Anda di halaman 1dari 61

SEJARAH DAN PEMBENTUKAN

BATUBARA
Genesa dan Lingkungan Pengendapan
• Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

• Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000). Batubara


merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan,
berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika
dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf 1984
dalam Anggayana 1999).

• Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat
hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang
terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di
Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya.

• Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada


cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara,
Sulawesi Selatan, dan sebagainya.
• Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada cekungan
foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara delta,
yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999).
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

• Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.

• Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-


10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di
Australia.

• Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh


karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.

• Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.

• Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut
dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yakni:

1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi)
dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit


menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah :

• ¨  Posisi geotektonik
Adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng dalam pembentukan batubara
merupakan faktor yang dominan akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan dan kecepatan
penurunan cekungan Pada fase akhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur
lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir
• ¨  Topografi (morfologi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa
dimana batubara tersebut terbentuk
• ¨  Iklim
Kelembaban mengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai  tergantung posisi geografi dan dipengaruhi oleh
posisi geotektonik Tropis dan subtropis sesuai untuk pertumbuhan yang optimal hutan rawa tropis mempunyai siklus
pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon mencapai 30 m. Sedang iklim yanng lebih dingin ketinggian
pohon hanya mencapai 5-6 meter dalam waktu yang sama.
• ¨  Penurunan cekungan
Penurunan cekungan dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka
akan dihasilkan endapan batubara yang tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan
pengendapannya. Menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang
terbentuk.
• ¨  Umur geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan tumbuhan Makin tua umur suatu batuan akan memiliki
kemungkinan makin dalam penimbunan yang terjadi hingga mampu terbentuk batubara bermutu tinggi
• ¨  Tumbuh-tumbuhan
Unsur utama pembentuk batubara dengan lingkngan tertentu dan sebagai
faktor penentu tipe batubara, evolusi kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi
• ¨  Dekomposisi
Merupakan bagian dari tansformasi biokimia material organik yang merupakan titik awal seluruh alterasi
• ¨  Sejarah sesudah pengendapan
Sejarah cekungan tergantung pada posisi geotektonikterjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah
pengendapan gambut bertanggung jawab terhadap pembentukan struktur cekungan batubara baik berupa sesar, lipatan,
intrusi danlainnya.
• ¨  Struktur cekungan pembentuk
Karena gaya tektonik menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu.
• ¨  Metamorfosis organik
Selama proses ini terjadi pengurangan kandungan air, oksigen dan zat terbang (CO2, CO, CH4 dll)
ASAL PEMBENTUKAN
BATUBARA
Endapan yang mengandung unsur organik sebesar 50% sampai 70 % dari volume
batuan disebut sebagai batu bara. Ada tiga cara terbentuknya asosiasi organik secara alami
pada proses sedimentasi dalam pembentukan minyak bumi dan batu bara, yaitu :

1. Berupa pengendapan dari sisa-sisa ganggang, organisme mikro-organisme,


phytoplankton dan zooplankton. Asosiasi ini merupakan komponen utama dalam
pembentukan minyak bumi dan batu bara.

2. berupa pengendapan dari sisa-sisa tumbuhan dengan jumlah lebih banyak.


Dipengaruhi oleh jumlah dari organik yang diendapkan, biasanya potensi
terbentuknya minyak bumi dan batu bara tidak maksimal.

3. berupa pengendapan dari sisa-sisa tumbuhan dengan jumlah yang sedikit. Biasanya
minyak bumi dan batubara yang dibentuk sangat sedikit, sehingga daerah
pengendapan yang seperti ini tidak di manfaatkan.

Proses tersebut dipengaruhi oleh tingkat derajat pemasakan dan waktu yang diperlukan
dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi. Sebagai hasil studi penelitian
petrografi dan sedimentologi menyatakan bahwa evolusi dari tumbuh-tumbuhan, iklim dan
lingkungan pengendapan merupakan faktor utama yang mendukung pembentukan minyak
bumi dan batubara.
Pengembangan Evolusi Tumbuh-tumbuhan

Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora


terakumulasi pada. suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi
tertentu, flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara.
Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah
geologi.
Mulai dari paleozoikum hingga devon, flora belum tumbuh dengan baik.
Setelah devon pertama kali terbentuk lapisan batubara di daerah lagoon yang
dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan flora secara besar-
besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen.
Hutan tumbuh dengan subur selama masa karbon. Pada masa tersier
merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.

Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan


merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim
tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi
geotektonik.
Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan subtropics pada umumnya sesuai
untuk pertumbuhan flora dibandingkan dengan wilayah yang lebih dingin. Hasil
pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan
setiap 7 – 9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 meter.
Sedangkan pada iklim yang lebih dingin, ketinggian pohon hanya mencapai 5 - 6
meter dalam selang waktu yang sama
Lingkungan Pengendapan

Untuk mendapatkan penyebaran secara vertikal yang baik, maka komposisi


dan kualitas dari batubara ditentukan dari lingkungan pengendapannya.
Pengendapan batubara dapat diketahui dari:

a. Tingkatan makroskopis dimana sedimentologi batubara ditempatkan


didalam perspektif yang melingkupi sedimen.

b. Tingkatan mikrokopis dimana suatu usaha dibuat untuk


menginterpretasikan sedimentologi di dalam rawa berlumpur, tanah
berlumpur, atau rawa dan biasanya melibatkan studi batubara yang
terperinci.

PT. ANEKA ANUGERAH ALAM ABADI


Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan


pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary
dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan
tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.

Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan,


komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yag berarti diperlukan
suatu susunan pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan
secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana
terdapat sirukulasi air yang cepat sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat
terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik
(rawa-rawa).

Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk di
lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat
dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.

Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk


batubara (Tabel 2.1) yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta
plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan
mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.
Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara
(Diesel, 1992)
Environment Subenvironment Coal Characteristics
Gravelly braid plain Bars, channel, overbank plains, mainly dull coals, medium to
swamps, raised bogs low TPI, low GI, low sulphur
Sandy braid plain Bars, channel, overbank plains, mainly dull coals, medium to
swamp, raised bogs, high TPI, low to medium GI,
low sulphur
Alluvial valley and channels, point bars, floodplains mainly bright coals, high TPI,
upper delta plain and basins, swamp, fens, raised medium to high GI, low
bogs sulphur
Lower delta plain Delta front, mouth bar, splays, mainly bright coals, low to
channel, swamps, fans and medium TPI, high to very high
marshes GI, high sulphur
Backbarrier strand Off-, near-, and backshore, tidal transgressive : mainly bright
plain inlets, lagoons, fens, swamp, and coals, medium TPI, high GI,
marshes high sulphur

regressive : mainly dull coals,


low TPI and GI, low sulphur
Estuary channels, tidal flats, fens and mainly bright coal with high
marshes GI and medium TPI
Sedimentologi Batubara

Dari studi tentang batubara yang mencakup aspek luas, ditemukan bahwa ketebalan,
luasnya, dan kualitas batubara mempengaruhi lingkungan pengendapan. Lingkungan sedimen
yang dulunya merupakan rawa batubara memiliki bentuk topografi dimana batubara
berkembang.

1.Lingkungan pengendapan paralis


merupakan endapan transisi, dimana endapan transisi ini biasanya terdapat di daerah pantai.
Penyebarannya lebih luas dan merata. Namun secara teknis eksplorasi tidak terlalu tebal, hal
ini disebabkan karena letaknya yang di pinggiran sehingga memungkinkan terkena pasang
naik maupun pasang turun yang akan mengikis batubara tersebut.
Beberapa yang berhubungan dengan lingkungan pengedapan paralis:
• Daerah barier
• Delta
• Pesisir pantai atau inter delta
• Lingkunan pengendapan limnic

2. Secara umum batubara jenis ini diendapkan disuatu cekungan intramontan, ciri khas
dari batubara ini adalah ketebalan yang relative besar dan penyebaran yang tidak terlaulu
luas. Material organik jenis batubara ini dapat bersifat Autochtone, dimana organismenya
hidup disuatu tempat dan mati ditempat itu juga. Berda dengan Allochtone, dimana
organismenya hidup disuatu tempat dan mati ditempat yang lain.
Petrologi Batubara

• Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik


pembentuk batubara melalui pengamatan mikroskopis (petrografi
batubara)
.
• Untuk mempelajari petrologi batubara harus ditinjau dari dua aspek
yaitu jenis dan derajat batubara ( coal type & coal rank ). • Jenis
batubara ( coal type ) berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk
batubara dan perkembangannya dipengaruhi oleh proses kimia dan
biokimia selama proses penggambutan.

• Batubara bukan merupakan benda homogen, melainkan terdiri dari


bermacam-macam komponen dasar bahan organik yang dinamakan
MASERAL.

• Maseral terbagi menjadi 3 kelompok utama yaitu huminite (vitrinite),


exinite (liptinite) dan inertinite. Ketiga kelompok maseral tersebut dapat
dibedakan dari kenampakan di bawah mikroskop, tumbuhan asal dan
sifat-sifat fisik dan kimia yang dimiliki (Stach dkk., 1982 dan Bustin dkk.,
1983).
MASERAL :

• Secara mikroskopis bahan-bahan organik


pembentuk batubara disebut maseral ( maceral ),
analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini
pada mulanya diperkenalkan oleh Stopes (1935)
untuk menunjukkan material terkecil penyusun
batubara yang hanya dapat diamati di bawah
mikroskop.

• Standart penamaan klasifikasi maseral :


standart Jerman, International Commitee for Coal
Petrology (ICCP) 1975;1994. Standart Australia
AS 2856 1986.
Gambaran Fisik batubara

Unsur utama batubara :

Maceral : Persamaan dari mineral untuk organic.


Mineral matter : Fraksi anorganik yang tersusun atas variasi mineral
Primer dan sekunder.

Brown coal : low coal rank seperti lignite dan subbituminus


Black atau Hard Coal : bituminous, semi antrasit dan antrasit.

Batubara dapat dibagi menjadi 2 grup utama :

1. Humic coals : terdiri dari berjenis jenis campuran debris tumbuhan


makro, biasanya batubaranya mempunyai kenampakan banded (berpita).

2. Sapropelic coals : terdiri dari debris tumbuhan microscopic yang


terbatas, biasanya batubara tampak homogen.
5.1 MINERAL TYPES
A large number of distinct mineral phases have been reported in various coals
(Table 5.1), although lists of minerals in coal may contain as many as 50 to 60
minerals, most fall into one of five groups: (1) aluminosilicate minerals (clay
minerals), (2) sulfide and sulfate minerals, (3) carbonate minerals, (4) silicate
minerals (principally quartz), and (5) other minerals that include minerals that may
occur in trace amounts or may be specific to a particular coal having originated
because of the localized deposition and maturation conditions (Speight, 1994, and
references cited therein).

5.1.1 Aluminosilicates (Clay Minerals)


Clay minerals are the most common inorganic constituents of coal and of the strata
associated with coal seams. Many different clay minerals have been reported within
and associated with coals, but the most common clay minerals are kaolinite and
mixed-layer illite–montmorillonite. Kaolinite-rich clay is commonly found within and
associated with coals in most of the coal basins of the world. They are generally
called either tonstein or kaolin-tonstein.
5.1.2 Sulfide Minerals
The dimorphs pyrite (FeS2) and marcasite (FeS2) are the dominant sulfide
minerals in coal; pyrite is the more abundant. Pyrite and marcasite have different
crystal forms; pyrite is isometric and marcasite is orthorhombic. These two
minerals are readily observed and, to some degree, easily removed as well as
being especially interesting because they contribute significantly to the total sulfur
content that causes boiler tube fouling, corrosion, and pollution by emission of
sulfur dioxide when coal is burned (Beer et al., 1992).

5.1.3 Sulfate Minerals


The sulfate minerals identified in coal do not generally comprise a significant
portion of the mineral matter in fresh, unoxidized coal samples. The iron disulfides
oxidize rapidly after the coal is mined, however, and a number of hydrated
sulfates (FeSO4 · xH2O) have been reported in weathered coals and in coal
refuse banks. The sulfates gypsum (CaSO4 · 2H2O) and barite (Ba2SO4) are
found in fresh coal. Most of the sulfates that form on weathering (oxidation) of
pyrite are various hydrated states of ferrous and ferric sulfate.
5.1.4 Carbonate Minerals
The major cations found in the carbonate minerals in coals are calcium, magnesium,
and iron. The rather pure end member calcite (CaCO3) is dominant in some coals,
whereas siderite (FeCO3) is dominant in others. Calcite and ankerite (a mixed crystal
composed of Ca, Mg, and Fe carbonates) are abundant in some coals.

5.1.5 Silicate Minerals


Quartz is the dominant form in which silica is found in coals, and it is ubiquitous.
There is some distinction between clastic grains of quartz introduced by wind or water
and authigenic quartz deposited from solutions. Quartz is also a major component of
clay and siltstone partings in coal that are of detrital origin.

5.1.6 Other Minerals


A large number of minerals, in addition to those already discussed, have been
reported to occur in coal. Not all have been positively identified, and often it is
impossible to determine from the reports whether the mineral was intimately
associated with the coal or was in the rock units making up the roof, floor, or a parting
within the seam. Most of these other minerals are of limited significance in coal
utilization, but a few are worth noting. Authigenic apatite [calcium
fluorochlorohydroxyphosphate, Ca5(PO4)3 · F · Cl · OH] has been found in coal
produced in widely separated areas of the world.
EXPLORASI BATUBARA
 
Ciri2 yg ada pd lap. Btbr:

Plies
Perlap. Btbr dr ketebalannya. Karakteristiknya apbl scr vertikal mbtk perlap
yg bgs & msg2 lap btbr memp jenis yg beda, serta diantara lap btbr disisipi
lap bkn btbr. Dgn adanya lap sisipan bisa digunkn u/ membg lap mjd unit
lap yg lbh kcl.
Lap2 yg tdr dr material bkn btbr yg diantara lap btbr=band/parting. Dan ini
yg tbt selama akumulasi peat dpt berasal dr:
material yg dibawa pd wkt rawa terkena banjir.
Mat. Yg berupa abu vulkanis yg sbrnya dr luar lingk rawa.

Split
Btk lap btbr dilap, kdg2 didptkan lap yg terbelah serta disisipi o/ lap sedimen
yg akhirnya mbg lap btbr mjd 2 lap. Shg dlm satu daerah bisa ditmkn suatu
lap btbr, tapi bila ditelusuri scr lateral pd tpt lain lap tsb dpt terbg mjd 2 lap.
Split :
Simple Split
Didpt pd B yg tdk menerus, disbbkn krn pd satu daerah akumulasi tbh2an dlam waktu yg relatif
pendek diganti o/ sed klastik, stlh itu kondisi bs berubah mjd kond rawa shg akumulasi tbh2an
bs berlgsg lagi.
Progressive Splitting
Akumulasi tbh2an pd daerah tsb selalu bergntian dg pengendpn material bkn B shg dlm suatu
drh mgkn ditmkn bbrp split.
Zig-zag split
Ditmkn dibbrp drh lap B, di Australi split yg di dpt ; dg jrk vertikal mencapai 30 m, Jrk hrstal
antara 100m-10km, dg Dip diatas 45O.
Kmgkn krn ada saat kualifikasi, tdp perbedaan pengaruh pemanpatan
Washout & Roof rolls
Washout adl bhn sed, biasanya sandstone yg turun kebwh dr lap atas B, serta mbtk channel.
Ukr sgt bervariasi ukr-nya mulai dr yg sgt tipis spt channel yg disebut Roof Rolls.
Roof rolls mpy btk sempit,pjg dg bts semi prrl tdr atas mat bat yg msk keatas dlm lap B dr lap
dsr. Dg adanya floor rolls akan mengurangi ketebalan B yg dpt diTA. Floor rolls dpt tbt krn
adanya gy tektonik, mk ada kmgkn lap dsr dr lap B sbgn msk kedlm lap B .
Washout tbt krn :
pemot lap peat o/ meander sungai(baru) hal ini tjd stlh post depositional.
Proses pemadtan dr peat →B tdk sama.
Cleat
Join yg tdp pd lap B, jarak antara cleat dr bbrp mm s/d 30 cm
Clastic Dike
Suatu btk bdn bat sed yg memot lap B.
EKSPLORASI BATUBARA
THP EXPLOR.

Thp. Reconnaisance (Strategic)


Survai Tinjau (general R)
U/ mdpt gbran umum mengenai keadan geologi regional u/ mlkkn
penaksiran regional akan adanya lap pembawa B. Met yg dipakai :
survai dr udr, lintasan survai geologi jauh. Hasil : daerah prospektif.
Penyelidikan Umum (general Prospecting)
Target u/ 7-an seleksi. Met yg dig : pengkrn penampang stratigrafi,
pemetaan geologi, pelacakan didkg dg met indrajauh. Hasil yg dihrp :
prospek/target.

Thp. Detail
Preliminary Exploration
Pemetaan geologi detail serta penyebaran singkap B serta proyeksi
dibwh permuk u/ mdpt model geologi detail dilap B. U/ perenc-anaan
lokasi pemboran. Pemetaan didsrkn atas survai geologi detail,sumur uji.
Detail Exploration
Daerahnya lbh sempit dr prelim dg met pmbrn & geophysical well
logging.
a.d Prelim Eksp.
Thp ini hrs dpt mbrkn inf yg ckp ttg :
struktur geol didrh dimn didptkan end B
shg dpt dipero/ cad yg memp nilai eknms
menaikkan status cad, shg dpt dipersiapkan met exploit yg sebaik2nya
diakhiri dg laporan :
kondisi geol
perkiraan & klasifikasi cad B →msk cad indicated
diputuskan apakah explor detail perlu / tdk
 
a.d. Detail Explor.
Dilkkn pd daerah cad yg dihrp didptkan data lbh lengkap u/ persiapan penamb.
7-an u/ mdptkan cad B dg tgkt ketelitian yg lbh tinggi & didukung dg semua data
yg penting u/ keprluan :
development TA
pabrik pencucian B
kemungkinan pemanfaatan B
Apbl hsl data blm lengkap shg perlu beri gbr-an yg memuaskan, mk u/ mdptkan
struktur tekto-nik dilapangan yg lbh bs dibantu dg met geophy-sic.
 
MET EKSPLORASI

Met Eksplor Geologi


Adl berbgai met yg scr lgsg menghslkan data brp conto bat./pengamatan gejala geol visual.
Survay Geol indrajauh (foto udara)
------“------- permuk/pemetaan geol prmkn ,pengkrn penampang geol tmsk pengamb
conto.
Sumur uji,paritan&pengambilan conto
Pemboran/corelogging (pemetaan geologi bwh permuk)
Hasil yg penting dr met geol adl conto B yg dpt dianalisa dilab shg dpt ditafsirkan dg met
geokimia.

Met Eksplor Geofisika


Adl met pengambilan data yg bersifat pengkrn sifat2 fisika disuatu daerah yg memberikan
gbran gejala2 anomaliyg dpt ditafsirkan mjd gejala geol. Antara lain :
survai seismik
survai geolistrik
survai gravitasi
survai magnetik

Met Eksplor Geokimia


Adl pengambila data kimia dr B berdsr analisa geokimia diconto.pengambilan conto dpt
dilkkn scr khusus /pun dr hasil pengambilan conto sur-vai geologi, paritan/sumur uji
maupun pemborn. Khusus u/ s.geokim jrg dig u/ B. Hasil pd umu-mnya mpk pemprosesan
hasil analisa lab dr con-to B dlm btk peta penyebaran kualitas B, spt : peta iso calori, peta
iso abu,peta iso belerang,dsb
Logging = perekaman data sifat fisik batuan (sub surface) dr bawah permuk
dr dasar s/d permuk scr terus menerus(kontinu).
Kegunaan Logging B : mempercepat/memperkecil biaya pemboran
membantu menentukan : kedalaman & ketebalan B, Litologi bwh permuk
Kualitas B sejak awal, Porositas & temperatur bwh permuk
Memberikan inf struktur.
 
Parameter Logging B (menurut BROOME, 1951) :
Log Caliper ; diameter lubang bor.
Log sinar gamma (gamma ray)
B memp nilai radioaktif yg sgt rendah.
Log rapat massa (density)
Densitas B (1,2 –1,8 gr/cm3)
Log tahanan jenis (resistivity)
B memp resistivity tinggi.
Analisa Hidrolik u/ :
perlakuan air permukaan
penyelidikan rembesan air selama penamb.
Efek air tanah thd stabilitas slope high wall setelah penamb.
Sampling core pengeboran :
Lapisan B yg tebal dibg mjd lbh tipis dr 3 meter.
Parting yg tebal > 10 mm hrs dipisah bila core tdk terganggu.
Seluruh parting hrs disingkirkan bila core terganggu.
Konsentrasi pyrite hrs disingkirkan
Coaly shale dg tebal 10 cm disampel bersama B apbl langit2 / lantai lapisan B terdiri dr coaly
shale.
Analisa u/ B bhn bkr :
HGI
Rasio bhn bkr, indek nyala api (ignitability), indeks pembakaran (combustibility), profil
pembakaran dll.
Elemen tdk terbkr dlm abu, temperatur fusi/cair abu.
Slagging/fouling
Jml NOx, SOx, debu pembakaran yg tjd.
Perilaku unsur jml kecil dlm B
Timbul debu B selama transportasi & penyimpa- nan.
Analisa u/ B bhn baku :
kand abu, sulfur total, bag menguap & pospor
uji kekuatan putar (drum strength test) & uji ke- kuatan jatuh.
Temperatur fusi/cair abu
Rasio kavitas gas
Logging Geofisik
Logging geofisik B u/ mdptkan informasi geologi, kedalaman, ketebalan & kualitas lap
B, dan sifat geomekanik bat. yg menyertai penamb B.
Jenis & prinsip logging geofisik:
Sering dignkan resistansi listrik, kcpt gel elastis & radioaktif
U/ explor B logging densitas plg efektif, kombi-nasi logging densitas & sinar gama u/
menentukan sifat geologi sekitar lap B.
Log Sinar gama
Kuat dr mudstone & lemah dr sandstone. Terutama mudstone laut.
 
Caliper Log
Mengukur diameter lubang bor scr kontinu 3bh lengan yg dpt diekspansi & data
digunkan u/ koreksi data dr log lain.
Peralatan Logging
Terdiri dr peralatan rekam, winch, telescope boom, probe, sonde dll. Biasanya
dipasang pd mobil observasi dan hasil yg diperoleh dr pengukr direka-m dlm chart
dan data digital dlm satu waktu u/ analisa lbh lanjut.
Long spaced density log dignkan u/ evaluasi lap B krn menunjkn densitas yg
mendekati sebenarnya berkat pengaruh yg kecil drdinding lubang.
Short spaced density log mempy resolusi vertikal yg tinggi, mk cocok u/ pengukr
ketebalan lap B.
Analisa Ketebalan Lap B
Met Rasio Densitas
Membg 2 dg perbandingan tertentu, ant bat & nilai densitas, yg mengapit batas,
diatas kurva densitas & menetapkan kedlman titik tsb sbg kedlmn batas.
Met Densitas rata-rata
Mirip dg diatas tapi nilai densitas rata2 dipero/ dr nilai densitasyg dikonversi dr
chart kalibrasi yg dibuatdg memplot count rate sinar gama thd nilai pengukr
densitas. Nilai densitas dr skala bag atas log. Kdlman titik sbg kdlmn
kontak,perbedaan kdlmn ant bts langit2 & lantai sbg ketebalan lap B.
Met Sinar gama
Kekuatan sinar gama B lbh rendah dr bat.
 
Penentuan Kand. Ash
Sinar Gama
Kelemahan : tjd hsl yg keliru disebabkan o/ keberadaan unsur minor dg radiasi
yg relatif tinggi & kesulitan pembacaan bts lap dr lap low count krn variasi
penyebaran statistik yg tinggi pd log
 
Log Densitas
Met ini dpt mempero/ akurasi dg orde + 0,1 gr/cc, dibwh kondisi terkendali,
termsk daerah densitas rendah
Survei Refleksi Seismik
Prinsip : mengukur & menganalisa sifat fisik lap tanah scr
kuantitatif dg gelombang seismik buatan u/ menjelaskan struktur
geologi & u/ mengetahui kondisi deposit deposit SDA, spt
deposit B.

Prinsip Analisa Kecpt


2
Koreksi NMO (Normal Move Out) x
AT     TO 2  To
v
X
V
AT (2TO  T
V mghslkan ∆T yg benar
Refleksi horisontal
V1  V  T1  T

Refleksi masih melengkung kebawah


V2  V  T2  T
Refleksi melengkung ke atas
Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan
dalam 3 (tiga) grup utama yaitu:

• Grup huminite (vitrinite), exinite


(liptinite), dan inertinite.

• Pengelompokkan ini didasarkan pada


bentuk, morfologi, ukuran, relief, struktur
dalam, komposisi kimia, warna pantulan,
intensitas refleksi, dan tingkat
pembatubaraannya.

• Secara umum batubara didominasi oleh


maseral huminite (vitrinite) (>70%)
karena berasal dari jaringan sellulosa

Anda mungkin juga menyukai