yang masuk ke dalam
tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa.
Glukosa kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya
pankreas menghasilkan sedikit insulin atau tidak menghasilkan
insulin sama sekali karena kerusakan sel beta pada pulau
langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan
tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena
jumlah insulin yang diproduksi dengan glukosa yang masuk ke
dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan penumpukan
glukosa dalam darah.
PATOLOGI TIPE 2

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena kurangya


sensitivitas terhadap insulin (disebabkan kurangnya
jumlah reseptor insulin dipermukaan sel) yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah. Pada
awalnya makan yang masuk ke dalam tubuh akan diubah
menjadi glukosa, kemudian glukosa akan masuk ke dalam
aliran darah. Selanjutnya pankreas akan menghasilkan
insulin, dan insulin tersebut akan masuk ke dalam
pembuluh darah. Namun insulin tersebut mengalami
penurunan sensitivitas, sehingga glukosa menumpuk
dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel.
Manifestasi klinik

1.Poliuria dan polidipsia


2.Anoreksia dan polifagia
3.Keletuhan dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glikosa
oleh sel menurun.
4.Kulit kering, lesi kulit atau luka lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit
5.Sakit kepala, mengantuk, gangguan aktivitas karena kadar glukosa
intra sel yang rendah
6.Kram pada otot
7.Gangguan pada penglihatan
8.Sensasi kesemutan atau kebas
9.Mual, diare dan konstipasi
DIAGNOSIS

Menurut Black & Hawks (2009), terdapat tiga macam tes


diagnosis yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula
darah seseorang, diantaranya yaitu:
1. Fasting Blood Glucose Level Pemeriksaan kadar gula darah
yang dilakukan pada orang yang sedang berpuasa, minimal
orang itu tidak mengonsumsi makanan selama 8 jam.
2. Casual Blood Glucose Level Pemeriksaan kadar gula darah yang
dilakukan pada orang dalam kondisi bebas, baik ketika orang
itu sedang berpuasa ataupun tidak.
3. Postload Blood Glucose Level Pemeriksaan kadar gula darah
yang dilakukan pada orang yang telah mengonsumsi makanan,
biasanya dilakukan saat 3 jam setelah orang tersebut makan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai