Anda di halaman 1dari 18

EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT MENULAR

“LEPTOSPIROSIS”
SHINTABELLA MIRZYA CINTYA
851419031

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Pengertian Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis


yang disebabkan oleh infeksi bakteri
yang berbentuk spiral dari
genus Leptospira yang pathogen,
menyerang hewan dan manusia,
sedangkan zoonosis adalah penyakit
yang secara alami dapat di pindahkan
dari hewan vertebrata ke manusia ata
sebaliknya. (Depkes RI, 2013)
Nama Lain Leptospirosis

Leptospirosis mempunyai nama lain yaitu :


flood fever atau demam banjir, swineherd’s,
demam pesawah (rice-field fever), demam
lumpur, jaundis berdarah, penyakit
stuttgant, atau demam canicola, demam
Icterohemorrhage sehingga biasa juga disebut
penyakit kuning non-virus, demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit
swinherd, demam rawa, penyakit weil,
demam canicola.
Sumber penularan
Leptospirosis
Hewan yang menjadi sumber penularan utama
adalah tikus, sedangkan sumber yang lain
pada babi, sapi, kambing, domba, kuda,
anjing, kucing, serangga, burung, insetivora
(landak, kelelawar,tupai), rubah, dapat sebagai
pembawa leptospira juga.
Cara Penularan
Leptospirosis
Menurut ditjen PP&PL Kemenkes cara penularan
leptospirosis yaitu sebagai berikut:
•Manusia terinfkesi leptospira melalui kontak
langsung dengan air, tanah (lumpur), tanaman,
makanan yang tercemar air seni hewan yang
terinfeksi leptospira.
•Masuknya bakteri leptospira ke dalam tubuh
manusia melalui selaput lensir (mukosa) mata,
hidung atau melalui kulit yang lecet dan
kadangkadang melalui pencernaan dari makanan
yang tercemar oleh air seni tikus yang
terinfeksi leptospira
•Penularan dari manusia ke manusia jarang terjad
•Musim penularan pada musim penghujan, biasanya
pasca banjir.
Masa Penularan Leptospirosis

• Masa penularan 4-19 hari, rata-rata 10


hari.
• Leptospira berada dalam air seni
penderita 1 bulan, tetapi menurut
pengamatan pada hewan dan
manusia yang terinfeksi leptospira, air
seninya msih mengandung leptospira
sampai 11 bulan dari sakit. (Dep.Kes,
2013)
Tanda dan Gejala Leptospirosis
• Sakit mendadak, demam, sakit kepala berat, skin rash, conjunctival ,
suffusion (mata merah), nyeri otot yang hebat (juga nyeri tekan)
terutama di otot belakan, paha, betis, sehingga kadang-kadang
penderita mengeluh sukar berjalan dan sakit kepala. (Ditjen PP & PL
Kemenkes, 2013).
• Jaundis: kulit dan mukosa menjadi kuning
• Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik
dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi
penderita membaik.
– Fase Septisemik : fase awal / fase leptospiremik. mengalami
gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam,
kedinginan, dan kelemahan otot.
– Fase Imun: fase kedua / leptospirurik karena sirkulasi antibodi
dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan
mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan
serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0- 30 hari akibat respon
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau
ginjal.
• Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi
depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan
fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati
(hepatomegali), dan tanda koagulopati.
• Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit
bernapas. Gangguan hematologi berupa
peradarahan dan pembesaran limpa
(splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung
atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan
manifestasi klinis paling penting pada fase imun.
• Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam
setelah timbul jaundis.
• Sindrom Weil : bentuk Leptospirosis berat ditandai
jaundis, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi
paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi
pada akhir fase awal dan meningkat pada fase
kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu.
Epidemiologi
Leptospirosis

Distribusi dan frekuensi leptospirosis


a. Orang
b. Tempat
c. Waktu
1. Menurut orang:

Leptospirosis tidak terjadi pada spesifik umur tertentu.


Leptospirosis diketahui terjadi pada semua umur
berkisar antara balita sampai lansia yaitu 1 tahun
sampai lebih dari 65 tahun. laki-laki memiliki resiko
yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini
mungkin diakibatkan karena laki-laki memiliki
pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang
terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi.
WHO melaporkan bahwa dari suatu studi domestic
yang dilakukan terhadap 107 pasien yang
didiagnosa menderita leptospirosis sekitar 90%
adalah laki-lak, yang umumnya memiliki resiko lebih
besar karena keterpaparan mereka pada air yang
terkontaminasi dalam dunia kerja (WHO, 1989).
2. Menurut tempat:
• Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan,
di daerah tropis maupun subtropis.
• Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat
musim hujan dan banjir.
• Kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis
dibanding dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat.
Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000
penduduk per tahun .
• WHO mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan
berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim
tropis kasus meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun.
Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko tinggi di
antara 100.000 orang dapat terinfeksi.
• Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, angka kematian
Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada
usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen . Di beberapa publikasi
angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ
yang terinfeksi .
• Bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di
kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan
lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan.
3. Menurut Waktu

• Pada musim penghujan, peluang


terjadinya banjir akan lebih besar
sehingga frekuensi penyakit
leptospirosis tidak sulit untuk
ditemukan.
• Jumlah penderita leptospirosis
meningkat setelah banjir terlebih lama
surutnya air sampai 3 hari atau lebih.
Pencegahan
Leptospirosis

1. Jalur sumber infeksi


2. Jalur penularan
3. Jalur pejamu manusia
1. Jalur sumber infeksi
• Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
• Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi.
• Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggu-
naan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida
dan predator ronden.
• Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan
air minum dengan membangun gudang penyimpanan makanan
atau hasil pertanian, sumber penampungan air, dan perkarangan
yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa makanan serta
sampah jauh dari jangkauan tikus.
• Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia
dengan memelihara lingkungan bersih, membuang sampah,
memangkas rumput dan semak berlukar, menjaga sanitasi, khusus-
nya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan kamar
mandi yang baik, dan menyediakan air minum yang bersih.
• Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
• Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga
tidak menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian
desinfektan.
2. Jalur penularan
• Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan,pelindung mata, apron,masker).
• Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap air.
• Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin,
tanah, dan air yang terkontaminasi.
• Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metode untukmencegah
atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau aerosol,
tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal, kandung kemih)
dengan tangan telanjang, dan jangn menolong persalinan hewan tanpa sarung
tangan.
• Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak
dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap
kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
• Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan
lantai kandang, rumah potong hewan dan lain-lain.
• Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum
yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira.
• Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk atau
bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira berkurang.
• Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air
dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira.
• Manajemen ternak yang baik.
3. Jalur pejamu manusia
• Menumbuhkan sikap waspada .
• Diperlukan pendekatan penting pada masyarakat umum
dan kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira.
Masyarakat perlu mengetahui aspek penyakit leptospira,
cara-cara menghindari pajanan dan segera ke sarana
kesehatan bila di duga terinfeksi kuman leptospira.
• Melakukan upaya edukasi
• Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosis
dilakukan dengan cara-cara edukasi yang meliputi :
– Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan,
departemen pertanian, institusi militer, dan lain-
lain. Di dalamnya diuraikan mengenai penyakit
leptospirosis, kriteria menengakkan
diagnosis, terapi dan cara mencengah pajanan.
Dicatumkan pula nomor televon yang dapat
dihubungi untuk informasi lebih lanjut.
– Melakukan penyebaran informasi.
Pengobatan leptospirosis
• Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti
penisilin, streptomisin, tetrasiklin atau erithromisin.
Bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas,
menurut Turner, pemberian penisilin atau tetrasiklin
dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat
baik. (Depkes RI, 2013)
• Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga
melindungi terjadinya leptospirosis.
• Pengobatan suportif dapat dilakukan dengan
observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan gagal
ginjal seperti menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Beberapa pasien membutuhkan dialisis (akibat
gagal ginjal) dan EKG (akibat aritmia)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai