FARMAKOKINET
IK
Disusun Oleh :
Agustinus Jowa Sebu (16021061)
Bagus Prakoso (16021003)
Jekson Makiloja (16021070)
Yuvensius Yohanes Nelison Moruk (16021062)
Narsisius Orsen Semi (16021038)
PENYAKIT GUMBORO
Penyakit Gumboro merupakan penyakit yang masih baru di Indonesia
akan tetapi akhir-akhir ini mulai di kenal di Indonesia. Di Indonesia Pertama
kali Penyakit ini didiagnosa oleh Dr. Masduki Partadiredja di Bogor.
Beberapa daerah sudah terlihat tanda-tanda adanya wabah penyakit ini,
hanya oleh karena penyakit ini masih belum banyak diketahui oleh
peternak-peternak, maka sebagian besar belum curiga adanya penyakit
gumboro. Istilah Gomboro berasal dari nama daerah di negara bagian
Deleware Amerika Serikat. Penyakit ini sesungguhnya sudah cukup lama
dikenal di luar negeri sebab selain di Amerika Serikat juga di dapati di
Inggris, Italia, Israel, Jerman, dan Negeri Belanda. Secara serologis
dibuktikan bahwa penyakit ini juga terdapat di Brazilia, Venezuela, dan Chili
(Nugroho, 1981).
TAKSONOMI DAN
KLASIFIKASI
Secara umum bangsa unggas piaraan memiliki empat ordo, yaitu ordo
Anseriformes, Galliformes, Columbiformes, dan Struthioniformes. Ayam
(Gallus domesticus) merupakan spesies keturunan ordo Galliformes dengan
genus Gallus (Tri, 2004).
ETIOLOGI (SEBAB & ASAL
MUASAL)
Penyakit Gumboro di sebabkan oleh virus kelompok RNA dari familia
Birnaviridae (Lukert dan Saif, 2003). Kelompok virus familia ini
mempunyai asam nukleat beruntai ganda dengan dua segmen yang
berbeda, dan tidak beramplop. Virion mempunyai 2 protein penting yaitu
VP2 dan VP3 yang membentuk kapsid virus. Epitop pada protein ini dapat
menetralisasi virus dapat di kelompokan menjadi beberapa kelompok.
Beberapa negara seperti di Australia, Amerika Serikat dan Eropa kelompok
virus tersebut telah bisa di kelompokan dengan antibodi monoklonal Ada 2
serotipe virus IBD, yakni serotipe 1 dan 2. Berdasarkan atas virulensinya
virus IBD dibedakan menjadi apatogenik, virus atenuasi, virulen klasik dan
varian (hiper virulen). Morfologi virus familia Birnavridae (Kencana, 2012).
PENULARAN
Penularan penyakit Gumboro dari satu ayam ke ayam yang lain sangat
cepat. Dalam waktu singkat (18-36 jam) seluruh ayam dalam kandang
dapat ketularan. Kematian terjadi pada hari ke 3 sampai ke Tidak ada
carrier (hewan yang sembuh dan dapat mengandung virus yang dapat di
tularkan). Penyakit ini tidak dapat di pindahkan melalui telur yang
ditetaskan dan diduga juga tidak dapat di pindahkan melalui udara
(Nugroho, 1981).
GEJALA KLINIS
Gejala pertama yang terlihat berupa penurunan konsumsi pakan dan
minum . Bulu Ayam mejadi kusam, dan diare berlendir yang mengotori bulu
pantat Anak Ayam Lesu, pantat sendiri di patuk, tidur dengan paruh di
letakan di lantai dan terganggu keseimbangannya. Bentuk klinis di jumpai
pada anak ayam umur 4-8 minggu. Pada anak ayam kurang dari 3 minggu
biasanya subklinis dan tidak menimbulkan kematian. Angka kematian bila
tanpa komplikasi dengan penyakit lain bervariasi antara 5% - 80 % ,
sedangkan angka kesakitan dapat bervariasi mencapai 100%. Anak ayam
mungin tidak mati, tetapi kurus dan lebih rentan terhadap infeksi sekunder
yang terjadi di kemudian hari. Virus Gumboro merusak sistem kebal asal
bursa. Pembuatan antibodi terjadi dari sel kebal asal bursa, sehingga
tanggap kebal oleh ayam yang sembuh dari Gumboro menurun sesuai
dengan kerusakan bursa yang terjadi (Akoso, 1993).
PATOGENESIS (PROSES
PERKEMBANGAN
PENYAKIT)
Virus IBD menginfeksi ayam secara per-oral ikut bersama pakan atau air
minum yang telah tercemar virus kemudian menuju ke saluran pencernaan.
Di saluran pencernaan, virus menginfeksi makrofag dan sel limfosit dari
duodenum, jejunum, dan kaekum dalam waktu 4-5 jam post infeksi. Setelah
5 jam, virus IBD mencapai hati melalui sistema vena porta dan
mengakibatkan viremia primer. Dalam kurun waktu kurang lebih 11 jam
setelah infeksi virus dapat ditemukan pada sel limfoid bursa,namun virus
tidak di temukan pada sel limfoid jaringan lain. Virus yang telah di lepaskan
dari jaringan bursa akan menyebabkan veremia sekunder yang ditandai
dengan mulai di temukanya virus pada jaringan lain seperti pada lien,
timus, dan bursa. Replikasi virus IBD pada bursa fabrisius mengakibatkan
kerusakan sel-sel calon pembentuk antibodi. Kerusakan ini menyebabkan
terjadi penekanan respon imunhumoral primer yang berat pada ayam yang
terinfeksi dan kurang memberikan respon terhadap vaksinasi (Kencana,
2012 ).
PERUBAHAN PATOLOGI
DAN HISTOPATOLOGI
Perubahan pada organ bursa fabrisius adalah merupakan lesi yang sifatnya
patogomonis (lesi menciri) dari penyakit IBD. Beberapa lesi Patologi
Anatomi dari bursa fabrisius yang terjadi akibat infeksi. Untuk mendeteksi
kerusakan bursa fabrisius dan nilai kerusakan bursa yang dapat di amati
pada pengamatan mikroskop. Indeks bursa di hitung berdasarkan atas cara
Dohm dan Jeager (1988) yaitu perbandingan antara berat bursa dengan
berat alam sebelum dibunuh dikalikan dengan seribu. Diantara kedua cara
tersebut, indeks bursa merupakan cara yang sederhana untuk mengetahui
tingkat kerusakan bursa pada uji tentang penyakit IBD. Tingkat kerusakan
fabrisius dapat digunakan untuk menentukan keganasan virus IBD yang
menginfeksi ayam (Kencana, 2012).
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas sejarah penyakit termasuk umur ayam,
cepatnya penyebaran, gejala klinis dan temuan pascamati terutama pada
bursal fabrisius. Untuk pemeriksaan laboratorium jaringan yang mengalami
perubahan terutama bursa dikirim ke Laboratorium penyidikan penyakit
Hewan dalam formalin 10%. Limpa dan bursa dikirimkan dalam keadaan
segar dingin untuk isolasi virus (Akoso, 1993). Diagnosis banding beberapa
penyakit yang mempuyai gejala sangat mirip dengan IBD diantaranya
adalah Newcastle Disease, coccidiosis, stunting syndrome, chicken
infectious anemia, mikotosikosis, Infectious bronchitis yang
neprophatogenik. Atropi bursa pada kasus IBD subklinis dapat dikelirukan
dengan penyakit marek dan anemia infeksiosa. Diagnosis laboratorium
penyakit IBD berdasarkan atas pengamatan perubahan patologi anatomi
yang bersifat patognomosis dari organ bursa fabrisius (seperti terjadinya
pembengkakan, pendarahan maupun atrofi) (Kencana, 2012).
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN
Tata laksana yang baik, kebersihan dan pencegahan alat-alat terhadap
pencemaran virus gumboro, sangat penting untuk mencegah dan
mengurangi kejadian penyakit ini. Cara termudah mencegah penyakit ini
adalah vaksinasi. Vaksin Gumboro antara lain : Gumboro Vaccin Nobilis
(Intvervet) berisi virus hidup strain I.B.D. (PBG 98) yang dilemahkan,
Bursavac (Sterwin Lab) berisi virus hidup strain I.B.D. yang dilemahkan,
Gumboro (Esar dan Sons. Inc) berisi virus strain I.B.A. (LDZ 288), Bio-Burs
TM (Agri-Bio) berisi virus hidup strain Gumboro yang dilemahkan (Nugroho,
1981).
VAKSIN
Prinsip kerja vaksin adalah melalui aktivasi antibodi dengan memasukkan
virus ke dalam tubuh. Antibodi adalah komponen yang berfungsi untuk
melawan berbagai komponen hidup dan tidak hidup yang membahayakan
tubuh kita. Antibodi ini hanya bisa diaktifkan jika ada ancaman dari luar.
Prinsip dari vaksin adalah memancing aktifnya antibodi dengan cara
memasukkan virus ke dalam tubuh. Namun, virus ini telah dilemahkan,
atau hanya diambil satu bagiannya yang dinamakan antigen, atau bakan
telah dimatikan, sehingga tidak akan membahayakan. Saat antibodi sudah
mengenali virus jenis ini, maka ketika ada virus yang sebenarnya masuk
dan menyerang tubuh, akan lebih mudah bagi antibodi untuk segera
mematikannya.
PER ORAL
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, vaksin Gumboro aktif seperti
Medivac Gumboro A maupun Medivac Gumboro B bisa diberikan via tetes
mulut (cekok) ataupun air minum. Pemberian melalui air minum dilakukan
jika ayam sudah berumur 10 hari. Selain itu, pemberian vaksin bisa
diberikan paling lambat 2 minggu sebelum umur serangan sesuai sejarah
kasus Gumboro. Namun untuk memperoleh tingkat kekebalan yang optimal
sebaiknya masing-masing ayam mendapatkan 1 dosis penuh sehingga
lebih baik diberikan melalui tetes mulut.
Saat pemakaian vaksin aktif seperti vaksin Gumboro, hal yang perlu
diperhatikan adalah virus vaksin harus segera menemukan sel inang
(masuk ke dalam tubuh ayam) terutama setelah dilarutkan, karena
mikroorganisme di dalam vaksin hanya dilemahkan. Oleh karena itu, vaksin
harus habis terkonsumsi dalam waktu 2 jam.
Setelah vaksin diberikan, maka virus akan menuju ke target organ
kekebalan untuk bermultiplikasi kemudian menuju ke target organ limfoid
untuk menggertak pembentukan kekebalan. Itulah mengapa aplikasi
vaksinasi Gumboro dianjurkan melalui tetes mulut atau air minum agar
virus vaksin dapat menuju ke target organ yaitu bursa Fabricius yang
berada di ujung saluran pencernaan (kloaka, red).