Anda di halaman 1dari 47

Kejang Demam

Kasus
• Subyektif
• Tanggal 15 September 2016, An. WA, 15 bulan diantar orangtuanya
ke IGD RSUD Waluyo Jati Kraksaan dengan keluhan utama kejang 1x
disertai demam 15 menit yang lalu.
• Kejang dengan karakteristik kedua mata anak terbuka dan mengarah
ke atas dan kemudian tangan dan kaki tampak kaku dan menjadi
kelojotan sekitar kurang lebih 2 menit
• dan kemudian kejang baru berhenti sendiri tanpa adanya pemberian
obat anti kejang.
• Setelah kejang anak tampak tertidur seperti ketika tidur pada
umumnya.
• Demam pada anak sudah dirasakan sejak beberapa jam yang lalu
sebelum kejang terjadi.
Kasus
• Subyektif
• Batuk dan pilek disangkal.
• Muntah disangkal, mencret disangkal.
• Buang air kecil dan besar dalam batas normal.
• RPD: Pasien pernah menderita kejang yang
disertai demam 1x pada saat usia 8 bulan
dengan karakteristik kejang yang sama dengan
yang sekarang.
• RPK: Kejang pada keluarga pasien disangkal.
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
a) Keadaan Umum : pasien tampak lemah, keadaan
gizi cukup, kesadaran compos mentis GCS 4-5-6.
b) Tanda-tanda vital : Suhu 39,50 C; RR 32 x/ menit; nadi
116 x/menit.
c) BB : 9 kg.
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
d) Keadaan Tubuh
• Kepala : mesosefal (dalam batas normal).
• Kulit : turgor baik, pucat (-), sianosis (-), ikterik
(-).
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor,
reflek pupil (+/+), ikterik (-/-).
• Hidung : sekret (-/-).
• Telinga : discharge (-/-).
• Mulut : kering (-), sianosis (-).
• Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
batas atas jantung :
ICS II linea parasternalis sinistra
batas pinggang jantung:
ICS II midclavicularis sinistra
batas kanan bawah jantung :
ICS IV linea sternalis dextra
batas kiri jantung :
ICS V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler,
bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung, dinding
perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans
muskular (-), hepar & lien tidak teraba
 
Sistema Genitalia : ulkus (-), sekret (-),
tanda-tanda radang (-).
Ekstremitas
Akral dingin - -
Oedem - -
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
• Pemeriksaan Syaraf:
– Pemeriksaan nervus kranialis:
• Tanda rangsang meningen:
– Kaku Kuduk -
– Brudzinky 1 - / -
– Brudzinky 2 - / -

– Nervus 3: Ptosis -/-, Pupil isokor 3mm / 3mm, reflek


cahaya +/+
– Nervus 7:
• Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri = simetris
• Menutup mata sekuatnya= simetris
• membuka kedua mata = simetris
• Posisi diam, sudut mulut = simetris
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
• Pemeriksaan Syaraf:
– Nervus 12:
• Membuka mulut, posisi lidah simetris.
• Menjulurkan lidah, posisi lidah sde (simetris).
– Motorik
• Ekstremitas atas 5 / 5
• Ekstremitas bawah 5 / 5
– Reflek fisiologis
• Reflek bisep sde / sde
• Reflek tricep sde / sde
• Reflek patella sde / sde
• Reflek achilles sde / sde
– Reflek patologis
• Hoffman sde / sde
• Trommer sde / sde
• Babinski sde / sde
• Chaddock sde / sde
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
• Pemeriksaan laboratorium tanggal 15 September
2016
– Hemoglobin :10,3 g/dl WBC : 10.340/mm3
– Hematokrit : 31.1% Plt : 382.000/mm3
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
• Pemeriksaan penunjang lainnya
– Tidak dilakukan pungsi lumbal karena klinis tidak
mengarah ke arah meningitis dan merupakan
tindakan yang invasif.
– Pemeriksaan EEG tidak dilakukan karena pemeriksaan
ini hanya untuk mengevaluasi apakah pasien ada
perubahan dengan pengobatan.
– Tidak ada indikasi untuk pemeriksaan CT-Scan
ataupun MRI pada pasien ini.
• Diagnosis :
– Kejang Demam Sederhana
• Planning diagnosis:
– Pemeriksaan serum elektrolit dan UL, serta
monitor keluhan dan perjalanan penyakit.
• Planning terapi:
– Rawat inap dengan terapi farmakologis sebagi
berikut:
1. 02 nasal 2 lpm.
2. Infus D5 ¼ NS 900 cc / 24 jam.
3. Inj. Paracetamol 3 x 90 mg (9 cc).
4. Inj. Diazepam 3 mg (0.6 cc), bila kejang lagi.
• Planning edukasi:
– KIE mengenai penyakit dan cara penanganannya.
Kejang Demam
Definisi:

Suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu


tubuh (suhu diatas 380 C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) TANPA adanya infeksi susunan saraf pusat,
gangguan elektrolit atau metabolik lain.

Kejang disertai demam pada bayi berusia < 1 bulan tidak


termasuk dalam kejang demam, melainkan termasuk
dalam kejang neonatus.

Kejang demam umumnya terjadi pada anak berumur 6


bulan - 5 tahun.
Kejang Demam
Definisi:

Bila ada riwayat kejang tanpa demam


sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.

Bila anak berumur < 6 bulan atau > 5 tahun


mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
Kejang Demam

Perbedaan kejang demam dengan kejang disertai demam


Kejang Demam
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab
kejang demam, yaitu:

(1) imaturitas otak dan termoregulator,

(2) demam, dimana kebutuhan oksigen


meningkat, dan

(3) predisposisi genetic, >7 lokus kromosom


(poligenik, autosomal dominan).
Klasifikasi Kejang Demam
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile
seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15


menit, dan umumnya berlangsung < 5 menit dan
akan berhenti sendiri.

Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,


tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jam.
Klasifikasi Kejang Demam
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

- Kejang lama: Kejang lama adalah kejang yang berlangsung > 15 menit
atau kejang berulang > 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.

- Kejang berulang : kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2


bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara
anak yang mengalami kejang demam.
Kejang Demam

Perbedaan kejang sederhana dan kompleks


Patofisiologi Kejang Demam

- Kejang merupakan manifestasi klinik akibat


terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan
di sel neuron otak karena

• gangguan fungsi pada neuron tersebut baik


berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.
Patofisiologi Kejang Demam
- Secara umum, terdapat beberapa teori mengenai mekanisme
terjadinya kejang:

1. Kegagalan pompa Na-K yang dikarenakan adanya gangguan


pembentukan ATP misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan
hipoglikemia.

2. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia


dan hipomagnesemia.

3. Perubahan relatif pada neurotransmiter yang bersifat eksitasi


dibandingkan dengan neurotransmiter yang bersifat inhibisi dapat
menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidak-
seimbangan antara GABA dan glutamat akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi Kejang Demam
- Patofisiologi kejang demam belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi
kimia tubuh.

- Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan


akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia.

- Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel


dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.
Patofisiologi Kejang Demam
• Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda.

• Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,


kejang telah terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

• Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa


terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang lebih rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang.
Patofisiologi Kejang Demam
Yang berlangsung lama dan

Serangan Kejang sering.

Kelainan ●
Kerusakan pada lobus
Anatomis temporalis.

Kerusakan sudah Serangan epilepsi yang


Matang spontan.
Faktor Resiko Kejang Demam
• Terdapat 7 faktor yang berperan dalam etiologi
kejang demam, yaitu:
– demam,
– usia,
– riwayat keluarga,
– faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi
pada ibu, hamil primiimultipara, pemakaian bahan toksik),
– faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama, cara lahir),
– faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala),
– dan jenis kelamin.
Diagnosis Kejang Demam
• Anamnesis

– Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu


sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, pasca
kejang, penyebab kejang di luar SSP (ISPA/ISK/OMA, dll).
– Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
– Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga,
epilepsi dalam keluarga (kakak-adik, orangtua).
– Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain (misalnya
diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak
yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia).
Diagnosis Kejang Demam
• Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

– Kesadaran (apakah terdapat penurunan kesadaran),


– suhu tubuh (apakah terdapat demam),
– tanda rangsang meningeal,
– tanda peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol, papil
edema), dan tanda infeksi di luar SSP.
– Pada umumnya tidak dijumpai adanya kelainan neurologis,
termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.
Diagnosis Kejang Demam
• Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Laboratorium)

– Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada


kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam.

– Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah


perifer, elektrolit dan gula darah.
Diagnosis Kejang Demam
• Pemeriksaan Penunjang (Pungsi Lumbal)

– Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.

– Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada:
• Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
• Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
• Bayi > 18 bulan tidak rutin.

– Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Diagnosis Kejang Demam
• Pemeriksaan Penunjang (Elektroensefalografi)

– Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi


berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.

– Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang


demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Diagnosis Kejang Demam
• Pemeriksaan Penunjang (Pencitraan)

• Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed


tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance
imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:
– 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis).
– 2. Paresis nervus VI.
– 3. Papil edema.
– 4. Kesadaran menurun.
– 5. Muntah berulang.
– 6. UUB membonjol.
Tatalaksana Kejang Demam
• Tatalaksana penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:

– Di rumah / prehospital
• Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orang tua
dengan pemberian diazepam per rectal dengan dosis 0.5 – 0.75
mg/kg

• atau secara sederhana bila berat badan < 12 kg : 5 mg


sedangkan berat badan > 12 kg : 10 mg.

• Pemberian di rumah maksimum 2 kali dengan interval 5


menit. Bila kejang masih berlangsung bawalah pasien ke klinik
atau rumah sakit terdekat.
Tatalaksana Kejang Demam
• Tatalaksana penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:
– Di rumah sakit
• Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan
intravena dapat diberikan per rectal ulangan 1 kali sambil
mencari akses vena.

• Sambil dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah


tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.

• Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin IV dengan


dosis 20 mg/kg dilarutkan dalam NaCl 0.9% (10 mg / 1 cc)
diberikan perlahan lahan dengan kecepatan pemberian 50
mg/menit. Pengenceran dengan dextrose akan mengakibatkan
penggumpalan.
Tatalaksana Kejang Demam
• Tatalaksana penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:
– Di rumah sakit
• Bila kejang belum teratasi, dapat diberikan tambahan fenitoin
IV 10 mg/kg. Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin
IV dengan rumatan 5-7 mg/kg.

• Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital IV dengan


dosis maksimum 15 – 20 mg/kg dengan kecepatan pemberian
100 mg/menit.

• Awasi dan atasi kelainan metabolic yang ada. Bila kejang


berhenti, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV rumatan
4-5 mg/kg.
Tatalaksana Kejang Demam
• Tatalaksana penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:

– Perawatan intensif – rumah sakit


• Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan
di ruang intensif. Dapat diberikan salah satu di bawah ini:

• Midazolam 0.2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti


infuse midazolam 0.01-0.02 mg/kg/menit selama 12-24 jam.

• Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5


mg/kg/jam dan diturunkan setelah 12-24 jam.
Tatalaksana Kejang Demam
• Tatalaksana penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:

– Efek samping yang perlu diperhatikan:


• Fenitoin: aritmia, hipotensi, kolaps kardiovaskuler pada
pemberian IV yang terlalu cepat.

• Fenobarbital: hipotensi dan depresi napas, terutama jika


diberikan setelah obat golongan benzodiazepin.
Tatalaksana Kejang Demam
• Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada
saat demam berupa:

– Antipiretik (Paracetamol atau ibuprofen)


– Antikejang (Diazepam)
Tatalaksana Kejang Demam
• Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada
saat demam berupa:
– Jangka panjang (rumatan):
• Kejang lama > 15 menit.
• Kelainan neurologi yang nyata sebelum / sesudah kejang:
hemiparesis, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.
• Kejang fokal.

- Dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam >= 4 kali per tahun.
Tatalaksana Kejang Demam
• Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada
saat demam berupa:
– Jangka panjang (rumatan):
• Fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau
asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis).

• Pemberian obat ini efektif dalam menurunkan risiko


berulangnya kejang. Pengobatan diberikan selama 1 tahun
bebas kejang, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam.
Tatalaksana Kejang Demam
• Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada
saat demam berupa:
– Jangka panjang (rumatan):

• Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan


gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

• Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari


2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati.
Prognosis Kejang Demam

• Prognosis kejang demam baik, angka kematian hanya 0,64-0,75%.

• Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,


• 2-7% berkembang menjadi epilepsi,
• 4% mengalami gangguan motorik, gangguan tingkah laku dan
penurunan tingkat intelegensi secara bermakna.
Edukasi pada orang tua

• Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua.


Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa
anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi
dengan cara diantaranya:

1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai


prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Vaksinasi
• Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk
melakukan vaksinasi pada anak dengan
riwayat kejang demam.

• Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat


jarang.

Anda mungkin juga menyukai