Anda di halaman 1dari 85

REFERAT

KONJUNGTIVITIS
Irma Putri Hariyani 21804101017
Lina Budiarti 21804101018
Elva Maulidya 21804101019

~ Pembimbing : dr. Muhdahani, Sp.M ~


PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Konjungtivitis adalah proses inflamasi
akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi
vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi
(Vaughan, 2015).
Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009. Dari 135.749 pasien yang berkunjung ke poli mata, 73% adalah
kasus konjungtivitis. Berdasarkan beberapa jenis klasifikasi dari konjungtivitis, terdapat tiga
jenis kejadian konjungtivitis yang sering ditemukan antara lain konjungtivitis bakteri,
konjungtivitis virus dan konjungtivitis alergi (Kemenkes RI., 2010).
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi dari konjungtiva?
2. Bagaimana fisiologi dari konjungtiva?
3. Bagaimana histologi dari konjungtiva?
4. Apa definisi dari konjungtivitis?
5. Bagaimana epidemiologi dari kejadian konjungtivitis?
6. Bagaimana perbedaan dari konjungtivitis virus, bakteri dan alergi?
7. Apakah komplikasi dari konjungtivitis?
8. Bagaimana prognosis dari konjungtivitis?
TUJUAN
1. Mengetahui anatomi dari konjungtiva.
2. Mengetahui fisiologi dari konjungtiva.
3. Mengetahui histologi dari konjungtiva.
4. Mengetahui definisi dari konjungtivitis.
5. Mengetahui epidemiologi dari kejadian konjungtivitis.
6. Mengetahui perbedaan dari konjungtivitis virus, bakteri dan alergi.
7. Mengetahui komplikasi dari konjungtivitis
8. Mengetahui prognosis dari konjungtivitis
MANFAAT

Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan maupun sumber
pustaka praktis sebagai dasar untuk melakukan manajemen diagnosa dari kasus
konjungtivitis dalam praktek klinis sehari-hari.
TINJAUAN
PUSTAKA
ANATOMI
VASKULARISASI
PERSARAFAN
HISTOLOGI
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
 Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari 2-5 lapisan
sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal.
Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel
skuamosa.
 Sel epitel supercial, mengandung sel goblet bulat
atau oval yang mensekresi mukus. Sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel superficial.
 Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid mulai
berkembang saat usia > 2 atau 3 bulan.

 Lapisan fibrosa
Tersusun dari connective tissue yang melekat pada lempeng tarsus. Terdapat
kelenjar air mata asesori (kelenjar krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal. Sebagian besar kelenjar krause berada di
forniks atas. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas
FISIOLOGI
Epitel konjungtiva memiliki
beberapa fungsi. Selain menjadi
barier fisik, sel goblet konjungtiva
mengeluarkan musin, yang
membentuk bagian dari lapisan air
mata. Hal ini memungkinkan
permukaan mata untuk
mempertahankan kelembaban.
Konjungtiva juga memiliki beberapa
sel imun yang membantu pertahanan
permukaan mata (Shumway dan
Wade, 2018).
Terdapat banyak sel langerhans, sel dendritik dan
makrofag yang berperan sebagai APC. Konjungtiva juga
memiliki struktur khusus untuk memproses antigen secara
terlokalisir (Peyer’s patches atau tonsil) dan sel efektor
(sel T intraepitelial dan sel mast).

Folikel pada konjungtiva yang membesar setelah infeksi


ataupun inflamasi pada ocular surface menunjukkan
adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel ini
merupakan daerah untuk terjadinya respon imun
terlokalisir terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara
lokal di dalam folikel.
• Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocular adalah
Mucosa-Associated Lymphoid Tissue( MALT)
• MALT terbentuk karena adanya presentasi imonologi spesifik oleh
APC yang ada dikonjungtiva
• Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan
keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah
kerusakan jaringan mukosa
• MALT sendiri terdiri dari beberapa bagian, salah satunya CALT
• CALT dibentuk oleh substansia propia yang mengandung sel-sel
imun dari bone marrow
• CALT merupakan sistem imunoregulasi yang utama bagi
konjungtiva.
KONJUNGTIVITIS
DEFINISI
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat
infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva
yang ditandai dengan dilatasi vaskular,
infiltrasi seluler, dan eksudasi (Vaughan,
2015).

Manifestasi konjungtivitis bervariasi mulai


dari hiperemia ringan dengan mata berair
sampai konjungtivitis berat dengan banyak
sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
EPIDEMIOLOGI

Konjungtivitis merupakan peradangan pada mata yang


terjadi di seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua
status sosial dan kedua gender. Di Indonesia konjungtivitis
menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009. Dari 135.749 pasien yang
berkunjung ke poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis
(Kemenkes RI., 2010)
KONJUNGTIVITIS
VIRUS
DEFINISI
Konjuntivitis virus merupakan infeksi
konjungtiva yang terjadi akibat virus,
seperti adenovirus, enterovirus, virus
herpes simplex, virus molluscum
contagiosum, dll. Manifestasi pada
konjungtivitis virus sendiri bermacam-
macam, mulai dari infeksi ringan yang
cepat sembuh sendiri sampai
menimbulkan kecacatan (Paul & John.,
2009)
PATOFISIOLOGI

Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan invasi. Adhesi
adalah penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang dimediasi oleh protein
permukaan mikroorganisme. Evasi adalah upaya mikroorganisme untuk menembus
pertahanan sistem imun. Hampir semua mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat
kerusakan epitel.
Pada infeksi virus, adhesi sekaligus memfasilitasi proses invasi,
melalui interaksi molekul virus dengan sel hospes, seperti interaksi
kapsul adenovirus dengan integrin sel hospes yang menyebabkan
proses endositosis virus oleh sel. Mikroorganisme juga dapat bertahan
melewati sistem pertahanan tubuh dan bereplikasi seperti pada infeksi
HSV, virus varisela serta herpes zoster namun sebagian besar infeksi
lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun tubuh (Cantor et al. 2014)
PENEGAKAN DIAGNOSA
• Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik.
Infeksi virus biasanya menyerang satu mata kemudian menyebar ke
mata yang lain dalam kurun waktu beberapa hari, biasanya disertai
mata merah, pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Tajam
penglihatan dapat terganggu karena sekret mata (Chrisyanti et al. 2011;
Leibowitz, 2000).
• Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (antigen) untuk adenovirus
kultur sekret konjungtiva (tiga hari  menunda terapi) (Khurana,
2007; Lambert, 2017; Sendrowski et al. 2016).
KLASIFIKASI

Akut Kronis
• Pharyngoconjunctival Fever • Blefarokonjungtivitis Molluskum
• Keratokonjungtivitis Epidemika Kontagiosum
• Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks • Blefarokonjungtivitis Varisela-Zoster
• Konjungtivitis Newcastle • Keratokonjungtivitis Morbilli/
• Konjungtivitis Hemoragik Akut Keratokonjungtivitis Campak
• Demam Faringokonjungtival/ Pharyngoconjunctival Fever

Penularan

adenovirus tipe 3, 4, 7

berklor rendah
Manifestasi klinis

faringitis Konjungtivitis (mata merah


38,3-40 C
o
dan berair, terdapat folikel)

Selain itu juga dapat terjadi limfadenopati preaurikular (tidak nyeri


tekan)
• serologi  meningkatnya titer antibodi virus.
• kerokan konjungtiva  sel mononuklear dan tidak ada
bakteri yang tumbuh dalam biakan.

Pada konjungtivitis jenis ini tidak ada pengobatan spesifik,


dan umumnya dapat sembuh sendiri dalam kurun waktu 10
hari
• Keratokonjungtivitis Epidemika

kon­jungtivitis folikular akut yang


diikuti dengan keratitis superfisial.

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan


mata sangat sering terjadi melalui jari tangan
dokter, alat pemeriksaan mata yang kurang
steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. (Paul & John., 2009).
adenovirus tipe 8,19,29,37
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada konjungtivitis jenis ini
terbagi dalam 3 fase yaitu,
• Fase pertama (konjungtivitis sero­sa akut)  konjungtiva hiperemi,
lakrimasi, edema palpebra, dan tanda khas nyeri tekan di nodus
preaurikuler.
• Fase kedua (konjungtivitis folikular akut)  pembentukan folikel di
kelopak mata bawah dan perdarahan subkonjungtiva dalam kurun
waktu 48 jam.
• Fase ketiga (konjungtivitis pseudo­membran akut)  pseudomembran
di permukaan konjungtiva diikuti jaringan parut datar atau
simblefaron (Paul & John., 2009).
• kerokan konjungtiva  sel mononuklear
• jika terbentuk pseudomembran  neutrofil yang banyak (Paul & John., 2009).

Terapi pada konjungtivitis epidemika sampai saat ini, belum ada


terapi spesifik, namun kompres dingin dapat mengurangi gejala (Ilyas,
2010; Scherer et al. 2015).
• Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

• Pada neonatus, mungkin disertai


ensefalitis, korioretinitis, hepatitis,
dll.

• Konjungtivitis herpetik merupakan


HSV tipe 1, 2 (neonatus) manifestasi infeksi herpes primer
yang dapat berlangsung selama 2-3
minggu (Paul & John., 2009).
Manifestasi klinis yang dapat
ditemukan yaitu,
• injeksi konjungtiva unilateral, • Dapat ditemukan folikel, dan
• sekret mukoid, pseudomembranosa (jarang).
• nyeri, • Vesikel-vesikel herpes terkadang
muncul di palpebra dan tepian
• fotofobia palpebra, disertai edema
• sering disertai dengan keratitis palpebra hebat
herpes simpleks  kornea akan • sebuah nodus preaurikular kecil
menampakkan ulkus epitelial yang nyeri tekan (Paul & John.,
bercabang banyak (dendritik). 2009; Tsai et al. 2011; Chrisyanti
et al. 2011).
• Pemeriksaan kerokan atau biakan  tidak ditemukan adanya bakteri.
• Pewarnaan giemsa  sel raksasa (Khurana, 2007; Sendrowski et al.
2016; Christopher et al. 2015).
• Jika konjungtivitis folikular  sel mononuklear,
• Jika konjungtivitis pseudomembran  sel polimorfonuklear
• Fiksasi bouin dan pulasan papanicolaou  tampak inklusi
intranuklear di sel konjungtiva dan kornea (Paul & John., 2009).
Terapi yang dapat diberikan pada konjungtivitis jenis ini,
• neonatus harus diberikan antivirus sistemik (acyclovir) dan dipantau di rumah
sakit.
• anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan
mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terjadinya penyebaran sampai ke kornea.

Apabila sudah terjadi ulkus pada kornea, dapat dilakukan


• debridemen kornea  mengusap ulkus dengan kain kering  kemudian ditetesi
obat antivirus  dilakukan penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal
sendiri harus diberikan selama 7-10hari.
• Keratitis herpetik dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% 5x sehari salama 10
hari, atau dengan acyclovir oral 400 mg 5x sehari selama 7 hari (Khurana, 2007;
Sendrowski et al. 2016; Christopher et al. 2015; Paul & John., 2009; Scherer et al.
2015).
• Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis jenis ini jarang ditemukan (Paul & John., 2009).

virus new castle (Sitompul, 2017)


sering terjadi pada pekerja peternakan unggas yang menangani burung yang
sakit, dokter hewan dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virus atau
vaksin hidup (Paul & John., 2009).
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan
• perasaan terbakar pada mata, • Demam,
• gatal, • nyeri kepala,
• nyeri, • nyeri sendi,
• merah, • edema palpebra,
• berair, dan • fotofobia,
• penglihatan kabur (jarang) • serta keratitis epitelial atau
• nodus preaurikular kecil, keratitis subepitel (Khurana,
• folikel-folikel di tarsus superior 2007; Christopher et al. 2015).
dan inferior (Paul & John., 2009).
Pada konjungtivitis jenis ini tidak ada atau tidak diperlukan pengobatan
karena dapat sembuh dengan sendirinya (Paul & John., 2009).
• Konjungtivitis Hemoragik Akut
peradangan konjungtiva yang disertai perdarahan
konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan
hiperplasia folikular ringan (Christopher et al. 2015;
Gilani et al. 2017; Ilyas, 2010).

enterovirus tipe 70 coxsackievirus A24


Virus ini ditularkan melalui kontak dengan penderita dan benda penderita
seperti seprai, alat-alat optik yang terkontaminasi, dan air. Konjungtivitis jenis
ini memiliki masa inkubasi yang pendek (8- 48 jam) dan berlangsung singkat
(5-7 hari) (Paul & John., 2009).
Manifestasi klinisnya berupa
• perdarahan subkonjungtiva yang
• nyeri periorbita, diawali dengan petekie,
• sensasi benda asing, • limfadenopati preaurikular,
• lakrimasi, • folikel konjungtiva,
• mata merah, • fotofobia,
• edema palpebra, • keratitis epitel yang akan
• pandangan kabur membaik dalam 3-4 hari

Pada konjungtivitis jenis ini belum ditemukan pengobatan definitifnya, namun


pada umumnya penyembuhan akan terjadi dalam kurun waktu 5-7 hari (Gilani
et al. 2017; Christopher et al. 2015; Paul & John., 2009).
• Blefarokonjungtivitis Molluskum Kontagiosum
Keradangan pada kelopak mata sampai ke konjungtiva

virus molluskum kontangiosum.

Merupakan sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis
mata yang dapat menimbulkan konjungtivitis folikular kronik unilateral,
keratitis superior, dan pannus superior (Paul & John., 2009; Sitompul, 2017)
Ciri khas pada konjungtivitis jenis ini yaitu memiliki lesi bulat,
berombak, putih-mutiara, non-inflamatorik dengan bagian pusat yang
melekuk (Paul & John., 2009; Sitompul, 2017).

Terapi pada konjungtivitis jenis ini dapat dilakukan dengan cara


eksisi, insisi, maupun krioterapi. (Paul & John., 2009; Tsai et al. 2011;
Khurana, 2007).
• Blefarokonjungtivitis Varisela-Zoster
merupakan keradangan pada
kelopak mata sampai ke konjungtiva.
virus varisela zoster.
Manifestasi klinis yang dapat
ditemukan yaitu, • Lesi palpebra pada varicella di tepian
palpebra dan sering menimbulkan
• hiperemia, jaringan parut  entropion  bulu
• kon­jungtivitis  biasanya berbentuk mata tumbuh salah arah
papiler, namun dapat ditemukan • Sering kali timbul konjungtivitis
folikel, pseudomembran, dan vesikel eksudatif ringan (kecuali pada limbus).
yang kemudian mengalami ulserasi.
• Lesi di limbus menyerupai fliktenula
• erupsi vesikuler sepanjang derma­ dan dapat melalui seluruh tahapan
tom nervus trigeminus cabang vesikel, papul, dan ulkus.
oftalmika.
• Kornea mengalami infiltrasi (Paul &
• Ter­dapat limfonodus preaurikuler John., 2009).
• kerokan vesikel palpebra  sel raksasa dan leukosit polimorfonuklear
• kerokan kon­jungtiva  sel raksasa dan monosit (Azari, 2013; Khurana,
2007; Paul & John., 2009; Tsai et al. 2011).

Terapi yang dapat diberikan yaitu, acyclovir oral dosis tinggi (800 mg
per oral 5x sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan
penyakit, kemungkinan akan mengurangi dan menghambat keparahan
penyakit (Azari, 2013; Khurana, 2007; Paul & John., 2009; Tsai et al.
2011).
• Keratokonjungtivitis Morbili
Keradangan pada kornea dan konjungtiva.

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan yaitu


paramiksovirus
• munculnya enantema yang
mendahului erupsi kulit. • Pada anak dan lansia akan diikuti
• Tahap awal, konjungtiva tampak dengan keratitis epitelial.
seperti kaca,  pembengkakan
plica semilunaris (tanda Meyer). • Pasien kurang gizi atau
imunoinkompeten, sering
• Beberapa hari sebelum erupsi kulit,
disertai infeksi HSV atau infeksi
timbul konjungtivitis eksudatif
dengan sekret mukopurulen, dan
bakterial sekunder 
saat muncul erupsi kulit, timbul konjungtivitis purulen disertai
bercak-bercak koplik pada ulserasi kornea dan penurunan
konjungtiva dan carunculus. penglihatan yang berat. (Paul &
• Kerokan konjungtiva  sel mononuklear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder.
• Pewarnaan Giemsa  sel-sel raksasa. (Khurana, 2007; Paul & John.,
2009; Tsai et al. 2011).

Pada konjungtivitis jenis ini tidak didapatkan terapi spesifik kecuali


jika terdapat infeksi sekunder. (Khurana, 2007; Paul & John., 2009; Tsai
et al. 2011).
KONJUNGTIVITIS
BAKTERI
KONJUNGTIVITIS BAKTERI

gonokokus, meningokokus, staphylococcus aureus, streptococccus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan


Eschericia coli

HIPERAKUT AKUT KRONIS


(mendadak) (< 3 minggu) (>3 minggu)
Etiologi berupa bakteri patogen yang menyebabkan konjungtivitis bakteri cenderung berbeda berdasarkan
usia pasien, diantaranya yang paling sering berdasarkan usia (Ahmad et al., 2018)

Chlamydia trachomatis
 
Staphylococcus aureus
 
Haemophilus influenzae
Neonates
Streptococcus pneumoniae
H. influenzae
 
S. pneumoniae
Children
S. aureus
S. aureus
  Coagulase-negative Staphylococci
  H. influenzae
Adults S. pneumoni
Moraxella species
Konjungtivitis bakteri akut
konjungtivitis yang berlangsung kurang dari 3 minggu.

S. aureus, Staphylococcus epidermidis, H. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Streptococus viridans, Moraxella catarrhalis dan bakteri gram negative dari usus

kemerahan, rasa mengganjal, perih dan timbul secret mukopurulent, pada saat bangun tidur kelopak mata sering lengket dan susah untuk membuka mata,
hiperemi konjungtiva difus
Gambaran klinis konjungtivitis
bakteri

kemerahan

Sekret
mukopurulent
PENULARAN
PENGOBATAN
• Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, sedangkan jika
diobati memadai berlangsung 1-3 hari
• Antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisisn,
kloramfenicol, tobramisisn, eritromisisn, dan sulfa
Trakoma
keradangan konjungtiva yang akut, sub akut atau kronis yang
disebabkan oleh Chlamidia trachomatis

Konjungtivitis karena Chlamydia secara klasik muncul dengan keluarnya


cairan unilateral atau bilateral purulen sekitar seminggu setelah
kelahiran anak-anak yang lahir dari ibu yang memiliki infeksi klamidia
serviks
Cara
penularan
patofisiolo
gi
DIAGNOSA
WHO Expert Committe on Trachoma
1. Adanya follikel pada konjungtiva tarsalis
superior, limbal follikel atau sikatriknya
(Herbert's pits).
2. Adanya keratitis yang sebagian besar
terdapat pada sepertiga bagian atas kornea
3. Pannus pada limbus superior.
4. Sikatrik konjungtiva dengan bentuknya
yang khas.
Pengobatan
1. Menurunkan atau menekan keradangan (pada stadium
trachomatous folikularis dan trachomatous intense)
2. Mencegah kebutaan akibat adanya penyulit trichiasis dan
enteropion.
• Penurunan keradangan dengan :
a. Memperbaiki keadaan lingkungan :
- menyediakan air bersih yang cukup
- memperbaiki higiene sanitasi.
b.Memperbaiki kebiasaan, sering membasuh muka dengan air bersih.
c. Khemoterapi :
- Lokal: Tetrasiklin 1% salep mata, atau sulfonamide 15% tetes atau salep
mata.
- Sistemik : Tetrasiklin 4 x 250 mg, atau eritromisin 4 x250 mg selama 3-4
minggu.
• Pencegahan kebutaan akibat trichiasis dan entropion dengan cara epilasi
dan operasi tarsotomi.
Konjungtivitis Gonore
• Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat
yang disertai dengan sekret purulen
• Konjungtivitis bakteri hiperakut : onset yang mendadak, sekret yang
profus kental dan berwana kuning kehijauan, hiperemi konjungtiva
yang hebat dan kemosis
• Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi saat berada pada jalan
kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang
sedang menderita penyakit tersebut.
Pada prakteknya penyakit ini dapat dilihat dalam bentuk
• oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 tahun)
• konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari)
• konjungtivitis gonore adultorum
Oftalmia Neonatorum

• Gejalanya yaitu bola mata sakit dan pegal; mata mengeluarkan belek
atau kotor dalam bentuk purulen atau mukoid, dan mukopurulen
tergantung penyebabnya; konjungtiva hiperemi dan kemotik, dengan
kelopak mata biasanya bengkak
Pada orang dewasa terdapat 3 stadium yaitu penyakit infiltratif,
supuratif dan penyambuhan
• Stadium penyakit infiltratif : ditemukan kelopak dan konjungtiva kaku
disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan
kaku sehingga sulit dibuka. Terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior serta konjungtiva bulbi merah, kemotik,
dan menebal
• Supuratif : sekret yang sangat kental.
• penyembuhan
• Diagnosa pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan
pewarnaan metylen blue dimana akan terlihat diplokokus didalam sel
leukosit. Dengan pewarnaan gram akan terdapat sel intraseluler atau
ekstraseluler dengan sifat gram negatif
Pengobatan
• Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan
suntikan, pada bayi diberikan 50.000 IU/KgBB selama 7 hari dan
kloramphenicol tetes mata (0,5-1,0%)
• Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (air hangat)
atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam
Konjungtivitis Angular Konjungtiva Mukopurulen
• Konjungtivitis angular terutama • Konjungtivitis mukopurulen
didapatkan didaerah kantus merupakan konjungtivitis dengan
interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit gejala umum konjungtivitis kataral
disekitar daerah meradang. ukoid. Penyebabnya adalah
Konjungtivitis angular disebabkan oleh Streptococus pneumoniae atau basil
basil Moraxella axenfeld. Pada Koch Weeks. Penyakit ini ditandai
konjungtivitis angular terdapat sekret dengan hiperemia konjungtiva dengan
mukopurulent dan pasien sering sekret mukopurulen yang
mengedip. Pengobatan yang sering mengakibatkan kedua kelopak melekat
diberikan adalah tetrasiklin atau terutama pada waktu bangun pagi
basitrasin.
KONJUNGTIVITIS
ALERGI
DEFINISI
Konjungtivitis alergi adalah peradangan
konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi
atau hipersensitivitas. Konjungtivitis alergi
biasanya terjadi pada seseorang yang memiliki
riwayat atopi

Secara umum konjungtivitis alergi dapat


disebabkan oleh berbagai hal seperti debu,
serbuk sari, bulu binatang, angin, asap dan
pemakaian lensa kontak
PATOFISIOLOGI

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh IgE
terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Pada konjungtivitis
alergi umumnya terjadi reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila
individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik.
GATAL VASODILATASI PENINGKATAN
PRODUKSI
CAIRAN
Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan
reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal.
Histamin juga akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh
darah konjungtiva dan menyebabkan vasodlatasi.

Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat
dalam memicu netrofil. Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan
IL-4, IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas
KONJUNGTIVITIS
SIMPLEKS
Merupakan konjungtivitis alergi ringan yang
berkarakteristik gatal, hiperemis, dan respon papillar
yang ringan (Konjuntivitis hay fever, Seasoanal
allergic conjuntivitis (SAC), Perennial allergic
conjunyivitis (PAC).

• Gatal • Injeksi ringan di konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbar


• Mata merah • Edema konjungtiva dan palpebra
• Berair • Kotoran mata
• Sensasi terbakar • Ditemukan eosinofil pada kerokan konjungtiva
• Fotofobia ringan
KONJUNGTIVITIS
VERNAL
Merupakan konjungtivitis alergi bilateral, dengan kejadian berulang (recurrence) yang
khas, merupakan penyakit sef-limiting dan mempunyai insiden musiman. Penyakit ini juga
dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim panas/kemarau”.

A. Konjungtivitis Vernal Bentuk Palpebra • Konjungtiva tarsal superior terdapat papil


yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret
yang mukoid
• Konjungtiva tarsal inferior terlihat hiperemi,
edema dan terdapat papil halus
• Secara klinis, palpebra tampak sebagai
tonjolan berbentuk poligonal dengan kapiler
di tengahnya
B. Konjungtivitis Vernal Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior yang
dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin,
dengan Horner-Trantas dot (multiple white
spots) yang merupakan degenerasi epitel dan
eosinofil di bagian epitel limbus kornea.

C. Konjungtivitis Vernal Bentuk Campuran

Terdapat bentuk campuran dari bentuk


konjungtivitis palpebra dan limbal.
KONJUNGTIVITIS
ATOPI
Merupakan konjungtivitis alergi bilateral, dimana
mempunyai hubungan erat dengan dermatitis atopi (eksim).
Biasanya terdapat riwayat alergi pada pasien atau keluarganya,
dan pasien pernah menderita dermatitis atopi sejak bayi.
• Sensasi terbakar • Pada pemeriksaan tepi palpebra terlihat eritematosa
• Mata gatal • Konjungtiva tampak putih seperti susu
• Pengeluaran sekret mukoid • Terdapat papila halus, namun papilla raksasa tidak
• Mata merah berkembang seperti pada konjungtivitis vernal, dan lebih
• Fotofobia sering terdapat pada tarsus inferior
• Penglihatan kabur • Pada kerokan konjungtiva ditemukan eosinofil
KONJUNGTIVITIS
GIANT PAPILARY
Merupakan inflamasi pada konjungtiva dengan
bentuk papil yang sangat besar. Konjungtivitis ini
mempunyai tanda dan gejala yang mirip
konjungtivitis vernal, dapat dijumpai pada pasien
pengguna lensa kontak dan prosthesis
• Mata gatal
• Berair
• Ada sekret yang beserat
• Pada pemeriksaan, didapatkan hipertrofi papila di konjungtiva tarsal superior
• Pada awal penyakit, ukuran diameter papil sekitar 0,3 - 1 mm
KONJUNGTIVITIS
FLIKTEN
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu seperti tuberkuloprotein pada penyakit
tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch
Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang
terdapat pada margo palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris,
tripanosomiasis), limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan
infeksi di tempat lain dalam tubuh.
• Mata berair
• Iritasi dengan rasa sakit
• Fotofobia dapat ringan hingga berat
• Bila korena ikut terkena, pasien juga akan merasa silau disertai dengan blefarospasme
• Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral
• Terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat (umumnya
berdiameter 1-3 mm) yang keras, meninggi, dengan warna kuning kelabu seperti suatu
mikroabses dikelilingi zona hiperemis dan biasanya teletak di dekat limbus
• Biasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau kornea dan lebih dari satu
• Lesi awal fliktenula
• Fliktenula konjungtiva, yang tidak meninggalkan parut
• Fliktenula kornea berkembang sebagai infiltrat kelabu amorf dan selalu meninggalkan
parut
• Secara histologi, fliktenula adalah infiltrasi sel-sel bulat kecil ke perivaskular dan subepitel
setempat (terutama terdiri atas sel mononuklear limfosit), yang diikuti oleh sejumlah sel
polimorfonuklear saat epitel diatas mengalami nekrosis dan terkelupas
TATALAKSAN
Medikamentos
A
a

Steroid Topikal Vasokonstriktor topikal / antihistamin Antihistamin sistemik

Obat anti-inflamasi nonsteroid


(OAINS) topical Stabilisator sel mast topical Imunosupresan
Non
Medikamentosa

Menghindari Faktor Menggunakan Kacamata Gelap Untuk


Penyebab Mengurangi Fotofobia

Kompres Dingin Menghindari tindakan mengucek mata


KOMPLIKASI
Komplikasi umum pada penyakit konjungtivitis yang paling sering adalah ulkus pada
kornea dan infeksi sekunder. Komplikasi khusus yang dapat terjadi pada konjungtivitis
herpes simpleks yaitu keterlibatan kornea (termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit.
Sedangkan, komplikasi khusus yang dapat terjadi pada konjungtivitis vernal adalah
pembentukan jaringan sikratik yang dapat mengganggu penglihatan
Komplikasi

keratitis Ulkus kornea uveitis


PROGNOSIS
Prognosis konjungtivitis secara umum adalah baik, karena
sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease),
namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan
baik. Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu
diperhatikan kebersihan diri dan lingkungan. Bila gejala belum reda
dalam 7-10 hari dan terjadi komplikasi pada kornea sebaiknya pasien
dirujuk ke dokter spesialis mata.
KESIMPULAN
  VIRUS BAKTERI ALERGI
Gatal sedikit sedikit hebat
Mata merah sedang mencolok Ringan-sedang
sekret serous Purulen, Berserabut
mukopurulen (lengket), putih
Kemosis +/- ++ ++
Lakrimasi ++ + +
Folikel + - -
papil - +/- +
Hemoragi + + -
penatalaksanaan Sembuh cloramphenicol, Hilangkan faktor
sendirinya levofloxacine pencetus
Kompres dingin atau gentamycin Steroid dosis
Antiviral rendah
Kompres dingin

Anda mungkin juga menyukai