Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
18 SA William K. Aditama
ESTETIKA DALAM
PANDANGAN ISLAM
Islam sebenarnya tidak melarang orang berkesenian, justru menganjurkan berseni
untuk menuju kebaikan dan keindahan dunia dan akhirat untuk mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta.
Seni Islam yang banyak mengandung unsur sakral meletakkan nilai estetika
Islam sebagai estetika suci yang dekat hubungannya dengan sifat-sifat Allah.
Seni dalam Islam lebih menonjolkan nilai suci (sakral) yang bisa dilihat nilai
estetiknya. Nilai estetik Islam sendiri lebih menonjolkan satu-kesatuan
bentuk yang berulang-ulang sehingga tercipta sesuatu yang harmonis dan
seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni sebagai pengantar jiwa
manusia ke Tuhan, ke Allah.
Berdasarkan pandangan tentang gambaran dunia yang disajikan Al Quran dan
pengaruhnya terhadap estetika, para sufi memberikan pendapatnya mengenai
fungsi seni, yaitu:
-Seni adalah pembawa nikmat mencapai keadaan jiwa yang damai dan
menyatu dengan keabadian yang abadi.
-Seni juga sebagai pembebasan jiwa dari alam benda melalui sesuatu yang
berasal dari alam benda itu sendiri.
-Seni sebagai penyucian diri dari pemberhalaan terhadap bentuk-bentuk itu
sendiri.
-Untuk menyampaikan hikmah, yaitu kearifan yang membantu kita bersifat
adil dan benar terhadap Tuhan.
-Sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan pengetahuan, informasi
yang berguna bagi kehidupan.
-Cara untuk menyampaikan puji-pujian kepada yang Maha Esa.
Sifat Tuhan yang maha indah dan merupakan Wajah atau Penampakan-Nya ialah
al-rahman dan al-Rahim yang berarti Cinta dan Rahmah. Dengan demikian
keindahan karya Tuhan dapat dilihat pada besarnya cinta Tuhan kepada ciptaan-
Nya.
Dalam menilai karya seni Islam asas ini sangat penting. Cinta dalam diri atau pada
manusia, sebagai penghasil karya seni, ialah kecenderungannya akan keimanan,
ketaqwaan, kebahagiaan dan hasratnya untuk menegakkan kebaikan dan
menentang segala bentuk keburukan, kejahilan, kedhaliman dan ketakadilan. Seni
dalam pandangan ini tidak lain ialah suatu bentuk ibadah, pengabdian kepada
Yang Haqq.
Dalam surat al-Nur diterangkan bahwa Tuhan mengumpamakan diri sebagai
cahaya di atas cahaya. Cahaya ialah perumpamaan yang sangat indah dan tepat
terhadap wujud Tuhan yang Batin. Cahaya merujuk kepada ilmu atau hikmah,
sebab seperti ilmu dan hikmah cahaya menerangi manusia dalam kegelapan,
memberi petunjuk menuju kebenaran. Cahaya juga merujuk kepada moral atau
akhlaq yang mulia.
Merasakan keindahan berarti
menghayati sebuah objek atau hal yang
dirasa indah.
Keindahan adalah fitrah yang sudah ada
di dalam diri manusia. Hal itu dapat
dibuktikan ketika kita terpaku dengan
alam, lukisan, syair, atau alunan nada
dengan komposisi yang artisik.
Keindahan alam adalah kurniaan Allah
kepada makhluknya yang diciptakan
juga dengan keindahan.
Seperti yang termaktub dalam QS:32:7:
“Yang memperindah segala sesuatu
yang Dia ciptakan dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.
Islam mengandung banyak keindahan di setiap ajarannya. Islam itu sendiri adalah
keindahan.
Budaya mengucapkan salam yang mengandung doa serta keselamatan merupakan hal
sederhana dari penyebaran keindahan lewat kasih sayang terhadap sesama manusia.
Islam mengajarkan saling mengasihi, menolong yang lemah, saling mengingatkan,
saling memberi, dan saling mendoakan.
Selesai sholat, kita sering memanjatkan doa, bukan hanya untuk diri sendiri melainkan
juga untuk seluruh umat muslim. Hal ini merupakan pertanda bahwa Ukhuwah Islamiah
menjadi unsur dari dasar Islam.
Keindahan hanya dapat dirasakan oleh perasaan yang halus. Kehalusan
tersebut akan menangkap hal-hal yang indah dimanapun, di sekitarnya,
di alam ini.
Sumber dari keindahan itu sendiri adalah cinta, seperti yang dikatakan
oleh Buya Hamka: “Apa sebabnya ada keindahan? Sebabnya ialah
karena ada cinta. Dengan cinta, alam diciptakan. Tiap awal surat dalam
Al-Qur’an dimulai dengan bacaan ‘bismillah’ yang berarti ‘dengan nama
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.’ itulah kunci rahasia
cinta di alam ini. Segala seni yang tinggi, syair, musik, dan lukisan
adalah laksana rumus untuk membuktikan adanya Yang Rahman dan
Yang Rahim. Sumber segala cinta.”
Imam Al- Ghazali dalam bukunya “Kimiya i-Sa’adat” mengatakan: “ Keindahan
bentuk luar yang dilihat oleh mata telanjang dapat dialami bahkan oleh anak-
anak dan binatang. Sedangkan keindahan bentuk dalam hanya dapat
ditangkap oleh mata hati dan cahaya visi dalam manusia belaka.”
Ketika kita mengagumi sebuah lukisan dengan segala teknik penguasaan dan
komposisi warnanya, itu adalah apresiasi keindahan melalui indra penglihatan.
Ketika kita tergerak-gerak sambil melantunkan senandung ketika mendengar
musik, itu adalah apresiasi keindahan melalui indra pendengaran.
Apresiasi melaui pancaindra tersebut merupakan tahap awal. Ada yang lebih
tinggi dari sekadar pencapaian keindahan melalui indra, yaitu melalui akal,
hati, pikiran, dan ilmu yang kemudian bermuara pada keimanan.
Tokoh-tokoh estetika
Timur Tengah
IMAM AL GHAZALI
Keindahan merupakan landasan dari seni. Berdasarkan pernyataan itu,
Al Ghazali membagi keindahan menjadi beberapa tingkat, yaitu:
(1) keindahan indrawi dan nafsani (sensual) disebut juga keindahan lahir
(2) Keindahan imajinatif emotif
(3) keindahan akhliyah atau rasional
(4) keidahan rohaniah atau irfani
(5) keindahan ilahiyah atau transendental
Lahir pada 9 Oktober 1906, di Mosyah, dalam wilayah Asyut. Beliau merupakan
pemikir, pujangga, penulis, sasterawan, juga ulama ulung di Mesir pada kurun ke-20.
Sebagai penulis, Sayyid dikatakan paling banyak dicetak bukunya. Terutama tafsirnya
“Fi Zilalil Quran” (Di Bawah Lindungan al-Quran) yang dianggap ‘karya agung’ oleh
kebanyakan ulama. Sebagaimana petikan mukadimah tafsir tersebut yang berbunyi:
Kehidupan di bawah lindungan al-Quran itu nikmat. Nikmat yang tidak akan dinikmati
selain orang yang merasakannya.
Sebagai muslim yang total mempersembahkan hidupnya hanya untuk Islam, Sayyid
Qutub memiliki keyakinan yang kuat tentang kebenaran tauhid. Keyakinannya itu
tetap bertahan meskipun ia mendekam dalam penjara atas fitnah kudeta yang tidak
pernah ia lakukan. Meskipun akhir hidupnya dinikmati di penjara, Sayyid Qutub tidak
berhenti menulis karya terutama karya sastra. tulisan sastranya yang indah
mengisyaratkan keadaan ruhani dan pikirannya. Baginya keindahan itu berasal dari
sifat ruhani manusia dalam memahami arti hidup dan Islam terutama.
Ibnu al Arabi
(28 Juli 1165-16 November 1240)
• Seni rupa Islam adalah suatu bahasan yang khas dengan prinsip seni rupa
yang memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan seni rupa yang dikenal
pada masa ini. Tetapi perannya sendiri cukup besar di dalam
perkembangan seni rupa modern. Antara lain dalam pemunculan unsur
kontemporer seperti abstraksi dan filsafat keindahan.
• Hikayat merupakan bentuk karya sastra yang isinya berupa cerita atau
dongeng yang seringkali dikaitkan dengan tokoh sejarah. Hikayat-
hikayat peninggalan kerajaan Islam di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh kebudayaan Arab, Persia, India, dan lain-lain. Awalnya, hikayat-
hikayat ini merupakan bentuk dakwah kepada masyarakat. Isinya berupa
ajakan kepada umat Islam agar dapat memperkuat keimanannya.