Kelompok 5. Kangguru:
1. Erlina
2. Ismawati
3. Norvidianti
4. Riskia Zuliannisa
5. Siti Mariam
Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainya berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur dalam KMK-
254/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah diakhir
dengan PMK No. 08/PMK.03/2008, pajak ini menyangkut
PPh Pasal 22 impor, PPh Pasal 22 Bendaharawan dan
BUMN/BUMD atas pembayaran untuk pembelian dan
penyerahan barang yang dibebankan ke APBN/APBD, PPH
Pasal 22 atas kegiatan usaha lain (hasil penjualan: produksi
pertamina, produksi rokok, semen, otomotif, baja, kertas,
dan lain-lain), PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah (PMK No. 253/PMK.03/2008).
Tarif
Dalam hal impor, tarif PPh Pasal 22 ini bervariasi, tergantung apakah
perusahan punya angka pengenal impor (API) atau tidak, dan kalau
tidak dikuasai artinya barang tak bertuan.
1. Dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dari nilai impor (API)
2. Dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari harga jual lelang (Non API)
3. Dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari harga jual lelang (barang
tidak dikuasai)
Persentase tersebut dihitung dari harga barang atau nilai CIF + BM
(Cost Insurance & Freight + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan (jika
ada)).
Tentu yang dipikirkan oleh Tax Planner adalah mencari tarif
terendah, sehingga dalam melakukan impor, Tax Planner yang baik
akan merekomendasikan impor dengan API.
Rate yang berbeda juga akan mendorong
orang untuk lari ke API, bagaimana caranya?
Tax management dan tax planing yang baik mensyaratkan beberapa hal,
seperti tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal
(reasonable), serta didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai
(kontrak, invoice, dan sebagainya). Oleh sebab itu untuk meminimalisasi
koreksi fisikal pihak fikus terhadap hal-hal tersebut, solusinya adalah
dengan membuat kontrak yang jelas dan secara transparan
mencantumkan hak dan kewajiban perpajakan masing-masing pihak.
Catatan:
• Nilai impor : Harga Patokan Impor (nilai CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk
Tambahan (jika ada)
• Kurs yang digunkan untuk menghitung nilai impor adalah kurs
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
PPH Pasal 22 impor tersebut dipuungut oleh ditjen Bea dan Cukai
atau bank Devisa pada saat pembayaran bea masuk. PPh Pasal 22
impor merupakan kredit pajak yang dapat dikurangkan dari PPh
terutang di akhir tahun pajak.
• Impor barang untuk kegiatan yang dikenakan PPh Final
• Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan atau jasa yang
atas imbalannya semata-mata dikenakan PPh Final, tidak dikenai
PPh Pasal 22 impor.
• WP dapat meminta surat keterangan bebas atas impor barang
yang bersangkutan
• Jika kemudian tidak diketahui atas impor tersebut tidak digunakan
untuk kegiatan yang tidak dikenakan PPh Final, maka PPh Pasal 22
yang terutang akan ditagih beserta dengan sanksi bunganya.
2. PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD
Atas pembayaran untuk pembelian atau penyerahan barang yang
dibebankan ke APBN/D, besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut
adalah sebesar 1,5% dari harga beli yang dipungut pada saat
pembayaran. Pemungutan dilakukan oleh Ditjen Anggaran, Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) atau BUMN/D yang dananya
berasal dari APBN/D.
• Dalam keadaan nrmal, jika bank membayar bungan akan dikenakan PPH Oasal 26 yang
tarifnya tergatung pada tax treaty – nya. Sekarang permasalahannya , bagaimana cara
memungut PPH Pasal 26 nyz ?
• Pph pasal 23 dan 26 kapan saat terutangnya? Saat dibayarkan terutang pajak. Yang jadi
permasalahan adalah terutang menurut pembukuan. Prmbukuan menggunakan accual
consept, asal sudah di bebankan sebagi biaya , harus membayar PPH Pasal 26. Kalau
sekarang alagi trend kurs. Seorag tax planner harus memprediksikan trend kurs ini naik
atau turun. Kalau trend kurs nya naik menjadi 15.000 dan katakanlah jatuh temponya
bulan februari tahu depan. Tax planner akan beusaha membebankan pada abulan
desember tahun ini, supaya dia membayar PPH Pasal 26 nya lebih dulu atau sejarang
dengan kurs yang lebh rendah . kebalikannya kalau trend kurs nya menurun,
membayranya belakangan saja. Itulah shifting from one period to another, atau kalau
dalam literature istilahnya mendeferall atau menangguhkan.
Tarif dan pengenaan PPh Pasal 26
• Penggenaan PPH Pasal 26 tersebut, adalah:
• Dikenakan sebesar 20% dari jumlah bruto an bersifat finl atas penghasilan WPLN yang
berupa :
• Bunga, divde, royalty, sewa, dn imbalan lain segubungan dengan penggunaan harta.
• Pengahilan kena pajak setelah dikurangi PPH dari suatu BUT , kecuali ditanamkan
kembali di Indonesia dengan syarat:
• Penanaman kembali dilakukan atas sluruh pengahsilan kena pajak setelah dikurang
pajak penghasilan dalam bentuk pemyertaan modal pada perusahaan yang abru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendri atau peserta pendiri
• Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksudkan pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
akte pendiriannya, paling lama 1 tahu sejak perusahaan tersebut didirikan.
• Peanaman kembali dilakukan salam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut.
• Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali paling singkat dalam jangja wktu
2 tahun sesudah perusahaa baru tersebut berproduksi komersial.
• Dikenakan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto
dan bersifat final atas peghasilan WPLN berupa:
• Penghasilan dari pemjualam harta di Indonesia
(20%x25%xharga jual)
• Premi asurnsi yang dibyarkan ke luar negeri :
• Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di
luar negeri oelh tertanggung (20%x50%jumlah premi)
• Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN
oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia (20%x10%x jumlah premi)
• Premi yang dibayarkan kepafa perusahaan asuransi LN,
oleh perusahaam reasuransi yang berkedudukan di
Indonesia (20%x5%xjumlah premi)
• Apabila transaksi yang terjadi dalah diantara
penduduk Indonesia dengan pendduduk neara lain
yang telah memliki tax treaty, maka ketentuan yan
dipergunakan mengacu pada ketemtuam tax treaty.
• Agar pemotongn pajak bisa dilakukan sesuai tax
treaty, WPLN harus dapat menunjukkan dan
memberikan Certificate of Residence Taxplayer (CRT)
atau Cetificate of Domicilie (COD) atau surat
keterangan domisili pebayar pajak dari Competent
authority di negaranya.
Penggunaan Metode Gross Up atau Pajak Penghasilan PPH Pasal 21 dan PPH
Pasal 26 yang Ditanggug oleh Pemberi Penghasilan/Pemberi Kerja.
(pasal 4 huruf d PP.Nomor 138 Tahun 2000)
Contoh 1
PT ABC membayar bunga pinjaman kaepada bank di luat negeri
sebesr 100.000.000 yang sesuai dengan perjanjian, pajak
penghasilannya ditanggung oleh badan tersebut. Tarif
pemotongan PPH Pasal 26 yang berlaku dalah 20%
Dasar pengenaan PPH pasal 26 =
100/80 x 100.000.000 = 125.000.000
Pph pasal 26 yang terutang =
20% x 125.000.000 = 25.000.000
Jumlah biaya bungan yang oleh dikurangkan dari penhasilam
bruto PT ABC dalah 125.000.0000 (=100.000.000 +25.000.000)
Contoh 2
• Atas penerbitan global bnds senilai 1.000.000.000 dolar AS dengan
tingkat bunga (kupon) tetap sebesar 6,75% semi annually(yang
dibayar setiap tanggal 10 maret dan 10 september) dan akan jatuh
tempo pada tanggal 10 maret 2014 (10 tahun)nyang ditunjukkan
bagi para investor yang ber kedudukan di luar negeri
Pokok Perubahan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Atas Objek Pajak Pasal 4 Ayat (2)
Karakteristik PPh Final Pasal 4 ayat (2)
• Pengenaannya diatur khusus dengan peraturan pemerintah
• Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabung dengan
penghasilan lainnya (dianggap selesai/rampung)
• Jumlah PPh final baik yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan
• Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang dikenai
PPh final tidak dapat dikurangkan
Objek PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
a. Objek PPh Pengalihann Hak atas Tanah dan atau Bangunan (PPh PHTB)
• Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
• Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
• Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
b. Tarif
1. 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
2. atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhan yang
dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% dari jumlah bruto
nilai pengalihan.
c. Sifat
• Pembayaran PPh PHTB oleh siapa pun (baik WPOP, yayasan, badan termasuk
yang bisnis utamanya mengalihkan tanah dan atau bangunan) bersifat final.
d. Pengecualian Objek PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan:
• OP berpenghasilan di bawah PTKP yang mengalihkan hak atas objek bernilai
bruto < Rp 60.000.000,00 dan tidak dipecah – pecah.
• OP atau badan yang mengalihkan hak kepada pemerintah guna
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus.
• OP yang mengalihkan hak melalui hibah kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat.
• OP atau badan yang mengalihkan hak melalui hibah kepada badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, dan
OP yang menjalankan UMKM.
• Pengalihan melalui warisan.
• OP atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
8. Dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri (PP No. 19 Th 2009)
Pemotongan:
• Atas penghasilan berupa dividen (termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi) yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai
Pajak Penghasilan sebesar 10% dari jumlah bruto dan
bersifat final
• Pajak Penghasilan yang bersifat final dilakukan melalui
pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain
yang ditunjuk selaku pembayar dividen. Pemotongan
dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.
9. Bunga dan atau Diskonto Obligasi dan Surat Berharga
Negara (SBN); (PP No. 16 tahun 2009 Jo. PMK
No.85/pmk.03/2009)