Anda di halaman 1dari 64

PROSES YANG DIALAMI OBAT

SEBELUM TIBA DI TEMPAT


AKSI
Welcome to
the meeting!
TIK :
Mahasiswa akan dapat
menjelaskan proses yang
dialami obat dari saat
pemberian sampai
menimbulkan aksi
PENDAHULUAN
 Tujuan Terapi obat : Mencegah, menyembuhkan, atau
mengendalikan berbagai keadaan penyakit

 Untuk menghasilkan efek terapi, obat harus mencapai


tempat aksinya dalam kadar yang cukup agar dapat
menimbulkan respon.

 Tercapainya kadar obat tersebut tergantung dari jumlah


obat yang diberikan, keadaan dan kecepatan obat
diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusinya
oleh aliran darah ke bagian lain dari badan.

 Efek obat akan hilang apabila obat telah bergerak


keluar dari badan, artinya dari letak aksinya baik dalam
bentuk tak berubah atau sebagai metabolit yang
dikeluarkan melalui proses ekskresi.
Faktor-faktor formulasi yang mempengaruhi
efek obat
 Derajat kehalusan serbuk

Obat yang sangat halus (1-5 mikron) terbukti menghasilkan kadar obat
dalam darah sampai 2-3 kali lebih tinggi dari serbuk biasa, sehingga dosis
pemberian dapat diturunkan menjadi 2-3 kali, sebagai contoh tablet
griseofulvin, digoksin, spironolakton.

 Bentuk kristal zat aktif

 Zat aktif yang berbentuk amorf lebih baik diabsorpsi daripada yang
berbentuk kristal karena yang berbentuk amorf adalah lebih mudah
larut daripada yang berbentuk kristal, dengan demikian akan
menghasilkan derajat aktivitas farmakologi yang berbeda.
(kloramfenikol palmitat tdk aktif jika diberikan dlm bentuk kristal.

 Stabilitas bentuk amorf lebih kecil daripada bentuk kristal (penisilin G


natrium)

 Bentuk polimorfisme memiliki kecepatan disolusi dan kelarutan yang


tinggi (sulfur dibuat suspensi)
Faktor-faktor Formulasi yang mempengaruhi
efek obat
 Keadaan kimia obat
 Ternyata zat-zat hidart yang mengandung air kristal dalam
molekulnya diabsorpsi lebih lambat dibanding zat-zat anhidrat,
misalnya Ampisilin anhidrat diabsorpsi lebih cepat dibanding
Ampisilin trihidrat.

 Kecepatan disolusi bentuk garam satu obat umumnya berbeda


dengan bentuk asam/basanya. Bentuk garam mempunyai
kecepatan disolusi 800 kali lebih besar daripada bentuk
asam/basanya. (na barbiturat .asam barbiturat)

 Absorpsi betametason lebih besar daripada hidrokortison asetat


jika digunakan per oral.Namun, absorpsi hidrokortison asetat
lebih besar daripada betametason pada pemberian melalui kulit.
(betametason digunakan bentuk esternya : betametason -17-
valerat untu memperoleh efek yg lebih besar)

 Hormon kelamin dpt diuraikan oleh asam/getah lambung


sehingga jika digunakan melalui rute oral, harus diberikan
dalam bentuk esternya ( etinilestradiol dan testoteron
undekanoat)
Faktor-faktor Formulasi yang mempengaruhi
efek obat
 Zat Tambahan
 Untuk mempecepat terlarutnya zat aktif dalam suatu tablet, dapat
dilakukan dengan menambahkan zat hidrofil (carbawax atau
polivinilpirolidon)

 Bahan pelicin hidrofob dalam tablet (Mg stearat dan asam stearat)
dapat menghambat terlarutnya zat aktif. (tdk menghambat :
aerosil/asam silikat koloidal)

 Bahan pengikat (gom,gelatin, mucilago amyli) dan bahan


pengental dalam suspensi dapat menghambat terlarutnya zat
aktif.

 Bahan penghancur –seperti amilum kering-justru memperepat


terlarutnya zat aktif

 Bahan pembantu sebagai basis atau dasar supositoria dapat


mempengaruhi pelepasan zat aktif dari basis tsb. Mis : supp
aminofilin lebih baik dibuat dengan menggunakan basis oleum
cacao. Jika menggunakan basis estarin, beberapa zat seperti
indometasin, klorhidrat menjadi sukar terlepas dari basis
Proses yang dialami obat

Dapat dibagi menjadi tiga tingkat


atau fase, yaitu :

1. Fase Farmasetik
2. Fase Farmakokinetik
3. Fase Farmakodinamik
Bentuksediaan
Bentuk sediaan

Obat dengan zat aktif

Pecah menjadi granul


Pecah menjadi granul
dan zat aktif terlepas
dan zat aktif terlepas Fase
dan larut
dan larut Farmasetik

Ketersediaan farmasi
obat siap untuk diabsorpsi

Terjadi absorpsi,
Terjadi absorpsi,
distribusi, metabolisme,
distribusi, metabolisme,
ekskresi
ekskresi

Fase Farmakokinetik

Interaksidengan
Interaksi dengan
Ketersediaan hayati
reseptor di tempat kerja
reseptor di tempat kerja
EEFFEEKK
Obat untuk memberi efek

Fase Farmakodinamik
Fase Farmasetik
 Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut hingga
pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh.

 Dalam fase ini yang penting adalah KETERSEDIAAN FARMASI dari zat
aktifnya, yaitu obat siap untuk diabsorpsi.

tablet menjadi granul terlepas zat zat aktifnya


aktifnya terlarut
pecah
….
……
….
KETERSEDIAAN FARMASI (KF)
 Obat yang berada dalam bentuk cairan atau sirup akan
mencapai ketersediaan farmasi dalam waktu singkat,
karena tidak mengalami fase disintegrasi menjadi granul
dan fase melarut.

 Sebagai contoh bila asetosal diberikan dalam larutan akan


mencapai puncak plasmanya setelah 1 jam. Sedangkan
bila diberikan dalam tablet salut enterik akan menghasilkan
kadar maksimal dalam darah setelah 1 jam dan kadar
maksimal dalam darah dari tablet salut enterik hanya 50%
dari puncak plasmanya asetosal dari larutan.

 Untuk zat yang tahan getah lambung urutan kecepatan


melarut obatnya sebagai berikut :
Larutan – suspensi – serbuk – tablet – tablet salut
film – tablet salut gula – tablet salut enterik
Fase Farmakokinetik
 Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut
ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas
dari bentuk sediaan dan diabsorpsi ke dalam
darah yang segera didistribusikan melalui tiap-
tiap jaringan dalam tubuh.

 Proses yang terjadi : Absorpsi, Distribusi,


Metabolisme dan Ekskresi (ADME) biasanya
berjalan bersama waktunya secara langsung
atau tak langsung, biasanya meliputi
perjalanan obat melintasi sel membran.
Plasma concentration

Minimum toxic level


Cmax
Distribusi Metabolisme

Minimum effective level


Ekskresi
Absorbsi

t max Time
TEMPAT KERJA
(Reseptor) DEPOT JARINGAN
Terikat Bebas Bebas Terikat

SIRKULASI SISTEMIK

ABSORPSI OBAT BEBAS EKSKRESI

Obat Terikat Metabolit

BIOTRANSFORMASI

Proses Farmakokinetik Obat


Absorbsi
Penyerapan/ masuknya obat dari
tempat pemberian ke jaringan
target.

Transfer suatu obat dari tempat


pemberian ke dalam aliran darah
Kecepatan dan efisiensi absorpsi tergantung dari :
1. Kecepatan obat melarut pada tempat absorpsi
2. Derajat ionisasi
3. pH tempat absorpsi
4. Sirkulasi darah di tempat obat melarut
5. Cara pemberian.

Peristiwa terpenting dalam proses farmakokinetik adalah


transport lintas membran

Membran sel terdiri dari dua lapis lemak yg membentuk fase


hidrofilik ( suka air) di kedua sisi membran dan fase
hidrofobik (suka minyak/tidak suka air) diantaranya
Fosfolipid memiliki dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan bagian yang
bersifat hidrofobik. Bagian hidrofobik merupakan bagian yang terdiri atas
asam lemak. Sedangkan bagian hidrofilik terdiri atas gliserol, fosfat, dan gugus
tambahan seperti kolin, serin, dan lain-lain.
Transport obat lintas membran
Transport Pasif

 Tenaga penggerak difusi pasif dari suatu obat adalah


perbedaan konsentrasi yg melewati suatu membran yg
memisahkan dua kompartemen tubuh yaitu obat
tersebut bergerak dari suatu bagian yg konsentrasinya
tinggi ke konsentrasi rendah.

 Tidak memerlukan energi


 Tidak melibatkan suatu karier
 Tidak ada titik jenuh
 Kurang menunjukkan spesifisitas struktural.
1. Filtrasi : melalui pori-pori kecil dari
membran dinding kapiler
2. Difusi : zat larut dlm lapisan lemak
pada membran sel
1. Mula-mula obat harus berada dlm lar air
pada permukaan membran sel,
kemudian molekul obat akan melintasi
membran dengan melarut dalam lemak
membran.
2. Obat bergerak dari yg kadarnya tinggi ke
kadar rendah.
3.  konsentrasi obat & kelarutannya dlm
lemak
Transport obat lintas membran

 Difusi terfasilitasi (Facilitated diffusion)

Suatu proses transport yg terjadi dengan


bantuan suatu faktor pembawa (carrier) yg
merupakan komponen membran sel tanpa
menggunakan energi shg tdk dapat melawan
perbedaan kadar maupun potensial listrik.

Cth : masuknya glukosa ke dalam sel perifer


Skema obat menembus membran sel epitel saluran cerna
Transport obat lintas membran
Transport Aktif

 Cara masuk obat ini melibatkan protein-protein karier terutama yg


terentang pada membran sel.

 Pd proses ini membutuhkan energi yg diperoleh dari aktivitas


membran sendiri, sehingga zat dpt bergerak melawan perbedaan
kadar atau potensial listrik.

 Tergantung energi
 Dijalankan oleh hidrolisis adenosin trifosfat
 Menunjukkan titik jenuh suatu kecepatan maksimum pada
kdar substrat yg tinggi ketika ikatan ke enzim tsb sudah
maksimal

Contoh: Levodopa (L-dopa)  transport asam amino


Efek pH pada absorpsi obat
 Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah
HA H+ + A -
BH+ B + H+

 Suatu obat lebih mudah melewati suatu membran bila


obat tersebut tidak bermuatan.

 Jadi, untuk asam lemah, HA yg tak bermuatan dapat


menembus melalui membran dan A- tidak dapat.

 Untuk basa lemah bentuk tak bermuatan B, menembus


melalui membran sel, tetapi BH+ tidak.
Difusi asam lemah tak terionkan
Studi Kasus

 Asetosal mudah diabsorpsi di lambung atau


di usus ?
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi
1. Aliran darah
1. Aliran darah ke usus jauh lebih banyak dari pada aliran darah ke
lambung; jadi absorbsi dari usus lebih baik dari lambung.
2. Sub lingual > sub kutan

2. Luas permukaan absorbsi


Karena usus memiliki permukaan yg kaya dengan mikrovili maka
usus mempunyai luas permukaan kira-kira 1000 kali luas permukaan
lambung, sehingga absorbsi usus lebih baik dari lambung.

3. Waktu kontak pada permukaan absorbsi.


 Jika suatu obat bergerak melalui kontak cerna dengan sangat
cepat, seperti pada keadaan diare maka obat tidak diabsorbsi
dengan baik.
 Latihan fisik, stres memperpanjang waktu pengosongan lambung.
 Adanya makanan dalam lambung akan melarutkan obat dan
memperlambat pengosongan lambung.
Ketersediaan Hayati/Bioavailabilitas

 Ketersediaan hayati dinyatakan sebagai fraksi dari obat


yg diberikan yg masuk ke sirkulasi sistematika dalam
suatu bentuk yg secara kimiawi berubah.

 Untuk obat yang diberikan secara per oral: ketersediaan


hayatinya bisa kurang dari 100% karena disebabkan 2 hal:
1. absorpsinya yg tidak lengkap
2. eliminasi first-pass

 Setelah pemberian scr oral, suatu obat bisa diabsorpsi


secara tidak lengkap, ex: hanya 70% dosis digoksin yg
mencapai sirkulasi sistemik, disebabkan krn kurangnya
absorpsi mll usus, dan sebagian digoksin mengalami
metabolisme oleh bakteri di usus.
Data ketersediaan hayati digunakan untuk
menentukan :

 Jumlah atau bagian obat yang diabsorpsi dari


bentuk sediaan.

 Kecepatan obat diabsorpsi

 Masa kerja obat berada dalam cairan biologik


atau jaringan, bila dihubungkan dengan respon
pasien.

 Hubungan antara kadar obat dalam darah


dengan efektivitas terapi atau efek toksik.
Penentuan Ketersediaan Hayati
Parameter yang digunakan untuk membandingkan
KH yang digunakan meliputi :

• Tinggi kadar puncak, dalam satuan g/100 ml, mcg/ml, mg %.

• Waktu kadar puncak; sangat berhubungan dengan kecepatan


absorpsi obat dari bentuk sediaanya, efek farmakologisnya,
lamanya waktu obat berada dalam darah

AUC menggambarkan jumlah total obat yang diserap ke dalam sirkulasi


darah setelah dosis tunggal obat diminum dan dinyatakan dalam :
Jumlah obat x waktu = mcg x jam atau g x jam
Volume cairan ml 100 ml
Faktor2 yang mempengaruhi
ketersediaan hayati
1. Metabolisme first-pass pada hati.
Jika obat dimetabolisme dengan cepat oleh hati, jumlah
obat yang tak berubah (unchanged drug) yg masuk
sirkulasi sistemik berkurang (propanolol dan lidokain)

2. Kelarutan obat
1. Obat-obat yg sangat hidrofilik kurang diabsorbsi karena
ketidakmampuannya menembus membran sel yang
kaya lipid.
2. Obat-obat yg sangat hidrofobik juga diabsorbsi kurang
karena tidak dapat masuk ke permukaan sel.
3. Untuk suatu obat supaya mudah diabsorbsi harus
bersifat hidrofobik, tetapi mempunyai kelarutan tertentu
di dalam air.
Faktor2 yang mempengaruhi
ketersediaan hayati
3.. STABILITAS SECARA KIMIAWI
1. Penisilin G tidak stabil dalam pH isi lambung.
2. Insulin bisa dihancurkan dalam saluran cerna

4. SIFAT FORMULASI OBAT


Absorbsi obat bisa diubah oleh faktor-faktor yang
tidak berhubungan dengan sifat kimia obat.

Sebagai contoh, ukuran partikel, bentuk


polimorfisme kristal dapat mempengaruhi
kemudahan pemecahan obat, dan karena itu
mengubah kecepatan absorbsi.
Faktor yg dpt mempengaruhi
bioavailabilitas obat pd pemberian oral :

 Faktor Obat
 Sifat-sifat fisikokimia obat
 Formulasi Obat
 Faktor Penderita
 pH saluran cerna,
 kecepatan pengosongan lambung
 waktu transit dalam saluran cerna
 kapasitas absorpsi
 metabolisme dalam lumen saluran cerna
 Interaksi dalam Absorpsi di Saluran Cerna
 adanya makanan
 perubahan pH saluran cerna (antasid)
Akibat perubahan bioavailabilitas :
1. Perubahan kecepatan kecepatan obat diabsorpsi
2. Perubahan onset
3. Perubahan intensitas karena perbedaan kadar obat
tertinggi yang dicapai dalam darah
4. Perbedaan durasi dan efek klinis
DISTRIBUSI
 Distribusi obat  proses suatu obat yang secara
reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke
interstisium dan atau ke sel-sel jaringan
 Faktor yang mempengaruhi distribusi :

Aliran Permeabili
Pengik
Darah tas Kapiler
atan ob
at pada
protei
n
Distribusi -- Ikatan depot

 Adalah ikatan suatu obat dengan suatu bagian tidak


aktif, seperti albumin (pada darah), otot, tulang, lemak,
atau liver.

 Perlu diingat bahwa:


 Efek suatu obat tergantung kepada konsentrasi obat di
tempat aksinya (reseptor)
 Hanya obat dalam bentuk bebas (tidak terikat) yang
dapat dengan bekerja di tempat aksinya menghasilkan
efek
 Obat terikat dan tidak terikat berada dalam
kesetimbangan dalam darah, digambarkan dgn
persamaan sbb:
D + A ↔ DA
Faktor yang Mempengaruhi
Distribusi

Aliran ●
Kecepatan aliran darah kapiler sangat bervariasi
sebagai output jantung yang tidak sama ke

darah
berbagai organ

Aliran darah ke otak, hati dan ginjal > otot rangka

Permeabilit

Struktur kapiler  struktur kapiler sangat bervariasi dalam hal
fraksi membran basalis yang terlihat diantara celah sempit
antara sel-sel endotel

as Kapiler Struktur obat  sifat kimia obat sangat mempengaruhi


kemampuannya untuk menembus membran sel

Pengikatan yg reversibel pd protein plasma membuat


Pengikatan

obat dalam bentuk yg tidak dapat berdifusi dan

oleh Protein memperlambat transfernya keluar dari kompartemen


vaskuler.
Volume Distribusi (Vd)
 Volume distribusi  suatu volume cairan tubuh
dengan obat yang tersebar di dalamnya

Ex :
Jika 25 mg obat (D = 25 mg) diberikan dan konsentrasi dalam
plasma adalah 1 mg/L, maka volume distribusinya adalah?

Vd = 25 mg
1 mg/L
= 25 L
METABOLISME/BIOTRANSFOR
MASI
 Biotransformasi atau metabolisme obat ialah
proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
menjadi suatu metabolitnya

 Organ metabolisme utama : liver/hepar

 Hasil metabolisme bisa :


 Lebih atau kurang aktif, inaktif, atau tidak
berubah, dalam kaitannya dengan
aktivitasnya → umumnya menjadi bentuk
yang kurang aktif

 Pada proses ini molekul obat diubah menjadi


lebih polar artinya lebih mudah larut dalam
air dan kurang larut dalam lemak sehingga
lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
TYPE METABOLISME
 Nonsynthetic Reactions (Reaksi Fase I)
 Oxidasi, reduksi, hydrolysis, alkilasi,
dealkilasi
 Metabolitnya bisa lebih aktif/tidak dari
pada senyawa asalnya
 Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh
kecuali dengan adanya metabolisme
lebih lanjut
 Synthetic Reactions (Reaksi Fase II)
 Konjugasi (glukoronidasi, sulfatasi)
 Penggabungan suatu obat dengan suatu
molekul lain
 Metabolitnya pada umumnya lebih larut
dalam air dan mudah diekskresikan
METABOLISME

Fase II  fase ini terdiri dari


Fase I  berfungsi untuk reaksi konjugasi. Jika metabolit
mengubah molekul lipofilik dari metabolisme fase I sifatnya
menjadi molekul yang lebih sudah cukup polar maka dapat
polar diekskresikan oleh ginjal
Oksidasi teofilin
Faktor yang mempengaruhi metabolisme:

 Fungsi hati
Gangguan fungsi hati menyebabkan metabolisme dapat lebih
cepat atau lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah
atau kuat dari yang diharapkan.

 Umur
Bayi belum semua enzim hati terbentuk, maka reaksi
metabolisme lebih lambat, terutama pembentukan glukoronid

 Genetik
Ada orang yang tidak memiliki faktor genetik tertentu, mis
enzim untuk asetilasi sulfadiazin/INH akibatnya perombakan
obat ini lambat sekali.
Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan pada manusia
kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik. INH
dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal
akibat terjadinya nekrosis multilobular.

 Pemakaian obat lain


Rifampisin mengurangi efek pil anti hamil
Fenobarbital mengurangi efek antikoagulansia
Eliminasi/ekskresi
 Obat akan dieliminasi dari dalam tubuh dalam
bentuk metabolitnya atau bentuk tidak
berubah

 Organ ekskresi utama adalah ginjal → urin

 Namun bisa juga melalui : paru-paru, keringat,


air liur, feses, ASI
ELIMINASI

 Eliminasi obat sebagian besar melalui hati dan ginjal

 Parameter farmakokinetik tahap eliminasi:

Klirens Tetapan laju


Waktu paruh
eliminasi (t ½
(Cl) eliminasi (K)
eliminasi)
FARMAKODINAMIK
“studi tentang pengaruh obat terhadap
jaringan tubuh”

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat


ialah untuk meneliti efek obat utama,
mengetahui interaksi obat dengan sel,
dan mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respons yang terjadi.
Plasma concentration

Minimum toxic level


Cmax

onset
Minimum effective level
duration

t max Time

Kurva konsentrasi plasma obat antara khasiat dan efek toksik


Mekanisme Kerja Obat

 Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan


reseptor pada sel suatu organisme.

 Obat + Reseptor  Kompleks obat-reseptor  Efek

 Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan


perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan
respons khas untuk obat tersebut.

 Intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi


reseptor yang diduduki
B = ikatan agonis dengan reseptor yg akan menimbulkan efek.
C = ikatan antagonis dengan reseptornya tidak menimbulkan efek
D = ikatan parsial agonis, efek yg ditimbulkan tidak maksimal.
KONSENTRASI DAN RESPON OBAT
 Dosis berbanding lurus dengan respon obat
 Respon berhenti pada konsentrasi tertentu
Efikasi = respon maksimum yg dihasilkan oleh suatu obat. Tergantung pada jumlah kompleks obat-
reseptor yg terbentuk.
Potensi = suatu ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan respon tertentu.
Makin rendah dosis yg dibutuhkan utk suatu respon yg diberikan, makin potensi obat tsb.
Intensitas efek

Efek maksimal

variabilitas
pe
slo
potensi

Log dosis
Potensi : menunjukkan rentang dosis obat yg menimbulkan efek.
Besarnya ditentukan oleh :
(1) Kadar obat yg mencapai reseptor dan
(2) Afinitas obat terhadap reseptor

Slope : menunjukkan batas keamanan Obat.


Lereng yg curam, mis fenobarbital menunjukkan dosis yg menimbulkan koma
Hanya sedikit lb tinggi dibandingkan dgn dosis yg menimbulkan sedasi tidur.

HUBUNGAN DOSIS-INTENSITAS EFEK OBAT


INDEKS TERAPI dan OBAT IDEAL
 Indeks Terapi =
LD50/ED50

 Menentukan tingkat
keamanan obat

 Obat Ideal
LD1 ≥ 1
ED99
Antagonisme Farmakodinamika

 Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan


atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain.
Peristiwa ini termasuk interaksi obat.

 Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut


antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi
atau ditiadakan disebut agonis.

 Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh


obat lain disebut obat objek, sedangkan obat yang
mempengaruhi efek obat lain disebut obat
presipitan.

 Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat


bersifat kompetitif atau nonkompetitif.
Antagonis Kompetitif
Efek

E max

D D + Ak

½ E max
D = agonis
Ak = antagonis kompetitif

KD LOG DOSIS
K’ D

Antagonis kompetitif (Ak) menyebabkan lod DEC agonis (D) bergeser sejajar
ke kanan (D + Ak). Efek maksimal yg dicapai agonis sama (=E max), tetapi
afinitas agonis thd reseptor menurun (K’ D > K D)
Antagonis
Efek Non Kompetitif
E max

D
E’ max
D + An
½ E max

D = agonis
An = antagonis non kompetitif
½ E’ max

KD LOG DOSIS

Antagonis nonkompetitif (An) menyebabkan efek maksimal yg


dicapai agonis berkurang tetapi afinitas agonis thd reseptornya
tidak berubah.

Anda mungkin juga menyukai