SYNDROME
DEBORA C NATAN 20170420019
RUCHZATUL NUR ANNISA 20190420171
TINJAUAN PUSTAKA
Studi sebelumnya telah menetapkan persyaratan untuk kenaikan Ca2 + aksonal, aktivitas dengan
sistem ubiquitin-proteasome dan protease intraseluler pada degradasi akson. Namun bagaimana
cara setiap komponen molekul berinteraksi untuk mengatur inisiasi dan pelaksanaan penghancuran diri
aksonal setelah cedera masih belum jelas.Hasil penelitian yang lebih bermakna didapatkan dari studi
awal yang dilakukan oleh Lubińska et al. (1982), yang mengamati periode latensi sebelum distal akson
berdegenerasi, diperpanjang ketika transeksi aksonal dibuat lebih dekat dengan sel tubuh.
ketika cedera terjadi dekat dengan sel tubuh maka menimbulkan faktor tropik yang
lebih besar di ujung distal, dan lebih besar daripada ketika cedera terjadi pada
tempat yang lebih jauh. Berdasarkan hipotesis awal Lubińska, bentuk degenerasi
akson yang menyatu terjadi setelah adanya cedera pada akson, terdapat gangguan
distribusi faktor pertahanan asoplasmik aksonal dari soma, yang seiring dengan
pergantian terus-menerus dari faktor pertahanan oleh proteasome menyebabkan
jumlahnya turun di bawah batas ambang kritis di akson.
Aktivitas faktor pertahanan yang menurun ini dideteksi oleh akson, melalui penurunan
level NAD + lokal, untuk memicu sinyal yang meningkatkan level Ca2 + intra-aksonal
karena masuknya ekstraseluler atau pelepasan Ca2 + intraseluler, yang kemudian
membuat kerusakan Ca2 + yang bergantung pada sitoskeletal.
Model distribusi tropik seperti itu membantu menjelaskan degenerasi akson Wallerian,
termasuk latensi fisiologis karena tingkat pergantian dari faktor pertahanan, dan cedera
spesifik secara langsung menyebabkan degenerasi akson karena waktu yang diprediksi
terhadap hilangnya faktor survival setelah terjadi gangguan pada distribusi
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. P
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pemeriksaan : 6 Februari 2020
ANAMNESA
Keluhan Utama : kelemahan anggota gerak bawah dan atas
Keluhan Tambahan : Pusing dan pandangan mata ganda
Riwayat Penyakit Sekarang: Hari minggu tanggal 12 Januari pasien merasa tidak enak
badan serta pandangan mata double, pasien datang ke IGD RSAL dan disarankan untuk ke
dokter spesialis mata. Lalu hari senin pagi tanggal 13 Januari sebelum berangkat kerja,
badan pasien terasa lemah pada kedua sisi kakinya hingga pasien terduduk dan dibopong
oleh tetangganya. Pasien tidak mengeluhkan sesak atau gangguan sensorik. Pasien pergi
ke RSAL dan MRS dan diterapi IgG, sempat dirawat di ICU 2 hari lalu hari kamis tanggal 30
Januari pasien KRS. Setelah KRS, pasien masih mengeluhkan pandangan matanya masih
double serta pasien kesulitan berbicara sehingga disarankan untuk menjalani terapi
oksigen. Pada terapi HBO ketiga pasien merasakan ada perubahan yang signifikan pada
cara berbicaranya sudah jauh lebih jelas. Kamis tanggal 6 Febuari pasien sudah menjalani
terapi HBO yang ke 8 mengeluhkan telinga mendengung dan terasa berbunyi disertai
susah menelan dan mata pandangan double serta tidak bisa melirik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
HT disangkal
DM disangkal
Riwayat diare kronis disangkal
Riwayat ISPA disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada yang mengalami seperti ini. DM (-), HT (-)
Riwayat Pemakaian Obat : minum vitamin seperti vitamin B kompleks dan omega 3, imboost
Riwayat Alergi : makanan(-) obat(-)
Riwayat sosial ekonomi : Bekerja sebagai karyawan kantoran
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran compos mentis, GCS: 4-5-6
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37oC
3. Kulit, Rambut, Kuku
Turgor : normal
Rambut : normal (+)
Kuku : CRT < 2 detik
4. Kepala
A/I/C/D : -/-/-/-
Mata : dbn
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterus (-/-)
Telinga : daun telinga simetis, sekret (-/-)
Hidung : deviasi septum nasi (-)
perdarahan (-) sekret (-)
Mulut : hyperemia (-), perdarahan (-)
Gusi : hyperemia (-), perdarahan (-)
Faring : hyperemia (-)
Kulit : petechiae (-)
5. Leher
Kelenjar limfe : pembesaran (-)
Deviasi trakea : (-)
Tiroid : pembesaran (-)
Bendungan JVP : (-)
6. Thorax
Cor
I : Ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak teraba
A: S1 S2 tunggal, murmur(-), Gallop (-)
Pulmo
I : thorax normochest, simetris ICS tidak melebar, Penggunaan otot bantu pernafasan (-)
P: fremitus raba simetris
P: sonor +/+
A: Ves/Ves Wh-/- Rh-/-
Abdomen
I : flat
A: BU(+) N
P: soepel, nyeri tekan (-)
P:timpani
8. Ekstremitas
Akral Hangat
Edema
Eritema
9. Pemeriksaan Neurologis
a. Kekuatan motorik
- Ekstremitas Atas Ka/Ki +5/+4
- Ekstremitas Bawah Ka/Ki +5/+4
b. Refleks fisiologis
- BPR-/-
- TPR-/-
- KPR-/-
- APR-/-
c. Refleks patologis
- Hoffman -
- Tromner -
- Chaddok -
- Babinski -
d. Nervus kranialis
- N III DBN, N Vi gangguan, N IV DBN
- N VII DBN
- N IX susah menelan
- N X DBN
- N XII DBN
Diagnosa Kerja
Guillaine Barre Syndrome
Planning
Medikamentosa :
Kortikosteroid
Non Medikamentosa :
Edukasi pasien mengenai penyakit
Terapi adjuvant HBOT