Anda di halaman 1dari 18

KELUARGA BERENCANA

(KB)

KELOMPOK 10 :
1) Rismadani Daulay ( 181000084 )
2) Prida Theofanny Br Sitepu ( 181000094)
3) Muhammad Gilang Anugrah ( 181000095)
4) Namira Masyitah ( 181000096 )
5) Humaira Nasution (181000097 )
6) Siti Hardeva Syahputri Nasution ( 181000098 )
7) Novmelia Rizka ( 181000099)
8) Mhd Arief Fadly ( 181000104 )
9) Royyan Qosthalani ( 181000113 )
Sejarah Keluarga Berencana
Sejarah KB di Luar Negeri
 Upaya Keluarga Berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh
perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu
Marie Stopes (19880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh.
 Di Amerika Serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966) dengan program
“birth control” nya merupakan pelopor KB Modern.
 Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada Nopember 1921
diadakan American National Birth Control Conference yang pertama.
 Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konferensi International di New York yang
menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.
 Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan International
Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensinya di New Delhi pada tahun
1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF).
Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai
pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.
Sejarah KB di Indonesia

 Periode Perintisan (1950an – 1966)


23 Desember 1957 : pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau
Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF).
Tahun 1967 : PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.

 Periode Keterlibatan Pemerintah dalam program KB Nasional


Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia
yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak,
dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Pada tanggal 16
Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu
kita harus menaruh perhatian secara seriusmengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran,
dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral
Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia
Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program
Nasional.Pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No.26
tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat
 Periode Pelita I (1969-1974)
  Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN
adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar
Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja
BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden. Pada Periode Pelita I
dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach).
 
 Periode Pelita II (1974-1979)
Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada
kesehatan ini mulai dipadukan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, yang
dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini
pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot
project.
 Periode Pelita III (1979-1984)
Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong
peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan
pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta
KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa
periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca
Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga
diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga
strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan
bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.
 
 Periode Pelita IV (1983-1988)
Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono
sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik
sebagai Menteri Kesehatan. Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai
dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara
penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB
Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan
memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

 
 Periode Pelita V (1988-1993)
Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada
periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya
manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu
Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Pada periode ini ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan
Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk
mewujudkankeluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
 Periode Pelita VI (1993-1998)
Pada Pelita VI dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang bertujuan
untuk menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam Kabinet
Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr.
Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN,
sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian. Pada tangal 16 Maret 1998, Prof.
Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang
dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan
menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono
menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala
BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.
 Periode Pasca Reformasi
Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang
telah ada, Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program
untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan
dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan
kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan
kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan
sebagai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000. Pada tahun 2009, diterbitkan
Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN). Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dimana
BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi
badan koordinasi.
Pengertian KB
Menurut WHO ( World Organization Health ) Keluarga Berencana
(KB) adalah tindakan yang membantu pasangan suamin istri untuk
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur jarak
kelahiran, din menentukan jumlah anak dalam keluarga.Jenis – jenis
KB bagi wanita yaitu ada IUD,Suntikan,Implan,Tubektomi, dsb.
Sedangkan untuk laki – laki yaitu Kondom, Vasektomi.
Tujuan KB

Keluarga Berencana bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak


serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar
bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan
pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Menurut PP RI No. 87 tahun 2014
tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga
berencana, dan informasi keluarga, kebijakan keluarga berencana bertujuan untuk:a.
mengatur kehamilan yang diinginkan;b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka
kematian ibu, bayi, dan anak; c. meningkatkan akses dan kualitas informasi,
pendidikan, konseling, dan pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan
reproduksi; d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga
Berencana; dan e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk
menjarangkan jarak kehamilan.
Tujuan KB terbagi menjadi dua bagian, di antaranya: 
1. Tujuan umum Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan
NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus
menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. 
2. Tujuan khusus Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat
kontrasepsi. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi. Meningkatnya kesehatan
keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran. Status wanita dalam
masyarakat dapat mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh dan
menggunakan berbagai metode kontrasepsi didaerah daerah yang status wanitanya
meningkat, sebagian wanita memiliki pemasukan yang lebih besar untuk
membayar metode – metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara
dalam mengambil keputusan. Juga di daerah yang wanitanya lebih dihargai,
mungkin hanya dapat sedikit pembatasan dalam memperoleh berbagai metode,
misalnya peraturan yang mengharuskan persetujuan suami sebelum layanan KB
dapat diperoleh.
Regulasi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Informasi Keluarga.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 78.
Permasalahan Program KB
 Agama
Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka
pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan
sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi
secara umum, para akseptor wanita mungkin berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak
teratur yang disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama
haid mereka dilarang bersembahyang. Di sebagaian masyarakat, wanita hindu dilarang
mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi
masalah.Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk Indonesia di
pengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan program
KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan dengan kemampuan
untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Dengan suksesnya program KB maka
perekonomian suatu negara akan lebih baik karen dengan anggota keluarga yang sedikit
kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.

 Tidak Sesuai Norma dan Nilai


Masalah norma atau nilai, yaitu belum melembaganya nilai baru dan masalah warisan
budaya masa lalu, yaitu dengan adanya pameo di kalangan masyarakat bahwa banyak anak,
maka banyak pula rezekinya (BKKBN,1980).
 Bagi Pemerintah Daerah KB (Keluarga Berencana ) tidak Menjadi
Prioritas
Pemerintah daerah menganggap program KB nasional belum
prioritas karena jumlah penduduk terutama di daerah pedalaman dan
perbatasan kurang. Penggunaan KB tidak dilarang, namun peredaran
dan penggunaan alat kontrasepsi dipantau dan perlu adanya penetapan
standar keluarga sejahtera. Suplai alat dan obat kontrasepsi terhenti
karena permintaan langsung pemerintah daerah kepada BKKBN
Pusat.Contohnya terdapat di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan
Utara.
 Kurangnya Pengetahuan
Program KB (Keluarga Berencana) mempunyai
kendala/permasalahan dalam pelaksanaanya,salah satu permasalahan
yang sering dijumpai adalah kurangnya pengetahuan akan apa itu KB,
jenis-jenisnya, dan apa manfaat yang didapatkan.
 Kurang Dukungan Suami
Beberapa wanita yang ingin menjadi peserta KB (Keluarga Berencana) tetapi
terkendala karena larangan suami ataupun keluarganya,hal ini juga banyak terjadi di
beberapa daerah di Indonesia.
 Takut Efek Samping
Beberapa pasangan usia subur (PUS) tidak menjadi peserta KB (Keluarga
Berencana) dikarenakan takut akan effect samping yang ditimbulkan karena
penggunaan alat kontasepsi KB (Keluarga Berencana).
 Status Wanita
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk Indonesia di
pengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan
program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan
dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.Dengan
suksesnya program KB maka perekonomian suatu negara akan lebih baik karen
dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan
kesejahteraan dapat terjamin.
Kesimpulan
• Keluarga Berencana adalah upaya kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia kawin, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Maka dari
itu, pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah atau menunda kehamilan.
Tujuan KB terbagi menjadi dua bagian, di antaranya tujuan umum din tujuan khusus.
Keluarga berencana diatur dalam Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga dan juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah nomor 87 tahun 2014 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga, keluarga berencana, dan system informasi keluarga. Permasalahan yang
menghambat terselenggaranya program Keluarga berencana yaitu ketidaksesuaian program
KB dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, karena masyarakat banyak
memegang teguh pada prinsip “banyak anak banyak rezeki” dan beranggapak bahwa anak itu
sebagai penerus eksistensi keluarga. Selain itu, pemerintah daerah menganggap program KB
nasional belum prioritas karena jumlah penduduk terutama di daerah pedalaman dan
perbatasan kurang. Penggunaan KB tidak dilarang, namun peredaran dan penggunaan alat
kontrasepsi dipantau dan perlu adanya penetapan standar keluarga sejahtera
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya program KB (Keluarga Berencana)
perlu ditingkatkan dalam hal memberitahukan pengetahuan mengenai KB (Keluarga
Berencana) kepada masyarkat,agar masyarkat mau menerapkannya. Bisa saja dengan cara
penyuluhan, workshop dan lain sebagainya. Namu pembatasan kelahiran sebaiknya juga
melihat kondisi kemampuan ekonomi suatu keluarga. Adapun saran lain:

1) Diharapkan masyarakat dapat berpartisipasai menjalankan dan menerapkan program KB


(Keluarga Berencana) dengan baik.

2) Diharapkan petugas program KB (Keluarga Berencana) ini menjalankan tugasnya dengan


benar.

3) Diharapkan pelayanan program KB (Keluarga Berencana) ini merata di seluruh Indonesia.

4) Diharapkan program KB (Keluarga Berencana) mampu mengatasi ledakan penduduk yang


dapat menyebabkan beberapa dampak negatif,misalnya kemiskinan.

5) Diharapkan program KB (Keluarga Berencana) terselenggara dengan lancar dan tepat sasaran .
Daftar Pustaka
• Bawing, P., Padmawati, R. S., & Wilopo, S. A. (2017). Analisis pelaksanaan kebijakan program keluarga berencana:
studi kasus di Malinau. Berita Kedokteran Masyarakat, 33(12), 615-622.
• Nasriah. 2013. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, NILAI ANAK, STATUS SOSIAL BUDAYA (ADAT ISTIADAT),
STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA PADA ANAK DALAM KELUARGA
BERENCANA: Studi Eksplanatoris Terhadap Pasangan Usia Subur di Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aoeh
Timur. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
• Kemenkes RI. 2014. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
• Prijatni, Ida. Dkk. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Jakarta : PPSDM Kemenkes RI
• Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga. Lembaran Negara RI Tahun 2014, No.
319. Sekretariat Negara. Jakarta.
• Rihardini, Tetty. (2011). Faktor-faktor Penghambat Akseptor KB Dalam Menentukan Pilihan Terhadap Penggunaan Alat
Kontrasepsi IUD.
• Rohim, S. (2017). Argumen Program Keluarga Berencana (KB) Dalam Islam. Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari'ah dan
Hukum, 2(2).
• Sari, Hesti F. 2015. Hubungan Penggunaan dan Lama Penggunaan Jenis Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian
Keputihan Pada Akseptor Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
• Utari, Meutia. 2015. IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN
KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015. Medan: Universitas Sumatera Utara.
• Wilopo, S. A. (1997). Arah dan implementasi kebijaksanaan program keluarga berencana di Indonesia. Populasi, 8(1).
• Web Resmi BKKBN (www.bkkbn.go.id)
• Web Resmi PKBI (www.pkbi.or.id)
• Yuhedi, Lucky Taufika. 2015. Buku Ajar Kependudukan & Pelayanan KB. Jakarta : EGC
Thank You

Anda mungkin juga menyukai