Anda di halaman 1dari 34

PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN
“DEMOKRASI INDONESIA”

Kelompok 3
Nama :
1. Shalwa Asri Rahayu
2. Okta Tiara
3. Putri Mawarni
4. Astuti
5. Deigo Rafli
6. Iyan Mariska
7. Dea Aprilia
1. Demokrasi di Indonesia

1.1 Konsep Demokrasi

Pembahasan tentang demokrasi menghadapkan kita pada suatu


kompleksitas permasalahan yang klasik, fundamental namun tetap
aktual. Dikatakan klasik karena masalah demokrasi sudah menjadi fokus
 perhatian dalam wacana filsafati semenjak jaman Yunani Kuno, dan
telah di terapkan di polish Athena sebagai negara kota pada waktu itu.
Dikatakan fundamental karena hakikat demokrasi menyentuh nilai-nilai
dasar kehidupan tentang apa dan bagaimana sistem kehidupan itu akan
dipergunakan di mana manusia sendiri menjadi subjek dan sekaligus di
 jadikan objeknya. Dikatakan aktual karena dewasa ini demokrasi
menjadi dambaan setiap bangsa dan negara untuk dapat menerapkannya
termasuk bangsa Indonesia dalam era Reformasi ini (Siswomirhajo,
2002 : 1).
1.2 Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga


negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga
negara  berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan
dalam  perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan
setara. Keanekaragaman ini muncul disebabkan kebudayaan bangsa
didunia ini berlainan, hingga didapati berbagai macam demokrasi,
juga sebagai salah satu sisi dari penjelmaan hidup bermasyarakat.
1.3Macam-Macam Demokrasi

Macam-macam demokrasi ditinjau dari penyaluran kehendak


rakyat
1. Demokrasi Langsung : Demokrasi langsung adalah sistem
demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat secara langsung
dalam membicarakan atau menentukan urusan negara. Terjadi
pada zaman Yunani kuno karena  penduduknya masih sedikit.
2. Demokrasi Tidak Langsung: Demokrasi tidak
langsung/perwakilan adalah sistem demokrasi yang untuk
menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakilnya
untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan
melalui wakil-wakilnya di parlemen.
Macam-macam demokrasi ditinjau dari hubungan antar-alat kelengkapan
Negara:

A. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum adalah rakyat memilih para


wakilnya untuk duduk di parlemen, tetapi dikontrol oleh pengaruh rakyat
dengan sistem referendum.
B. Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer adalah adanya hubungan
yang erat antara badan eksekutif dan legislatif. Para menteri yang
menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul legislatif, sehingga
bertanggung jawab kepada parlemen.
C. Demokrasi perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan merupakan
kedudukan legislatif terpisah dari eksekutif, sehingga kedua badan tersebut
tidak berhubungan secara langsung seperti dalam demokrasi parlementer.
D. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat
merupakan gabungan antara demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung.
Badan perwakilan tetap ada, tetapi dikontrol oleh rakyat, baik melalui
referendum yang bersifat obligator maupun fakultatif.
Macam-macam demokrasi yang didasarkan oleh prinsip ideologi:
Demokrasi Liberal : Demokrasi liberal menekankan kepada
kebebasan individu dengan mengabaikan kepentingan umum.
Demokrasi Rakyat : Demokrasi rakyat didasari dan dijiwai oleh
paham sosialisme/komunisme yang mengutamakan kepentingan
negara atau kepentingan umum.
Demokrasi Pancasila : Demokrasi Pancasila berlaku di Indonesia
yang  bersumber dan tata nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia
serta  berasaskan musyawarah untuk mufakat dengan
mengutamakan keseimbangan kepentingan.
Macam-macam demokrasi berdasarkan prioritas :
 Demokrasi Material
 Demokrasi Formal
 Demokrasi Campuran
1.4 Prinsip-prinsip Demokrasi
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah
terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-
prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal
dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
 Kedaulatan rakyat;
 Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
 Kekuasaan mayoritas;
 Hak-hak  minoritas;
 Jaminan hak asasi manusia;
 Pemilihan yang bebas, adil dan jujur;
 Persamaan di depan hukum;
 Proses hukum yang wajar;
 Pembatasan pemerintah secara konstitusional; 
 Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
 Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
1.5 Asas Pokok Demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah


pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai
kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan
dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
  Pengakuan  partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya
 pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara
langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
 Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan
 pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi
kepentingan bersama.
1.6 Ciri-Ciri Demokrasi

Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi


menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh
negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai
berikut:

 Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan


keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
 Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi rakyat (warga negara).
 Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala
bidang.
 Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen
sebagai alat penegakan hukum
 Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
 Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan
informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
 Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat.
 Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan
(memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga
perwakilan rakyat.
 Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama,
golongan, dan sebagainya).
1.7 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Menurut Rahayu (2013:64), perkembangan demokrasi di Indonesia dapat


dibagi dalam empat periode:
1. Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan
peranan parlemen serta partai-partai. Pada masa ini kelemahan demokrasi
parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.
Akibatnya persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh
bersama akan menjadi kendor.
2. Periode 1959-1965, masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak
aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih
menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai
dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan
pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsure social-politik, semakin
luas.
3. Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era
Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang
menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode
ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan ketetapan
MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa
demokrasi terpimpin. Namun, dalam perkembangannya
peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-
lembaga negara yang lain. Melihat praktik demokrasi pada
masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai
legitimasi politis penguasa saat itu, sebab kenyataannya
yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan
berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan
perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antara eksekutif, legislative, dan
yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim
demokrasi memperoleh nafas baru. Jika esensi demokrasi adalah kekuasaan di
tangan rakyat, maka praktik demokrasi tatkala pemilu memang demikian,
namun dalam pelaksanaannya setelah pemilu, banyak kebijakan tidak
mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kea rah pembagian
kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan perkataan
lain model demokrasi era reformasi dewasa ini, kurang mendasarkan pada
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia (walfare state).
1.8 Demokrasi Pasca Reformasi di Indonesia

Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia mengklaim


menjadi penganut setia paham demokrasi. Namun demikian,
sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Amos J.
Peaslee bahwa dalam kenyataannya demokrasi dipraktikkan
di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke
negara lain. Setiap negara dan orang menerapkan definisi
demokrasi menurut criteria masing-masing, bahkan negara
komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan
sebagai negara demokrasi.
Menurut Rahayu (2013:67), prinsip pemerintahan
berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut bagi negara Indonesia
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Menurut Rahayu (2013:68), Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu hukum
memiliki kedudukan sebagai “staatsfundamentalnorm”, oleh karena itu
merupakan sumber hukum positif dalam negara Republik Indonesia.
Maka, prinsip demokrasi di negara Indonesia selain tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 juga berdasarkan pada dasar filsafat negara
Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan. Selain itu, dasar pelaksanaan
demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945
Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Prinsip demokrasi tersebut
secara eksplisit juga dijabarkan dalam Pasal UUD 1945 hasil Amandemen
dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan negara
secara langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih
presiden dan wakil presiden Pasal 6A ayat (1). Sistem demokrasi dalam
penyelenggaraan negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan
kekuasaan negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang
kekuasaan eksekutif Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, legislatif Pasal 19
sampai dengan Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
1.9 Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila
1.9.1 Kehidupan Demokratis yang Harus Dikembangkan

Demokrasi itu selain memiliki sifat yang universal, yakni diakui oleh seluruh
bangsa-bangsa yang beradab di seluruh dunia, juga memiliki sifat yang khas
dari masing-masing negara. Sifat khas demokrasi di setiap negara biasanya
tergantung ideologi masing-masing. Demokrasi kita pun selain memiliki sifat
yang universal, juga memiliki sifat khas sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Sebagai demokrasi yang berakar pada budaya bangsa, kehidupan demokratis
yang kita kembangkan harus mengacu pada landasan idiil Pancasila dan
landasan konstitusional UD NRI Tahun 1945. Berikut ini diketengahkan
“Sepuluh Pilar Demokrasi Pancasila” yang dipesankan oleh para pembentuk
negara RI, sebagaimana diletakkan di dalam UUD NRI Tahun 1945 (Sanusi,
1998).
Pilar-pilar demokrasi Pancasila dan maksud esensinya dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maksud esensinya adalah Seluk
beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten,
atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Demokrasi dengan kecerdasan, maksud esensinya adalah Mengatur dan
menyelenggarakan demokrasi menurut UUD 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan
otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut
kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, maksud esensinya adalah Kekuasaan tertinggi ada
di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam
batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR
(DPR/DPD) dan DPRD.
4. Demokrasi dengan Rule of Law, maksud esensinya adalah Kekuasaan negara RI itu harus
mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan
demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif. Kekuasaan negara itu
memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan
formal dan pura-pura. Kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security) bukan
demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki. Kekuasaan negara itu
mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan
pembangunan, bukan demokrasi yang justru memopulerkan fitnah dan hujatan atau
menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.
5. Demokrasi dengan pembagian kekuasaan, maksud esensinya adalah
Demokrasi menurut UUD 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara RI
yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan
dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan
negara yang bertanggung jawab. Jadi, demokrasi menurut UUD 1945
mengenal semacam division and separation of power, dengan check and
balance.
6. Demokrasi dengan hak asasi manusia, maksud esensinya adalah
Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya
bukan saja menghormati hak-hak asasi tersebut, melainkan terlebih-lebih
untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka, maksud esensinya adalah
Demokrasi menurut UUD 1945 menghendaki diberlakukannya sistem
pengadilan yang merdeka (independen) yang memberi peluang seluas-luasnya
kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan
hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan yang merdeka, penggugat
dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan pengacaranya
mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsiderans, dalil-dalil, fakta-
fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.
8. Demokrasi dengan otonomi daerah, maksud esensinya adalah Otonomi daerah
merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif
dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan
Presiden. UUD 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daereah-daerah
otonom besar dan kecil, yang ditafsirkan daerah otonom I dan II. Dengan Peraturan
Pemerintah daerah-daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu
mengatur dan menyelenggarakan urusanurusan pemerintahan sebagai urusan rumah
tangganya sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepadanya.
9. Demokrasi dengan kemakmuran, maksud esensinya adalah Demokrasi tu
bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung
jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian
kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan
keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, jika dipertanyakan “where is
the beef ?”, demokrasi menurut UUD 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun
negara kemakmuran (Welvaarts Staat) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat
Indonesia.
10. Demokrasi yang berkeadilan sosial, maksud esensinya adalah Demokrasi
menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok,
golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan,
atau organisasi yang menjadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau
hak-hak khusus.
1.9.2 Pentingnya Kehidupan yang Demokratis
Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang demokratis,
apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, memiliki persamaan di muka hukum,
dan memperoleh pendapatan yang layak karena terjadi distribusi pendapatan
yang adil. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing pernyataan tersebut.
A. Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan
Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan, demokrasi kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan berdasarkan
kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan rakyat harus dipenuhi dan pemerintahan
dijalankan berdasarkan konstitusi yang merupakan arah dan pedoman dalam
melaksanakan hidup bernegara. Para pembuat kebijakan memperhatikan seluruh
aspirasi rakyat yang berkembang. Kebijakan yang dikeluarkan harus dapat
mewakili berbagai keinginan masyarakat yang beragam. Sebagai contoh ketika
masyarakat kota tertentu resah dengan semakin tercemarnya udara oleh asap
rokok yang berasal dari para perokok, maka pemerintah kota mengeluarkan
peraturan daerah tentang larangan merokok di tempat umum.
B. Persamaan Kedudukan di Depan Hukum
Seiring dengan adanya tuntutan agar pemerintah harus berjalan
baik dan dapat mengayomi rakyat dibutuhkan adanya hukum.
Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak,
bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya.
Semua rakyat memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
Artinya, hukum harus dijalankan secara adil dan benar. Hukum
tidak boleh pandang bulu. Siapa saja yang bersalah dihukum
sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menciptakan hal itu harus
ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan
bijaksana, bebas dari pengaruh pemerintahan yang berkuasa, dan
berani menghukum siapa saja yang bersalah.
C. Distribusi Pendapatan Secara Adil
Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan prinsip
keadilan bersama dan tidak berat sebelah, termasuk di dalam bidang ekonomi. Semua
warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak. Pemerintah wajib
memberikan bantuan kepada fakir dan miskin yang berpendapatan rendah. Akhirakhir
ini Pemerintah menjalankan program pemberian bantuan tunai langsung, hal tersebut
dilakukan dalam upaya membantu langsung para fakir miskin. Pada kesempatan lain,
Pemerintah terus giat membuka lapangan kerja agar masyarakat bisa memperoleh
penghasilan. Dengan program-program tersebut diharapkan terjadi distribusi
pendapatan yang adil di antara warga negara Indonesia. Berdasarkan uraian di atas
dapat dipahami bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai
kehidupan, karena seandainya kehidupan yang demokratis tidak terlaksana, maka asas
kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan hak-hak asasi manusia, tidak ada
persamaan di depan hukum. Jika demikian, tampaknya kita akan semakin jauh dari
tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1.9.3 Penerapan Demokrasi dalam Pemilihan Pemimpin Politik
dan Pejabat Negara
Seorang wanita tua menghadap Sultan Sulaiman al-Qanuni untuk
mengadu bahwa tentara sultan mencuri ternak dombanya ketika dia
sedang tidur. Setelah mendengar pengaduan itu, Sultan Sulaiman
berkata kepada Wanita itu, “Seharusnya kamu menjaga ternakmu dan
jangan tidur”. Mendengar perkataan tersebut wanita tua itu mejawab,
“Saya mengira baginda menjaga dan melindungi kami sehingga aku
tidur dengan aman” (Hikmah Dalam Humor, Kisah, dan Pepatah,
1998).
Kisah di atas menunjukkan contoh pemimpin yang lemah, yakni
pemimpin yang tidak mampu melindungi rakyatnya. Seorang
pemimpin memang harus yang memiliki kemampuan memadai,
sehingga ia mampu melindungi dan mengayomi rakyatnya dengan
baik.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Berdasarkan sistem
demokrasi yang kita anut seorang pemimpin itu harus beriman dan bertawa, bermoral, berilmu,
terampil, dan demokratis.
A. Karakter Seorang Pemimpin yang Beriman dan Bertaqwa
Sikap terbaik jika memperoleh kepercayaan adalah mensyukurinya, sebab selain tidak banyak
orang yang memperoleh kepercayaan seperti itu, juga pada hakikatnya merupakan nikmat dari
Tuhan. Salah satu cara untuk bersyukur adalah selalu ingat akan tugas kepemimpinan yang
diembannya, yakni memimpin umat mencapai tujuan dengan ridha Tuhan. Apabila ia beriman dan
bertakwa maka tugas-tugas kepemimpinannya itu akan disyukuri sebagai amanah dan sebagai
kewajiban mulia agar mampu dilaksanakan dengan baik.
B. Bermoral
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya. Istilah lain untuk moral adalah akhlak, budi pekerti, susila. Bermoral
berarti mempunyai pertimbangan baik buruk. Pemimpin yang bermoral berarti pemimpin yang
berakhlak baik. Bagi kita yang terpenting adalah mampu mengambil hikmah dari sejumlah
kejadian yang menimpa para pemimpin yang lalim dan tidak bermoral. Sejarah mencatat semua
pemimpin yang zalim dan tidak bermoral tidak mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Sedang ia sendiri di akhir hayatnya memperoleh kehinaan dan derita. Amangkurat I, misalnya
meninggal di tempat pelarian dengan amat mengenaskan. Raja Louis XVI raja yang amat “tiran”
dari Prancis, mati digouletin (pisau pemotong hewan) oleh massa, Adolf Hitler seorang diktator
dari Jerman meninggal dengan cara meminum racun. Oleh karena itu, tidak ada guna dan
manfaatnya sama sekali dari seorang pemimpin yang demikian itu. Jadilah pemimpin yang
bermoral, berakhlak, dan berbudi pekerti luhur yang dapat memberi kemaslahatan bagi rakyat.
Syarat lain bagi seorang pemimpin adalah berilmu, terampil, dan demokratis.
2.0 .Pemilihan Umum
a) Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-
jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,
Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,
walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan
lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam,
namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga
dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para
peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu
ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan
dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. Undang-Undang yang
menjadi dasar pemilu adalah Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum.
Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
Ø Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative
Ø Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan
pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu
Ø Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau
mengawasi kekuatan eksekutif.
Pemilihan umum dapat dibedakan dengan dua cara:
Ø Cara langsung berarti rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya
yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemil di
Indonesia untuk memilih anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR.
Ø Cara bertingkat berarti rakyat memilih dulu wakilnya (senat),
kemudian wakilnya itulah yang akan memilih wakil rakyat yang akan
duduk di badan-badan perwakilan rakyat.
Dalam pemilihan umum diharapkan wakil-wakil yang dipilih benar-benar sesuai
dengan aspirasi dan keinginan rakyat yang memilihnya. Oleh sebab itu, dalam ilmu
politik secara teoritis dikenal cara atau system memilih wakil rakyat agar mewakili
rakyat yang memilihnya.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas terdapat 3 (tiga) system pemilihan umum,
yaitu:
a. Sistem Distrik
Sistem distrik merupakan system pemilu yang paling tua dan didasarkan kepada
kesatuan geografis, di mana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di
parlemen. Sistem distrik sering dipakai dalam negara yang mempunyai system dwi
partai, seperti Inggris serta bekas jajahannya (India dan Malaysia) dan Amerika
Serikat. Namun, system distrik juga dapat dilaksanakan pada suatu negara yang
menganut system multipartai, seperti di Malaysia. Di sini system distrik secara
alamiah mendorong partai-partai untuk koalisi, mulai dari menghadapi pemilu.
Sistem distrik memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk
distrik itu, hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Wakil tersebu lebih
condong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Wakil tersebut lebih independen
terhadap partainya karena rakyat lebih memberikan pertimbangan untuk memilih wakil
tersebut karena factor integritas pribadi sang wakil. Namun demikian, wakil tersebut juga
terikat dengan partainya, seperti untuk kampanye dan lain-lain.
2. Sistem ini lebih cenderung ke arah koalisi partai-partai karena kursi yang
diperebutkan dalam satu daerah, distrik hanya satu. Sehingga mendorong partai
menonjolkan kerja sama ketimbang perbedaan, setidak-tidaknya menjelang pemilu,
melalui stembus record.
3. Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat
terbendung, malah dapat melakukan penyederhanaan partai secara alamiah tanpa paksa.
Di Inggris dan Amerika Serikat system ini menunjang bertahannya system dwipartai.
4. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam
parlemen tidak perlu diadakan koalisi partai lain, sehingga mendukung stabilitas
nasional.
5. Sistem ini sederhana dan serta mudah untuk dilaksanakan.
Di samping keuntungan, system distrik juga memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:
1. Kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan
minoritas, apabila golonga tersebut terpencar dalam beberapa distrik.
2. Kurang representative, di mana partai yang kalah dalam suatu
distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Dengan demikian,
suara tersebut tidak diperhitungkan lagi. Kalau sejumlah partai ikut
dalam setiap distrik akan banyak jumlah suara yang hilang sehingga
dianggap kurang adil oleh partai atau golongan yang dirugikan.
3. Ada kecenderungan si wakil lebih mementingkan kepentingan
daerah pemilihannya daripada kepentingan nasional.
4. Umumnya kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.
b. Sistem Proporsional
Sistem perwakilan proporsional adalah presentasi kursi di DPR dibagi
kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan jumlah suara yang
diprolehnya dalam pemilihan umum khusus di daerah pemilihan. Jadi,
jumlah kursi yang diperoleh satu golongan atau partai adalah sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam masyarakat. Untuk
keperluan itu kini ditentukan satu pertimbangan, misalnya 1 (satu)
orang wakil : 400.000 penduduk. Sistem proporsional sering kali
dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, seperti system daftar
(list system), di mana partai mengajukan daftar calon dan si pemilih
memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu
untuk bermacam-macam kursi yang sedang diperebutkan.
Sistem proporsional memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian, karena one man one
vote dilaksanakan secara penuh tanpa ada suara yang hilang.
2. Sistem ini dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan
jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilu.
Di samping segi-segi positif, system proporsional juga memiliki kelemahan, yaitu:
1. Mempermudah fragmentasi (pembentukan partai baru). Jika terjadi konflik intern partai, anggota
yang kecewa cenderung membentuk partai baru, sehingga peluang untuk bersatu kurang. Bahkan ada
kecenderungan partai buka diletakkan pada landasan ideology atau asas, melainkan kepentingan untuk
memperebutkan jabatan atau kursi di parlemen.
2. Sistem ini lebih memperbesar perbedaan yang ada dibandingkan dengan kerja sama sehingga ada
kecenderungan untuk memperbanyak jumlah partai, seperti di Indonesia setelah reformasi 1998.
3. Sistem ini memberikan peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pemimpin partai, karena
kepemimpinan menentukan orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat. Bahkan ada
kecenderungan wakil rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan partainya daripada
kepentingan rakyat. Pada zaman Orba system ini dapat digunakan oleh pimpinan partai untuk me-recall
anggotanya yang vocal atau tidak sejalan dengan haluan partai di parlemen
4. Wakil yang dipilih renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya, karena saat
pemilihan umum yang lebih menonjol adalah partainya dan wilayah pemilihan sangat besar (sebesar
provinsi). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian sang wakil. Di Indonesia banyak kritikan
pada system ini dengan sebutan seperti memilih “kucing dalam karung”, artinya rakyat memilih tanda
gambar peserta pemilu, tetapi siapa wakil yang dipilih kurang diketahui rakyat pemilih.
5. Karena banyaknya partai yang bersaing sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas (50% + 1)
dalam parlemen.
c. Sistem Gabungan
Sistem gabungan merupakan system yang menggabungkan system distrik dengan proporsional.
Sistem ini membagi wilayah negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa suara pemilih tidak
hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem gabungan ini
diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam memilih anggota DPR, DPRD I, dan
DPRD II. Sistem ini disebut juga system proporsional berdasarkan stelsel daftar.

Di Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan


Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun
1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk menjawab
kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang
memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di
suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah
pemilihan, begitu pun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu
partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik
tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia
dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas
diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih
dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif
(tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi
massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara
demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus
selalu komunikator politik.
Di Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak
kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut
oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem
proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem
proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau
perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah
pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu
daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya.
Daftar Pustaka

 yanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk


SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
 Www.wikipedia.id.org/demokrasi
 https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum

Anda mungkin juga menyukai