Anda di halaman 1dari 19

SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber-sumber Hukum Islam sering digolongkan berdasarkan cara pandang kepada;


- Sumber berupa nash dan sumber yang tidak berupa nash
- Sumber naqli dan sumber fikiran (ijtihad)
- Sumber yang disepakati dan sumber yang tidak disepakati
- Sumber pokok dan sumber tambahan
- Sumber dari syara’ dan sumber dari fikh.
Dari cara pandang tersebut, Sumber hukum Islam secara keseluruhan adalah :
1) Al-Quran; 2) Sunnah/Hadits; 3) Ijma’; 4) Qiyas; 6) Istihsan; 7) Maslalahah
musralah; 8) Istishhab; 9) Saddud-dzariah; 10) Urf; 11) Pendapat/Mazhab sahabat
dan 12) Syara’ umat seblumnya.
Dan dari 12 sumber hukum di atas diklasifikasi menjadi:
1) Sumber nash, pokok, dan syara’ adalah A-Quran dan Sunnah/Hadits
2) Sumber yang tidak nash, pikiran (ijtihad), tambahan dan fikh adalah: Ijma’; 4)
Qiyas; 6) Istihsan; 7) Maslalahah musralah; 8) Istishhab; 9) Saddud-dzariah; 10)
Urf; 11) Pendapat/Mazhab sahabat dan 12) Syara’ umat seblumnya
Dan sebagian penulis mengklasifikasi menjadi:
1) Sumber naqli adalah A-Quran dan Sunnah/Hadits. Ijma’ dan Syara’ umat
seblumnya
2) Sumber yang tidak naqli adalah: Qiyas; Istihsan; Maslahah musralah; Istishhab;
Saddud-dzariah; Urf; Pendapat/Mazhab sahabat .
Al-Quran

• Pengertian:
Kitab Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantaraan Malaikat Jibril
yang berbahasa Arab dan tertulis dalam suatu mushhaf dann menjadi ibadah bagi yang
membacanya.
Al-Quran turun kepada nabi Muhammad sebagai wahyu, di dalam kalimatnya berbahasa Arab,
lafadh dan maknanya dari Allah Swt, membacanya adalah ibadah.
(QS. Al-Hijr: 9; QS. An-Nahl:103; QS. Asy-Syu’ara’:193-195 dan 7; QS. Yusuf:3; QS. Taha:113;
QS. Fusshilat: 3; QS. Az-Zuhruf:3; QS. Ahqaf:12; QS. Az-Zumar: 28)
• Kehujjaan Al-Quran:
Bukti bahwa Al-Quran menjadi hujjah atas manusia, hukum-hukumnya menjadi aturan yang wajib
bagi manusia untuk diikuti, karena Al-Quran datang dari Allah disampaikan kepada manusia
melalui nabi Muhammad saw dengan jalan yang pasti yang tidak diragukan keautentisitas dan
kebenarannya.
• Kedinamisan Al-Quran:
Al-Quran sebagai sumber pokok bagi semua hukum Islam maka al-Quran sebagai kitab suci
yang jami’ dan kulli. Dalam menjelaskan dasar-dasar hukum, al-Quran hanya menjelaskan
secara terperinci bidang keimanan/kepercayaan. Namun untuk bidang ibadah dan muamalah Al-
Quran mejelaskan dengan cara global dan kulli, guna menjaga keutamaan tujuan-tujuan Al-
Quran. Penjelasannya terhadap masalah ibadah dan lain sebagainya dijelaskan secara global
dan Sunnah/Hadits yang kemudian menjelaskan lebih terperinci. Demikian halnya dengan
perjanian dan jaul beli dan hal yang berkaitan dengan urusan manusia dengan sesama manusia
(muamalah).
Al-Quran diturunkan secara berangsur:
• Memberi motivasi terhadap nabi Muhammad dan menguatkan jiwanya dalam menerima
wahyu tersebut dan dalam menghadapi refleksi dari sikap dan tindakan orang quraisy di
sekitarnya.
• Memudahkan kepada para umat Islam/sahabat dalam menghafal dan mendokumentasikan,
khususnya mereka umumnya dikenal sebagai buta huruf (tidak tau tulis menulis dan
membaca).
• Menjada adaanya keberangsuran dalam menentukan hukum, khususnya yang berkaitan
dengan persoalan halal-haram.
• Menjadi sarana untuk proses perobahan seruan al-Quran dari ajakan keimanan menjadi
ketentuan hukum yang mengatur masalah kehidupan perorangan dan bermasyarakat dsb.

Beberapa Aspek Hukum Al-Quran:


Paling tidak ada lima pokok aspek hukum yang terkandung dalam al-Quran:
1) Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan masalah akidah/keimanan ‫رعية‬GG‫ ش‬G‫حكام‬G‫أ‬
‫عتقادية‬G‫ا‬
2) Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan masalah akhlak/etika/mooral ‫رعية‬GG‫ ش‬G‫حكام‬G‫أ‬
‫خلقية‬
3) Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan masalah tingkah laku dan perbuatan
manusia dewasa (mukallaf) ‫رعية عملية‬GG‫ ش‬G‫حكام‬G‫أ‬
4) Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan semua ciptaan Allah/alam semesta G‫حكام‬G‫أ‬
‫نية‬G‫و‬G‫ك‬/‫طبيعية‬
5) Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan sejarah/hal-hal kemasyarakatan G‫حكام‬G‫أ‬
‫جتماعية‬G‫ا‬/‫اريخية‬GGG‫ت‬
• Hukum-hukum Al-Quran yang berhubungan dengan masalah tingkah laku dan perbuatan manusia
dewasa (mukallaf) yaitu ahkam syar’iyah ‘amaliyah yang lazim juga disebut sebagai ahkam syar’iyah
‘amaliyah tafshiliyah merupakan bagian dari Al-Quran yang paling banyak mendapat perhatian dan
menyita pemikiran para ulama Islam. Hal tersebut paling tidak dipengaruhi oleh tiga faktor:
1) Paling banyak bersinggungan dengan aktifitas keseharian manusia.
2) Kandungan ayat-ayatnya ada yang qath’iy dan zhanny.
3) Terbukanya peluang berijtihad bagi ulama yang telah memenuhi kriteria atas hal itu.

• Al-Quran –sesuai dengan pembidangan dan ppembahasan hukum modern, sementara ahli membagi
hukum mu’amalat dalam al-Quran sbb:
1) Hukum keluarga (ahkam al-akhwal al-syakhshiyah) jumlah ayatnya kurang lebih 70 ayat. (contoh: QS.
Al-Baqarah:228; QS. Ar-Rum:21; QS. Al-isra’:23-24; QS. An-Nisa:19)
2) Hukum perdata (al-ahkam al-madaniyah) jumlah ayatnya kurang lebih 70 ayat (contoh: QS. Al-
Baqarah:280; QS. An-Nisa: 29; QS. Al-Baqarah: 282; QS. Al-Baqarah:283: QS. Al-Maidah: 1; QS. Al-
Isra: 34; QS. An-Nisa:29; QS. Al-Baqarah: 275; QS. Al-Baqarah: 279)
3) Hukum pidata (al-ahkam al-jinaiyah) jumlah ayatnya kurang lebih 30 ayat (contoh: QS. Al-
Baqarah:174; QS. Al-Baqarah: 179; QS. Al-Baqarah:194: QS. Al-A’raf: 199; QS. An-Nisa:58; QS. An-
Nisa:59; QS. Al-Baqarah: 286; QS. Al-An’am: 164; QS. An-Najm: 29,40; QS. At-Thalaq:7; QS. Al-
Baqarah:181; QS. Al-Maidah:8; QS. Al-Furqan:72)
4) Hukum acara perdatadan pidana (al-ahkam al-murafa’at) jumlah ayatnya kurang lebih 17 ayat
5) Hukum tata negara dan perundang-undangan (al-ahkam al-dusturiyah) jumlah ayatnya kurang lebih
10 ayat (contoh: QS. Asy-Sura: 38; QS. An-Nisa: 59; QS. Ali-Imran:159; QS. Al-Hadid:25; QS. An-
Nahl:90; QS. An-Nisa:58)
6) Hukum internasional/antar bangsa (al-ahkam al-dauliyah) jumlah ayatnya kurang lebih 35 ayat
(contoh: QS. Al-Baqarah:216; QS. Al-Mumtahinah:8&9; QS. Al-Anfal:60; QS. Al-Isra:70; QS. Al-
Hujarat:13; QS. Al-Baqarah:194; QS. An-Nahl:91)
7) Hukum ekonomi dan keuangan (al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah) jumlah ayatnya kurang lebih
10 ayat (contoh: QS. Al-Anfal:41; QS. Al-Baqarah: 177; QS. At-Taubah: 103; QS. Al-Baqarah:284;
QS. Al-Baqarah:107; QS. An-Nahl:53; QS. Al-Isra:29; QS. Hud:116; QS. Al-Isra:16; QS. Al-
Qashash:77; QS. Al-Jum’ah:10; QS. An-Nisa:5)
As-Sunnah/Hadits
Pengertian:
Bahasa: sistem/cara atau lawan dari bid’ah
)‫ الحديث حسن صحيح‬:‫ وقال‬:‫ (اخرجه أبو داود في سننه‬.‫ عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي‬:‫قال صلى هللا عليه وسلم‬
Istilah: Apa yang diperoleh dari Nabi Muhammad Saw berupa ucapan, perbuatan, atau penetapan.
Menurut Definisi, Sunnah Nabi ada tiga macam:
1) Sunnah qauly: Hadits yang diperoleh dari ucapan-ucapan atau perkataan Nabi Saw
2) Sunnah fi’ly: Hadits yang diperoleh dari perbuatan-perbuatan Nabi Saw;
3) Sunnah taqriry: Hadits yang diperoleh dari ketetapan atau persetujuan Nabi Saw.
Sunnah/Hadits merupakan Sumber Hukum ke dua setelah Al-Quran seperti yang disebutkan dalaam Al-Quran:
1) Qs. An-Nisa: 59:
2) QS. An-Nisa: 80:
3) QS. Ali-imran: 32:
4) QS. Al-Ahzab: 36
5) QS. Al-Hasyr: 7:
Kedudukan As-sunnah terhadap Al-Quran:
1) Sebagai penetap dan engguat terhadap penjelasan Al-Quran (contoh:
‫ ال يحل مال امرئ مسلم إال بطيب من نفسه‬:‫ قال صلى هللا عايه وسلم‬:‫مؤكدة لما جاء في القرآن‬
)188 :‫ وال تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل (البقرة‬:‫مؤكدة لقوله تعالى‬
• Sebagai pembatas terhadap hal-hal yang mutlak;
• Sebagai pejelas dan penerang terhadap hal-hal yang masih memerlukan penjelasan (contoh:

‫ صلوا كما رأيتموني أصلي‬:‫ قوله صلى هللا عليه وسلم‬:‫ مفسرة لمجمل القرآن‬-
‫ أقيموا الصالة‬:‫قال هللا تعالى‬
.‫) السنة تبين مقدار القطع بالرسغ من اليد‬28 :‫ والسرق والسارقة فاقطعوا أيديهما (المائدة‬:‫ في قوله تعالى‬:‫ مقيدة لمطلق القرآن‬-
)180 :‫ كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين واألقربين (البقرة‬:‫ في قوله تعالى‬:‫ مخصصة لعموم القرآن‬-
‫ ال وصية لوارث‬:‫فخصصته السنة‬
• Sebagai penyusul terhadap persoalan yang belum disebutkan dalam Al-Quran
.... ‫ حرمت عليكم أمهاتكم وبناتكم وأخواتكم وعماتكم وخاالتكم وبنات األخ وبنات األخت‬:‫ هذا لم يرد في قوله تعالى‬،‫تحريم الجمع بين المرأة وعمتها وبين المرأة وخالتها‬
)23:‫(النساء‬
.‫ فلم يرد ما يحرم لغير األمهات واألخوات من الرضاعة‬،‫ يحرم من الرضاع ما يخرم من النسب‬:‫وال في قوله صلى هللا عليه وسلم‬
Sunnah/Hadits yang dikategorikan sebagai nash syari’ adalah:
1) Riwayat yang mengandung unsur tablig dan risalah dari Allah Swt, Sunnah
tersebut dikategorikan sebagai hukum tasyri’ umum.
2) Riwayat yang dari Nabi, dimana beliau dalaam posisi sebagai hakim/qadhi’
3) Riwayat yang dari Nabi, dimana beliau sebagai imam/pemimpin
Pembagian Sunnah menurut cara pemberitaan/perwinya:
1) Hadits Mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak
memungkinkan untuk sepakat berdusta, kemudian diterima oleh orang banyak
yang memiliki sifat yang sama;
2) Hadits Masyhur: Hadits yang diriwayatkan oleh orang perorangan dari Nabi Saw
kemudian masa berikutnya diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak
memungkinkan sepakat untuk berdusta.
3) Hadits Ahad: Hadits yang diriwayatkan dari Nabi oleh orang perorangan dan
kemudian diterima oleh generasi selanjutnya dengan cara yang sama.

Catatan:
Penggolongan di atas mempunyai akibat dalam kegunaannya dalam menetapkan
hukum:
Hadits Mutawatir mesti menimbulkan keyakinan akan kebenaran isinya.
Hadits Masyhur menimbulkan dugaan kebenaran lebih kuat tentang kebenaran
isinya.
Hadits Ahad hanya menimbulkan dugaan akan kebenaran isinya, sehingga
sebahagian besar ulama memberi persyaratan dalam penerimaan hadits tersebut.
’Ijma
Pengertian:
• Bahasa: “al-ittifaq” kesepakatan (antara kelompok)
“al-azm wa at-tashmim” (antara kelompok atau individu)
)17 :‫فأجمعوا أمركم أو شركائكم (يونس‬
• Istilah: Kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa yang terjadi
setelah Rasulullah Saw meninggal dunia.
Eksistensi Ijma’:
- “ghair mutashawwir” (unimaginaable) terjadinya, disebabkan ulama
terpisah-pisah dan jumlah mereka banyak;
- “mutashawwir (imaginable);
- ulama telah sepakat akan wajibnya shalat dan rukum
Islam lainnya.
- telah ada kesepakatan ulama, sehingga secara image dapat
terwujud.
- mereka sepakat mengenai hal-hal kebutuhan duniawinya
(makan, minum) lebih-lebih akan sepakat tentang urusan
keagamaannya.
- secara pemikiran akal,, tidak mustahil terjadinya ijma’.
Dasar hukum Ijma’:
- Al-Quran:
)59: ‫ يا أيها الذين آمنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولى األمر منكم (النساء‬:‫قال هللا تعالى‬
artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amr
(penguasa) diantara kamu
(An-Nisa: 59).
)103:‫ واعتصموا بحبل هللا جميعا وال تفرقوا (آل عمران‬:‫قال تعالى‬
artinya: Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada agama Allah dan janganlah bercerai
berai (Ali-Imran:103)
‫ ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع سبيل غير المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا‬:‫وقال تعالى‬
)115 :‫(النساء‬
artinya: Barang siapa yang menentang Rasul setelah kebenaran menjadi jelas baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang beriman. Kami biarkan ia beerkuasa
terhadap kesesatan yang telah dikuassainya itu, dan kami masukkan ke neraka jahannan,
dimana merupakan seburuk-buruknya tempat kembali (An-Nisa: 115).
- As-sunnah:
)‫ ال تجتمع أمتي على خطأ (اخرجه أبو داود والترمذي‬:‫قال صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya: Umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan (HR. Abu
Daud dan Turmuzi).

• Pembagian Ijma’:
Menurut ulama hukum Ijma’ dibagi dua:
1) Ijma’ qauly: Para mujtahidin sepakat menyatakan pendapatnya dengan jelas dan
tegas baik berupa ucapan atau tulisan, Ijma’ ini idsebut juga sebagai Ijma’ bayani
atau sharih.
2) Ijma’ sukuti: para mujtahidin tidak menyatakan kesepakatannya dengan jelas atau
tegas, tetapi mereka diam diri atau absen dan tidak memberikan reaksi terhadap
suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahidin lain yang hidup di
masanya, ijma’ ini disebut juga Ijma’ I’tibari

• Obyek Ijma’ adalah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya baik
dalam al-Quran ataupun Hadits Nabi, peristiwa atau kejadian tersebut tidak
berkaitan dengan masalah ibadah mahdhah, tapi masalah mu’amalah dan
persoalan kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berkaitan dengan urusan
duniawi.
Qiyas
• Pengertian:
Bahasa: “at-taswiyah (menyamakan), “at-taqdir” (mengukur)
Istilah: Menetapkan suatu hukum suatu kejadikan atau peristiwa yang belum ada kedudukan
hukumnya dengan suatu kejadian atau peristiwa yang ada kedudukan/ketentuan hukumnya dari
nash al-Quran dan Hadits, karena adaanya segi-segi persamaan antara keduanya yang disebut
‘illat”.
• Dasar Hukum Qiyas:
‫ل إن كنتم‬G‫ه إلى هللا والرسو‬G‫ األمر منكمن فإن تنازعتم في شيء فردو‬G‫أولى‬G‫أطيعوا الرسول و‬G‫ا هللا و‬G‫ يا ايها آمنوا أطيعو‬:‫قال هللا تعالى‬
)59 :‫ ذلك خير واحسن تأويال (النساء‬،‫ن باهلل واليوم اآلخر‬G‫منو‬G‫تؤ‬
Artinya: Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan para
pemimpin (ulil amr) dari kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu
hendaklah dikembalikan kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah daan hari
akhirat, demikian itu lebih baik bagimu dan lebbih baik akibatnya. (QS. An-Nisa:59).

)2 :‫ا يا أولى األبصار (الخشر‬G‫ فاعتبرو‬....‫ا‬G‫ أخرج الذين كفرو‬G‫ هو الذي‬:‫وقال تعالى‬
Artinya: Dialah (Allah) yang mengeluarkan orang-orang kafir…. Maka ambillah tamtsil/ibarat (dari
kejadian itu) hai orang-orang mempunyai pandangan yang tajam (QS. Al-Khasyr: 2).
‫ أرأيت لو كان على أمك دين أكنت‬،‫ نعم حجى عنها‬:‫ إن أمي نذرت أن تحج فلم تحج حتى ماتت أفأحج عنها؟ قال‬:‫إن امرأة من جهينة قالت‬
)‫فاء (أخرجه البخاري والنسائي‬G‫قاضية؟ اقضوا هللا فاهلل أحق بالو‬
Artinya: Seorang perempuan dari qabilah Juhainah menhadap kepada Rasulullag dan berkata:
bahwa Ibuku pernah bernadzar akan melakukan haji pada waktu hidupnya, namun meninggal
sebelum sempat melakukan haji, apakah aku berkewajiban untuk menghajikannya? Rasulullah
menjawab: Laksanakanlah haji untuknya, tahukah kamu, seandainya ibumu memiliki hutang,
apakah kamu akan melunasinya? Maka bayarlah hutangnya kepada Allah karena Allah lebih
berhak untuk dibayar (HR. Bukhari dan Nasai).
• Rukun Qiyas:
1) Ashal: yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya dalam nash (al-Quran dan
Hadits), ashal disebut juga “maqis ‘alaih” .
2) Fara’: yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ada ketetapan hukumnya karena tidak ada
nash (al-Quran dan Hadits) yang dapat dijadikan sebagai dasarnya, fara’ disebut juga “maqis”
3) Hukum al-ashal (hukum asal) yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasrkan nash (al-Quran dan
Hadits) dan hukum itu jugalah yyang dtetapkan apabila ada kesamaan illatnya.
4) Illat: yaitu: suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat tersebut yang dicari di fara’. Seandainya sifat yang di
ashal ada kesamaannya pada fara’ maka kesamaan sifat tersebut menjadi dasar dalam penetapan hukum.
Pembagian Qiyas:
Qiyas ada tiga macam:
1) Qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara’, karena keduanya memiliki kesamaan illat. Qiyas ini terbagi
dua:
- qiyas jali: qiyas yang illatnya berdasarkan dalil yang pasti, tidak ada kemungkinan lain selain illat tersebut
(umpatan terhadap ibu kandung yang menjadi dasar tidak boleh ada pemukulan kepada orang tua).
- qiyas khafi: qiyas yaang illatnya dapat dijadikan sebagai illat dan mungkin pula unuk tidak dijadikan illat
(contoh: sisa minuman burung buas diqiyaskan/dianalogikan kepada sisa minuman binatang buas, keduanya
sama-sama minum sehingga air liur keduanya dapat bercampur dengan sisa air yang diminumnya. Namun
mulut keduanya berbeda: burung dari unsur tulang atau zat tanduk (suci) sementara binatang dari daging,
daging binatang buas haram.
2) Qiyas dalalah: qiyas yang illatnya tidak disebut, namun merupakan petunjuk yang dapat memberi indikasi
adanya illat untuk menetapkan suatu hukum (contoh: harta anak-anak kecil yang belum balig, apakah wajib
dizakati atau tidak. Harta tersebut dapat diqiyaskan kepada harta orang dewasa yang wajib dizakati, karena
kedua harta terebut dapat bertambah dan berkembang).
3) Qiyas syibh: qiyas yang fara’ daapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, akan tetapi diambil ashal yang
lebih banyyak persamaannya. (contoh dalam masalah perbudakan: hukum merusak budak dapat diqiyaskan
kepada hukum merusak orang merdeka. Tapi dapat juga diqiyaskan kepada merusak harta benda, karena
budak dapat juga dikategorikan sebagai harta benda, namun budak diqiyaskan ke harta benda karena lebih
banyak persamaannya, dibanding dengan orang merdeka).
1. Istihsan
• Secara harfiah : menjadikan sesuatu baik
• Istilah : Meninggalkan ketentuan hukum yang umum
berlaku mengenai suatu kasus dengan mengambil
ketentuan hukum lain karena adanya alasan hukum
untuk melakukan hal demikian.

• Contoh : Aturan umum dalam hukum Islam harta wakaf


tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan (hadits:
sedekahkanlah pokoknya, tidak dijual, tidak dihibahkan
dan tidak diwariskan, akan tetapi diinfakkan hasilnya).
Namun jika terjadi pemubaziran pada harta wakaf kalau
tidak dijual, maka boleh dijual karena agama juga
melarang tindakan pemubaziran.
• Jadi pembolehan melakukan penjualan harta
wakaf dalam kasus ini didasarkan pada Istihsan,
yaitu tindakan mengambil kebijaksanaan hukum
berdasarkan suatu alasan hukum (dalil) yang
menghendaki hal tersebut dilakukan.

• Maka Istihsan adalah suatu kebijakan hukum


atau pengecualian hukum, yang mengalihkan
aturan umum mengenai suatu kasus kepada
hukum lain karena adanya alasan hukum yang
mengharuskan diambilnya kebijasanaan
tersebut.
2. Mashlahah Mursalah
Pengertian Mashlahah:
• Mashlahah secara harfiah berasal dari kata “ash shalah”
berarti kebaikan atau manfaat, kebalikan dari kerusakan
atau mafsadah .
• Mafsadah berasal dari kata “al fasad” berarti “at talaf”
(kebinasaan atau kemudlaratan).
• Jadi al mashlahah adalah sesuatu yang dapat membawa
kebaikan dan menolak kemudlaratan, sementara al
mafsadah adalah sesuatu yang dapat membawa
kebinasaan atau kemudlaratan.
• Sementara arti dari “Mursalah” adalah netral.
• Jadi arti dari Mashlahah mursalah adalah segala
kepentingan yang bermanfaat dan baik, namun tidak ada
nash dari al Quran dan Sunnah yang mendukung secara
langsung ataupun melarangnya.
• Pada prinsipnya, mashlahah dapat mencakup semua
persoalan yang berkaitan dengan kepentingan manusia, baik
hal yang primer (dlaruriyat); sekunder (hajiyat) dan pelengkap
(tahsiniyat).
• Mashlahah dibagi menjadi:
- Mashlah mu’tabarah yaitu: suatu kepentingan yang
baik yang mendapat penegasan secara langsung dari
al-Quran dan Sunnah.
- Mashlahah mulghah: suatu kepentingan (yang
menurut anggapan kita) baik, namun mendapat pelarangan
secara langsung dari al-Quran dan Sunnah
- Mashlahah mursalah adalah suatu kepentingan yang
baik yang tidak mendapat larangan dari al- Quran dan
Sunnah dan juga tidak mendapat penegasan
langsung dari kedua sumber tersebut.
• Contoh: kewajiban melakukan pencatatan nikah
3. Istishhab
Pengertian Istishhab:
• Secara harfiyah Istishhab berasal dari kata “mushahabah” berarti
kebersamaan atau keberlangsungan
• Secara istilah adalah keberlangsungan status hukum suatu hal di masa lalu
pada masa kini dan masa depan, sejauh belum ada perubahan terhadap
status hukum tersebut.
Contoh: status hukum orang yang hilang yang tidak diketahui rimbahnya.

Istishhab ada tiga macam:


- keberlangsungan kebolehan umum: segala sesuatu (di luar masalah
ritual ibadah) dasar umumnya adalah kebolehan umum sampai
ada dalil yang menunjukkan lain.
- keberlangsungan kebebasan asli (al baraah al ashliyah atau baraat
adz dzimmah) artinya bebas dari tanggung jawab hukum.
- kelangsungan hukum: status hukum yang sudah ada di masa lampau
terus berlaku hingga ada dalil yang menentukan lain.
Kaidahnya: (Al ashlu baqa’u ma kana ‘ala makan)
Sadd Adz Dzari’ah .4
Pengertian:
• Secara harfiyah “Sadd” berarti: menutup dan “Adz dzari’ah” : Jalan yang
menghantarkan untuk sampai kepada sesuatu. Jadi “sadd adz dzari’ah: menutup
jalan.
• Istilah: sebagai pencegahan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan kerugian
yang muktabar meskipun awalnya perbuatan-perbuatan tersebut mengandung
mashlahat.
• Jadi Sadd Adz Dzari’ah adalah merupakan tindakan preventif dengan melarang suatu
perbuatan yang menurut hukum syara’ sebenarnya dibolehkan, namun –dengan
ijtihad- perbuatan tersebut dialarang karena karena dapat membawa kepada suatu
yang dilarang atau yang menimbulkan mudlarat.
Contoh: saling berpandangan, dilarang karena dapat mengantar ke perzinahan.

Pembagian Dzari’ah ada tiga:


- dzari’ah yang secara pasti membawa kerusakan: (menggali sumur -dibelakang
pintu rumah- dengan zhalim; perzinahan yang menyebabkan tercampunya
keturunan anak manusia).
- dzari’ah secara praduga yang kuat membawa kerusakan: (penjualan senjata di
waktu komplik; penjualan anggur sebagai bahan baku minuman keras).
- dzari’ah yang biasanya membawa kerusakan: (merokok, jual salam, larangan
berduaan di tempat tertutup dsb)
- dzari’ah yang kemungkinan kecil dapat membawa kerusakan, namun jarang
terjadi : penggalian sumur di tempat yang aman, pandangan seseorang
terhadap tunangannya).
Urf (adat Istiadat)‘ .5
Pengertian:
Secara harfiyah ‘Urf berarti terkenal (diketahui secara umum)
Istilah: suatu hal yang diakui keberadaannya dan diikuti oleh umum dan menjadi
kebiasaan dalam masyarakat, baik berupa perkatan, maupun perbuatan sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan nash-nash syari’ah atau ijma’.
Syarat-syarat adat istiadat untuk dapat menjadi sumber hukum al:
- Adat tersebut tidak bertentangan dengan nash al-Quran dan Hadis) atau Ima.
- Adat tersebut konstan dan berlaku umum di dalam masyarakat.

Pembagian ‘Urf:
- ‘Urf Shahih: sesuatu yang konstan dan berlaku umum tidak bertentangan dengan
nash. (akad istishna’)
- ‘Urf Fasid: sesuatu yang konstan dan berlaku umum tapi bertentangan dengan nash.
(minuman keras, perjudian dsb)
Kaidah fiqhiyah:
- Adat menjadi sumebr penetapan hukum (al ‘adah muhakkamah)
- Praktik masyarakat adalah hujjah yang wajib diamalkan (Isti’malun nasi
hujjatun yajibul ‘amalu biha)
Qaul Sahabi (Fatwa sahabat) .6
• Sahabat Nabi adalah orang yang hidup sezaman dengan
Nabi Saw dan pernah bertemu dengan beliau walaupun
sebentar.
• Qaul Sahabi: pendirian seorang sahabat mengenai suatu
masalah hukum ijtihad baik yang tercermin dalam
fatwanya maupun dalam keputusannya yang
menyangkut penegasan dalam al Quran.
• Apabila Qaul Sahabat bukan merupakan ijtihad murni,
melainkan merupakan suatu yang diketahui oleh
Rasulullah maka hal tersebut dapat dijadikan sumber
hukum. Demikian halnya apabila para sahabat sepakat
mengenai suatu masalah maka hal tersebut merupakan
ijma’.
7. Syar’u Man Qablana (Hukum Agama Terdahulu)
• Yang dimaksud “Hukum Agama Samawi Terdahulu adalah ketentuan
hukum yang dibawa oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw seprti
Nabi Isa AS, Nabi Ibrahim, Nabi Musa.
• Apabila hukum agama tersebut tidak mendapat konfirmasi dalam hukum
Islam maka tidak menjadi sumber hukum.
• Yang menjadi pembicaraan dalam hal ini adalah aturan-aturan hukum
agama terdahulu yang disebutkan di dalam al Quran atau Hadis sebagi
suatu cerita mengenai nabi-nabi terdahulu.
• Hukum Agama Samawi Terdahulu ada dua;
- hukum yang tidak dijelaskan dalam al Quran, maka tidak menjadi
ketentuan secara sepakat.
- hukum yang diceritakan dalam al Quran, dalam hal ini ada tiga:
1. disebutkan dalam al Quran atau Hadis bahwa hal tersebut menjadi
ketentuan: (Hadis: Halal bagiku rampasan, sekalipun tidak halal bagi nabi-
nabi sebelumku).
2. disebutkan dalam al Quran atau Hadis dan diseritakan kalau hal tersebut
menjadi kewajiban bagi umat sebelumnya, seperti puasa (kama kutiba ‘alal
ladzina min qablikum) dan berkurban (dlahu fa innaha sunnatu abikum
Ibrahimu As)

Anda mungkin juga menyukai