Esther Kristiningrum
Departemen Medical, PT Kalbe Farma Tbk,
Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
GOLD (The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) 2018,
PPOK : penyakit umum, dapat dicegah dan diobati, dengan gejala
pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara disebabkan kelainan
saluran napas dan/atau alveolus.
Disebabkan paparan signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya.
Hambatan jalan napas disebabkan obstruksi bronkiolitis dan emfisema.
WHO, peringkat 4 dari penyakit tidak menular dengan mortalitas tertinggi
setelah penyakit kardiovaskuler, keganasan dan DM.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi meningkat dengan bertambahnya perokok dan populasi usia lanjut
serta peningkatan polusi udara.
Perokok yang berisiko PPOK atau kanker paru sebesar 20-25%.
PATOGENESIS
Terjadi sekunder terhadap respon inflamasi abnormal paru yang disebabkan
terutama oleh rokok, juga faktor genetik, polusi udara, paparan gas
berbahaya lainnya.
Inflamasi paru lebih lanjut dieksaserbasi oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase dalam paru yang menyebabkan perubahan patologis
Faktor risiko
1. Perokok aktif maupun pasif.
2. Genetik, kekurangan alpha-1 antitrypsin (menjaga elastisitas paru)
3. Polusi udara/paparan terhadap partikel berbahaya
4. Stres oksidatif
5. Tumbuh kembang paru yang kurang optimal
6. Status sosio ekonomi yang rendah
7. Riwayat penyakit respirasi (terutama asma)
8. Riwayat PPOK atau penyakit respirasi lain di keluarga
9. Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di RS karena penyakit respirasi
DIAGNOSIS
Anamnesis : sesak napas, peningkatan usaha bernapas, rasa berat saat
bernapas, gasping, batuk kronik (dengan atau tanpa dahak), mudah lelah,
terganggunya aktivitas fisik
Eksaserbasi PPOK : perburukan gejala pernapasan akut yang memerlukan terapi tambahan.
Dipicu beberapa faktor, sering infeksi saluran pernapasan, polusi udara, kelelahan,
adanya komplikasi.
TATALAKSANA
Bertujuan untuk :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresivitas penyakit
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian
Penatalaksanaan umum PPOK:
1. Edukasi
2. Berhenti merokok
3. Obat-obatan
4. Rehabilitasi
5. Terapi oksigen
6. Ventilasi mekanik
7. Nutrisi
Kelompok A
Semua diberi terapi bronkodilator (kerja singkat atau panjang) berdasarkan
efeknya
Terapi dilanjutkan jika ditemukan manfaat simptomatik
Kelompok B
Terapi awal bronkodilator kerja panjang
Direkomendasikan dengan 2 bronkodilator jika menetap dengan monoterapi
Sesak napas berat, terapi awal dengan 2 bronkodilator
Jika bronkodilator ke 2 tidak memperbaiki gejala, terapi dikembalikan ke
bronkodilator tunggal, diperiksa komorbiditas yang menambah gejala
Kelompok C
Terapi awal bronkodilator kerja panjang tunggal (LAMA), mencegah
eksaserbasi
Penambahan bronkodilator kerja panjang ke 2 (LABA/LAMA), bermanfaat
pada pasien eksaserbasi menetap
Kelompok D
Terapi awal kombinasi LABA/LAMA
Mempunyai risiko pneumonia lebih tinggi jika mendapat ICS
Beberapa pasien pilihan pertama terapi awal kombinasi LABA/ICS
Pasien eksaserbasi lebih lanjut dengan terapi LABA/LAMA dianjurkan
- kombinasi LABA/LAMA/ICS untuk mencegah eksaserbasi
- beralih ke kombinasi LABA/ICS
Jika dengan LABA/LAMA/ICS masih mengalami eksaserbasi :
- ditambah roflumilast untuk pasien dengan FEV 1 < 50% dan bronkitis
kronis
- ditambah macrolide (azithromycin)
- penghentian terapi ICS
Bronkodilator
Meningkatkan FEV1 dengan mempengaruhi tonus otot polos jalan napas dan
memperbaiki aliran udara ekspirasi
Menurunkan hiperinflasi dinamik saat istirahat atau selama latihan fisik
1. Agonis β₂
Merelaksasi otot polos jalan napas
Efek samping : sinus takikardia saat istirahat, mencetuskan gangguan irama
jantung dan tremor somatik
SABA (short acting beta 2 agonist)
Efek hilang dalam 4-6 jam
Dapat memperbaiki FEV1 dan gejala
Contoh salbutamol (lebih selektif, efek samping lebih sedikit), fenoterol
2. Antikolinergik/antagonis muskarinik
Memblokade efek bronkokonstriktor asetikolin pada otot polos jalan napas
Relatif aman, inhalasi hampir tidak diabsorpsi, efek samping sistemik lebih
rendah dibanding atropine
3. Derivat Xanthine
Masih kontroversi
Efek samping : palpitasi, kejang grand mal, sakit kepala, insomnia, mual,
nyeri ulu hati
Berinteraksi dengan digitalis dan coumadin
Theophylline dengan salmeterol perbaikan FEV1 dan sesak napas
Doxophylline : keamanan dan tolerabilitas lebih baik, interaksi obat lebih
rendah, relatif aman pada pasien jantung atau usia lanjut yang menderita
asma bronkial atau PPOK
Antiinflamasi
Eksaserbasi mencerminkan end point utama klinis yang relevan untuk menilai
efikasi obat antiinflamasi
1. Corticosteroid inhalasi (ICS)
Diberikan reguler dapat memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup, frekuensi
eksaserbasi pada pasien dengan FEV1 < 60%
Contoh : fluticasone, budesonide
Mortalitas lebih tinggi pada pasien yang diterapi fluticasone propionate saja
Penggunaan ICS meningkatkan prevalensi kandidiasis oral, serak, memar kulit,
pneumonia, risiko diabetes/kontrol diabetes buruk, katarak, infeksi TBC
Penghentian ICS : meningkatkan eksaserbasi dan atau gejala, menurunkan FEV1
2. Glucocorticoid oral
Glucocorticoid sistemik pada pasien eksaserbasi akut di RS menurunkan tingkat
kegagalan terapi, tingkat relaps, memperbaiki fungsi paru dan sesak napas.
Efek samping glucocorticoid oral : miopati steroid (kelemahan otot, penurunan
fungsionalitas, gagal napas pada PPOK yang berat)
3. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mengurangi inflamasi dengan menghambat pemecahan C-AMP intraseluler
Roflumilast diberikan 1x sehari peroral. Menurunkan eksaserbasi sedang dan berat pada
bronkitis kronik, PPOK berat hingga sangat berat, riwayat eksaserbasi.
Efek samping : diare, mual, nafsu makan menurun, penurunan BB, nyeri abdomen,
gangguan tidur, sakit kepala.
Terapi kombinasi
1. Kombinasi bronkodilator : SABA/SAMA dan LABA/LAMA
2. Kombinasi LABA/ICS : PPOK sedang hingga sangat berat dan eksaserbasi
3. Terapi inhalasi 3 obat : penambahan LAMA pada kombinasi LABA/ICS
Obat lain
4. Antibiotik, azithromycin (250 mg/hr atau 500 mg 3x seminggu) atau erythromycin
(500 mg 2x sehari) selama 1 th pada pasien yang rentan eksaserbasi.
5. Mukolitik, carbocysteine dan N-acetylcysteine dapat menurunkan eksaserbasi
6. Antitusif, peranan masih belum jelas
7. Alpha-1 antitrypsin augmentation therapy
Diberikan intravena untuk meminimalisasi perkembangan dan progresivitas penyakit.
Dianjurkan pada bukan atau bekas perokok dengan FEV1 35-60%
Direkomendasikan pada pasien dengan AATD (defisiensi alpha-1 antithrypsin) dan FEV1
< 65%
5. Vasodilator
Simpulan
PPOK : penyakit respirasi kronik dengan adanya hambatan aliran udara
progresif
Rokok : faktor risiko terpenting
Bronkodilator kerja panjang lebih efektif dari pada kerja singkat
Kombinasi bronkodilator atau dengan corticosteroid inhalasi lebih efektif
memperbaiki fungsi paru
Kombinasi 3 obat (LABA/LAMA/ICS) memperbaiki fungsi paru dan kualitas
hidup