Anda di halaman 1dari 26

DERMATITIS KONTAK

NINA OKTAVIA
21601101012
DERMATITIS KONTAK
 Dermatitis kontak ialah respon inflamasi akut
ataupun kronis yang disebabkan oleh bahan
atau substansi yang menempel pada kulit.
Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergi, keduanya dapat bersifat akut
maupun kronis.
1. DERMATITIS KONTAK IRITAN
1. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah suatu
dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan.
2. ETIOLOGI
 Bahan bersifat iritan: pelarut, detergen,
minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk
kayu.
 Individu: perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas, usia, ras, jenis kelamin,
penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami misalnya dermatitis atopik
3. PATOFISIOLOGI
Merusak
Bahan lapisan
iritan tanduk

mengubah
daya ikat air
Denatura
kulit si keratin

Menembus Merusak
membran sel,
(merusak lisosom, membran lipid
mitokondria) keratinosit

Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase
+ asam arakidonat +
diasilgliserida, platelet
activating factor, inositida
AA diubah
menjadi PG dan
leukotrien
Bertindak sebagai
Menginduksi
kemoatraktan kuat untuk
vasodilatasi dan
limfosit, neutrofil, aktifasi
permeabilitas vaskuler sel mast (histamin)
4. KLASIFIKASI
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Tidak memakai sarung tangan, sepatu bot, atau apron
bila diperlukan, atau kurang berhati-hati saat menangani
iritan.
2. Dermatitits Kontak Iritan Kronis
Disebabkan kontak kulit berulang dengan iritan lemah.
Lama waktu sejak pajanan pertama terhadap iritan dan
timbulnya dermatitis bervariasi antara 16 mingguan
hingga tahunan, tergantung sifat iritan, frekuensi
kontak, dan kerentanan pejamu.
5. MANIFESTASI KLINIS
 Rasa terbakar, tersengat, nyeri
 DKI Akut: kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
kelainan yang terlihat berupa eritema, edema, bula, dan
dapat ditemukan nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas
tegas, dan pada umumnya asimetris. Biasanya terjadi
karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul.
 DKI Kronis: Kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
kulit menjadi tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus.
Jika terus menerus timbul fisur
6. Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi

7. Penegakan Diagnosis
Anamnesis dermatologis seperti onset dan
durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga,
pekerjaan dan hobi, kosmetik yang digunakan,
serta terapi yang sedang dijalani.
7. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan
dermatologis yang baik adalah:
a. Lokasi dan atau distribusi dari kelainan yang ada
b.Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi
lesi (eritema, urtikaria, likenifikasi, perubahan pigmen
kulit)
c. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder
d. Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch
test.
8. TATALAKSANA
1. Farmakoterapi
a. Topikal (2 kali sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid: Desonid krim 0,05%
• Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis
likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim
0,1%.
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama
maksimal 2 minggu, atau
• Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2
minggu.

2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari


bahan- bahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat
kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH
netral dan mengandung pelembab, serta memakai alat
pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat
bekerja.
9. PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya bonam, pada kasus
DKI akut dan bisa menghindari kontak
prognosisnya adalah bonam. Pada kasus kronis
dan tidak dapat menghindari kontak
prognosisnya dubia.

10. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder
2. DERMATITIS KONTAK ALERGI
1. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis
kontak yang terjadi karena adanya proses
alergi, yang hanya mengenai orang yang
keadaan kulitnya sangat peka
(Hipersensitivitas)
2. ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
1. Fase Sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit
sampai limfosit mengenal dan memberi respon, fase ini
rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu

Hapten masuk Antigen ini di Memicu reaksi


kedalam kulit dan tangkap dan limfosit T yang
berikatan dengan diproses lebih belum tersensitisasi
protein karier dahulu oleh di kulit sehingga
membentuk magrofag dan sel sensitisasi terjadi
antigen lengkap langerhans pada limfosit T
Melalui saluran limfe, Sel-sel tersebut masuk
Membentuk sel limfosit tersebut ke sirkulasi, sebagian
bermigrasi ke darah kembali ke kulit dan
T efektor yang sistem limfoid,
parakortikal kelenjar
tersensitisasi getah bening
tersebar di seluruh
tubuh, menyebabkan
secara spesifik regional untuk keadaan sensitisasi
dan sel memori berdiferensiasi dan yang sama di seluruh
berproliferasi kulit
2. Fase Elisitasi
Terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama
sampai timbul gejala klinis

Mengeluarkan
Terjadi kontak limfosin yang
Sel efektor mampu menarik
ulang dengan
yang telah berbagai sel
hapten yang radang sehingga
tersensitisasi
sama terjadi gejala
klinis
5. MANIFESTASI KLINIS
 Akut: gatal, bercak eritema berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
 Kronis: gatal, kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas.
6. Diagnosis Banding
Dermatitis kontak iritan

7. Penegakan Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab
dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema,
edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis
yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada
tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya.
8. TATALAKSANA
1. Farmakoterapi
a. Topikal (2 kali sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid: Desonid krim 0,05%
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi
dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason
furoat krim 0,1%).
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama
maksimal 2 minggu, atau
• Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari


bahan- bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat
kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH
netral dan mengandung pelembab serta memakai alat
pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat
bekerja.
9. PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya bonam quo ad
sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit
menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).

10. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder

Anda mungkin juga menyukai