Kelompok 21 1. Khodijah Edimasjar (PO712011849) 2. Rika Oktarina (PO7120118075)
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
Tahun Ajaran 2019/2020 Konsep teori A. Definisi Atresia Ani adalah Kelainan Kongenital yang dikenal sebagai Anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed. Tahun 2002) Atresiani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (sumber Purwanto, RSCM) Anatomi Fisiologi Susunan saluran pencernaan terdiri dari : 1. Mulut Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu : Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring. 2. Lidah Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. 3. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). 4. Esophagus Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. 6. Hati Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Fungsi hati : Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat. 7. Lambung Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Fungsi lambung : Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Getah cerna lambung yang dihasilkan : Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjaddi pepsin. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu). Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung 8. Pankreas Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa. 9. Usus Halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)). Fungsi usus halus : Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida. 10. Duodenum Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. 11. Jejunum dan Ileum Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. 12. Usus Besar Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri. 13. Sekum Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. 14. Kolon Asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum. 15. Apendiks (usus buntu) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen 16. Kolon transversum Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. 17. Kolon desendens Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. 18. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. 19. Rektum Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara. 20. Anus Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter : Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen. Patofisiologi Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak: 1. Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital. 2. Intermediate: rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya. 3. Rendah: rektum berakhir di bawah M. levator ani Etiologi Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. Manifestasi Klinis Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul : 1.) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. 2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. 3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah. 4.) Perut kembung. 5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. (Ngastiyah, 2005) Gambaran Klinis Komplikasi Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan. Obstruksi intestinal Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan. Komplikasi jangka panjang : Eversi mukosa anal. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi. (Betz, 2002) Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
Pathway Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas Pasien : Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama : Distensi abdomen b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani 3. POLA FUNGSI KESEHATAN 1) Pola persepsi terhadap kesehatan Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan 2) Pola aktifitas kesehatan/latihan Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi. 3) Pola istirahat/tidur Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain 4) Pola nutrisi metabolik Klien hanya minum ASI atau susu kaleng 5)Pola eliminasi Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium 6) Pola kognitif perseptual Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada orang lain 7) Pola konsep diri 1)Identitas diri: belum bisa dikaji 2)Ideal diri: belum bisa dikaji 3) Gambaran diri : belum bisa dikaji 4)Peran diri: belum bisa dikaji 5)Harga diri: belum bisa dikaji 8) Pola seksual Reproduksi Klien masih bayi dan belum menikah 9) Pola nilai dan kepercayaan Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan 10) Pola peran hubungan Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara mandiri 11) Pola koping Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah 4. Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina. 5. Diagnosa Keperawatan Dx pre operasi Konstipasi berhubungan dengan aganglion. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan menurunnya intake, muntah. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan. Dx Post Operasi Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah. 6. Intervensi 1. Diagnosa pre Operasi No Diagnosa Tujuan Interversi Rasional . 1. Konstipasi b/d Setelah 1. Lakukan 1.Evaluasi gangglion dilakukan enema/irig bowel tindakan asi rectal meningkatk Keperawatan sesuai an selama order. kenyaman 1x24jam 2. Kaji pada anak pasien bising usus 2. mampu dan Menyakinka mempertahan abdomen n kan pola setiap 4 berfungsiny eliminasi BAB jam a usus dengan 3. Ukur 3. teratur lingkar Pengukuran KH : abdomen lingkaran Penurunan abdomen distensi membantu No Diagnosa Tujuan Interversi Rasional . 2. Resiko Setelah 1. Monitor 1. Dapat Hipovolemia dilakukan intake- mengide b/d tindakan output ntifikasi menurunnya Keperawatan cairan status intake, selama 2. Lakukan cairan muntah 1x24jam pasien pemasang klien. dapat an infus 2. Menceg mempertahank dan ah an berikan dehidras keseimbangan cairan IV i cairan 3. Observasi 3. Mengeta KH : ttv hui Output urin 1-2 4. Monitor kehilang ml/kg/jam, status an capillary refill 3- hidrasi cairan 5 detik, turgor (kelembab melalui kulit membaik, an mukosa suhu membran lembab, tubuh mukosa lembab nadi yang adekuat, tinggi tekanan 4. Mengeta darah hui Diagnosa post operasi 1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari 1. Mencegah integritas tindakan kerutan permukaan kulit b/d Keperawatan pada kulit kolostomi selama 1x24jam tempat 2. Menjaga diharapkan tidur ketahanan integritas kulit 2. Jaga kulit dapat dikontrol kebersihan 3. Mengetahui KH : kulit agar adanya Temperatur tetap tanda jaringan dalam bersih dan kerusakan batas normal, kering jaringa kulit sensasi dalam 3. Monitor 4. Menjaga batas normal, kulit akan kelembapa elastisitas dalam adanya n kulit batas normal, kemerahan 5. Menjaga hidrasi dalam 4. Oleskan keadekuata batas normal, baby lotion/ n nutrisi pigmentasi dalam baby oil guna batas normal, pada penyembuh perfusi jarigan daerah an luka baik. yang tertekan 5. Monitor 2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui infeksi b/d tindakan tanda dan tanda kolostomi Keperawatan gejala infeksi prosedur selama 1x24jam infeksi lebih dini. pembedaha diharapkan pasien sistemik 2. Menghindar n bebas dari tanda- dan lokal i tanda infeksi . 2. Batasi kontaminas KH : pengunjung i dari Bebas dari tanda 3. Pertahanka pengunjung dan gejala infeksi n teknik 3. Mencegah cairan penyebab asepsis indeks pada klien 4. Mengetahui yang kebersihan beresiko luka dan 4. Inspeksi tanda kondisi infeksi luka/insisi 5. Gejala bedah infeksi 5. Ajarkan dapat keluarga dideteksi klien lebih dini tentang 6. Gejala tanda dan infeksi gejala dapat