Anda di halaman 1dari 28

IBADAH DALAM ISLAM

Nama Kelompok :
1. Yola Melanie Azzahra (P07125219003)
2. Sheilla Mey Risna Sari (P07125219008)
3. Nanda Amalia Susilowati (P07125219014)
Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab yaitu “abida-
ya’budu-‘abdan-‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, patuh dan merendahkan diri.
Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk,
patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).

Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai
berikut :

1. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:


“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan
menundukkan jiwa kepada-Nya”
2. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala bentuk
syari’at (hukum).”
3. Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik

pengertian umum dari ibadah itu sebagaimana rumusan berikut:

“Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan

diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik

terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah

SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”

Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat

dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut

dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami

maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), sepertishalat, baik yang berhubungan

dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan

dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.


Dasar Hukum Perintah Ibadah
1. Al – Qur’an sebagai Dasar Hukum Utama Ibadah yang diterima harus didasarkan
pada ketauhidan, keikhlasan, dan sesuai dengan syariat Islam. Sumber syariat
Islam yang utama adalah Al-Qur’an. Oleh karena itu, dasar hukum beribadah yang
pertama adalah ayat-ayat Al – Qur’an.
 Dalam surat Al-Fatihah ayat 5, Allah SWT berfirman:
Artinya:
“ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan .“

 Dalam surat Yasin aayat 60, Allah SWT berfirman:


Artinya:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu
tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.”

 Al – Mu’min ayat 60:


Artinya:
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada ku, niscaya akan aku perkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”
 Az-Zariyat ayat 56:

Artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku”
 Al-Isra’ ayat 23:

Artinya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak”

 Al-An’am ayat 151:


Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan
kepadamu. Janganlah mempersekutukan-Nya dengan apa pun…”

Ayat – ayat tersebut merupakan dasar hukum atau dalil yang menjadi pedoman
dalam beribadah. Beribadah artinya menolak kemusyrikkan. Semua bentuk
menyekutukan Allah menciptakan penolakan Allah terhadap ibadah manusia.
2. As-Sunnah sebagai Dasar Hukum Kedua
Dasar hukum kedua dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah As-
Sunnah atau Al-Hadis. Hadis yang memerintahkan manusia untuk beribadah kepada
Allah adalah sebagai berikut.
 Dalam kitab Shahih Muslim Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

Artinya :
“Barang siapa mengucapkan ‘la ilaha illallah’ dan ia mengingatkan semua
penyembahan kepada selain Allah maka haramlah harta dan darahnya serta
perhitungannya nanti ada pada Allah ‘Azza wajalla semata.”

Dengan pandangan tersebut ,makna ibadah bukan semata-mata menggugurkn


kewajiban, melainkan suatu system ber-taqarrub kepada Allah karena Allah yang
menciptakan semua makhluk, bumi dan langit serta segala isinya.
Taqarrub merupakan upaya mendekatkan diri secara intensif kepada Allah agar
semua doa orang yang beriman didengar dan dikabulkan. Taqarrub yang paling ideal
adalah dengan cara melaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhi seluruh
larangannya.
Tujuan Ibadah

Ibadah pada dasarnya mempunyai suatu tujuan, hakikat, serta hikmah


bagi kita. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang paling sempurna


dan dimuliakan (Q.S At-Tin (95):4); dan manusia itu diciptakan oleh
Allah di muka bumi ini bukan sekedar untuk hidup didunia tanpa
pertanggung jawaban. Akan tetapi, manusia diciptakan oleh Allah untuk
beribadah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Mukminun
ayat 115, yang berbunyi:

Artinya: ” Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami


menciptakan kamu secara main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa
kamu tidak dikembalikan kepada kami?.”
Tujuan pokok beribadah adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk menghadapkan diri kepada Allah SWT dan
memfokuskan dalam setiap keadaan, agar mencapai derajat yang
lebih tinggi yakni ketaqwaan.

Kedua, agar terciptanya suatu kemaslahatan dan


menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Maksudnya
adalah bahwasanya manusia itu tidak terlepas dari diperintahkan
dan dilarang. menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya. Maka dari itu berlakulah pahala dan siksa, dari situlah inti dari
suatu ibadah.
Prinsip-Prinsip Ibadah
1. Tidak menyekutukan Allah SWT, secara langsung maupun tersembunyi
Firman Allah SWT
Artinya :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengansesuatupun. dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, ..” Q.S An-Nisa ayat 36

2. Dilaksanakan dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah


Firman Allah SWT.

Artinya :
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam” Q.S Al-An’am ayat 162
3. Niat beribadah hanya kepada Allah.

Artinya : “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada


Engkaulah kami meminta pertolongan.” (Q.S. Al-Fatihah [1] : 4)

4. Ibadah yang tulus kepada Allah SWT


Artinya : “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya tuhan kamu itu adalah tuhan yang
maha Esa. Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mepersekutukan seorang
pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Kahfi [18] : 110)
 
5. Dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan keteguhan hari
Firman Allah SWT.
Artinya :
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam
beribadat kepada-Nya. apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
dia (yang patut disembah)?. Q.S Maryam; 65

6. Keharusan menjadikan ibadah dibangun di atas kecintaan, ketundukan, ketakutan,


dan pengharapan kepada Allah SWT.
Artinya : “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Tuhan mereka siapa di anatara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” (Q.S. Al-Isrâ’ [17] : 57)
Hikmah Ibadah
1. Tidak Syirik. 
2. Memiliki ketakwaan. 
3. Terhindar dari kemaksiatan. 
4. Berjiwa sosial.
5. Tidak kikir.
6. Merasakan keberadaan Allah SWT.
7. Meraih martabat liqa Illah
8. Terkabul Doa-doanya
9. Banyak saudara
10. Memiliki kejujuran
11. Berhati ikhlas,
12. Memiliki kedisiplinan
13. Sehat jasmani dan rohani
Syarat Diterimanya Ibadah dalam Islam
• IKHLAS
Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat bahwa tiada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah I’ yaitu agar menjadikan ibadah itu murni hanya
ditujukan kepada Allah semata. Allah berfirman : “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam
(menjalankan) agama”. [QS. Al Bayyinah : 5].

• TIDAK SYIRIK
Lawan daripada ikhlas adalah syirik (menjadikan bagi Allah tandingan/sekutu di
dalam beribadah, atau beribadah kepada Allah tetapi juga kepada selain Nya).
Contohnya : riya’ (memperlihatkan amalan pada orang lain), sum’ah
(memperdengarkan suatu amalan pada orang lain), ataupun ujub (berbangga diri
dengan amalannya).
• TAUBAT DARI DOSA DOSA
Orang yang rajin beribadah kepada Allah namun dalam waktu yang bersamaan ia
belum bertaubat dari perbuatan syirik dengan berbagai bentuknya, maka semua amal
ibadah yang telah dikerjakannya menjadi terhapus dan ia menjadi orang yang merugi
di akhirat kelak, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan”. [QS. Al An’aam: 88] “Dan Sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi nabi) yang sebelummu. “Jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
Termasuk orang orang yang merugi”. [QS. Az Zumar: 65]

• SESUAI TUNTUNAN SYARIAT


Al Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Nabi Muhammad ) merupakan salah satu dari makna
syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah, yaitu agar di dalam beribadah
harus sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad .
• TIDAK BID’AH
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak di
syari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tertolak. Contohnya: ada orang
melakukan sholat Tahajjud khusus pada malam 27 Rajab dengan dalih bahwa malam itu
adalah malam Isro Mi’rajnya Nabi Muhammad .

• SESUAI DENGAN ATURAN


Ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam jenisnya. Contohnya: bila seseorang
menyembelih kuda atau ayam pada hari Idul Adha untuk korban, maka hal ini tidak sah
karena jenis yang boleh dijadikan untuk korban adalah unta, sapi dan kambing.

• MENGIKUTI TATA CARA YANG BENAR

Seandainya ada orang berwudhu dengan membasuh kaki terlebih dulu baru kemudian
muka, maka wudhunya tidak sah karena tidak sesuai dengan tata cara yang telah
disyari’atkan oleh Allah dan Rasul Nya di dalam Al Qur’an Al Karim dan Al Hadits Asy
Syarif.
Keutamaan ibadah

1. Ibadah di dalam syari’at islam meruapakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai

oleh Allah SWT. Dijelaskan dalam firman Allah SWT.

2. Ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat

tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.

3. Manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat

darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir

(butuh) kepada Allah.

4. Tidak ada yang dapat menentramkan dan mendamaikan serta menjadikan

seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada

allah semata.

5. Ibadah dapat meringankan seorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan

meninggalkan kemunkaran
6. Seorang hamba dengan ibadahnya kepada rabb-nya dapat membebaskan
dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan,
harap dan cemas kepada mereka.

7. Bahwasannya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih


keridhaan.

8. Puncak kecintaan dan keridhoan Allah SWT ada pada ibadah. Alaah SWT
telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-nya semata.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepda-Ku. (QS az-Zariyat[51]: 56 )”. Dalam sebuah hadis
Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya Allah SWT rida terhadap
kalian pada tiga hal dan murka kepada kalian pada tiga hal, Dia rida
terhadap kalian dengan kalian beribadah kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. (HR. Muslim: 3236-Maktabah
Syamilah).
9. Allah SWT menjadikan ibadah sesuatu yang lazim (harus) ditunaikan oleh rasul-Nya
sampai datang kematiannya dan dengan ibadah itu pula Allah telah menyifati para
malaikat-Nya: Dan kepunyaan-Nyalah segala yang dilangit dan di bumi. Dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
mengibadahi-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan
siang tiada henti-hentinya. (QS al-Anbiya’[21]: 19-20).
Hakikat ibadah
1. Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surat Adz-
dzariat ayat 56, yang menunjukan tugas kita sebagai manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah.
2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya.
4. Hakikat ibadah sebagai cinta.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala
sesuatu yang dicintai Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala
bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
MACAM-MACAM IBADAH DITINJAU DARI BERBAGAI SEGI
a. Dari Segi Ruang Lingkupnya.
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Ibadah khashsah, yaitu ibadah yang ketentuan dan caranya pelaksanaannya secara
khusus sudah ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa dan haji
2. Ibadah ‘ammah, yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik
dan semata-mata karena Allah SWT (ikhlas), seperti makan dan minum, bekerja,
amar ma’ruf nahi munkar, berlaku adil, berbuat baik kepada orang lain dan
sebagainya.
b. Dari Segi Bentuk dan Sifatnya.
Ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya ibadah terbagi dalam enam macam antara lain:
1. Ibadah yang berupa perkataan dan ucapan lidah, seperti: tasbih, tahmid, tahlil,
takbir, taslim, dan do’a
2. Ibadah-ibadah berupa perbuatan, seperti menolong orang yang karam atau yang
tenggelam, berjihad di jalan Allah SWT, membela diri dari gangguan,
menyelenggarakan mayat dan mandi.
3. Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan sesuatu

pekerjaan. Termasuk kedalam ibadah ini, ibadah puasa,

4. Ibadah-ibadah yang terdiri dari melakukan dan menahan diri dari suatu

perbuatan, seperti ‘itikaf (duduk dirumah Allah) serta menahan diri dari

ijma’ dan mubasyaroh (bergaul dengan istri).

5. Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti membebaskan

orang yang berhutang dari hutangnya dan memaafkan kesalahan dari

orang yang bersalah dan memerdekakan budak dengan kaffarat.

6. Ibadah-ibadah yang meliputi perkataan, pekerjaan, khudu’, khusyu’,

menahan diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin dari yang

diperintahkan kita menghadapinya, seperti shalat.


c. Dari Segi Sifat, Waktu, Keadaan, dan Rukunya
1. Muadda, yaitu ibadah yang dikerjakan dalam waktu yang ditetapkan syara’.
Ibadah tersebut dilakukan pada waktu yang ditetapkan itu untuk pertama kalinya,
bukan sebagai pengulangan. Pelaksaan ibadah ini disebut dengan ibadah tunai
(ada’).
2. Maqdhi, yaitu ibadah yang dikerjakan sesudah keluar waktu yang ditentukan
syara’. Ibadah ini bersifat sebagai pengganti yang tertinggal, baik Karena disengaja
atau tidak, seperti tertinggal karena sakit atau sedang dalam berpergian.
Pelaksanaan ibadah ini disebut dengan qadha.

3. Mu’ad, yaitu ibadah yang diulang sekali lagi dalam waktunya untuk menambah
kesempurnaan, misalnya melaksanakan shalat secara berjamaah dalam waktunya
yang ditentukan setelah melaksanakannya secara sendirian pada waktu yang sama.
4. Muthlaq, yaitu ibadah yang tidak dikaitkan waktunya oleh syara’ dengan
sesuatu waktu yang terbatas, seperti membayar kiffarat, sebagai hukuman bagi
pelanggar sumpah.
5. Muwaqqat, yaitu ibadah yang dikaitkan oleh syara’ dengan waktu tertentu yang terbatas,

seperti shalat pada waktu subuh, zuhur, asar, magrib dan isya. Termasuk juga puasa

pada bulan ramadhan.

6. Muwassa’, yaitu ibadah yang lebih luas waktunya dari yang diperlukan untuk

melaksanakan kewajiban yang dituntut pada waktu itu, seperti shalat lima waktu.

Seorang yang shalat diberikan kepadanya hak mengerjakan shalatnya di awal waktu, di

pertengahan dan di akhirnya.

7. Mudhayyaq (mi’yar), yaitu ibadah yang waktunya sebanyak atau sepanjang fardhu atau

di-fardhu-kan dalam waktu itu, seperti puasa. Dalam bulan ramadhan, hanya

dikhususkan untuk puasa wajib dan tidak boleh dikerjakan puasa yang lain pada waktu

itu seperti puasa sunnah, nazar dan lain-lain.

8. Dzusyabain, yaitu ibadah yang mempunyai persamaan dengan mudhayyaq dan

mempunyai persamaan pula dengan muwassa’, seperti pada ibadah haji. Dari segi

pelaksanaanya, ibadah haji menyerupai mudayyaq, karena hanya diwajibkan sekali

dalam setahun, dan dari segi keberlanjutan bulan-bulan haji itu menyerupai muwassa’.
CAKUPAN IBADAH
Ibadah dalam agama Islam mencakup ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah.
1.Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang


asalnya memang merupakan ibadah, berdasarkan nash atau lainnya yang
menunjukkan perkataan dan perbuatan tersebut haram dipersembahkan kepada
selain Allâh Azza wa Jalla .
Ibadah mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
a .Ibadah hati yaitu keyakinan dan amalan
Ibadah hati yang terbagi menjadi dua bagian:
1. Qaulul qalbi (perkataan hati), dan dinamakan i’tiqâd (keyakinan; kepercayaan).
2. ‘Amalul qalbi (amalan hati), di antaranya ikhlas, mencintai Allâh Subhanahu wa
Ta’ala.
b.Ibadah perkataan atau lisan

Di antaranya adalah mengucapkan kalimat tauhid, membaca al-Qur’an,

berdzikir kepada Allâh dengan membaca tasbîh, tahmîd, dan lainnya;

berdakwah untuk beribadah kepada Allâh, mengajarkan ilmu syari’at, dan

lainnya.

c.Ibadah badan

Di antaranya adalah melaksankan shalat, bersujud, berpuasa, haji,

thawaf, jihad, belajar ilmu syari’at, dan lainnya.

d.Ibadah harta

Di antaranya adalah membayar zakat, shadaqah, menyembelih kurban,

dan lainnya.
2.Ibadah Ghairu Mahdhah

Ibadah ghairu mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang

asalnya bukan ibadah, akan tetapi berubah menjadi ibadah dengan niat yang baik.

Ibadah ghairu mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

A. Melaksanakan wâjibât (perkara-perkara yang diwajibkan) dan mandûbât (perkara-

perkara yang dianjurkan) yang asalnya tidak masuk ibadah, dengan niat mencari wajah

Allâh

Misalnya:

1. Mengeluarkan harta untuk keperluan diri sendiri, seperti makan, minum, dan sebagainya,

dengan niat menguatkan badan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allâh.

2. Berbakti kepada orang tua dengan niat melaksanakan perintah Allâh.

3. Memberi nafkah kepada anak dan istri dengan niat melaksanakan perintah Allâh

Subhanahu wa Ta’ala .
B. Meninggalkan muharramât (perkara-perkara yang diharamkan) untuk
mencari wajah Allâh Azza wa Jalla

Termasuk dalam hal ini adalah meninggalkan riba, meninggalkan perbuatan


mencuri, meninggalkan perbuatan penipuan, dan perkara-perkara yang
diharamkan lainnya.

C.Melakukan mubâhât (perkara-perkara yang dibolehkan) untuk mencari wajah


Allâh Subhanahu wa Ta’ala
  Di antaranya tidur, makan, menjual, membeli, dan usaha lainnya dalam
rangka mencari rezeki.
Manfaat Ibadah

1. Sebagai kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

2. Sebagai solusi dalam menghadapai masalah.

3. Sebagai pendekatan diri kepada Allah

4. Sebagai Bentuk ketaatan

5. Sarana bersyukur kepada Allah SWT

6. Sarana menabung amal sholeh

7. Menambah keimanan kita

8. Bertobat

9. Bentuk terimakasih kepada orangtua dari seorang anak dengan cara

mendoakan orang tua.

Anda mungkin juga menyukai