Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 4

1. Devindra y.p 108116037


2. Sugiarto arif b 108116038
3. Ahmad fatoni 108116050
4. Sahrul hardianto108116053
5. Hendrawa 108116054
6. Arizal setyawan 108116057
7. Novan gumegah 108116064
Sikap Muslim pada Non-Muslim harus mewakili sikap Islam yang ramah

Seorang muslim yang ideal adalah representasi individu


terbaik dan pantas menjadi contoh teladan pemeluk agama
lain dalam tata krama dan kehidupan sosial bermasyarakat.
QS Ali Imron 3:110 menyatakan, “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah.
Seorang muslim, sebagaimana manusia lainnya, adalah
makhluk sosial yang selalu butuh berkomunikasi dengan
manusia lainnya tanpa memandang agama orang tersebut.
Oleh karena itu, Islam sebagai agama fitrah, tidak melarang
seorang muslim berinteraksi (muamalah) dengan non-
muslim. Bukan saja dibolehkan, lebih dari itu, muslim
dianjurkan untuk berbuat baik dengan non-muslim.
Dalam QS Al-Mumtahanah 60:8  Allah berfirman “Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.[2] Dalam ayat ini disebutkan kondisi
bolehnya berinteraksi dengan non-muslim bersifat
mutlak selagi mereka tidak memerangi kita.  Ayat ini
diperkuat dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ 4:86
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa).
Di era globalisasi dan teknologi informasi saat ini, interaksi muslim
dengan non-muslim terjadi hampir setiap hari bahkan setiap saat.
Mereka bisa saja menjadi salah satu tetangga, kolega kerja, teman
kuliah, kerabat atau teman berdiskusi di internet. Dalam situasi seperti
ini seorang muslim hendaknya tidak bersikap seperti makhluk asing yang
berperilaku aneh dengan tidak bersosial. Karena, Islam agama universal
yang mengajarkan seorang muslim untuk berbuat baik bukan saja pada
sesama manusia, tapi bahkan pada binatang dan tumbuhan. Dalam
hadits sahih riwayat Muslim Nabi bersabda: “Tidaklah seorang muslim
yang bercocok tanam, kecuali setiap tanamannya yang dimakannya
bernilai sedekah baginya, apa yang dicuri orang darinya menjadi sedekah
baginya, apa yang dimakan binatang liar menjadi sedekah baginya, apa
yang dimakan burung menjadi sedekah baginya, dan tidaklah seseorang
mengambil darinya, melainkah ia menjadi sedekah baginya.”
Tetangga, Kolega Kerja dan Teman Sekolah Non-
Muslim

• Tetangga memiliki hak yang istimewa dalam Islam. 


Ia harus dihormati dan dimuliakan.  Allah berfirman
dalam QS An-Nisa 4: 36 “Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil..”[
Nabi bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya.”[11] 
 Dalam hadis lain Nabi bersabda, “Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya tidak menyakiti
tetangganya.”[12] Mengomentari hadits ini, Al-Dzahabi dalam
Haqqul Jar menyatakan, “Apabila engkau bertetangga dengan
Yahudi atau Kristiani di rumah atau di pasar atau di kebun,
maka perlakukan mereka dengan baik dan jangan
menyakiti.”[13] Dari penjelasan Al-Dzahabi ini maka definisi
“tetangga” tidak hanya terbatas pada “orang yang rumahnya
berdekatan”, namun mencakup juga setiap orang yang sering
berdekatan karena adanya kesamaan kepentingan dan
kegiatan, seperti kolega kerja, teman sekolah atau teman
organisasi, dan lainnya.
• Baik tetangga dalam pengertian yang konvensional, atau kolega
kerja dan teman sekolah atau rekan kuliah semuanya memiliki
hak untuk dimuliakan, dibantu apabila membutuhkan bantuan,
dihormati tanpa memandang status sosial dan tidak disakiti. 
Hak-hak ini berlaku baik mereka beragama Islam atau non-
muslim.  Karena hak bertetangga bersifat universal.
• Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bazzar, Rasulullah membagi
tetangga menjadi tiga golongan. Nabi bersabda, “Tetangga ada
tiga: tetangga yang memiliki satu hak, tetangga yang memiliki
dua hak dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun
tetangga yang memiliki satu hak yaitu tetangga non-muslim
yang bukan kerabat. Dia punya hak sebagai tetangga. Adapun
tetangga yang mempunyai dua hak adalah tetangga muslim dia
mempunyai hak Islam dan hak tetangga. Sedangkan tetangga
yang mempunyai tiga hak adalah tetangga muslim dan kerabat.
Dia memiliki hak Islam, hak tetangga dan hak kerabat.
Sikap yang Baik
• Bagaimana menjadi muslim yang baik pada non-muslim? Sebagaimana
dijelaskan di atas, muslim dituntut untuk bersifat memuliakan pada semua
manusia, baik pada sesama muslim atau non-muslim. Wujud dari pemuliaan
dan penghormatan itu antara lain, pertama, yang bersifat lahiriah. Seperti,
menjamu tamu non-muslim sebagaimana layaknya menjamu sesama muslim
sesuai kemampuan dan itu dianggap sebagai sedekah sebagaimana disinggung
oleh Imam Ahmad bin Hanbal di atas. Begitu juga, bersikap baik pada tetangga
non-muslim sesuai dengan aturan dan tradisi yang berlaku di suatu tempat.
Misalnya, saling mengundang, menjamu, saling menghantar makanan, dan
lain-lain.
• Kedua, memuliakan secara emosional. Tamu, tetangga, kolega kerja dan
teman sekolah non-muslim tentunya memiliki perasaan yang sama dengan
kita. Maka, lakukan pada orang lain apa yang anda harapkan orang lain
lakukan pada Anda. Begitu juga, jangan lakukan suatu perbuatan atau ucapan
yang Anda tidak suka hal itu mereka lakukan atau ucapkan pada Anda. Inilah
dua makna memuliakan dan menghormati pada sesama manusia, muslim dan
non-muslim. Itulah sikap adil yang dimaksud dalam QS An-Nisa’ 4:86 di atas.
Dari uraian singkat ini maka dapat disimpulkan
bahwa berbuat baik (ihsan) kepada non-muslim
bukan hanya dibolehkan, tapi justru disunnahkan
dan dianjurkan. Terutama bagi mereka yang memiliki
kedekatan fisik yang disebabkan oleh adanya
kesamaan aktivitas, kekerabatan atau kedekatan
lokasi tempat tinggal atau kesamaan sebagai warga
negara. Tentu saja kebaikan kita pada non-muslim
ada batasan yang harus ditaati. Rambu-rambu itu
adalah syariah Islam itu sendiri

Anda mungkin juga menyukai