Anda di halaman 1dari 20

KELAS MANJEMEN

2.01 KELOMPOK1
1. Mario Chandra
2. Ade Erika putri
3.Anissa Nur Rahmah
4. Lisa agustina Siahaan
5.Riska Febriati
6. Retno Dwi Putri
7. Rahmah Fitriana

MATA KULIAH : ETIKA BISNIS


TANGGAL : 18-03-2020 (RABU)
TEORI ETIKA BISNIS

Mustopa Marli Ramli Batubara

Banyakny persoalan, serta munculnya


berbagai kasus yang menimpa dunia >bisnis,
ternyata telah menimbulkan dampak positif
yaitu semakin banyak pemikir etika bisnis
yang berusaha merumuskan dan
mengembangkan berbagai teori etika bisnis.
TEORI ETIKA BISNIS
Etika tidak akan bisa dipahami jika seseorang
mengesampingkan nilai-nilai moral. Teori etika bisnis juga
memiliki latar belakang nilai-nilai moral. Berikut ini akan
membahas teori etika bisnis dari berbagai bentuk teori:
1. Teori Etika Deontologis
Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon (kewajiban atau
deuty).
Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan
dinilai dan dibenarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan
itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik
pada dirinya sendiri.
Kewajiban yang dilakukan oleh seseorang, dimana kewajiban
tersebut layak dilakukan sebagai bentuk tanggungjawab yang
telah diperintakan kepadanya.

Dalam dunia bisnis jika kewajiban yang dibebankan pada


seseorang maka yang bersangkutan layak untuk
mengerjakannya, terutama jika ia tidak ingin mengecewakan
pihak konsumen.
Misalnya; memberikan pelayanan yang baik pada semua
konsumen, menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang
sebanding dengan harganya, dsb.
Seorang konsumen selalu menginginkan kepuasan pada saat ia
berhubungan dengan suatu produk.
2. Teori Etika Teleologis
Teologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu telos, artinya tujuan.
etika teology mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu
yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan
berguna.
Dari teori teologis berkembang pembahasan pada munculnya
dua kajian yaitu;
1) . Egoism
Teori ini memandang bahwa perilaku moral dianggap baik
manakala lebih menguntungkan dibandingkan dengan
merugikan bagi individu yg melakukan tindakan moral,
meskipun tidak selalu harus mengabaikan kesejahteraan orang
lain.
2) . Utiliatiarisme
Teori turunan dari teori teologi (teori konsekuensialis), dimana
suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan jika bisa
memberikan manfaat kepada sebagian besar masyarakat atau
konsumen dalam konteks bisnis. Bisa dikatakan pula bahwa
“Perbuatan yang baik adalah yang bermanfaat bagi banyak
orang” (Jeremy Bentham)
3. Teori Etika dan Hak Asasi
Pendekatan dari teori ini adalah bahwa tuntutan-tuntutan
moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan serius.

Dalam teori hak dibahas tentang segala sesuatu yang menjadi


hak seseorang, dan bagaimana hak tersebut harus dihargai.
Secara realita disebutkan bahwa setiap manusia yang lahir di
atas muka bumi ini memiliki hak. Dan hak tersebut layak
untuk diperoleh dan diperjuangkan. Diantara hak yang harus
diperjuangkan adalah hak untuk mendapatkan penghidupan
yang layak (seperti; memperoleh pendidikan, kesejahtera an,
pelayanan kesehatan, dll) sama di mata hukum.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak wajar oleh sebuah
perusahaan atau dirugikan maka ia layak untuk menuntut
haknya.
4. Teori Keutamaan
Pada teori ini konsep kepuasan menjadi dominan untuk
dibahas, karena setiap orang merasa ingin diutamakan dalam
memenuhi kepentingan yang diinginkan.

Usaha untuk memenuhi kepentingan seseorang sering


menimbulkan atau tumbuhnya sikap egoism pada individu
yang bersangkutan.
5. Teori Relatif
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif. Masalah
yang timbul dalam praktiknya adalah self-centered (egois), fokus
pada diri manusia individu mengabaikan interaksi dengan pihak
luar sistem dan pembuat keputusan tidak berfikir panjang, semua
tergantung kreterianya sendiri.

Dalam teori relatif ini jelaskan jika pandangan dan pendapat


seseorang bersifat sangat subjektif, artinya jika si A berfikir ini
yang terbaik belum tentu si B memiliki pandangan yang sama,
dan begitu seterusnya. Ini dikarenakan pandangan dan
pemikiran setiap orang bisa berbeda-beda.
6. Etika dan Agama
Agama sebagai dasar pijakan bagi setiap umat dalam menjalani
kehidupan. Tanpa agama tidak akan memiliki landasan dalam
berfikir.

Ada hubungan erat antara agama dan filsafat begitu pula


sebaliknya. Sering pandangan-pandangan filsafat bersendikan
pada nilai-nilai agama. Sehingga banyak karya filsuf jika
ditilik secara dalam mendasarkan pendangan dari nilai-nilai
agama.
Empat persamaan fundamental filsafat etika semua agama, yaitu:
• Semua agama mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan
tertinggi selain tujuan hidup di dunia.
(Hindu menyebutnya moksa, Budha menyebutnya nirwana, Islam
menyebutnya akhirat, dan kristen menyebutnya surga). Semua
ini mengakui adanya eksistensi non duniawi yang mejadi
tujuan akhir umat manusia.
Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama
mengakui adanya kekuatan tak terbatas yang mengatur alam
raya ini.

• Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup


manusia di dunia, tetapi juga sebagai salah satu syarat mutlak
untuk mencapai tujuan akhir (tujuan tertinggi) umat manusia
dan ini adalah yang terpenting.
• Semua agama mempunyai ajaran moral (etika) yang bersumber
dari kitab suci masing-masing. Ada prinsip-prinsip etika yang
bersifat universal dan bersifat mutlak yang di jumpai di semua
agama, tetapi ada juga yang bersifat spesifik/berbeda dan
hanya ada pada agama tertentu saja.
Etika dan Agama disebutkan juga memiliki konsep bahwa
Tuhan adalah rujukan akhir manusia, karena Tuhan merupakan
nilai tertinggi dan universal, dan kebahagiaan manusia akan
tercapai manakala manusia mengikutsertakan Tuhan dalam
kehidupannya.
Teori etika religius merupakan teori etika bersumber pada
kebenaran Tuhan sebagai tolak ukur kebenaran dari perbuatan
manusia.
Sesorang ingin menikmati kepuasan dunia dengan mengikuti
perintah Tuhan. Hal ini Tuhan merupakan sumber nilai,
manusia berserah diri kepada Tuhan untuk kebebasan dalam
mencapai tujuan hidupnya.
Berdasar dengan teori Etika bisnis, maka adanya Etika bisnis
diharapkan semua pihak yang terlibat memiliki nilai (value),
nilai yang seharusnya ada dalam etika bisnis meliputi keadilan,
transparansi, kejujuran dan sikap profesional yang bersumber
pada keluhuran moral.
Keluhuran moral bersumber dari aturan agama, kearifan
tradisional, maupun dari nilai yang tumbuh dalam menjalankan
praktik bisnis.
DAFTAR PUSTAKA

Arrens, Alvin A, dan J.K. Loebbecke. 1995. Auditing.


Adaptasi Amir Abadi Yusuf. Edisi Kelima. Jakarta:
Salemba Empat.
Dania, Verby. 2001. “Pengaruh Pendidikan Etika Profesi
Akuntan Terhadap Persepsi Mahasiswa Akuntansi
tentang Kode Etik Akuntan Indonesia”. Skripsi 1.
Universitas Sebelas Maret.
Desriani, Rahmi. 1993. “Persepsi Akuntan Terhadap Kode
Etik Akuntan Indonesia”. Thesis S-2. Program Pasca
Sarjana Universitas Gajah Mada.
Djarwanto, dan Pangestu Subagyo. 1998. Statistik Induktif
Edisi Keempat.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Fakultas Ekonomi UMS. 2004. Buku Pedoman
Penulisan Skripsi. FE UMS.
Gibson, dan James. 1996. Organisasi: Perilaku,
Struktur, Proses. Terjemahan
Nunuk Andriani. Jakarta: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai