Anda di halaman 1dari 19

Isi pokok sila-sila Pancasila di bidang pertanahan dan pelaksanaannya

adalah sebagai berikut:


KETUHANAN YANG MAHA ESA
Menimbang point (a),
”bahwa didalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan
rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris,
bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang
adil dan makmur”.

Penjelasan:
frase karunia Tuhan Yang Maha Esa, berarti segala sesuatu itu adalah milik
Tuhan, sebagai manusia dalam hal ini adalah warga negara Indonesia harus
menjaga,mengelola,memanfaatkan,menggunakan,dan memakai tanah
dengan baik, jangan sampai merusak atau merebut yang bukan haknya,
karena nanti akan dipertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan
(hubungan bersifat vertikal). Apabila tidak dijaga, efeknya akan berdampak
pada diri manusia itu sendiri berupa kerusakan alam seperti banjir,tanah
longsor,dsb.
Berpendapat point (a)
“bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam
pertimbangan-pertimbangan diatas perlu adanya hukum agraria
nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang
sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar
pada hukum agama”.
Penjelasan:
Hukum agama diperlukan untuk mengikat dan mengatur hak dan
kewajiban subyek tanah (orang/badan usaha/badan hukum)
mengenai obyek tanah seperti pada waris,jual beli dan sebagainya.
Sebgai contoh, dalam agama Islam, misalkan diwariskan sebidang
tanah sebesar 300 m², kepada 2 orang anaknya, satu lelaki dan
satu perempuan. Untuk anak laki-laki bagiannya 2/3 atau sekitar
200 m² dan untuk anak perempuan 1/3 atau sekitar 100 m².
Pasal 1 ayat (2) dan (3)
Pasal 1 ayat (2),“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional”
Pasal 1 ayat (3),“Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi”.

Penjelasan:

Pada Pasal 1 ayat (2) itu sendiri sudah dijelaskan pada pasal 1 ayat (3), bahwa hubungan
tersebut bersifat abadi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka selama bangsa Indonesia
bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi,air dan ruang angkasa masih ada,
maka dengan cara bagaimanapun dengan cara apapun tidak ada seorangpun,kelompok, ataupun
kekuasaan apapun yang dapat memutuskan dan meniadakan hubungan tersebut, kecuali Tuhan
Yang Maha Esa.
Di dalam kata-kata “karunia Tuhan Yang Maha Esa” pada Pasal 1 ayat (2) terdapat kandungan
nilai religius yang begitu sakral dan sekaligus mencerminkan karakter teistik, yaitu:
Pengakuan adanya kekuasaan di luar diri manusia yang menganugerahkan rahmat-Nya kepada
bangsa Indonesia, suatu nikmat yang luar-biasa besarnya. Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa;

 
Pasal 5,
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum
dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,
segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar
pada hukum agama”.
Penjelasan :
Pada pasal tersebut mengandung pengertian bahwa Hukum Agraria
yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasa yang ada di Indoensia
harus tetap mengacu dengan pertimbangan dengan mengindahkan
hukum agama. Maksudnya adalah disini dalam mentaati sebuah aturan
yang dibuat, juga harus mentaati raturan lain yang ada. Jangan sampai
dalam kegiatan mentaati suatu aturan tertentu malah membelok/
melenceng yang akhirnya malah melanggar suatu aturan lain.
Pasal 49 ayat (3)

“Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Penjelasan :
Maksudnya disini adalah, Pasal 49 ayat (2) dan ayat (30) menjelaskan tentang Pasal 49
ayat (1), bahwa Hak Milik tanah-tanah yang digunakan untuk fasilitas umum untuk
kegiatan keagamaan ataupun untuk kegiatan yang bersifat sosial diakui,dijamin
peruntukan tanahnya. Selain itu, berisi pula tentang perwakafan tanah dan
pengaturannya. Karena hal yang menyangkut peribadatan dan keperluan suci laiinya
harus mendapat perhatian dalam Hukum Agraria.

Untuk agama selain Islam, diberikan Hak Pakai sesuai dengan :


Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
peraturan pelaksanaannya diatur dalam PMNA/Ka. BPN No.3 Tahun 1997
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Pasal 6

“Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.”

Penjelasan :
Penempatan bangsa Indonesia sebagai penerima karunia Tuhan Yang
Maha Esa atas bumi Indonesia mengandung makna bahwa bumi
Indonesia merupakan kepunyaan bersama seluruh komponen bangsa,
sehingga setiap warga negara dihargai sebagai subjek yang mempunyai
hak dan tanggung jawab sama dalam pemeliharaan, penggunaan atau
peruntukkan bumi Indonesia itu. Hak Atas Tanah mempunyai fungsi
sosial yang berarti hak apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat
dibenarkan bahwa tanah tersebut akan dipergunakan (atau tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi,apalagi kalau hal
itu menimbulkan kerugian masyarakat
Pasal 10
ayat (1), “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri
secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.”
ayat (2), “Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.”
ayat (3), “Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.”
Penjelasan :
Dalam hubungan ini, penjelasan umum II angka 7 dijelaskan bahwa mengingat akan
susunan masyarakat pertanian kita sekarang ini, kiranya untuk sementara waktu yang
akan datang masih perlu dibuka kemungkinan adanya penggunaan tanah pertanian
oleh orang-orang yang bukan miliknya, misalnya secara sewa,bagi hasil,gadai dan
sebagainya. Tetapi segala peraturan dan undang-undang lainnya yaitu untuk si lemah
dan si kuat (pasal 24,41,53). Misalnya pemakaian atas dasar sewa,perjanjian bagi
hasil,gadai dan lain sebagainya tidak boleh diserahkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan akan tetapi penguasa akan memberikan ketentuan-ketentuan tentang
cara dan syarat-syaratnya, agar dapat memenuhi pertimbangan-pertimbangan
keadilan dan dicegah cara-cara pemerasan
Pasal 11 ayat (1)
“Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi,
air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber
pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang
disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan
dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.”
Penjelasan :
Pasal ini merupakan perwujudan dari dasar perikemanusiaan. Pasal ini
mewajibkan penguasa mengatur hubungan hukum dengan tanah adar
dapat dicapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah
penguasaan atas kehidupan, pekerjaan orang lain yang melampaui
batas. Yang diatur dalam :
UU No.52 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa Ijin
UU No.56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
UU No.2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil
PP 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Ganti
Kerugian.
 
PERSATUAN INDONESIA
Berpendapat point (a)
“bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan-
pertimbangan diatas perlu adanya hukum agraria nasional, yang
berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan
menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak
mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.
Penjelasan :
Hal tersebut menandakan diperlukan pembangunan satu hukum tanah
tunggal yang mengakomodir peraturan-peraturan yang ada baik hukum
barat maupun hukum adat serta hukum agama sebagai satu kesatuan
dalam hukum agrarian nasional.
Hukum agraria nasional dibidang pengaturan penggunaan tanahnya
menjadi wewenang pemerintah pusat untuk menjamin terlaksananya
kesatuan hukum tanah yang bersifat nasional dan badan/lembaga yang
ditugasi merupakan unsur pemerintah pusat (Perpres No.10 tahun
2006) tentang otonomi daerah sebagai pertimbangan.
Pasal 1 ayat (1)
“Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.”
Penjelasan :
Pada pasal ini dijelaskan bahwa sila persatuan Indonesia atau wawasan kebangsaaan sebagai
dasar UUPA yang dalam penjelasan umum UUPA disebut sebagai dasar kenasionalan.
Pasal 1 ayat (2)
“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan
ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.”
Penjelasan :
Bahwa bumi,air dan ruang angkasa bangsa Indonesia merupakan asset yang sangat penting
dalam mengakomodir kehidupan. Wilayah Indonesia merupakan negara maritim, pada negara
lain, perairan merupakan pemisah antara negara yang satu dengan negara yang lain, sedangkan
di Indonesia, perairan itu malahan adalah sebagai penghubung antara pulau yang satu dengan
pulau yang lain di Indonesia, karena Indonesia memiliki beribu-ribu pulau yang merupakan asset
negara sebagai asset nasional. Dalam kaitannya dengan bidang pertanahan, tanah-tanah di
Indonesia sangat penting artinya dalam menjaga stabilitas wilayah nasional, makanya warga
negara Asing tidak boleh memiliki Hak Milik atas tanah, namun dapat memperoleh Hak Pakai.
Apabila mereka dapat memperoleh Hak Milik, itu sangat riskan, yang ditakutkan adalah semua
tanah wilayah Indonesia menjadi kepunyaan asing.
Pasal 9 ayat (1)
“Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,
air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.”
Penjelasan :
Pernyataan dasar tersebut mendapat penerapan dalam pasal-pasal yang mengatur hak milik
atas tanah sebagai hak yang memberikan hubungan yang terpenuhi dengan tanah.

Pasal 21 ayat (1)


“Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.”
Penjelasan :
Menurut pasal tersebut, hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik, begitu pula
Hak Guna Bangunan (pada pasal 30) dan Hak Guna Usaha (pada pasal 36). Peraturan yang
mengatur antara lain :
PP 40 Tahun 1996
PP 24 Tahun 1997 peraturan pelaksanaannya dalam PMNA/Ka.BPN No.03/1997. Sila ketiga ini
terkait dengan kepentingan nasional. Misal untuk pembangunan maka terkait dengan sila kedua,
hak atas tanah mempunyai fungsi sosial pelaksanaan fungsi sosial terkait dengan pengadaan
tanah untuk pembangunan.
Kepres 55 Tahun 1993 diganti dengan Perpres 36 Tahun 2005 jo Perpres 65 Tahun 2006.
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAD
KEBIJAKSANAANDALAMPERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
Pasal 9 ayat 2
“Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak
atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.”
Penjelasan :
Ketentuan ini jelas sangat berpadanan nilai-nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab, sehingga ada pengakuan dan penghargaan terhadap
subjek lain sebagaimana dirinya sendiri.
Penjelasan pasal 9 ayat (2) menghubungkan pernyataan pada pasal
tersebut dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) yang mendasar komunalistik
hukum tanah nasional. Sebagaimana diketahui seluruh wilayah Republik
Indonesia mempunyai hak sama untuk memperoleh sesuatu hak atas
tanah bersama itu.
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Perwujudan dasar keadilan sosial dilihat dari pasal 11 ayat (2), pasal 13 dan pasal 15
Pasal 11 ayat (2)
“Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat
dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan,
dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis
lemah.”
Penjelasan :
Pasal ini mengandung nilai moral religius dan moral sosial yang begitu tinggi, yaitu
kepeduliannya terhadap realitas plural dalam kehidupan manusia. Kita menyadari,
betapapun hak dan kesempatan sama telah diberikan UUPA terhadap setiap warga
negara dalam hubungannya dengan bumi Indonesia, namun hasilnya belum tentu
sama. Munculnya golongan ekonomis kuat dan golongan ekonomis lemah, merupakan
keniscayaan.
Pasal 13 ayat (4)
“Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial,termasuk
bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.”
Penjelasan :
Bahwa ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas keadilan sosial yang
berperikemanusiaan dalam bidang agraria.

Pasal 15
“Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang
ekonomis lemah.”
Penjelasan :
Dalam pasal ini terdapat penetapan dan asas tersebut dalam melaksanakan
Landreform (Reforma Agraria) di Indonesia dalam rangka keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Landreform bertujuan untuk meningkatkan dan memeratakan
pemilikan dan penguasaan tanah serta dengan memperbaiki persyaratan-persyaratan
dalam pengusahaan tanah oleh para penggarap tanah kepunyaan orang lain
Pasal 7
“Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.”

Penjelasan :
Bahwa kepemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan karena
hal tersebut dapat merugikan kepentingan umum, terutama golongan ekonomi lemah.
Dikatakan demikian karena jika terjadi kepemilikan yang melampaui batas, terutama oleh
golongan ekonomi mampu atau menengah keatas, akan timbul perekonomian yang kurang
kondusif dimana nantinya akan timbul jurang pemisah yang semakin dalam antara si kaya
dengan si miskin. Karena bisa saja, golongan ekonomi lemah tidak mempunyai tempat tinggal
dan itu salah satu bentuk keadilan,yang artinya terjadi penyimpangan dengan sila kelima
Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pasal 10
Pasal 10 ayat (1),”Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
dengan mencegah cara cara pemerasan.”
Pasal 10 ayat (2),”Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.”
Pasal 10 ayat (3),”Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.”

Penjelasan :
Dalam pasal 10 ayat (1) dan (2), dirumuskan suatu asas yang menjadi dasar dari perubahan-
perubahan dalam struktur pertanahan hampir diseluruh dunia yaitu negara-negara yang
telah/sedang menyelenggarakan “Landreform” atau “Agrarian Reform” yaitu tanah pertanian
harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Hal itu perlu diadakan
ketentuan-ketentuan lainnya misalnya perlu ada batas minimum luas tanah yang harus dimiliki
oelh petani yang dibuat dalam suatu ketentuan supaya ia mendapat penghasilan yang cukup
layak bagi diri sendiri dan keluarganya (Pasal 13 jo Pasal 17) perlu pula adanya ketentuan
mengenai batas maksimum luas tanah yang boleh dikuasai dengan Hak Milik (Pasal 17) agar
dicegah menumpuknya tanah ditangan golongan-golongan tertentu saja.
Pasal 53
Pasal 53 ayat (1),”Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat
(1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah
pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini
dan hakhak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat.
Pasal 53 ayat (2),”Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan-
peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.”
Penjelasan :
Bahwa hak-hak yang sifatnya sementara diatur dan dibatasi supaya terjadi keadilan yang
bersosial ditengah masyarakat.
KESIMPULAN
Dari segi Filosofis, UUPA adalah undang-undang pokok pertama yang dibentuk setelah UUD
1945 dibuat dan didalam konsiderannya pun dengan tegas disebutkan bahwa Hukum Agraria
Nasional harus mewujudkan sila-sila Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Walaupun bersifat tetap, namun perlu dijabarkan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara yaitu berupa pedoman dalam penyelenggaraan Negara
Bahwa penjabaran Pancasila dalam UUPA di uraikan dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
UUPA seperti yang di jelaskan dalam bab pembahasan dan dari semua itu bisa diambil hakikat
antara lain.
1. Segala kekayaan yang dimiliki bangsa bersifat abadi merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa. (Psl 1 ayat 3)
2. Bahwa segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (Psl 2)
3. Bahwa di dalam UUPA mengakui adanya Hak Ulayat sebagai hukum adat untuk kepentingan
nasional.
4. Bahwa tanah mempunyai fungsi sosial yang pemanfaatan dan penggunaannya harus sesuai
dengan sifat hak atas tanah, sehingga pemanfaatannya bagi kesejahteraan dan keadilan bagi
rakyat. (psl 6)
5. Bahwa WNI-lah yang mempunyai Hak Milik atas tanah sebagai hak terkuat dan terpenuh
yang dipunyai orang atas tanah. (Psl 20)
6. Bahwa pemegang hak berkewajiban memanfaatkan serta menciptakan keadilan serta
memberi perlindungan atas haknya.
SARAN
Sebagai warga negara pada umumnya dan aparat pemerintah
pada khususnya untuk dapat menjaga dan menjadi teladan
dalam pengaturan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan
tanah. Sehingga dapat tercipta masyarakat yang tertib hukum
pertanahan dan terjalin hubungan masyarakat yang adil dan
makmur. Dimana dalam pelaksanaanya harus berdasarkan
jiwa-jiwa pancasila yang di jabarkan dalam UUPA.

Anda mungkin juga menyukai