Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT POSITIVISME

Kelompok 2

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


PELOPOR TEORI POSITIVISEM

• Sebagaimana kita ketahui oleh para penstudi hukum, bahwa Pemikir


positivisme hukum yang terkemuka adalah John Austin (1790-1859)
yang berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa. Ha
kikat hukum sendiri menurut Austin terletak pada unsur “perintah”
(command). Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, log
is, dan tertutup. Aliran positivisme hukum berasal dari ajaran sosiolo
gis yang dikembangkan oleh filosof Perancis; Auguste Comte (179
8-1857) yang berpendapat bahwa terdapat kepastian adanya hukum
Auguste Comte -hukum perkembangan mengatur roh manusia dan segala gejala hi
dup bersama dan itulah secara mutlak.

• Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar


1825). Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama k
ali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggeris yang bernama Fran
cis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17 . Ia berkeyakinan bahwa
tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan ap
riori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni mak
a dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.

Saint simon
PENGERTIAN POSTIVISME

• Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan faktu
al, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita
tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, maka ilmu pengetahua
n empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, fil
safat pun harus meneladani contoh tersebut. Maka dari itu, positivisme menolak c
abang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda, atau “penyebab yan
g sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan
yang terdapat antara fakta-fakta.

• Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai sa
tu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaa
n dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus did
asarkan pada data empiris. Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci p
encapaian hidup manusia dan ia dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial
yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan dan akurasinya dalam kehidupan
dan keberadaan masyarakat.
• Tugas khusus filsafat menurut aliran ini adalah mengoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang b
eraneka ragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan apa yang dicita-ci
takan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya saja berbeda dengan
empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetah
uan, positivisme tidak menerimanya. Ia hanya ,mengandalkan pada fakta-fakta.

• Menurut Ahmad (2009), Tujuan utama yang ingin dicapai oleh positivisme adalah membebaskan
ilmu dari kekangan filsafat (metafisika). Menurut Ernst, ilmu hendaknya dijauhkan dari tafisran-taf
siran metafisis yang merusak obyektifitas. Dengan menjauhkan tafsiran-tafisran metafisis dari ilm
u, para ilmuwan hanya akan menjadikan fakta yang dapat ditangkap dengan indera untuk meng
hukumi segala sesuatu. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tugas filsafat. Menurut positivisme, t
ugas filsafat bukanlah menafsirkan segala sesuatu yang ada di alam. Tugas filsafat adalah membe
ri penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh karena itu filsafat bukanlah teori. Filsafat adalah aktif
itas. Filsafat tidak menghasil proposisi-proposisi filosofis, tapi yang dihasilkan oleh filsafat adalah
penjelasan terhadap proposisi-proposisi.

• Alasan yang digunakan oleh positivisme dalam membatasi tugas filsafat di atas adalah karena fils
afat bukanlah ilmu. Kata filsafat hendaklah diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari ilmu-ilmu eksakta. Penjelasan dari hal ini adalah bahwa tugas utama dari ilmu adalah
memberi tafsiran terhadap materi yang menjadi obyek ilmu tersebut. Tugas dari ilmu-ilmu eksakt
a adalah memberi tafsiran terhadap segala sesuatu yang terjadi di alam dan sebab-sebab terjadi
nya. Sementara tugas ilmu-ilmu sosial adalah memberi tafsiran terhadap segala sesuatu yang terj
adi pada manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dan karena semua obyek pengetah
uan—baik yang berhubungan dengan alam maupun yang berhubungan dengan manusia—sudah
ditafsirkan oleh masing-masing ilmu yang berhubungan dengannya, maka tidak ada lagi obyek y
ang perlu ditafsirkan oleh filsafat. Oleh karena itulah dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah il
mu.
CIRI-CIRI POSITIVISME
• Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang t • Reduksionisme, realitas direduksi
egas antara fakta dan nilai mengharu menjadi fakta-fakta yang dapat d
skan subjek peneliti mengambil jarak iamati.
dari realitas dengan bersikap bebas n
ilai. Hanya melalui fakta-fakta yang te
ramati dan terukur, maka pengetahua • Naturalisme, tesis tentang keterat
n kita tersusun dan menjadi cermin d uran peristiwa-peristiwa di alam s
ari realitas (korespondensi). emesta yang meniadakan penjela
san supranatural (adikodrati). Ala
• Fenomenalisme, tesis bahwa realitas t m semesta memiliki strukturnya s
erdiri dari impresi-impresi. Ilmu peng endiri dan mengasalkan strukturn
etahuan hanya berbicara tentang real
ya sendiri.
itas berupa impresi-impresi tersebut.
Substansi metafisis yang diandaikan
berada di belakang gejala-gejala pen • Mekanisme, tesis bahwa semua g
ampakan ditolak (antimetafisika) ejala dapat dijelaskan dengan pri
nsip-prinsip yang dapat digunaka
• Nominalisme, bagi positivisme hanya n untuk menjelaskan mesin-mesi
konsep yang mewakili realitas partiku n (sistem-sistem mekanis). Alam
larlah yang nyata. semesta diibaratkan sebagai gian
t clock work
METODE FILSAFAT POSITIVISME
• Menurut Koento Wibisono (1983 : 39) filsafat posi­tivisme menggu
nakan metode pengamatan, percobaan dan per­bandingan, kecuali
dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sej
arah.

• Pengamatan digunakan untuk mempelajari astronomi, kesemuanya


ini berkaitan dengan ukuran waktu dan adapun untuk ilmu fisika
disamping pengamatan juga digunakan percobaan,dalam percobaa
n ini pengamatan tak ketinggalan. Dalam mempelajari ilmu kimia
disamping percobaan dan pengamatan,  digunakan juga metode p
eniruan (artifisial). Dalam ilmu biologi menggunakan metode per­cob
aan, yang disesuaikan dengan kompleksitasnya gejala, maupun dala
m sosiologi, digunakan pengamatan, percobaan, dan perbandingan,
dan bahkan metode sejarah, ini diguna­kan untuk menguraikan gej
ala-gejala yang kompleks.
Fungsi Filsafat Positivisme
Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu kiranya dapat dikatakan mengenai, fungsi filsaf
at positivisme yaitu :

• Perkembangan yang diberi konotasi sebagai kemajuan memberikan makna bahwa p


ositivisme telah mempertebal optimisme. Hal tersebut melahirkan pengetahuan yang
positif yang terlepas dari pengaruh-pengaruh spekula­tif, atau dari hukum-hukum
yang umum. Berkat pandangan positivisme orang'tidak sekedar menghimpun fakta, t
api ia berupaya meramal masa depan, yang antara lain turut mendorong perkemban
gan teknologi

• Kemajuan dalam bidang fisik telah menimbulkan berba­gai implikasi dalam segi kehidu


pan. Dengan kata lain, fungsi filsafat positivisme ini berperan sebagai pen­dorong timb
ulnya perkembangan dan kemajuan yang dira­sakan sebagai kebutuhan.

• Dengan adanya penekanan dari filsafat positivisme terhadap segi rasional ilmiah, mak
a berfungsi pula kemampuannya untuk menerangkan kenyataan, sedemikian rupa sehi
ngga keyakinannya akan kebenaran semakin terbuka.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN POSITIVISME
Kelebihan Kelemahan
• Positivisme lahir dari faham empirisme dan
• Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap
rasional, sehingga kadar dari faham ini ja
sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarann
uh lebih tinggi dari pada kedua faham ters
ya, maka faham ini akan mengakibatkan b
ebut.
anyaknya manusia yang nantinya tidak per
• Hasil dari rangkaian tahapan yang ada did caya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga
alamnya, maka akan menghasilkan suatu p dan neraka. Padahal yang demikian itu did
engetahuan yang mana manusia akan me alam ajaran Agama adalah benar kebenara
mpu menjelaskan realitas kehidupan tidak nnya dan keberadaannya. Hal ini
secara spekulatif, arbitrary, melainkan konk ditandai pada saat paham positivistik berk
rit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan embang pada abad ke 19, jumlah orang y
valid. ang tidak percaya kepada agama semakin
• Dengan kemajuan dan dengan semangat meningkat.
optimisme, orang akan didorong untuk be • Manusia akan kehilangan makna, seni atau
rtindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak keindahan, sehingga manusia tidak dapat
hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi merasa bahagia dan kesenangan itu tidak
juga meramalkan masa depannya. ada. Karena dalam positivistic semua hal
• Positivisme telah mampu mendorong lajun itu dinafikan.
ya kemajuan disektor fisik dan teknologi • Hanya berhenti pada sesuatu yang nampa
• Positivisme sangat menekankan aspek rasi k dan empiris sehingga tidak dapat mene
onali-ilmiah, baik pada epistemology atau mukan pengetahuan yang valid.
pun keyakinan ontologik yang dipergunak
an sebagai dasar pemikirannya.
Analisis Kasus dengan Perkembangan Aliran
Positivisme
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Du
sun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah,pada 2 Agustus lalu. Lah
an garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao. Ketika sedang asik memanen kedel
ai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah ke
mudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tida
k disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa
yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi
bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.

Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukan
nya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua b
eres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Se
bab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sa
mpai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwoke
rto. Majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa
percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP te
ntang pencurian.

Adanya perbenturan antara nilai-nilai keadilan pada kasus tersebut penulis tertarik menganalisa kasus
tersebut melalui aliran hukum Positivisme. Kasus nenek Minah menurut aliran positivis adalah sebuah perb
uatan yang harus dihukum, tanpa menghiraukan besar kecil yang dicurinya. Penegakan hukum terhadap ne
nek Minah harus dilepaskan dari unsur-unsur sosial serta moralitas, karena menurut kaca mata aliran ini tu
juan hukum adalah kepastian, tanpa adanya kepastian hukum tujuan hukum tidak akan tercapai walaupun h
arus mengenyampingkan rasa keadilan.
Menurut Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan terlepas dari soal baik dan buruk. Karena itu, il
mu hukum tugasnya hanyalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum mode
rn. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif, yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan k
ebaikan atau keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu neg
ara.

Seorang pengikut Positivisme, Hart mengemukakan berbagai arti dari positivisme tersebut sebagai berikut:
• Hukum adalah perintah
• Analisis terhadap konsep-konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis, histories dan penilaian kritis.
• Keputusan-keputusan dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu, ta
npa perlu merujuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas.
• Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembu
ktian atau pengujian
• Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang
seharusnya diciptakan, yang diinginkan .

Aliran Positivisme hukum telah memperkuat pelajaran legisme, yaitu suatu pelajaran yang menyataka
n tidak ada hukum di luar undang-undang, undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya. Undang-
undang dan hukum diidentikkan.
Hukum Pidana di Indonesia masih menganut aliran Positivisme, hal ini secara eksplisit tertuang didalam pa
sal 1 ayat (1) KUHP, bahwa tidak dapat di pidana seseorang sebelum ada undang-undang yang mengaturn
ya, ini disebut dengan azas legalitas. Dari pernyataan diatas maka pada pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Und
ang Hukum Pidana menentukan bahwa, dapat dipidana atau tidaknya suatu perbuatan tergantung pada un
dang-undang yang mengaturnya. Jadi perbuatan pidana yang dapat dipertanggung jawabkan ialah yang te
rtuang didalam hukum positif, selama perbuatan pidana tidak diatur didalam didalam hukum positif, maka
perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana dan tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukumnya men
urut hukum pidana.
• Ketika nenek Minah kedapatan mengambil 3 buah kakao, yang secara ekonomi nilainya tid
ak seberapa, nenek Minah harus berurusan dengan hukum, karena perbuatan yang dilakuka
n nenek Minah menurut hukum Pidana termasuk kepada perbuatan pidana yakni tindak pid
ana pencurian. Menurut Aliran Positivisme bagaimana pun hukum harus ditegakkan tanpa
melihat baik atau buruknya serta adil atau tidak adilnya. Hukum harus dilepaskan dari unsu
r-unsur sosial, karena tujuan dari aliran ini adalah kepastian hukum.

• Menurut paham positivisme, setiap norma hukum harus eksis dalam alamnya yang obyektif
sebagai norma-norma yang positif, serta ditegaskan dalam wujud kesepakatan kontraktual
yang konkret antara warga masyarakat atau wakil-wakilnya. Disini hukum bukan lagi dikons
epsikan sebagai asas-asas moral metayuridis yang abstrak tentang hakikat keadilan, melain
kan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian
mengenai apa yang terbilang hukum, dan apa pula yang sekalipun normative harus dinyata
kan sebagai hal-hal yang bukan terbilang hukum.

• Dalam menjawab persoalan itu, sebagai negara yang menganut aliran positivisme, mau tida
k mau cara berpikir aliran positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut den
gan tertib berpikir. Dengan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang meleka
t pada aliran hukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus dengan kacamata
positivisme. Bukan dengan dasar filosofis lainnya.
• Karena melihat persoalan hukum ini melalui kacamata positivisme, maka harus me
lihat kembali fakta-fakta substansi hukum Pidana Indonesia dalam menjawab per
soalan ini, sebagai negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara
berpikir aliran positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut denga
n tertib berpikir, sehingga hukum Pidana terlepas dari Ins konsistensi hukum. Den
gan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang melekat pada aliran h
ukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus dengan kacamata posit
ivisme. Bukan dengan dasar filosofis lainnya. Menurut Hans Kelsen, aliran positivis
me hukum tidak mempersoalkan keadilan, karena hal tersebut bukan konsen dari
hukum.

• Kasus nenek Minah sontak mencidrai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab n
enek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dij
atuhi hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat
tidak berbanding dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kec
il seperti ini tidak sampai ke pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi huk
um berkata lain. Substansi hukum tidak lagi mencerminkan keadilan ditengah mas
yarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang hidup ditengah masyarakat.

• Kasus nenek Minah merupakan secuil kecil masalah ketidakadilan ditengah-tengah


masyarakat. Banyak substansi hukum yang ada tidak berihak kepada kepentingan
masyarakat, hukum tidak lagi mencerminkan perkembangan masyarakat sehingga
banyak masalah-masalah hukum terkini ditengah-tengah masyarakat tidak bisa di
jawab oleh hukum, karena hukum yang berlaku sudah banyak yang usang seperti
hukum warisan kolonial yang masih bersifat positivis.
Secara idialnya perkembangan masyarakat harus diikuti oleh perkembangan
hukum. Dari kasus nenek Minah, penggunaan pranata hukum yang tidak sesu
ai dengan perkembangan masyarakat dan tidak mencerminan nilai-nilai keadil
an ditengah masyarakat hanya membawa ketidakadilan ditengah-tengah mas
yarakat. Ditambah lagi dengan aparat penegak hukum yang masih berpola pi
kir konservatif dalam menegakkan hukum. Hukum adalah hasil ciptaan masya
rakat, tapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat. Sehingga konsep dalam
berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakatnya

Anda mungkin juga menyukai