Anda di halaman 1dari 44

PERKEMBANGAN

ARSITEKTUR DI INDONESIA
SETELAH KEMERDEKAAN

SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA,


Program Studi Arsitektur

Dosen : PIZZA AGRADIANA, ST. M.ARS


 Perkembangan arsitektur setelah
dipengaruhi perkembangan Politik,
Ekonomi, Budaya di Indonesia. Ada
dua masa penting dalam keseluruhan
perkembangan arsitektur di Indonesia,
 Masa Presiden Soekarno (Orde Lama) :
dorongan politik memiliki pengaruh
yang besar lewat pencarian jati diri
kebangsaan dan proyek ‘mercu suar’.
 Masa Presiden Soeharto (Orde Baru) :
penggeraknya adalah pembangunan
dan ekonomi.
Jati Diri Kebangsaan Indonesia pada
masa Awal Kemerdekaan
 Antara tahun 1949 sampai 1960, Beberapa bangunan masih memakai
gaya arsitektur modern Hindia Belanda, dengan ”meng Indonesiakan”
nilai-nilai keindahan bangunan sebagai identitas baru Indonesia
Merdeka (mirip dengan gaya arsitektur Indisch modern). Atap menjadi
bagian yang ditonjolkan (Gedung Bank Indonesia di Jl. Thamrin oleh
Silaban dan Gedung Bank Pembangunan Industri di Jl. Cikini Raya),
beberapa bangunan memperlihatkan pertimbangan tropis dengan
menggunakan ”penahan sinar matahari” seperti Gedung Departemen
Pertanian di Menteng (mirip Gedung BAPENAS karya Ghisjels dan
Von Essen).
 Kiprah beberapa arsitek hasil didikan Belanda atau staff arsitek-arsitek
ternama sebelumnya. Salah satunya adalah Pembangunan kota satelit
Kebayoran Baru oleh Susilo (pernah bekerja dengan Thomas
Karsten).
 Adopsi arsitektur modern pasca perang dunia kedua : Gedung PT.
Pembangunan Perumahan (PP), Flat Departemen Luar Negeri dan
Flat POLRI di Kebayoran Baru. Muncul gaya rumah dengan istilah
”arsitektur Jengki” (dari kata ”Yan Kee” atau bentuk yang ”tanggung”)
di Kebayoran baru dan Bandung.
Jati Diri Kebangsaan Indonesia pada masa
Awal Kemerdekaan
 Presiden Soekarno memberikan sumbangan besar. Pemikiran
beliau tentang arsitektur yang dapat menjadi jati diri kebangsaan
Indonesia, melebihi semua karya arsitektur yang ada di negara lain
dan mengatasi semua arsitektur tradisional Indonesia muncul
lewat pendekatan arsitektur modern.
 seperti Toko Serba Ada Sarinah, Hotel Indonesia (dan seri Hotel
lain yang dibangun dari dana pampasan perang dari Jepang, yaitu
Ambarukmo Hotel di Yogyakarta, Bali Beach Hotel di Sanur Bali
dan Samudra Beach Hotel di Pelabuhan Ratu Jawa Barat), Wisma
Nusantara dan Pilihan kepada karya-karya arsitek Silaban. Salah
satu karya monumental wujud dari rasa kebangsaan adalah
Monumen Nasional di Lapangan Merdeka (bekas Koningsplein) dan
Mesjid Istiqlal.
 Soekarno memiliki otoritas yang besar dalam pembangunan
gedung-gedung utama. Kontribusi positif pada perkembangan
arsitektur dengan menyelenggarakan berbagai sayembara disain
untuk gedungng-gedung publik atau monumentral (MONAS, Gedung
MPR – DPR, Gedung Veteran ”Graha Purna Yudha”, Jembatan
Semanggi, Mesjid Istiqlal, dsb.).
 Namun demikian Soekarno yang selalu memperhatikan dan
menghargai sejarah, justru merekomendasi pembongkaran Gedung
Proklamasi di Jalam Pegangsaan Timur, digantikan dengan Gedung
Pola karya Silaban.
Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang
 pendekatan ‘Orde baru’ adalah orientasi yang kuat pada
‘pembangunan’. dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi,
stabilitas keamanan dan pembangunan infra struktur.
 Program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)
pelaksanaannya disebUt sebagai PELITA. Tahap pertama Pelita
adalah mulai tahun 1967 s/d 1972 disebut sebagai PELTIA I,
selanjutnya adalah PELITA II (1973 – 1977), PELITA III (1977 –
1972) dan seterusnya dalam program pembangunan jangka
panjang 25 tahun pertama.
 Pada tahap periode tahun 1973 – 1983 dasar-dasar
pembangunan di Indonesia mulai tampak hasilnya. Meskipun
pada sisi yang lain pada era ‘Orde Baru’ banyak menadapatkan
kritikan karena lewat pendekatan stabilitas keamanan,
pengaruh Militer yang kuat, menjadikan sangat represif
terhadap upaya kritik dan gerakan-gerakan kontra terhadap
kebijakan pemerintah.
 Perekembangan pembangunan yang pesat di Indonesia
mengangkat Indonesia dengan sebutan salah satu ‘Macan Asia’
pada tahun 1980 an akhir.
 Perkembangan ekonomi mencapai puncaknya tahun 1980 awal,
hingga pembangunan oleh swasta sangat pesat sampai tahun
1997 ketika Orde Reformasi digulirkan dengan ditandai
kerusuhan masal di Jakarta.
Identitas Kedaerahan
 Semangat lain ‘Identitas’ baik nasional
maupun daerah. Ibu Tien Soeharto pada
tahun 1975 mempelopori dengan melakukan
koleksi kasanah arsitektur tradisional lewat
proyek Taman Mini Indonesia Indah yang
berisi bangunan tardisional yang mewakili 26
Propinsi di Indonesia (pada waktu itu).
 Pada tingkat ‘daerah’ semangat identitas
yang diwujudkan dalam ungkapan arsitektur
muncul lewat upaya-upaya mengangkat
bentuk-bentuk arsitektur tradisional daerah
pada bangunan-bangunan pemerintah.
 ”Arsitektur Topi” : Atap arsitektur tradisional
menjadi ekspresi utama bangunan-bangunan
pemerintahan di daerah.
Perencanaan Tata Ruang Perkotaan
 Kebijakkan tata ruang kota Jakarta pada Era kepemimpinan Presiden Soekarno
menunjukkan arah pada pembentukan pola kota yang modern. Menetapkan
aksesibilitas sebagai orientasi pembangunan dan pengembangan fungsi-fungsi
tertentu. Jalur jalan raya Jl. MT. Haryono – Jl. Gatot Subroto – Jl. S. Parman
bersilang dengan Jalur Jl. MH. Thamrin – Jl. Sudirman (ditengarai dengan jalan
silang yang monumental Jembatan Semanggi), serta jalur utara-selatan lewat
patung dan Air Mancur ‘Selamat datang’ di ‘Bundaran Hotel Indonesia’. Jalur
jalan ini juga mendorong di pusatkannya pembangunan dengan skala yang besar
seperti bangunan tinggi untuk perkantoran maupun apartemen. Hotel Indonesia
dan Wisma Nusantara dapat dianggap sebagai awal dari munculnya bangunan tingi
di Indonesia.

 Jaman “orde Baru’ perencanaan kota banyak mencontoh pola-pola di negara maju
(pola zoning secara fungsional). Lokasi-lokasi strategis, kota seperti ‘Segi tiga
Emas Jakarta, menjadi Pusat bisnis dan komersial. Banyak penggusuran dan
penghapusan kampung kota, dan di atasnya dibangun gedung perkantoran, hotel,
apartemen, pusat perbelanjaan atau ‘super blok’.
GENERASI ARSITEK DI
INDONESIA
Pendidikan Arsitektur di Indonesia
 Pendidikan Arsitektur di Indonesia dimulai ketika menasionalisasikan
pendidikan tinggi teknik Hindia Belanda di Bandung. Pada awalnya sekolah
ini merupakan bagian dari Universitas Indonesia, setelah tahun 1957
dijadikan Institut Teknologi Bandung.
 Program menggantikan para pengajar Belanda dengan pengajar Indonesia,
dengan menyekolahkan ke luar negri beberapa mahasiswa berbakat.
Misalnya Soejoedi, Soewondo B. Soetedjo dsb. Kepulangan mereka pada
tahun 1960 an banyak memberikan warna arsitektur yang berbeda akibat
pengaruh pendidikan di luar negri (Eropa). Gaya pendidikan Van Romond
yang mengarah pada penggalian kasanah arsitektur Nusantara bergeser
pada pandangan baru pengajar Indonesia yang baru pulang dari luar negri.
 Pada tahun 1966, ketika Orde Baru mulai muncul dibawah pimpinan
Presiden Soeharto, lebih banyak lagi berdatangan mahasiswa-mahasiswa
Indonesia yang belajar ke luar negri. Sehingga dalam perkembangan
arsitektur, pengaruh Barat sangat mendominasi perkembangan arsitektur
di Indonesia. Namun demikian penterjemahan ke dalam bangunan-
bangunan di Indonesia sepertinya tidak sepenuhnya mengikuti idealisme
yang ada di Barat.
 Sekitar tahun 1963 sampai tahun 1970 an, muncul sekolah-sekolah
pendidikan arsitektur. Sekolah tersebut seperti UGM, UNDIP, UNPAR dan
sebagainya dimana banyak lulusan ITB berperan dalam pengembangan
Jurusan Arsitektyr di Pendidikan tinggi tersebut.
Generasi Arsitek di Indonesia

 Ada 2 generasi arsitek yang memberikan pengaruh sangat besar


dalam perkembangan awal arsitektur modern di Indonesia.
Generasi pertama : arsitek-arsitek hasil didikan Hindia Belanda
Modern dan menjadi murid / magang pada arsitek-arsitek besar
pada jaman itu (Silaban, Soehartono, Hasan Poerbo dan Alie
Noekman). Generasi kedua : hasil pendidikan FT Universitas di
Indonesia (kelanjutan dari THS). Para arsitek ini banyak yang
mengecap pendidikan lanjut ke Luar negeri terutama Eropa
(antara lain adalah : Soejoedi, Achmad Noe’man, Soewondo B.
Soetedjo, Han Awal dan Danisworo). Kiprah awalnya antara tahun
1960 - 1967.
 Generasi ketiga hasil dari pendidikan sekolah-sekolah arsitektur di
Indonesia pasca ITB, (Adhie Mursid, Robby Sularto, Noerponco,
Utomo Brodjonagoro, Darmawan Prawirohardjo, Hoemar
Cokrodiatmo dan sebagianya). Munculnya banyak biro arsitek
swasta (Gubah Laras, Encona Engineering, Atelier 6, PRW Arsitek,
Team 4). Kiprah awalnya pada permulaan tahun 1970an.
 Generasi keempat dst. hasil pendidikan di sekolah-sekolah
arsitektur yang muncul pada sekitar tahun 1963 sampai tahun 1970
an ( UGM, UNDIP, UNPAR dsb) banyak lulusan ITB berperan.
Kiprahnya antara tahun 1970 an akhir dan tahun 1980an,
diuntungkan karena kebutuhan akan jasa arsitektur untuk
pembangunan gedung dan kawasan sedang ‘booming’.
Masuknya Arsitek Asing

 Dibangunnya ISTORA Senayan fasilitas untuk Asian


Games ke IV tahun 1962 oleh arsitek dari Rusia,
dibangun 1958
 Gedung Wisma Nusantara oleh arsitek Jepang
dibangun 1963 - 1970
 Hotel Indonesia dirancang oleh arsitek dari Denmark,
dibangun 1960 - 1962
 Perancangan Bandara Soekarno – Hatta Cengkareng
oleh arsitek dari Prancis, dibangun tahun 1980 an
 Arsitek Paul Rudolph dari Amerika Serikat dengan
seri Gedung Wisma Dharmala di Jakarta dan Surabaya
 Tahun 1980 an terjadi booming bangunan tinggi,
semakin banyak gedung di Jakarta yang dibangun oleh
arsitek asing. Arsitek lokal cenderung sekedar
menjadi local Partners. Bahkan ada beberapa nama
terkenal yang membuat konsultan sendiri di Indonesia
(PAI, PTI, DCM).
Bandara Soekarno Hatta,
1980an
oleh konsultan Aeroport du Paris,
dan arsitek Paul Andreu
dari Perancis
Niaga Tower, Jakarta
oleh Koh Pederson & Fox (KPF)
PERKEMBANGAN
LANGGAM DAN
GAYA ARSITEKTUR
Arsitektur Modern dan Pencarian Jati Diri
yang Nasionalis
 Soekarno dengan semangan nasionalisnya mencoba mencari pendekatan
baru dalam gubah karya arsitektur yang dapat mengatasi keberagaman di
indonesia dan menjawab arah nasionalis dan modernitas Indonesia (Lihat
Kusno, 2000). Pilihan pada gaya arsitektur modern : Monumen Nasional
lokalitas ‘Lingga dan Yoni’ dalam gubahan yang ‘dimodernkan’. Pengaruh
kepribadian Soekarno pada karya arsitektur di Indonesia : membentuk
Jakarta sebagai kota modern setara dengan kota-kota besar di dunia, dan
intervensinya lewat sayembara bangunan-bangunan monumental dan
‘mercu suar’ serta pada proyek-proyek yang penting lainnya.
 Perkembangan arsitektur paruh 1970 an dipengaruh langgam arsitektur
Modern dan International Style (era tahun 1960 an). Masa sulit Orde Lama
dan belum stabilnya kondisi politik/ekonomi pada awal Orde Baru belum
memberikan kesempatan kepada arsitek generasi tahun 1960 an untuk
berkarya. Periode tahun 1973 sampai dengan 1980 memunculkan gaya
arsitektur Modern dan Internationaslism. Antara lain Gedung KEDUBES
Prancis di Jl. Yhamrin Jakarta, (karya pertama bangunan dengan beton
ekspose/brutalisme di Jakarta), bangunan-bangunan pemerintahan
(Departemen Koperasi, Departemen Perindustrian), gedung perkantoran
sepanjang Jl. Thamrin Sudirman. Cirinyal adalah pada material façade
bangunan yang belum didominasi kaca tetapi berupa gubahan Horisontal
dan vertikal lewat permainan antara jendela kaca dan dinding, atau
pemanfaatan ”sun louvre” atau perisai matahari.
Perpanjangan Arsitektur Modern dan
International Style
 Soejoedi banyak melakukan upaya penting
dalam pengolahan bangunan tinggi. Pertama
melepaskan diri dari bentuk ‘kotak’ lewat
paduan gubahan bentuk yang lebih dinamis
(Misalnya dengan pergeseran, membuat
bidang miring/melengkung). Kedua pemakain
bahan finishing bidang-bidang massif dengan
pemakaian keramik, cara ini ditreapkan oleh
banyak gedung pemerintahan yang lain (lihat
pada Gedung Sekretariat ASEAN dan
Manggala Wanabakti). Ketiga upaya
memanfaat kasanah lokal yang diolah lebih
modern baik secara konsep maupun gubahan
bentuk, hal ini seperti terlihat pada Konsep
‘teras persawahan’ pada Gedung ASEAN,
serta Konsep ‘Meru’ pada Gedung KBRI di
Kuala Lumpur, konsep tropis lewat
pembuatan tritisan lebar (baik atap miring
maupun olahan bidang horizontal) dan
arcade/teras lebar pada bagian lantai dasar.
Sentuhan Post Modernism
 Arsitektur Post Modernism berkembang tahun 1973 – 1980 an di
luar negeri. tetapi di Indonesia masih berkembang Arsitektur
Modern dan International Style. Kritik : arsitektur modern tidak
mewakili identitas Indonesia.
 Tahun 1980 an banyak diskusi mengenai pencarian jati diri
arsitektur Indonesia yang dipelopori oleh IAI.
 Post Modern di Indonesia lebih sebagai ungkapan citra komoditas
kalangan tertentu (kekuatan ekonomi, kekayaan, kemegahan dsb).
Sehingga nilai historisnya tidak mengambil dari keadaan Indonesia
tetapi sekedar melanjutkan gaya-gaya sebelumnya.
 Pertengahan 1990 an, perkembangan langgam arsitektur sangat.
Persaingan arsitek (arsitek asing dibawa pengembang swasta),
tumbuhnya real estate dan apartemen berskala besar dan
pembangunan pusat perbelanjaan (dengan istilah : Plaza, Mall,
town square, sampai dengan WTC dan pusat perdagangan).
 Arsitektur Postmodern era 1990 an tidak mengangkat kasanah lokal
tetapi mencomot arsitektur postmodern dari luar negeri.
Penggalian Kasanah Ragam Bentuk Arsitektur
Nusantara
 Beberapa arsitek mempelopori penggunaan kasanah arsitektur
tradisional sebagai sumber inspirasi yang kaya. Mangunwijaya
(Gereja Katolik Plumpang, Peziarahan Sendang Sono, Bentara
Budaya Jakarta), Adhi Moersid (Mesjid Said Naum), Soejoedi
(KEDUBES RI Kuala Lumpur) dan Roby Sularto (lewat studi
arsitektur Bali). Pada tahun 1980an beberapa arsitek asing juga
memanfaatkan kasanah lokal Indonesia ( Paul Rudolph
:Dharmala, Bandara Soekarno-Hatta).
 Tahun 1970, Ibu Tien Soeharto menggagas pembangunan Taman
Mini Indonesia Indah (diresmikan tahun 1973), identitas lokal /
kedaerahan muncul dalam ungkapan berbagai bangunan
pemerintahan. Tahun 1980 an banyak kritik dilontarkan muncul
istilah ‘arsitektur topi’. Atap dianggap unsur utama yang
penting, ‘jiwa’ dan nilai-nilai yang lain dalam arsitektur
tradisional diabaikan. Bangunan arsitektur modern namun
atapnya arsitektur tradisional.
 1980 istilah regionalisme dan vernakularisme masuk ke Indonesia
(arsitektur post modern dan perkembangan kepariwistaan).
Penerapan arsitektur tradisional lebih bervariasi. Misalnya
Gedung rektorat ISI di Yogyakarta (arsitek Wondoamiseno),
Kampus UI (arsitek Gunawan Cahyono) seri Hotel Novotel di
Malang dan Medan (arsitek DCMBiara Trapis di Gedono Salatiga
oleh Mangunwijaya. Di Bali banyak arsitek asing yang mengali
kasanah arsitektur tradisional Bali, berkembang menjadi gaya
arsitektur tersendiri yang khas).
ARSITEK
INDONESIA DAN
KARYANYA
Arsitek Berpengaruh
 Generasi pertama, tahun 1950 an :
Sudarsono, Suslilo, Silaban, Hasan
Poerbo
 Generasi kedua tahun 1960 an :
Soejoedi, Han Awal, Soewondo B.
Soetedjo, Johan Silas, Murjoko
 Generasi ketiga tahun 1970 an :
Gunawan Cahyono, Danisworo, Adhi
Moersid, Yuswadi Saliya, Darmawan
Prawirohardjo, Mangunwijaya, Tan
Ceng Ay dsb. Sedangkan yang
berkiprah lewat bendera konsultan
sebut saja : PRW Architec, Encona,
Tetra Hedra, Perencana Jaya,
Arkonin, Team Empat dan
Gubahlaras. Hingga DCM, Airmas
Asri, PAI, PTI, Megacipta
 gebrakan dari kelompok arsitek
yang muncul pada tahun 1991
dengan nama Arsitek Muda
Indonesia (AMI) : Yori Antar, Sonny
Sutanto, Andra Matin, Sarjono Sani,
Irianto PH dsb.
 Arsitek dari kota-kota lain : Baskoro
Tedjo, Tan Lik Lam (Bandung) ;
Wondoamiseno, Eko Parwoto
(Yogyakarta)
Karya – Karya Arsitektur
Utama
Karya arsitektur antara tahun 1945 – 1960
 Kota Satelit Kebayoran Baru, karya Susilo (pernah
bekerja pada Thomas karsten), 1948 - 1960
 Gedung Departemen Pertanian – 1950
 Gedung Direktorat Penyelidikan Bangunan, Bandung
- 1953
 Gedung Bank Pembangunan Industri (BAPINDO) –
1958
 Gedung PT. Pembangunan Perumahan (PP) – 1959
 Kompleks Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, oleh
arsitek Rusia, tahun 1958
 Gedung Bank Indonesia di Jakarta, karya Silaban
1960
 Mesjid Istiqlal, karya Silaban, 1955 (pembangunan
mulai 1965)
Karya arsitektur antara tahun 1960 – 1965
 Monumen Nasional, karya Soedarsono, 1962 - 1966
 Gedung CONEFO (Gedung MPR dan DPR sekarang) Arsitek
Soejoedi, 1960 - 1965
 Seri bangunan Hotel di Jakarta, Sanur, Yogyakarta dan
Pelabuhan Ratu, oleh arsitek Orensen dari Denmark,
1960 - 1963
 Taman makam Pahlawan Kalibata Jakarta, karya Silaban,
1962
 Gedung Pola di Monumen Proklamasi, karya Silaban,
1963
 Gedung Wisma Nusantara, oleh arsitek Jepang, 1963 -
1970
 TOSERBA Sarinah di Jl. Thamrin Jakarta, karya Soekarno
1963 - 1965
Disekitar Bundaran HI
Gallery Jakarta
Gallery Jakarta
Arsitektur Jengki

 Memakai bentuk perlawanan dan kebebasan


terhadap kubisme dan geometrik dari arsitektur
Barat atau modern. Diduga hendak menjiwai
rasa kemerdekaan terhadap penjajahan
Barat/Belanda. Hasilnya adalah gaya bebas yang
didominasi oleh garis miring untuk tiang,
dinding, dan bentuk-bentuk bebas lainnya
seperti lengkung dan kubah yang dihindari oleh
arsitektur modern.
 Dinding dihias beragam motif hasil buatan,
bukan alami : kerawang (rooster), batu alam
bentuk teratur (non-alami). Upaya ini
memberikan suasana ria dan riang guna melawan
bentuk serius yang membosankan dan terkendali
dari arsitektur modern.
 Penutup sosoran (kanopi) teras depan, dari
beton bergelombang atau meliuk disangga tiang
yang miring. Bentuk ini hendak kontras terhadap
dan melawan garis lurus datar yang biasa
dipakai. Jendela juga diberi bingkai muncul yang
miring karena lebih lebar di atas.
Disekitar MONAS
Karya arsitektur antara tahun 1966 - 1980
 Gedung Kedutaan Besar Perancis, karya Soejoedi, 1978
 Gedung Sekretariat ASEAN, karya Soejoedi, 1983
 Gedung Manggala Wanabhakti, karya Soejoedi, 1984
 Gedung Universitas Atmajaya, karya Han Awal, 1975
 Gedung Depatemen Koperasi, karya Soewondo BS
(Tetrahedra), 1976
 Gedung Executive Club Hilton, oleh arsitek Dharmawan
P. & Yuswadi Saliya, 1975
 Mesjid Salman di ITM Bandung (Mesjid ber atap datar),
karya Achmad Noekman, 1970
 Mesjid Said Naum di Kebon Kacang Jakarta, karya Ardhi
Moersid, 1975
 Wisma Dharmala, karya Phaul Rudolph, 1983
 Gedung LIPI, karya Yuswadi Saliya,1980
 Gedung rektorat Universitas Indonesia Depok, karya
Gunawan Cahyono dan Budi Sukada, 1986
 Kompleks TMII, 1973
 Bandara Soekarno – Hatta Cengkareng, aresitek Prancis,
1980
Kedubes Indonesia di Kuala Lumpur, 1980
Kedutaan Besar perancis di Jakarta, 1970
Gedung Atmajaya Jakarta, 1970
Gedung LPPM Jakarta, 1970
Mesjid Istiqlal, Jakarta, 1966
Mesjid Salman ITB, bandung, 1970
Manggala Wanabakti, Jakarta, 1984
Widjojo Centre, Jakarta, 1980
Apartemen, 1980
Regionalisme Arsitektur
dan Identitas Indonesia
Regionalisme Arsitektur
dan Identitas Indonesia
Gallery Arsitektur
Karya Ir. Soekarno
 Gedung Pola, Jakarta
 Rumah di Bandung
 Mesjid di Bengkulu
 TOSERBA Sarinah Jaya
 Istana Tampak Siring, Bali
Mangunwijaya
Soejoedi
ITB Bandung
KARYA ARSITEKTUR INDONESIA
MODERN

Anda mungkin juga menyukai