Anda di halaman 1dari 50

INTERSEPSI &

EVAPOTRANSPIRASI

AGROHIDROLOGI
DEFINISI

EVAPOTRANSPIRASI
 Keseluruhan uap air yang berasal dari permukaan
tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke
atmosfer
 Jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal
dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan
kembali air hujan dari permukaan tajuk vegetasi),
dan transpirasi ( penguapan air tanah ke atmosfer
melalui vegetasi)
 Perbedaan intersepsi dan transpirasi
INTERSEPSI
INTERSEPSI
 INTERSEPSI AIR HUJAN (RAINFALL
INTERCEPTION LOSS), proses ketika air hujan
jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan
beberapa saat, untuk kemudian diuapkan
kembali (“hilang”) ke atmosfer atau diserap
oleh vegetasi yang bersangkutan
 Terjadi selama berlangsungnya curah hujan
dan setelah hujan berhenti sampai permukaan
tajuk vegetasi kering kembali
KAPASITAS SIMPANAN INTERSEPSI (canofy
storage capacity) adalah besarnya air yang
tertampung di permukaan tajuk, batang dan
cabang vegetasi dan besarnya ditentukan oleh
bentuk, kerapatan, dan tekstur vegetasi
2 proses mekanis air hujan jatuh pada
permukaan tajuk vegetasi sampai ke lantai
hutan
 Air Lolos (throughfall) jatuh langsung ke
permukaan tanah melalui ruangan antar tajuk/daun
atau menetes melalui daun, batang, dan cabang
 Aliran Batang (steamflow), air hujan yang dalam
perjalanan mencapai permukaan tanah mengalir
melalui batang vegetasi
FAKTOR-FAKTOR PENENTU INTERSEPSI

 VEGETASI
 Luas vegetasi hidup dan mati
 Bentuk dan ketebalan daun dan cabang vegetasi

 IKLIM
 Jumlah dan jarak lama waktu antara satu hujan
dengan hujan berikutnya
 Intensitas hujan

 Kecepatan angin

 Beda suhu antara permukaan tajuk dan atmosfer


BEBERAPA HASIL PENELITIAN

 Semakin besar curah hujan semakin kecil air yang terintersepsi.


Penelitian di daerah beriklim sedang.
 CH < 0,25 mm air terintersepsi 100 %
 CH > 1,00 mm air terintersepsi 10 – 40 %
 Semakin rapat jarak tanam, semakin besar intersepsi. Penelitian
di daerah beriklim sedang.
 Jarak tanam 8x8 m, 6x6 m, 4x4 m, 2x2 m, intersepsi hujan 9%, 15
%, 24 %, dan 33 %
 Semakin tua umur tegakan vegetasi, semakin besar intersepsi.
Penelitian di daerah tropis, Jawa Barat, tanaman Pinus merkusii.
 Umur tegakan 5, 10, dan 20 tahun jumlah intersepsi 16 %, 22 %, dan
31 %
Ic = Pg – (Tf + Sf)
Ic = intersepsi tajuk (mm)
Pg= curah hujan (mm)
Tf = air lolos (mm)
Sf = aliran batang (mm)
I = intersepsi total = Ic + Il
Il = intersepsi serasah, jumlah air hujan yang
sampai ke lantai hutan = Tf + Sf
Pn = curah hujan bersih = Tf + Sf + Il
Tabel Perbandingan CH total, air lolos, aliran batang, dan
intersepsi hujan di hutan tidak terganggu dan hutan
bekas tebangan

Hutan tebangan
Variab Unit Hutan tidak Rata- Tajuk Tajuk Tanpa
el terganggu rata Rapat Sedang Tajuk

Pg (mm) 2199 3563 3563 3563 3563


Tf (mm) 1918 3334 3334 3334 3334
(%) (87,2) (93,5) (85,0) (95,0) (99,0)
Sf (mm) 30 9,6 - - -
(%) (1,4) (0,3) - - -
I (mm) 251 219 536 160 24
(%) (11,4) (6,2) (15,0) (4,5) (0,7)
 Proses intersepsi tegakan hutan dari mulai
tegakan muda sampai menjadi tegakan hutan
tua, berlaku:
1. Air Lolos akan semakin berkurang sejalan dengan
bertambah rapatnya tajuk tegakan hutan
2. Aliran batang akan semakin bertambah tapi tidak
terlalu banyak dari aliran batang sebelumnya
3. Kapasitas tampung permukaan tajuk (atas dan
bawah) dan seresah, dalam hubungannya dengan
permukaan tajuk, juga akan meningkat
PENGUKURAN INTERSEPSI
 Pengukuran untuk skala tajuk vegetasi dapat
dilakukan melalui 2 pendekatan
 Pendekatan neraca volume
Mengukur curah hujan, aliran batang, dan air lolos.
Intersepsi = curah hujan total – aliran batang –
air lolos
 Pendekatan neraca energi
Memanfaatkan persamaan matematis dengan masukan
parameter-paremeter meteorologi dan struktur tajuk
serta tegakan yang diperoleh dari pengukuran di
lapangan
PENGUKURAN CURAH HUJAN

 Curah hujan harian atau mingguan diperoleh


menggunakan alat penakar hujan yang
dipasang di tempat terbuka (ketinggian
vegetasi atau bangunan di sekitar alat tidak
boleh membentuk sudut > 450 dari tempat alat)
 Dipasang menara sehingga alat penakar hujan
ditempatkan di atas tajuk hutan
 Mencari tempat terbuka yang memungkinkan
untuk pengukuran curah hujan
PENGUKURAN AIR LOLOS
 Diperoleh dengan memasang talang-talang
penampungan air hujan di bawah pohon yang
ditempatkan secara acak, berbentuk V,
panjang 140 cm lebar 10 cm, dialirkan ke bak
penampungan. Banyaknya air lolos = volume
air yang tertampung/luas penampang talang
 Menggunakan kombinasi botol atau jerigen
kecil yang dilengkapi corong, ukuran 3-5 liter,
diameter corong 18-20 cm.
Lanjutan AIR LOLOS
 Cara lain yang lebih terpadu, menggunakan alat plastic-
sheet gauge atau dengan memasang lembaran plastik
penampungan air lolos dan sekaligus menampung aliran
batang yang ditempatkan di bawah tegakan hutan
 Ukuran plastik umumnya 14 m x 14 m, dipasang 1 m di atas
permukaan tanah
 Air lolos tertampung pada plastik bersama dengan air aliran
batang mengalir ke bak penampungan atau alat penakar
hujan otomatis
 Kelemahan alat ini, jika alat bocor/ ada kerusakan, resiko
kehilangan data menjadi besar
PENGUKURAN ALIRAN BATANG

 Memasang lempengan plastik atau seng


melingkar atau melilit batang pohon
 Ukuran plastik 20 – 30 cm
 Salah satu sisi plastik atau seng dibuat saluran
yang akan mengalirkan air yang tertampung ke bak
penampungan
 Menggunakan pipa plastik yang dibelah menjadi
2, salah satu belahan dililitkan pada batang
menggunakan paku lalu dilapisi bahan perekat
Lahan Terbuka
Lahan Terbuka
Tanaman Sawit umur 10 tahun
lanjutan
KEGUNAAN INTERSEPSI
DALAM BIDANG HIDROLOGI

 Tergantung karakteristik iklim, fisik, dan vegetasi


 Pada kebanyakan studi analisis neraca air, intersepsi
dianggap penting untuk menentukan curah hujan
bersih/jumlah curah hujan yang tersedia untuk
menjadi air infiltrasi, air aliran permukaan, air aliran
bawah permukaan, atau aliran air tanah
 Untuk skala penelitian menggunakan plot besar curah
hujan bersih mudah dilakukan tetapi untuk suatu
wilayah DAS sangat rumit. Besar intersepsi total sangat
dipengaruhi oleh variabilitas spasial tipe tajuk,
stratifikasi tajuk, dan kapasitas tampung seresah
EVAPOTRANSPIRASI
PENDAHULUAN
 Evapotranspirasi mempunyai peran penting dalam berbagai
aspek, karena kehilangan air harus diminimalkan sehingga
ketersediaan air dapat meningkat. Semakin tinggi
evapotranspirasi, ketersediaan air dalam tanah akan semakin
menurun
 Pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi dan metode
pengukuran dan pendugaannya penting dipelajari. Hal ini
berkaitan dengan jaminan penyediaan air untuk kebutuhan
makhluk hidup. Pemahaman terhadap pengertian, faktor-
faktor yang mempengaruhi serta metode pengukuran dan
pendugaaanya dapat digunakan untuk menyusun strategi
pengelolaan terhadap kehilangan air melalui evapotranspirasi.
PENGERTIAN EVAPOTRANSPIRASI

 Berdasarkan siklus hidrologi, dapat dikatakan


bahwa evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air
pada suatu areal yang digunakan untuk
evaporasi, intersepsi dan transpirasi dan
termasuk pembentukan jaringan tumbuhan,
termasuk air yang terintersepsi.
Definisi Lain

Menurut Asdak  ET = T + It + Es+ Eo


(2002),
evapotranspirasi
adalah jumlah air  ET = Evapotranspirasi;
total yang T = Transpirasi vegetasi;
dikembalikan lagi ke
It = Intersepsi total;
atmosfer dari
permukaan tanah, Es = evaporasi dari tanah, batuan dan jenis permukaan tanah
badan air dan lainnya;
vegetasi oleh adanya Eo = Evaporasi permukaan badan air.
pengaruh faktor-
faktor iklim dan
fisiologis vegetasi.  Jika permukaan ditutupi oleh hutan, E o dan Es biasanya diabaikan
Oleh karena itu ET sehingga ET dirumuskan menjadi :
dapat dirumuskan ET = T + It
melalui persamaan
matematik sebagai
berikut :
 bila unsur vegetasi dihilangkan maka ET= Es;

 Bila air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka ET disebut ET
potensial (PET atau potential evapotranspiration).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EVAPOTRANSPIRASI
Menurut Haan et al. (1982) dan Asdak (2002)

 EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL
lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi
(energi matahari, suhu, dan kelembaban)

 EVAPOTRANSPIRASI AKTUAL
lebih dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis
tanaman, dan jenis tanah
Menurut Sinukaban (2004)

 Membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses ET


dan magnitud ET

 Faktor –Faktor yang mempengaruhi ET adalah kelembaban, angin, dan temperatur

 Faktor-Faktor yang menentukan magnitud ET adalah tanaman (jenis, umur, dan


fase pertumbuhannya), ketersediaan air (kadar air dan sifat tanah) dan energi
yang tersedia (matahari)

 Berdasarkan pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa


Evapotranspirasi Potensial lebih menekankan pada proses terjadinya
ET sedang Evapotranspirasi Aktual lebih menekankan pada besaran
(magnitud) dari ET itu sendiri. Namun dalam prosesnya faktor-faktor
tsb selalu berinteraksi dalam mempengaruhi terjadinya ET
lanjutan

1. Energi Matahari
Mempengaruhi ET melalui proses fotosintesis sehingga jumlah
air ET sering pula dihubungkan dengan produktivitas karena
berkaitan dengan kelancaran proses fotosintesis
2. Suhu
Pengaruh suhu dapat dikatakan secara langsung berkaitan
dengan intensitas dan lamanya radiasi matahari. Namun suhu
yang akan mempengaruhi ET adalah suhu permukaan daun,
bukan suhu udara disekitar daun
3. Angin
Pengaruh angin melalui proses pemindahan uap air yang
keluar dari pori-pori daun. Semakin tinggi kecepatan angin
maka semakin besar laju ET
4. Stomata
Merupakan faktor dominan yang menentukan
berlangsungnya ET. Namun kondisi terbuka dan tertutupnya
stomata sangat dipengaruhi oleh iklim terutama lama waktu
penyinaran (suhu udara). Kelembabab sekitarnya hanya
membantu memperpanjang waktu stomata terbuka

5. Kelembaban tanah
ET akan berlangsung ketika kondisi kelembaban tanah
berkisar anatara titik layu permanen dan kapasitas lapang
Kebutuhan air Tanaman
(KAT) =
ET + Jumlah air lainnya

Gambar 2. Pengaruh air dan ET terhadap


pertumbuhan tanaman
Materi Selanjutnya

Pengukuran dan Pedugaan


Evapotranspirasi
PENGUKURAN & PENDUGAAN
EVAPOTRANSPIRASI
PANCI EVAPORASI
 Teknik pengukuran yang paling sederhana
 Pengukuran dilakukan untuk memperoleh
angka indeks potensial ET
 Dapat dihitung dengan rumus
ET = Ce x Ep
ET = Evapotranspirasi
Ce = Koefisien Panci
Ep = Evaporasi Panci (mm/hari)
STANDAR PANCI
 Berdasarkan rekmendasi kantor Cuaca Nasional Amerika
Serikat, standar panci yang umum digunakan Panci
evaporasi kelas A, diameter 122 cm dan kedalaman 25 cm
 Pemakaian dilakukan dengan mempertahankan air
dengan kedalaman 18-20 cm. Pengukuran dilakukan
secara harian
 Telah digunakan untuk memperkirakan besarnya
evaporasi danau dan badan air lainnya dengan nilai Ce
0,5-0,8. Angka tahunan rata-rata yang biasa digunakan
adalah 0,70-0,75 terutama pada tempat yang belum
pernah digunakan sebagai tempat percobaan
LYSIMETER
 Memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian
dengan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah dapat diatasi. Namun
beberapa ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak
memadai untuk diektrapolasi ke lapangan. Lebih cocok untuk diterapkan pada
tanaman pertanian di tempat-tempat percobaan atau laboratorium

 Penggunaan lysimeter perlu didukung oleh kondisi profil tanah,


perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembaban tanah di luar dan di
dalam alat lysimeter harus sama

 Bila kelembaban tanah dijaga dalam keadaan basah, maka yang terukur
adalah ET Potensial

 Bila kelembaban tanah didalam alat dibiarkan berfluktuasi seperti tanah


sekitarnya, maka yang terukur adalah ET Aktual
2 tipe Lysimeter

1. Tipe drainase
Neraca air diasumsikan:
ET = Presipitasi + Irigasi – Drainase
Input air dan air drainase diukur besarnya.
Lama pengukuran tergantung pada tingkat atau frekuaensi kebasahan, ukuran alat,
dan laju gerakan air dalam tanah.
Hasil yang diperoleh adalah ET Potensial karena kelembaban tanah di dalam alat diatur

2. Tipe Timbang
Neraca air diasumsikan :
ET = Presipitasi + Irigasi-Drainase+/ Perubahan kapasitas Simpan
Perubahan kapasitas simpan diukur dari alat penimbang.
Tipe ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur ET Potensial dan ET Aktual.
Penggunaannya terbatas karena harganya mahal
Gambar 3. Lysimeter Tipe drainase (a) dan Lysimeter Tipe
Timbang (b)
PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI

 ET baik secara Potensial maupun Aktual dapat


diprediksi melalui pendekatan empiris
 Beberapa metode yang bisa digunakan
metode Blaney-Criddle, metode Penman,
metode Thorntwaite, dan metode Radiasi
 Metode-Metode ini bersifat manual yaitu
menggunakan beberapa data yang kemudian
digunakan untuk menduga ET melalui
persamaan empiris
LANJUTAN
 Perhitungan juga dapat dilakukan dengan
komputerisasi
 Saat ini telah tersedia program (software)
yang dapat digunakan untuk memprediksi ET
bahkan dapat dikombinasi dengan penentuan
pola tanam, yaitu Cropwat
PENDUGAAN EVAPOTRANSIRASI
 Metode Blaney- Criddle
Metode ini merupakan metode Empiris yang
digunakan untuk penentuan ET dari data iklim dan
data irigasi
Cara ini menghubungkan data ET yang ada untuk
tanaman yang berbeda dengan suhu bulanan,
persentase jam siang dan lama musim pertumbuhan.
Koefisien korelasi kemudian diterapkan untuk
menentukan ET untuk daerah lain yang hanya
mempunyai data iklim. Evapotranspirasi (ET) bulanan
dapat dihitung dengan rumus :
 U = ET harian pada bulan yang dihitung (mm/hari)
 p = % jam lamanya penyinaran matahari bulanan
dalam setahun, yang tergantung letak lintang
 T = Temperatur Harian (oC) dalam setahun
k = koefisien pemakaian konsumtif empirik bulanan
U

 k = kt x kc
 kc = koefisien pemakaian konsumtif tanaman yang
diperoleh dari hasil penelitian
 kt = faktor penyesuaian bulanan
Metode Penman
Penman mendekati masalah pendugaan evaporasi dari permukaan air bebas dengan kesetimbangan

energi pada permukaan air.

  

ETo = Evapotranspirasi Potensial


Δ = lereng kurva tekanan uap jenuh (mbar/ 0C)


γ = konstanta psikrometerik (mbar/ 0C), diukur


Rn = Radiasi netto (cal/m2/hari)


G = kerapatan flux panas pada tanah cal/m 2/hari)


v2 = kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m (km/hari)


es = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata (mbar)


ed= tekanan uap jenuh pada suhu titik embun (mbar) = e s x RH rata-rata

Δ = 0.20(0.00738T + 0.8072)7 – 0.000116

T = suhu rata-rata (oC)


 Radiasi netto dapat diperoleh dari persamaan:
 α = koefisien radiasi matahari atau albedo dengan nilai
mendekati 0.25 untuk tanaman hijau
 σ = konstanta Boltzman (cal/m2/hari)
 Ta = suhu udara absolut (oK = oC +273)
 n/N = perbandingan jam penyinaran matahari aktual terhadap
penyinaran yang mungkin terjadi
 Jika radiasi matahari tidak diukur, Rs dapat diperoleh dari :
 Rs = (0.35 + 0.61 n/N)Rs0
 Rs0 = rata-rata radiasi matahari untuk langit yang cerah
(cal/m2/hari)
 Aliran panas tanah dianggap kecil dan bisa diabaikan. Oleh
karena itu tekanan uap jenuh dhitung dengan persamaan :
 Rs0 = rata-rata radiasi matahari untuk langit yang cerah
(cal/m2/hari)
 Aliran panas tanah dianggap kecil dan bisa diabaikan. Oleh
karena itu tekanan uap jenuh dhitung dengan persamaan :
 T = suhu rata-rata udara (oC)
 Persamaan PET diatas menduga PET sebagai kecepatan aliran
panas laten untuk rumput yang diairi dengan baik, ET
sesungguhnya untuk tanaman lain dapat diduga dengan
menggunakan koefisien tanaman dengan persamaan berikut :
 ETc = kc ET0
 ETc = Prediksi ET untuk suatu tanaman (mm/hari)
 Kc = koefisien tanaman sesuai jenis tanaman dan lokasi
 Metode Thornthwaite
 Metode Thornthwaite memanfaatkan suhu udara sebagai indeks
ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses ET dengan asumsi
suhu udara tersebut berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain
yang mengendalikan proses ET.

 PET = Evapotranspirasi bulanan (cm), belum disesuaikan (adjustment)


 T = Suhu udara rata-rata bulanan (oC)
 I = Indeks panas tahunan merupakan penjumlahan 12 indeks panas
bulanan
 t = suhu

a = konstanta yang bervariasi menurut tempat dan dapat dihitung dengan


persamaan berikut :

  
 PE* = PE yang belum disesuaikan
 Pendekatan Neraca Energi
 Persamaan dasar dari neraca energi adalah :
 Rn = S + A + P + E
 Rn = radiasi netto yang tersedia, S = energi yang masuk untuk memanaskan tanah, A =
energi yang diserap udara dan memanaskan udara, P = energi untuk fotosintesis dan E =
energi untuk evapotranspirasi.
 Jika ada matahari bersinar, radiasi total = 17% diabsorpsi oleh atmosfer, atmosfer
memantulkan kembali 30%. Sedangkan yang sampai ke bumi hanya 53% dimana 31%
sebagai sinar langsung dan 22% sebagai radiasi diffusi langit. Radiasi global (RT) adalah
jumlah radiasi yang dipantulkan (Rf) atau albedo + radiasi yang tersedia (Rn). Albedo
bervariasi tergantung kondisi permukaan, yaitu jenis vegetasi dan musim. Radiasi yang
tersedia (Rn) dapat dihitung dengan persamaan :
 Rn = radiasi yang tersedia; Ra = radiasi ekstra teresterial ekuivalen evaporasi (mm/hari); r
= koefisien pantulan (albedo)  0.5 = untuk air dan 0.15 – 0.25 untuk tanaman; η/N =
rasio jam penyiaran sesungguhnya dengan kemungkinan maksimum penyinaran; σ =
konstanta Boltzman = 2.61. 10-9 mm/hari ekuivalen evaporasi, Ta = suhu (oK) dan ed =
tekanan uap sesungguhnya (mmHg).
 Eo = evaporasi air terbuka (mm/hari); Δ = kemiringan kurva tekanan uap air jenuh/suhu
(dea/DT) pada suhu udara T dalam mmHg/oC; ea = tekanan uap air jenuh dalam mmHg
pada suhu T dan T = suhu (oK); γ = konstanta prikometrik = perbandingan panas jenis
terhadap evaporasi laten air.
 Ea = 0.35 (ed-ea)(1 + U2/100)
 U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m dari muka tanah (mil/hari)

Anda mungkin juga menyukai