Anda di halaman 1dari 24

LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN
(LPS)

BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA


KELOMPOK 2

o ELSA SITI S o LUTHFAN RUDIANA


o FANI FITRIA R o NURSEPTIANI
o FIRDAN MAULANA R o PUSPITA FEBRI L
o KARINA APRILIA o RATIH EKA H
Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan
yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan
dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem
perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi,
Sejarah pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan
diantaranya memberikan jaminan atas seluruh
(LPS) kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan
masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan
dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran
Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun
1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran
Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat
menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas
menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank
maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap
menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga
stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas
lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang
terbatas.
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia
mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, LPS adalah suatu lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak
tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi
beroperasi.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu
lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini
dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin
Definisi Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004.

LPS Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan


sejak diundangkan sehingga pendirian dan
operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di
wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta
penjaminan LPS.
Aspek hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu
kebutuhan sebagai penunjang sistem pengawasan bank yang efektif dan
merupakan lembaga yang diharapkan dapat menjamin pengembalian
dana yang disimpan pada bank. Perlu dipikirkan terlebih dulu dalam
pembentukan LPS adalah tersedianya perangkat hukum yang dapat
dijadikan sebagai landasan hukum dan ketentuan yang mengatur tata
cara pelaksanaan penjaminan oleh LPS, sanksi dan tata cara
pengawasan terhadap LPS.
• LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan.
• LPS adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang

Bentuk dan Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin


Simpanan.
Status LPS • LPS merupakan lembaga yang independen, transparan,
dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
• LPS bertanggung jawab kepada Presiden.
• LPS berkedudukan di Jakarta dan dapat mempunyai
kantor perwakilan di wilayah negara Republik Indonesia.
• Pasal 37B Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
No.10 Tahun 1998 disebutkan bahwa
Dasar
setiap bank wajib menjamin dana
Pengaturan masyarakat yang disimpan pada bank
LPS yang bersangkutan dan untuk menjamin
simpanan masyarakat tersebut akan
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS).
• Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan, yang diundangkan pada tanggal 22 September 2004.
Sesuai dengan ketentuan, UU tersebut baru mulai efektif 12 (dua
belas) bulan setelah diundangkan atau pada tanggal 22 September
2005, dengan kata lain LPS akan mulai beroperasi pada tanggal
tersebut dan program penjaminan pemerintah (blanket
guarantee) dengan sendirinya akan berakhir (yakni Keputusan
Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun
1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank
Perkreditan Rakyat).
Fungsi LPS berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 tentang
LPS ada di  Bab III pasal 4-6 sebagai berikut:
Pasal 4, Fungsi LPS:
• Menjamin simpanan nasabah penyimpan;
• Penjelasan pasal 4a: Penjaminan simpanan nasabah
Fungsi penyimpan meliputi pula peminjaman bentuk yang setara

LPS
dengan simpanan bagi bank yang menggunakan prinsip
syari’ah.
• b.  Turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan
sesuai kewenangannya;
• Penjelasan pasal 4b: LPS berfungsi menciptakan dan
memelihara stabilitas sistem keuangan bersama dengan
Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan LPP, sesuai
dengan peran dan tugas masing-masing.
(Pasal 5 ayat 1) dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas:
• Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan
simpanan.
• Melaksanakan penjaminan simpanan.

Tugas (Pasal 5 ayat 2) dalam menjalankan fungsi sebagaimana yang


dimaksud dalam pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas:
LPS • Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif
memelihara stabilitas sistem perbankan.
• Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan
penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak
sistemik.
• Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat 1. LPS mempunyai
wewenang sebagai berikut:
• Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
• Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank
Wewenang pertama kali menjadi peserta.
LPS • Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
• Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan
bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil
pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
kerahasiaan bank.
• Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data
tersebut pada huruf d.
• Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
• Menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak lain untuk
bertindak bagi kepentingan dan/ atau atas nama LPS, guna
melaksanakan sebagian tugas tertentu.
• Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang
penjaminan simpanan.
• Menjatuhkan sanksi administratif.
Sebagai peserta penjaminan, sebagaimana yang dimaksud
dalam:
• pasal 8 ayat 1 UU LPS 2004, berbunyi:
“Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah
Kewajiban Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan”.
dan Sanksi Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk
Bank Sebagai bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank
Peserta konvensional dan bank syariah.
Penjaminan • Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang
LPS Perbankan:
“Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin
simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS.”
Dan selanjutnya dalam pasal 9 UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS,
setiap Bank wajib :
• menyerahkan dokumen sebagai berikut:
o salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank;
o salinan dokumen perizinan bank;
o surat keterangan dari LPP mengenai tingkat kesehatan bank;
o surat pernyataan dari pemegang saham, pengendali bagi yang
berbadan hukum koperasi, kantor pusat dari cabang bank asing,
direksi dan komisaris.
• membayar kontribusi kepesertaan;
• membayar premi penjaminan;
• menyampaikan laporan secara berkala.
• memberikan data, informasi dan dokumen yang dibutuhkan dalam
rangka penyelenggaraan penjaminan;
• menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor
bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah
oleh masyarakat.
Untuk sanksi bagi bank disebutkan sesuai dalam pasal 92 UU LPS 2004,
yaitu LPS menjatuhkan sanksi administratif pada bank yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9c dan 9d. Sanksi administratif
berupa denda dministratif dan/ atau bunga. Pengenaan sanksi administratif
tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9c,
ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh perseratus) dan jumlah
premi yang seharusnya dibayar untuk setiap periode termasuk bunga.
• Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 9d,
dekenakan denda Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan
penyampaian laporan.
Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya,
nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar
Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup
pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak
Nilai nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih
Simpanan dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan
Yang Dijamin dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan
LPS kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah
untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena
berdasarkan data distribusi simpanan per 31
Desember 2006, rekening bersaldo sama atau
kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98%
rekening simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian
mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang
mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp 2.000.000.000
(dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global
meluas atau mereda.
Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS paling tinggi sebesar Rp 2 milyar per
nasabah per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008. Apabila seorang nasabah
mempunyai beberapa rekening simpanan pada satu bank, maka untuk
menghitung simpanan yang dijamin, saldo seluruh rekening tersebut
dijumlahkan. Nilai simpanan yang dijamin tersebut meliputi pokok ditambah
bunga untuk bank konvensional, atau pokok ditambah bagi hasil yang telah
menjadi hak nasabah untuk bank syariah.
Asep, Badu & Cita masing-masing mempunyai
tabungan atas nama pribadi di Bank ABC dengan
saldo masing-masing sebesar Rp 1,20 milyar, Rp
1,40 milyar & Rp 1,80 milyar. Selain itu, Asep, Badu
Contoh & Cita juga mempunyai rekening gabungan (joint
Perhitunga account) dalam bentuk giro di Bank ABC dengan
saldo sebesar Rp 3 milyar.
n LPS
Asep juga memiliki 1 rekening tabungan untuk
kepentingan anaknya yang masih kecil bernama
Dona (beneficiary) dengan saldo sebesar Rp 80 juta.
Apabila Bank ABC dicabut ijin usahanya dan jumlah yang dijamin
adalah Rp2 milyar, maka perhitungan nilai simpanan yang dijamin untuk
masing-masing nasabah tersebut adalah sebagai berikut:
LPS akan membayar klaim penjaminan atas simpanan yang dijamin
sebesar:
• Rp 2 milyar kepada Asep;
• Rp 2 milyar kepada Badu;
• Rp 2 milyar kepada Cita; dan
• Rp 80 juta kepada Asep untuk kepentingan Dona.
Untuk nasabah penyimpan yang sebagian saldo rekeningnya tidak
dibayarkan oleh LPS karena saldo simpanannya telah melebihi jumlah
maksimum simpanan yang dijamin, LPS akan menerbitkan Surat Keterangan
mengenai saldo rekening yang tidak dibayarkan tersebut, yaitu:
• Asep, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 200 juta
• Badu, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 400 juta
• Cita, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 800 juta
Penyelesaian atas saldo rekening yang tidak dibayar tersebut, dilakukan
dengan mekanisme likuidasi akan diselesaikan melalui proses likuidasi Bank
ABC.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai