Konflik - Konflik Masyarakat Pesisirrr
Konflik - Konflik Masyarakat Pesisirrr
Kelompok 5
Yeremia Tomas Jhody (26040119130125)
Zigro Taqwagie (26040119140104)
Auliya Shidqiya Azzahra (26040119120013)
Lecen Finka Ervita Sagala (26040119120033)
Shinta Angelina (26040119120018)
Obyek Pengamatan Sosial yaitu,
peristiwa atau perbuatan sosial yang
memiliki sifat asosiatif (mendekatkan)
dan disosiatif (menjauhkan).
• Konflik ditandai dengan tindakan menantang pihak lain yang diikuti dengan ancaman dan
tindakan kekerasan, hingga menimbulkan perasaan ingin melukai dan menghancurkan pihak
lain.
Konflik biasa terjadi antara kedua belah pihak dan biasa bersifat revolusioner
dengan dan ditandai dengan ancaman dan kekerasan
Konflik menurut intensitasnya:
1. Memiliki sedikitnya kesalah pahaman
2. Mempertanyakan hal-hal yang berbeda
3. Mengajukan serangan-serangan verbal
4. Mengajukan ancaman dan ultimatum
5. Melakukan serangan fisik secara agresif
6. Melakukan upaya menghancurkan pihak lain
(Robbins,1974)
Konflik Masyarakat Pesisir
Konflik yang sering terjadi dalam kegiatan perikanan dalam memperebutkan
sumberdaya perikanan yang jumlahnya tidak terbatas,dalam penangkapan ikan
sebenarnya telah diatur oleh masyarakat maupun pemerintah contohnya tidak di
perbolehkannya pukat harimau dan bom ikan
Konflik biasanya terjadi karena sifat sumber daya yang Open Access (seolah-olah
sumber daya dapat diperebutkan siapa saja,kapan saja, dan dengan alat tangkap apa
saja)
Realita yang ditemukan sumber daya open access sekarang sulit ditemukan,karena
pemerintah telah memiliki regulasi pengelolaan sumber daya dan masyarakat telah
memiliki atoran mainnya sendiri.Sekarang lebih sering ditemukan yaitu kondisi
sumber daya yang bersifat quasi open access.
Banyak hal yang belum diatur secara de jure tetapi secara de facto telah diatur
masyarakat,jika dilanggar atura tersebut terjadilah konflik.
7 Macam Konflik (Satria,2009a)
1. Konflik Kelas : terjadi antarkelas nelayan dalam memperebutkan wilayah
penangkapan (fishing ground)
Contoh : konflik antara nelayan trawl dengan nelayan tradisional disebabkan
beroperasinya nelayan trawl di daerah nelayan tradisional.
2. Konflik Kepemilikan Sumber Daya : disebabkan sumber daya yang bersifat open
access
contoh : konflik antar nelayan yang menggunakan jaring muroami dan pengusaha
bahari di Lombok Utara.
3. Konflik Pengelolaan Sumber Daya : disebabkan oleh pelanggaran aturan pengelolaan
yg terjadi antar nelayan maupun nelayan dengan pemerintah
contoh : pelanggaran penangkapan di Sasi,Awig-awig,
dan Panglima Laot.
4. Konflik Cara Produksi (Alat Tangkap) : disebabkan oleh perbedaan alat tangkap
contoh : Kasus di Pulau Busung Tanjung Pinang,konflik antar nelayan yang
menggunakan alat tangkap bubu ketam dan nelayan mini trawl.Nelayan tradisional
menganggap nelayan mini trawl menyebabkan penurunanan hasil tangkapan.
5. Konflik Lingkungan : disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat dari praktik yang
merugikan nelayan.
contoh : konflik antar nelayan Trenggalek dan Pacitan yang disebabkan oleh alat
tangkap yang merusak lingkungan.
6. Konflik Usaha : disebabkan mekanisme harga atau sistem bagi hasil yang merugikan
sekelompok nelayan.
contoh : persaingan harga yang terjadi dengan perusahaan seafood saver dan perusahaan
yang masih menerapkan bad practice fishing.
7. Konflik Primordial : disebabkan adanya pelanggaran adat istiadat
contoh : nelayan Tomia tidak suka dengan tindakan nelayan TN Wakatobi karena
menangkap ikan karang konsumsi hidup dengan potasium.
Konflik-konflik Masyarakat Pesisir
Penolakan nelayan terhadap hadirnya alat-alat tangkap yang mampu mengikis ikan-ikan kecil di dasar
laut karena menyebabkan tangkapan nelayan tradisional berkurang selain itu juga karena dianggap
dapat merusak sumber daya hayati yang ada.
Konflik yang pernah terjadi misalnya di daerah Tanjung Pinang yaitu hubungan antara nelayan
tradisional yang menggunakan bubu ketam dengan nelayan mini trawl dan semacamnya (seperti
sondong, pukat kikis) tidak harmonis.
Konflik kelas juga terjadi di Pekalongan (Satria,2001), gejala konflik antarnelayan ini dipicu hadirnya
kapal trawl pada tahun 1970-an yang dibawa oleh para nelayan dari Bagan Siapi-api menyebabkan
nelayan lokal melakukan pemberontakan.
Pada bulan Mei 2002 terjadi pembakaran perahu trawl di Bengkulu yang menandakan terjadinya
konflik kelas di kalangan masyarakat pesisir. Sebagai akibat yang terjadi nelayan tradisional merasa
terancam oleh keberadaan kapal-kapal trawl di perairan mereka.
Banyaknya kapal-kapal pasir misalnya seperti kapal keruk maupun kapal pengangkut yang berlabuh
juga menyebababkan terjadinya konflik sosial pada kasus penambangan pasir di wilayah pesisir Pulau
Karimun karena sangat menganggu aktivitas dari nelayan setempat.