Anda di halaman 1dari 25

Penyakit Paru

Obstruktif Kronik
(PPOK)
Nama kelompok 1 :

Anggie Fuji L (12017007)


Hafidh Agrestian S
(12017024)
Kharisma Safenti
(12017028)
Moutia Farha J
(12017033)
Nada Permana
(12017036)
Rizky Tri Utomo
(12017046)
Pokok 01Definisi
bahasan Etiologi, patofisiologi, pathogenesis,
02 epideiologi
PPOK 0
Tanda dan gejala
3 Diagnosis dan pemeriksaan
0
4
0 Sasaran terapi
5
0 Tujuan terapi
6
0 Strategi pengobatan
7
Definisi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai dengan hambatan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara
biasanya bersifat progresif dan terkait dengan respons peradangan
abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Kondisi yang paling umum terdiri dari PPOK adalah bronkitis kronis
dan emfisema.

Bronkitis kronis dikaitkan dengan sekresi lendir yang kronis atau


berulang ke dalam pohon bronkial dengan batuk yang terjadi pada
hampir setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun
setidaknya selama 2 tahun berturut-turut ketika penyebab batuk lain
telah dikeluarkan.

Emfisema didefinisikan sebagai pembesaran abnormal permanen pada


ruang udara di distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan
dindingnya, tetapi tanpa fibrosis yang jelas.

(sumber: Barbara, et al., 2009)


Etiologi
Etiologi yang paling umum adalah paparan asap tembakau
lingkungan (rokok) , tetapi paparan inhalasi kronis lainnya juga
dapat menyebabkan PPOK. Inhala- Partikel dan gas berbahaya
menstimulasi aktivasi neutro- phils, makrofag, dan limfosit CD8 +,
yang melepaskan berbagai mediator kimia, termasuk tumor
necrosis factor-α, interleukin-8, dan leukotriene B4. Sel-sel
inflamasi dan mediator ini menyebabkan perubahan destruktif luas
di saluran udara, pembuluh darah paru-paru, dan parenkim paru-
paru.
Patofisiol  Hambatan aliran udara yang progresif memburuk disebabkan

ogi dikarenakan adanya suatu peradangan atau inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru.
 Pajanan terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang
terhirup bersama dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan
mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus
sehingga terakumulasi dan menghambat aktivitas silia. Akibatnya
pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan
iritasi pada sel mukosa sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar
mukosa akan melebar dan terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi
mukus berlebih.
 Produksi mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta
menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus
yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus.
Patofisio  Seiring terus berlangsungnya iritasi di saluran pernafasan maka akan
terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Akan timbul juga
logi metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa yang
menimbulkan stenosis dan obstruksi ireversibel dari saluran nafas.
 Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta
distorsi akibat fibrosis.
 Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan
berkurangnya daya regang elastis paru. Terdapat dua jenis emfisema
yang relevan terhadap PPOK, yaitu :
a. emfisema pan-asinar kerusakan asinar bersifat difus dan
dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan luas
permukaan alveolus.
b. emfisema sentri-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah
perifer asinar, yang erat hubungannya dengan asap rokok.
Patogen PPOK terjadi sekunder terhadap respons inflamasi abnormal pada
paru yang disebabkan terutama oleh rokok, tetapi bisa juga karena
esis faktor genetik, polusi udara, atau paparan terhadap gas-gas
berbahaya lainnya.
Limitasi aliran udara kronik yang merupakan karakter PPOK
disebabkan oleh inflamasi dan remodelling jalan napas (penyakit
jalan napas kecil), kerusakan alveoli, dan penurunan elastisitas
paru (destruksi parenkim), yang menyebabkan kolaps jalan napas
terutama selama ekspirasi. Inflamasi paru lebih lanjut
dieksaserbasi oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase dalam
paru, yang menyebabkan perubahan patologis terkait PPOK.
 Prevalensi global PPOK pada tahun 2015 sekitar 11,7%, meningkat
Epidemiolog 44,2% dari tahun 1990, dan menyebabkan kematian pada 3,2 juta orang
i di 2015, meningkat 11,6% dari tahun 1990. Sedangkan prevalensi PPOK
di Indonesia menurut Riskesdas 2013 adalah 3,7% (pria 4,2%,
perempuan 3,3%).
 Hasil survei penyakit tidak menular oleh Ditjen PPM & PL di 5 RS
provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan
Sumatera Selatan) pada tahun 2004 menunjukkan bahwa PPOK
merupakan penyumbang angka kesakitan terbesar (35%), diikuti oleh
asma bronkial (33%), kanker paru (30%), dan lainnya (2%).
 Prevalensi PPOK terus meningkat dengan bertambahnya prevalensi
perokok dan populasi usia lanjut, serta peningkatan polusi udara.
Sedangkan berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001, 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% penduduk
perempuan adalah perokok, dan sebagian besar anggota rumah tangga
adalah perokok pasif. Sedangkan jumlah perokok yang berisiko PPOK
atau kanker paru adalah sebesar 20-25%.
Tanda & Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok
(Smaltzer & Bare, 2007):
Gejala 1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejala laiinya adalah sebagai berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak nafas
4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
5. Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan obat bantu pernafasan
9. Suara nafas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asietas dan jari tabuh.
Diagnosis
& 1.ANAMNESIS

Pemeriksa
an 2.PEMERIKSAAN FISIK

3.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari anamnesis PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien
berdasarkan tanda dan gejala yang khas. Poin penting yang dapat
1. ditemukan pada anamnesis pasien PPOK diantaranya:
Anamnesis  Batuk yang sudah berlangsung sejak lama dan berulang, dapat
dengan produksi sputum pada awalnya sedikit dan berwarna putih
(Pemeriksa kemudian menjadi banyak dan kuning keruh.
an Awal).  Adanya riwayat merokok atau dalam lingkungan perokok, riwayat
paparan zat iritan dalam jumlah yang cukup banyak dan bermakna.
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga, terdapat faktor
predisposisi pada masa kecil, misalnya berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran pernafasan berulang, lingkungan dengan
asap rokok dan polusi udara.
 Sesak napas yang semakin lama semakin memberat terutama saat
melakukan aktivitas berat (terengah-engah), sesak berlangsung lama,
hingga sesak yang tidak pernah hilang sama sekali dengan atau
tanpa bunyi mengi. Perlu dilakukan anamnesis dengan teliti
menggunakan kuisioner untuk mengakses keparahan sesak napas
(table 2.1).
Berdasarkan gejala klinis yang dapat diukur berdasarkan skor
mMRC (Modified Medical Research Council) atau CAT
(COPD Assessment Test) yang disajikan pada lampiran dan
berdasarkan riwayat eksaserbasi, PPOK dikelompokkan
menjadi 4 kelompok disajikan pada Tabel 2.2
Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak ditemukan
kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
2.
Pemeriksaa A. Inspeksi

n Fisik
1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu) Sikap
seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Ini diakibatkan oleh mekanisme tubuh yang
berusaha mengeluarkan CO2 yang tertahan di dalam paru akibat
gagal nafas kronis.
2. Penggunaan alat bantu napas Penggunaan otot bantu napas
terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi otot bantu nafas, serta
pelebaran sela iga.
3. Barrel chest Barrel chest merupakan penurunan perbandingan
diameter antero-posterior dan transversal pada rongga dada akibat
usaha memperbesar volume paru. Bila telah terjadi gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai.
Lanjuta
n 4. Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, yaitu kulit
kemerahan, pasien kurus, dan pernafasan pursed-lips breating.
5. Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, yaitu pasien
tampak sianosis sentral serta perifer, gemuk, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru.

B. Palpasi. Pada palpasi dada didapatkan vokal fremitus melemah dan sela iga
melebar. Terutama dijumpai pada pasien dengan emfisema dominan.

C. Perkusi Hipersonor akibat peningkatan jumlah udara yang terperangkap, batas


jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah terutama pada
emfisema.

D. Auskultasi Suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki dan atau
mengi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang,
bunyi jantung terdengar jauh.
a. Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-
3. bronchodilator). berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat
perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan
Pemeriksa ini memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas
dalam berbagai tingkat.
an
Penunjang b. Foto Torak PA dan Lateral Foto torak PA dan lateral berguna
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru lain.

c. Analisa Gas Darah (AGD) Pada PPOK tingkat lanjut,


pengukuran analisa gas darah sangat penting dilakukan apabila
nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40% dari nilai
prediksi. Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang
berbeda pada pasien dengan emfisema dominan dengan
bronkitis kronis dominan.
Lanjutan d. Pemeriksaan sputum: dilakukan untuk mengetahui pola kuman
dan memilih antibiotik yang tepat.

e. Pemeriksaan Darah rutin: digunakan untuk mengetahui adanya


faktor pencetus seperti leukositosis akibat infeksi pada
eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik.

f. Pemeriksaan penunjang lainnya:


 Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG)
 uji latih kardiopulmoner
 uji provokasi bronkus
 CT-scan resolusi tinggi
 ekokardiografi
 pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.
Sasaran Masyarakat umum dan kelompok masyarakat khusus

Terapi (kelompok masyarakat yang berisiko PPOK.

Penderita PPOK
Tujuan 1. Tujuan utama penatalaksanaan terapi pada keadaan
yang stabil adalah untuk mengurangi gejala dan mengurangi
Terapi resiko komplikasi.

2. Memperlambat perkembangan penyakit

3. Meningkatkan kemampuan untuk tetap aktif

4. Mencegah dan mengobati komplikasi.


Strategi 1. Terapi Non Farmakologi

pengobat
an Berhenti merokok, adalah strategi paling efektif untuk
mengurangi resiko mengembangkan PPOK dan satu satunya
intervensi yang terbukti mempengaruhi jangka panjang. Jangka
penurunan FEV1 dan memperlambat perkembangan PPOK.

Program rehabilitasi paru termasuk pelatihan olahraga berhenti merokok,


latihan pernafasan, perawatan medis yang optimal, psiko dukungan sosial,
pendidikan kesehatan. Oksigen tambahan, dukungan nutrisi, dan perawatan
psiko edukasi misalnya relaksasi adalah tambahan penting di program
rehabilitasi paru-paru.
lanjutan
Direkombinasikan Vaksinasi tahunan dengan vaksin
influenza intramuscular yang tidak efektif.

Dosis vaksin pneumokokus folifalen diindikasikan untuk


pasien pada usia berapapun dengan PPOK,
direkombinaikan vaksinasi ulang untuk pasien diatas 65
tahun jika vaksinasi pertama lebih dari 5 tahun sebelumnya.
Strategi 1. Terapi Farmakologi

pengobat
an  Pendekatan bertahap untuk mengelola PPOK yang stabil
berdasarkan tingkat keparahan penyakit adalah
bronkodilator digunakan untuk mengendalikan gejala;
tidak kelas farmakologis tunggal telah terbukti
memberikan manfaat superior dibandingkan yang lain,
meskipun terapi inhalasi umumnya lebih disukai.

 Obat pemilihan berdasarkan pada kemungkinan kepatuhan


pasien, respon individu, dan sisi efek. Obat dapat
digunakan sesuai kebutuhan atau sesuai jadwal dan terapi
tambahan. Harus ditambahkan secara bertahap tergantung
pada respons dan tingkat keparahan penyakit.
lanjutan  Manfaat klinis bronkodilator termasuk peningkatan
kapasitas olahraga, penurunan perangkap udara ,
dan pengurangan gejala seperti dispnea. Namun,
peningkatan signifikan dalam fungsi paru
pengukuran tion seperti FEV1 mungkin tidak diamati.

 Antibiotik (Azidthromicin 250mg/hari atau 500mg 3kali


seminggu). Atau Erythomicin (500mg 2x1 selama 1
tahun pada pasien yang rentan eksaserbasi, dapat
menurunkan resiko eksasernasi dibanding perawatan
biasa.
 Mukolitik : pada pasien PPOK yang tidak mendapat
ICS, terapi reguler dengan mukolitik seperti
Carbocysteine dan n-Acetylcystine dapat menurunkan
eksaserbasi dan sedikit memperbaiki status
kesehatan.
 Antitusif : peranan antitusif pada PPOK masihbelum
jelas.
lanjutan
 Vasodilator : belum dinilai secara tepat pada pasin
PPOK dengan hipertensi paru berat.
 Alpha-1 Antitrypsin Augmentation Therapy : obat ini
diberikan secara intravena untuk meminimalisasi
perkembangan dan progresivitas penyakit paru
serta menjaga fungsi dan struktur paru pada pasien
dengan defisiensi Alpha-1 Antitrypsin (AATD).
THANKS
Does anyone have any questions?

Anda mungkin juga menyukai