Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

KASUS HUKUM PERIKATAN DAN HUKUM


PERJANJIAN

Dosen Pengampu : Dr. Imelda Mardayanti,SH.,M.Kn

Disusun Oleh :

Nama : Yunita Sinaga (19110056)


Kelas/Semester : Manajemen C Sore/ II
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Bisnis

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) BinaKarya


Kota Tebing Tinggi
Tahun Ajaran 2019/2020
Soal Kasus Hukum Perikatan Dan Perjanjian

1. Wahyu mengancam Panur akan membuka rahasia


perselingkuhannya jika tidak mau menandatangani perjanjian jual
beli dari salah satu rumah Panur yang diinginkan oleh Wahyu.

2. Zhini mengadakan kontrak dengan Manager seorang penyanyi


bernama Syafrini, ternyata setelah kontrak ditandatangani baru
diketahui bahwa penyanyi tersebut mempunyai nama yang sama
dengan penyanyi Syahrini yang asli.

3. Syahrul membeli oli yang diganti kalengnya dengan kaleng


yang asli dengan merek Super, demikian pula label-label lainnya.
Sehingga persis seperti aslinya merek Super.

4. Megaria bermaksud mengadakan perjanjian jual beli mobil


Avanza dengan Ummi,ternyata Megaria mengadakan perjanjian
dengan orang yang bernama sama dengan Ummi. Sedangkan
mengenai pokok perjanjian tidak ada keberatan sama sekali,hanya
keliru orangnya.
PERTANYAAN

01. Apakah kasus-kasus


yang disebutkan pada No.
1-4 keseluruhan
merupakan bentuk
perjanjian? Sebutkan
mana yang bukan
merupakan perjanjian

02. Bagaimana akibat


hukum dari perjanjian
yang dilaksanakan pada
kasus-kasus diatas jika
memang merupakan
bentuk perjanjian (kaitkan
dengan pasal 1320 KUHP
Perdata)
Jaw
a
pe ban
rt a
ny dari
JAWABAN
no aan
-1 1. Menurut saya sendiri kasus-kasus yang disebutkan
pada No. 1-4 tidak semuanya bentuk perjanjian,
Mengapa????

 Karena pada kasus yang ke-1 itu bukanlah bentuk


perjanjian,di kasus ini sudah sangat jelas tertera
bahwasanya ada paksaan antara keduaa belah pihak,
dimana hal paksaan tersebut diatur dalam Pasal 1324
KUHP.
 Kasus yang ke-2 ini juga bukan merupakan bentuk
perjanjian,karena adanya kekeliruan kepada salah satu
pihak.
 Kasus yang ke-3 juga bukan termasuk dalam bentuk
perjanjian, karena ada pihak yang terkena tipu daya.
Sedangkan pihak yang satu memperoleh keuntungan
dari hasil penipuannya, jadi sudah sangat jelas
bahwasanya ini bukan suatu perjanjian.
 Sedangkan kasus ke-4 ini adalah merupakan suatu
bentuk perjanjian, meskipun ada kekeliruan terhadap
nama,tetapi kekeliruan ini tidak mempermasalahkan
perjanjian tersebut,karena kedua belah pihak sama-
sama menyetujui
Jawaban dari
pertanyaan
no-2

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan adanya 4 syarat sahnya


suatu perjanjian,yakni:
1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu periktan;
3. Suatu hal tersebut; dan
4. Suatu sebab (causa) yang halal.
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan
bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu
kontrak dianggap sah oleh hukum,kedua belah pihak mesti
ada kesesuaian pendapat tentang apa yang di atur oleh kontrak
tersebut.
Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan
kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Paksaan (dwang,duress)
b. Penipuan (bedrog,fraud)
c. Kesilapan (dwaling,mistake)
Kasus 1:
Didalam kasus pertama ini tidaklah sesuai hukum yang berlaku,karena
adanya ancaman terhadap sebelah pihak untuk menandatangani sebuah
surat. Didalam pasal 1324 KUH Perdata,paksaan terjadi,bla tindakan itu
sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan
ketakutan pada orang yang berakal sehat,bahwa dirinya,orang-
orangnya,atau kekayaannya,terancam rugi besar dalam waktu dekat.

Kasus 2:
Dalam kasus ini terjadinya kekhilafan atau kekeliruan, yang sesuai dengan
isi pasal 1322 KUH Perdata yaitu “menyatakan bahwa kekhilafan tidak
mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu
terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian.
Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan,jika kekhilafan itu hanya
terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat
suatu perjanjian,kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena
mengingat dirinya orang tersebut.
Kasus 3:
Dalam kasus ini sangatlah merugikan sebelah pihak karena adanya tipu
daya,dan sedangkan pihak yang satu mendapat keuntungan. Maka kasus ini
bisa dibawa kejalur hukum,karena ini merupakan siasat penipuan dan akan
merugikan orang yang selanjutnya menjadi sasaran sipenipu tersebut.
Karena sudah sangat jelas didalam pasal 1328 KUH Perdata,” Penipuan
merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan,bila penipuan
yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa,sehingga nyata
bahwa pihak lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu
muslihat.

Kasus 4:
Dan yang terakhir didalam kasus ini ialah suatu perjanjian antara kedua
belah pihak,meskipun adanya kekhilafan nama saja,tetapi tidak ada yang
keberatan dan perjanjian tetap terjadi. Dan kasus ini sesuai dengan apa yang
didalam pasal 1322 KUH Perdata,yaitu ada 2 jenis kekhilafan:
1. Kekhilafan mengenai orang dengan siapa seseorang mengikatkan
dirinya(error in person).
2. Kekhilafan mengenai hakikat bendanya(error insubstantia).
JELASKAN DAN BERIKAN CONTOH:

Hapusnya Perikatan/Perjanjian:

1. Pembayaran 6. Pembebasan Utang


2. Penawaran 7. Musnahnya Barang
Pembayaran,diikuti yang Diutang
dengan penitipan 8. Pembatalan Perikatan
3. Pembaharuan Utang 9. Berlakunya Syarat
(novasi) Pembatalan
4. Perjumpaan Utang 10. Lewat Waktu atau
5. Pencampuran Utang Kadaluarsa
1. Pembayaran, (Pasal 1382-1403 KUHPerdata)
Yaitu pelunasan utang(uang,jasa,barang) atau tindakan
pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur.Misalnya
perjanjian jual beli sepeda. A membeli sepeda milik B,maka
saat A membayar harga sepeda dan sepeda tersebut diserahkan
B kepada A yang berarti lunas semua kewajiban masing-masing
pihak(A dan B)maka perjanjian jual beli antara A dan B
dianggap berakhir/hapus.

2. Penawaran pembayaran,diikuti dengan penitipan(pasal 1404-


14012 KUHPerdata)
Yaitu suatu cara hapusnya perikatan dimana debitur hendak
membayar utangnya namun pembayaran ini ditolak oleh
kreditur,maka kreditur bisa menitipkan pembayaran melalui
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Misalnya, A punya
utang kepada B. Akhirnya A membayar utang tersebut kepada B
tapi B menolak menerimanya. Dalam kondisi demikian,A bisa
menitipkan pembayran utangnya tersebut melalui Kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat nanti pengadilan yang akan
meneruskannya kepada B. Jika menitipkan melalui pengadilan
ini sudah dilakukan, maka piutang-piutang antara A dan B
dianggap sudah berakhir.
3. Pembaharuan Utang (novasi) (Pasal 1425-1435 KUHPerdata)
Adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada
dihapuskan dan kemudian suatu perikatan yang baru. Misalnya,A punya utang Rp.
1.000.000,- kepada B,tapi A tidak sanggup bayar utangnya tersebut. Lalu B mengatakan
bahwa B tidak perlu lagi membayar utangnya sebesar Rp. 1.000.000,- tersebut,
melainkan cukup bayar Rp. 500.000,- saja, dan utang dianggap lunas. Dalam hal ini
perjanjian utang piutang antara A dan B yang sebesar Rp.1000.000,- dihapuskan dan
diganti perjanjian utang piutang sebesar Rp.500.000,- saja.

4. Perjumpaan Utang(Pasal 1425-1435 KUHPerdata)


Yaitu penghapusan utang masing-masing dengan jalan saling memperhitungkan utang
yang sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan kreditur. Misalnya A punya
utang kepada B sebesar Rp.500.000,- tapi pada saat yang sama B juga ternyata punya
utang kepada A sebesar Rp.500.000,- . Dalam hal demikian maka utang masing-masing
sudah dianggap lunas karena”impas”, dan perjanjian utang-piutang dianggap berakhir.

5. Pencampuran Utang (Pasal 1436-1437 KUHPerdata)


Adalah pencampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan
sebagai kreditur menjadi satu.Misalnya,A punya utang kepada B. Ternyata karena
berjodoh A akhirnya menikah dengan B,dalam kondisi demikian maka terjadilah
pencampuran utang karena antara A dan B telah terjadi suatu persatuan harta kawin
akibat perkawinan. Padahal dulunya A mempunyai utang kepada B.
6. Pembebasan Utang(Pasal 1438-1443 KUHPerdata)
Yaitu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan
dari utang-utangnya.Misal, A punya utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari
utangnya tersebut atau utang tersebut telah diikhlaskan.

7. Musnahnya barang yang terutang (Pasal 1444-1445 KUHPerdata)


Yaitu perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu
yang menjadi prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya
kepada kreditur. Musnahnya barang yang terutang ini digantungkan pada dua
syarat (Miru dan Pati,2011 : 150) Musnahnya barang tersebut bukan karena
kelalaian debitur; Debitur belum lalai menyerahkan kepada kreditur.

8. Pembatalan Perikatan (Pasal 1446-1456 KUHPerdata)


Yang dimaksud “batal demi hukum” didalam Pasal 1446 KUHPerdata
adalah “dapat dibatalkan” (Komandoko dan Raharjo,2009:11).
Misalnya,suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa
(belum cakap hukum) perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya
melalui pengadilan. Dan saat dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian
tersebut pun berakhir.
9. Berlakunya Syarat Pembatalan (Pasal 1265 KUHPerdata)
Artinya syarat-syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan
perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula yaitu
seolah-olah tidak ada suatu perjanjian. Misalnya perjanjian yang
dibuat bertentangan dengan UU,Kesusilaan, atau ketertiban umum
(Pasal 1337 KUHPerdata) adalah batal demi hukum.

10. Lewat Waktu atau Kadaluarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV
KUHPerdata)
Menurut Pasal 1946 KUHPerdata,kadaluarsa adalah suatu alat untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang.
Sekian dan terima kasih

Semoga bermanfaat 

Anda mungkin juga menyukai