Anda di halaman 1dari 30

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN)
KELOMPOK 8
DESNITA GULO
FENI INDRAYANI
KURNIA WARUWU
NUR AZIZAH
WIDYA NINGSIH

1 1
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN)

PPN adalah pungutan yang dikenakan dalam setiap proses produksi


maupun distribusi. Itulah alasannya kita sering menemukan PPN dalam
transaksi sehari-hari. Sebab, dalam PPN, pihak yang menanggung beban
pajak adalah konsumen akhir/pembeli.

Sebagai bukti bahwa PPN adalah kewajiban pembeli, kita bisa menemukan
PPN pada lembaran struk belanja atau pembelian. Pada struk tersebut kita
dapat menemukan tulisan PPN maupun terjemahannya dalam Bahasa
Inggris yakni Value Added Tax (VAT).

Dasar hukum pengenaan Pajak PPN ini adalah Undang-Undang Dasar No. 42
tahun 2009. Dalam Undang-Undang tersebut tercantum hal-hal yang
berkaitan dengan apa saja yang termasuk objek yang dikenai PPN, tarif
PPN, bagaimana tata cara penyetoran dan pelaporan, dan lain sebagainya.

1 2
Objek Pertambahan Nilai (PPN)

Adapun objek-objek yang dikenai pajak pertambahan nilai adalah


sebagai berikut:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di
dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
 Impor Barang Kena Pajak.
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

1 3
Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan
PPN
Nah Wajib Pajak dalam hal ini yang melakukan
pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN disebut dengan
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah
orang pribadi atau badan usaha yang memiliki jumlah
penjualan barang atau jasa lebih dari Rp4,8 M sesuai dengan
ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013.
Jadi bagi pengusaha yang jumlah penjualan barang atau
jasanya belum mencapai Rp4,8 M maka belum bisa
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Tetapi jika
akhirnya jumlah penjualan barang atau jasanya sudah
melebihi Rp4,8 M maka pengusaha tersebut wajib
melaporkannya sehingga dapat dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Pelaporannya paling lambat adalah
akhir bulan berikutnya setelah bulan 1 terjadinya jumlah 4
Barang atau Jasa yang Dikenakan PPN

Barang atau jasa yang dikenai PPN jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu,
untuk memudahkan Anda membedakan mana barang yang dikenakan PPN dan
tidak.
Berikut adalah daftar barang yang tidak dikenakan PPN:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi di
tempat atau tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau catering.
4) Uang, emas batangan, dan surat berharga.
5) Sedangkan untuk jasa yang tidak dikenakan PPN meliputi:
6) Jasa pelayanan kesehatan medis.
7) Jasa pelayanan sosial.
8) Jasa pengiriman surat dengan perangko. 1 5
Barang atau Jasa yang Dikenakan PPN

13) Jasa keagamaan.


14) Jasa pendidikan.
15) Jasa kesenian dan hiburan.
16) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.
17) Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
18) Jasa tenaga kerja.
19) Jasa perhotelan.
20) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
21) Jasa penyediaan tempat parkir.
22) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.
23) Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
24) Jasa boga atau katering.

1 6
Dasar Pengenaan Pajak PPN
Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai
digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) sendiri terdiri dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.

1 7
Dasar Pengenaan Pajak PPN

4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
yang
diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
a. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya
adalah jumlah harga jual.
b. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat
Pasal 1 angka 20 UU PPN).
c. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
d. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain
adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar
Pengenaan PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.

1 8
Tarif PPN

 Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.

 Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri, termasuk di
daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-
undang yang mengatur tentang kepabeanan.

 Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

 Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut masih
dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% mengikuti peraturan
pemerintah yang berlaku.

 Tarif PPN yang dikenakan kepada pembeli akan tertulis jelas pada setiap bukti transaksi
jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan jumlah PPN. Namun,
jika kita tidak menemukan keterangan PPN pada struk, artinya total harga yang tertera
sudah termasuk PPN.

1 9
Cara Lapor SPT Masa (e-Filing PPN)
1) Login di aplikasi e-Faktur dengan akun PKP yang sudah Anda miliki.
Masukkan NPWP dan password serta kode keamanan yang tertera.
2) Pilih file SPT Masa PPN (dalam bentuk CSV dan PDF) lalu klik “Start
Upload” maka akan muncul pesan bahwa proses upload selesai.
3) Selanjutnya Anda akan diminta untuk meminta kode verifikasi. Klik
“oke” dan akan muncul kode rincian SPT yang akan dilaporkan serta
kolom kode verifikasi. Segera ambil kode verifikasi dengan klik link
yang dimaksud. Anda bisa copy kode verifikasi yang dikirimkan ke
email Anda dan masukkan ke kolom kosong. Sesudah memastikan SPT
dan kode verifikasi sudah benar, klik “Kirim SPT”.
4) Selanjutnya cek email kembali untuk memastikan Anda mendapat
tanda terima Laporan SPT Masa PPN secara online atau Bukti
Penerimaan Elektronik (BPE). Simpan bukti tersebut sebagai tanda
Anda sudah berhasil melakukan cara lapor SPT Masa PPN online.

1 10
Rumus & Cara Perhitungan PPN
Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP). ​Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai
berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh Kasus:

Seorang PKP bernama Gaby menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh

Pengusaha Kena Pajak Gaby.

1 11
Mekanisme Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual


Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu
pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus sebagai
Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak tersebut.

2. Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara


Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara
langsung ke negara, dilakukan apabila:
a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang pembayaran
PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke negara;

b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan
membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus
Barang Kena Pajak yang diimpornya;

1 12
Mekanisme Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

c. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;

d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;

e. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila persyaratan-
persyaratannya dipenuhi;

f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila
persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih
besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan
selisihnya (Pajak Keluaran –VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya
jumlah Pajak Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak
Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.

1 13
CONTOH PERHITUNGAN

Contoh 1 dengan DPP Nilai Impor


Tanggal 01 November 2011, PT JAK mengimpor
barang elektronik senilai (FOB) $ 10.000, biaya Contoh 2 dengan DPP Harga Jual
kirim $ 500, asuransi $ 25. Tarif Bea masuk 5%,
kurs pajak saat itu Rp 8.000/1$. Hitung Berapa Pengusaha Kena Pajak A menjual
jumlah dibayar PT JAK dengan API? tunai Barang Kena Pajak dengan
Maka : Harga Jual $25.000, dan kurs Menteri
Cost = $10.000 X Rp8.000,00 Keuangan yang berlaku saat itu
Rp80.000.000,00 adalah RP10.000,00 per dolar.
Maka :
Insurance = $25 X Rp8.000,00 Harga jual = $25.000 X RP10.000,00
Rp200.000,00 Rp250.000.000,00 PPN = 10% X
Freight = $500 X Rp8.000,00 Rp250.000.000,00
Rp4.000.000,00 Rp25.000.000,00
Nilai CIF
Rp84.200.000,00
Bea Masuk=5% X Rp84.200.000,00 Rp
4.210.000,00
Nilai Impor
Rp88.410.000,00
1 14
CONTOH SKRIPSI
JUDUL :

PENGARUH PENAMBAHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN


MASA PPN YANG DILAPORKAN DAN SURAT SETORAN PAJAK PPN YANG DILAPORKAN
TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA SEMARANG CANDISARI

PENULIS :
Apik Aji Masithoh

1 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pemerintah Indonesia saat ini mengalami berbagai permasalahan
yang sangat kompleks salah satu diantaranya adalah pada sektor
ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,
naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat
menjadi masalah serius yang harus diselesaikan oleh pemerintah
(Lestari, 2010:1). Agar tetap dapat bertahan dan memperbaiki
kondisi perekonomian yang ada tentunya pemerintah
membutuhkan cukup banyak dana sehingga harus berupaya
menggali semua potensi penerimaan yang ada secara maksimal.

1 16
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya di segala
bidang mutlak diperlukan untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur sesuai cita-cita pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan pembangunan
diperlukan dana yang tidak sedikit, sumber dana dalam
negeri tetap merupakan prioritas utama walaupun negara
masih dalam keadaan krisis ekonomi. Sumber dana dalam
negeri berasal dari sektor migas dan non migas. Walaupun
saat ini harga migas di pasaran dunia mengalami
kenaikan, akan tetapi sektor non migas merupakan
penerimaan yang paling aman untuk masa depan bangsa
(Nurkumaladewi, 2008:1)
1 17
Pemerintah tetap mempertahankan prinsip
peningkatan sektor nonmigas terutama dari sektor
pajak, karena pajak merupakan primadona
penerimaan dan tidak dapat dipungkiri bahwa pajak
menjadi salah satu sumber penerimaan yang
memberikan kontribusi terbesar bagi negara. Hal ini
terlihat di dalam struktur Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara (APBN) Indonesia, dimana pendapatan
dari sektor pajak pada setiap tahunnya mencapai
sekitar 70% dari total pendapatan negara (Nuryanah
dan Christine, 2009:1).
1 18
Menurut golongannya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu dari pajak langsung contohnya Pajak Penghasilan dan dari pajak
tidak langsung contohnya Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai, Bea
Balik Nama (Budiman, 1996:10).
Dilihat dari segi penerimaan, Pajak Penghasilan dapat membantu
negara dalam membiayai pengeluaran namun tidak semua subjek
pajak dapat dikenakan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif dan hanya dapat dikenakan
terhadap subjek pajak yang telah mencapai jumlah penghasilan
tertentu dengan batasan yang telah di tentukan dalam ketentuan
perundang-undangan perpajakan yaitu dikenakan terhadap orang
pribadi yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP),
tetapi hal itu tidak berlaku bagi Pajak Pertambahan Nilai yang
merupakan pajak objektif sehingga memungkinkan semua orang dapat
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

1 19
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis
pajak yang mempunyai konstribusi penting
terhadap penerimaan negara disamping jenis
pajak lainnya. Di negara-negara Eropa, PPN
sudah lama dikenal, yang pertama kali pada
tahun 1918 oleh Carl Friedrich von Siemens,
seorang industriawan Jerman. Indonesia sendiri
dadalam system perpajakan, PPN dimulai pada
tahun 1985 (Wirawan dan Rudy, 2007:4).

1 20
Hampir seluruh barang-barang kebutuhan hidup rakyat
Indonesia merupakan hasil produksi yang atas
penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, dengan
kata lain semua transaksi atau penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak pada prinsipnya terutang
Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu PPN dikenakan
terhadap setiap orang di dalam daerah pabean yang
mengkonsumsi BKP dan/atau JKP yang menjadi objek
pemungutan PPN, meskipun belum memiliki NPWP. Hasil
pemungutan PPN nantinya akan disetorkan ke kas negara
dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana
Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan terdaftar.

1 21
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
(Wirawan dan Rudy, 2007:17). PKP wajib melaporkan
usahanya dan wajib memungut, menyetor dan
melaporkan PPN yang terutang (UU No 24 tahun
2009). Dalam hal PKP untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN
yang sebenarnya terutang, PKP menggunakan SPT
Masa PPN.
1 22
SPT Masa PPN merupakan laporan bulanan
yang dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena
Pajak yang digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang (Mardiasmo,
2003:251). SPT Masa PPN disampaikan ke
Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak
terdaftar paling lambat 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir. PPN yang terutang harus
disetorkan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak PPN. 1 23
Surat Setoran Pajak PPN adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran PPN yang
terutang ke kas Negara melalui Kantor Pos
dan/atau Bank Persepsi atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan (Mardiasmo, 2003:23).

1 24
Menurut Mardiasmo (2002:7) ada tiga sistem pemungutan pajak
yaitu: Official Assessment System, Self Assessment System, dan
With Holding System. Sistem pemungutan pajak yang
dilaksanakan di Indonesia saat ini adalah self assessment
system. Sistem pemungutan ini diberlakukan untuk memberikan
kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna
meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
menyetorkan pajaknya (Lestari, 2010:1) self assessment system
diterapkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan di
Indonesia yang nantinya harus diaplikasikan dalam pemenuhan
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah, serta sebagian pada Pajak Bumi dan
Bangunan.

1 25
Pelaksanaan self assessment system yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman saat ini dan yang dapat menumbuhkan tingkat
kesadaran masyarakat akan pajak dapat meningkatkan penerimaan
pajak karena penggunaan sistem self assessment menuntut wajib
pajak aktif dalam melaksanakan kewajiban maupun hak
perpajakannya. Tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat
berperan serta dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, namun
penerapan self assessment system masih sangat rendah, hal itu
terbukti dengan masih rendahnya tax ratio yang baru mencapai 16%
(llyas dan Suhartono, 2007:V). Rendahnya tingkat kesadaran dan
kepatuhan masyarakat terhadap pajak akan sangat berpengaruh
terhadap penambahan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa PPN yang dilaporkan dan Surat Setoran Pajak (SSP) PPN
yang dilaporkan sebagai indikator tingkat penerimaan PPN.

1 26
Atas dasar pemahaman di atas, peneliti
tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Penambahan Pengusaha Kena
Pajak, Surat Pembaritahuan Masa PPN
Yang Dilaporkan Dan Surat Setoran Pajak
PPN Yang Dilaporkan Terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Semarang Candisari”.

1 27
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah penambahan Pengusaha Kena Pajak berpengaruh
terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
2. Apakah Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dilaporkan
berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ?
3. Apakah Surat Setoran Pajak PPN yang dilaporkan
berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
4. Apakah terdapat pengaruh penambahan Pengusaha Kena
Pajak, Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dilaporkan dan
Surat Setoran Pajak PPN yang dilaporkan secara simultan
terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
1 28
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh penambahan Pengusaha Kena Pajak
terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Mengetahui pengaruh Surat Pemberitahuan Masa PPN yang
dilaporkan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
3. Mengetahui pengaruh Surat Setoran Pajak PPN yang
dilaporkan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Mengetahui pengaruh penambahan Pengusaha Kena Pajak,
Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dilaporkan dan Surat
Setoran Pajak PPN yang dilaporkan secara simultan terhadap
Pajak Pertambahan Nilai.
1 29
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penjelasan tentang
pengaruh penambahan Pengusaha Kena Pajak, SSP Masa PPN yang
dilaporkan, SSP PPN yang dilaporkan terhadap penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai serta memberikan sumbangan pemikiran dan
penelitian dalam bidang perpajakan.

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan
dan memperluas wawasan teori mengenai perpajakan serta
memberikan penjelasan tentang pentingnya peran serta Wajib
Pajak dalam meningkatkan penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai.

1 30

Anda mungkin juga menyukai