Anda di halaman 1dari 81

BIODATA

• Nama : Bayu Sarjono, SE.,Ak.,M.Ak.,BKP.,CA,ACPA


• Pendidikan Formal :
– S1 Akuntansi FE Univ. Airlangga Surabaya
– S2 Magister Akuntansi-Perpajakan Univ.Airlangga
• Sertifikasi Profesi :
– Register Negara Akuntan dari PPPK Kemenkeu RI
– Sertifikasi Konsultan Pajak Tingkat A & B dari BP USKP
– Sertifikasi Chartered Accountant dari IAI
– ASEAN CPA dari ACPACC
• Pengalaman Organisasi :
– Anggota IKPI Cabang Surabaya 2012- Sekarang
– Pengurus IAI KAPj Jawa Timur 2013 – Sekarang
– Sekretaris ADOPI (Asosiasi Dosen Pajak Indonesia) 2015 – Sekarang
– Panitia Pengawas USKP 2018
• Pekerjaan :
– Dosen Tetap Prodi Perpajakan Universitas Surabaya
– Konsultan Pajak
Tata Tertib Perkuliahan
• Cara berpakaian mengikuti ketentuan dari UK
Petra.
• Keterlambatan maksimal 15 menit
• Tidak ada UTS / UAS Susulan kecuali
diperkenankan dari Fakultas
• Tidak ada tugas tambahan.
PAJAK PENGHASILAN
ORANG PRIBADI DAN WITHOLDING TAX

PENGENALAN DAN PERHITUNGAN


PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

TAX ACCOUNTING PROGRAM


PETRA CHRISTIAN UNIVERSITY
Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan
Witholding Tax

Mata kuliah ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa


mengenai perlakuan pajak penghasilan yang diperoleh oleh
wajib pajak orang pribadi dari aktivitas usaha, investasi,
dan aktivitas lainnya yang memberikan tambahan
penghasilan untuk wajib pajak tersebut.

Mata kuliah ini juga akan membahas tentang cara menghitung


pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga, yang biasanya disebut witholding tax.
Daftar Refrensi

• Perpajakan Teori dan Kasus (Siti Resmi Edisi 8)


• UU no 7 tahun 1983 sebagaimana telah dirubah
dengan UU no 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan
• Peraturan Pelaksana mengenai PPh
Teori-Teori yang mendukung pemungutan
pajak
• Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak
rakyatnya. Oleh krn itu rakyat harus membayar pajak yg
diibaratkan sbg suatu premi asuransi.
• Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kpd rakyat didasarkan pada
kepentingan masing2 org. Semakin besar kepentingan
seseorang thd negara,makin tinggi pajak yg hrs dibyr
• Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak hrs dibayar sesuai dengan daya pikul msg2 org.
Teori-Teori yang mendukung pemungutan
pajak
• Teori Bakti
Sbg warga negara yg berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sbg suatu
kewajiban
• Teori Asas Daya Beli
Memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke
masyarakat dlm bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat.
Asas Pemungutan Pajak
• Asas Domisili
Pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau
domisili seseorang.
• Asas Sumber
Pemungutan pajak yg didasarkan pada sumber atau
tempat penghasilan berada.
• Asas Kebangsaan
Pemungutan pajak yg didasarkan pada kebangsaan
suatu negara.
Sistem Pemungutan Pajak
• Official Assesment
• Self Assesment
• Withholding System
• Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
System
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
Assessment
pajak yang terhutang Official
• Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada System
pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak
Withholding
• Pemungutan pajak yang memberikan wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
System
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar,
Assessment
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar
Self
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Jenis WP OP
• OP Usahawan
OP yang memperoleh penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas.
Contoh dari usaha : Pengusaha toko emas, pengusaha sewa mobil,
pengusaha toko elektronik.
Contoh dari pekerjaan bebas : dokter, notaris,akuntan, konsultan,
arsitek
• OP Non Usahawan
OP yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja atau
memperoleh penghasilan dari pekerjaannya sebagai karyawan.
Contoh dari pekerjaan : Pegawai swasta, PNS, Pegawai BUMN, TNI,
Polri,Pensiunan
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak

Sifat
PAJAK PENGHASILAN

Pajak Subyektif
KLASIFIKASI

Golongan
Pajak Langsung

Lembaga Pemungut
Pajak Pusat

Pasal 1 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Subjek PPh OP
Orang Pribadi
Warisan Belum Terbagi
Tanpa batasan tempat tinggal
atau tempat kedudukkan Sebagai satu kesatuan yang
berhak menggantikan ahli waris
Semua orang adalah Subjek PPh

 Asas Sumber
subyek PPh DN dikenakan PPh atas penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar Indonesia,
sedangkan subyek PPh LN dikenakan PPh hanya atas penghasilan yang berasal dari Indonesia

 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif


subyek PPh DN dikenakan PPh berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum,
sedangkansubyek PPh LN dikenakan PPh berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif flat

 Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)


subyek PPh DN diwajibkan untuk menyampaikan SPT, sedangkan bagi subyek PPh LN tidak
diwajibkan menyampaikan SPT
Pasal 2 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008
Subjek PPh OP Dalam Negeri dan Luar
PEMBEDA Negeri
Keadaan
DASAR

Tempat Tempat
Sebenar-
Tinggal Kedudukan
benarnya

• Rumah tetap orang pribadi beserta keluarganya bertempat tinggal.


• Rumah tetap orang pribadi tempat pusat kepentingan pribadi dan
ekonomi dilakukan dalam hal OP mempunyai rumah tetap di 2
(dua) tempat atau lebih wilayah kerja KPP.
• Tempat orang pribadi lebih lama tinggal dalam hal rumah tetap
tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi tidak dapat
ditentukan.
• Tempat yang ditentukan oleh DJP dalam hal ketiga keadaan
tersebut tidak dapat terpenuhi
Pasal 1 ayat (2) PER-12/PJ/2015
Subjek PPh
Dalam Negeri vs. Luar Negeri

o OP yang bertempat tinggal di o OP yang tidak bertempat tinggal di


Indonesia atau OP yang berada di Indonesia atau berada di Indonesia
Indonesia lebih dari 183 hari dalam tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, yang menjalankan
jangka waktu 12 bulan, atau OP yang
usaha atau melakukan kegiatan
dalam suatu tahun pajak berada di melalui BUT di Indonesia
Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia o OP yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia
o warisan yang belum terbagi sebagai tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
suatu kesatuan, menggantikan yang waktu 12 bulan, yang dapat
berhak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia

Pasal 2 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Syarat Menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi

kewajiban pajak kewajiban pajak


WAJIB PAJAK OP = +
subjektif objektif

• orang pribadi tersebut


dilahirkan, berada, atau berniat
untuk bertempat tinggal di Mempunyai penghasilan di atas
penghasilan tidak kena pajak atau
Indonesia dan
dalam satu tahun penghasilan neto
• berakhir pada saat orang pribadi harus melebihi PTKP (Penghasilan
tersebut meninggal dunia atau Tidak Kena Pajak)
meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Rp 15.840.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk Orang Pribadi

Rp 1.320.000,00
Tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP OP
Kawin/Tanggungan

Pasal 7 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mulai 1 Januari 2013

Rp 24.300.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk Orang Pribadi

Rp 2.025.000,00
Tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP OP
Kawin/Tanggungan

PMK no.162/PMK.011/2012
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mulai 1 Januari 2015

Rp 36.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk Orang Pribadi

Rp 3.000.000,00
Tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP OP
Kawin/Tanggungan

PMK no.122/PMK.010/2015
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mulai 1 Januari 2016

Rp 54.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk Orang Pribadi

Rp 4.500.000,00
Tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP OP
Kawin/Tanggungan

PMK no.101/PMK.010/2016
Penghasilan Tidak Kena Pajak
 tanggungan adalah adalah anggota keluarga
sedarah atau semenda dalam garis keturunan
lurus, serta anak angkat

 tanggungan harus ditanggung sepenuhnya (tidak


memiliki penghasilan lain)

 jumlah tanggungan maksimal 3 orang untuk tiap


keluarga

 ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak


Kewajiban Pajak Subjektif Orang Pribadi
Dalam Negeri
MULAI
 pada waktu OP dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat
tinggal di Indonesia
 pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi

BERAKHIR
 pada saat OP meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya
 pada saat warisan selesai dibagi

Pasal 2A UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Kewajiban Pajak Subjektif Orang Pribadi
Luar Negeri
MULAI
 pada waktu OP menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT
 pada waktu OP menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain melalui BUT

BERAKHIR
 pada waktu OP tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT
 pada waktu OP tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain melalui BUT

Pasal 2A UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Pengecualian Subjek Pajak PPh
 badan perwakilan negara asing

 pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau


pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka
bukan WNI
tidak memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

Pasal 3 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Pengecualian Subjek Pajak PPh
 organisasi-organisasiinternasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan (KMK)
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia

 pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang


ditetapkan dengan KMK
bukan WNI
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

Pasal 3 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


SKEMA PAJAK PENGHASILAN UMUM
PENGHASILAN

OBJEK PPH BUKAN OBJEK PPH

OBJEK PPH FINAL OBJEK PPH NON FINAL (PPH


(PPH PS 4 AYAT 2) PS 17)

NORMA PEMBUKUAN

DEDUCTIBLE EXPENSE NON DEDUCTIBLE


EXPENSE
Objek Pajak Penghasilan
Setiap tambahan Kemampuan Ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun
Revenue
Komersial
Gain

Penghasilan Objek PPh


Non-Final

Objek PPh Pasal 4


Fiskal
Final Ayat (2)
Bukan Objek Pasal 4
PPh Ayat (3)
Pasal 4 UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008
Kelompok Penghasilan

Dari Pekerjaan
(Berdasarkan
Dari Kegiatan
Hubungan Kerja
Usaha
atau Pekerjaan
Bebas)

Dari Modal Dari Lain-lain

Pasal 4 ayat(1) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Objek Pajak Penghasilan
 penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa (gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan sejenisnya)
 hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
 laba usaha
 keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
 penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya
 bunga (termasuk premium, diskonto, dan jaminan
pengembalian hutang)
 dividen
 royalti

Pasal 4 ayat(1) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Objek Pajak Penghasilan
 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
 penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
 keuntungan karena pembebasan utang
 keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
 selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
 premi asuransi
 iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas
 tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
Pasal 4 ayat(1) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008
Objek Pajak Penghasilan
 Penghasilan dari usaha berbasis syariah
 Imbalan bunga
 Surplus bank indonesia

Surplus Bank Indonesia adalah surplus dari laporan keuangan


Bank Indonesia
Reasuransi adalah istilah yang digunakan saat satu perusahaan
asuransi melindungi dirinya terhadap resiko asuransi dengan
memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain.

Pasal 4 ayat(1) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Pajak Penghasilan Final
Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh

Penghasilan tersebut tidak perlu dilaporkan atau


dihitung kembali pada akhir tahun

PPh tersebut sifatnya Final

PPh Final tersebut tidak dapat dikreditkan terhadap


PPh Terutang di akhir tahun

contoh:bunga deposito, hadiah undian, sewa tanah


dan bangunan, dan lain-lain

Pasal 4 ayat(2) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
1. Penghasilan Bunga Deposito, Jumlah Bruto/20%
Termasuk Simpanan pada Bank
Dalam Negeri yang Memiliki
Cabang di Luar Negeri
2. Penghasilan Bunga Tabungan, Jumlah Bruto/20%
Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat
Bank Indonesia
3. Penghasilan Berupa Hadiah Jumlah Bruto/25%
4. Penghasilan dari Pengalihan Hak Jumlah Bruto/2,5%
atas Tanah dan atau Bangunan (PP 34 Th 2016)
5. Penghasilan Sewa Tanah Jumlah Bruto/10%
dan/atau Bangunan
No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
6. Penghasilan yang 1. Nilai Transaksi /
Diterima/Diperoleh dari Transaksi 0,1% untuk non
Penjualan Saham di Bursa Efek pemilik saham
pendiri
2. Nilai Transaksi /
0,1% + 0,5%
untuk pemilik
saham pendiri
7. Bunga Simpanan yang Jumlah Bruto /
Dibayarkan oleh Koperasi kepada 10%
Anggota Koperasi Orang Pribadi
lebih dari Rp. 240.000
No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
Usaha Jasa Konstruksi
8. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penghasilan
Penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Bruto/2%
Kecil.
9. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penghasilan
Penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Bruto/4%
Usaha.
10. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penghasilan
Penyedia Jasa selain penyedia Jasa yang Bruto/3%
memiliki Kualifikasi Usaha Kecil dan penyedia
Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha.
11. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Penghasilan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Bruto/4%
yang Memiliki Kualifikasi Usaha.
12. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Penghasilan
Bruto/6%
Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia Jasa
yang tidak Memiliki Kualifikasi Usaha
Pengecualian Objek PPh
bantuan sumbangan (termasuk zakat)
harta hibahan
warisan
harta termasuk setoran tunai yang diterima Badan
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan Modal
natura atau kenikmatan (benefit in kind) dari WP
atau Pemerintah
pembayaran dari perusahaan asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan bea siswa kepada
OP
dividen yang diterima oleh WP Badan DN
Pasal 4 ayat (3) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008
Pengecualian Objek PPh
 iuranyang diterima Dana Pensiun
 penghasilan dari Modal yang ditanamkan oleh
Dana Pensiun
 bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota
dari CV, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi
 bunga obligasi yang diterima atau diperoleh
perusahaan reksadana
 penghasilan yang diterima perusahaan modal
ventura (perush pasangan usaha)

Pasal 4 ayat (3) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Pengecualian Objek PPh
 beasiswa
 sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan
 bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu

Pasal 4 ayat (3) UU no 7 tahun 1983 s.t.d.d. UU no 36 tahun 2008


Pengeluaran
Cost

Komersial Expense

Loss
Pengeluaran
Boleh Pasal 6
Dibiayakan
Fiskal
Tidak Boleh Pasal 9
Dibiayakan
Pengeluaran
 Capital Expenditure (Cost) dialokasikan secara sistematis

 Revenue Expenditure (Expense and Loss) dibebankan pada


tahun terjadi pengeluaran

 ada hubungan dengan usaha - 3M (mendapatkan, menagih,


dan memelihara Penghasilan)

 bukan merupakan expenditure dari Penghasilan yang


dikenakan PPh Final

 bukan Benefit in Kind (natura atau kenikmatan)

 dalam batas kewajaran


Pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 6 ayat (1) UU No. 36/2008 tentang PPh

biaya usaha – 3M
penyusutan
iuran kepada Dana Pensiun
kerugian karena penjualan atau pengalihan
harta
kerugian karena selisih kurs mata uang asing
biaya R & D (litbang)
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 6 ayat (1) UU No. 36/2008 tentang PPh

sumbangan dalam rangka penanggulangan


bencana nasional
sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia
biaya pembangunan infrastruktur sosial
sumbangan fasilitas pendidikan
sumbangan dalam rangka pembinaan
olahraga
Pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 6 ayat (2) dan (3) UU No. 36/2008 tentang PPh

• Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan


didapat kerugian, kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya berturut‐turut sampai dengan 5
tahun.
• Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam
negeri diberikan pengurangan berupa PTKP.
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) UU No. 36/2008 tentang PPh

Kerugian Fiskal muncul apabila Pengeluaran


Fiskal lebih besar daripada Penghasilan Fiskal

Kerugian Fiskal dapat dikompensasikan mulai


tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai
5 tahun

TIDAK BERLAKU BAGI PENGHASILAN FINAL


Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) UU No. 36/2008 tentang PPh

1995 Rugi FiskalRp 1.200.000,00


1996 Laba Fiskal Rp200.000,00
1997 Rugi FiskalRp 300.000,00
1998 NIHIL
1999 Laba Fiskal Rp100.000,00
2000 Laba Fiskal Rp800.000,00
2001 Laba Fiskal Rp 75.000,00
2002 Laba Fiskal Rp200.000,00
2003 Laba Fiskal Rp500.000,00
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) UU No. 36/2008 tentang PPh

1995 Rugi FiskalRp 1.200.000,00


1996 Laba Fiskal Rp200.000,00
Sisa Rugi Fiskal 1995 Rp 1.000.000,00

1997 Rugi FiskalRp 300.000,00


Sisa Rugi Fiskal 1995 Rp 1.
000.000,00
Sisa Rugi Fiskal 1997 Rp
300.000,00

1998 NIHIL
Sisa Rugi Fiskal 1995 Rp 1.
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) UU No. 36/2008 tentang PPh

1999 Laba Fiskal Rp 100.000,00


Sisa Rugi Fiskal 1995 Rp
900.000,00
Sisa Rugi Fiskal 1997 Rp
300.000,00

2000 Laba Fiskal Rp 800.000,00


Sisa Rugi Fiskal 1995 Rp
100.000,00
(habis masa kompensasinya)
Sisa Rugi Fiskal 1997 Rp
300.000,00
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) UU No. 36/2008 tentang PPh

2002 Laba Fiskal Rp 200.000,00


Sisa Rugi Fiskal 1997 Rp
25.000,00
(habis masa kompensasinya)
Pengecualian Pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 9 UU No. 36/2008 tentang PPh

 pembagian laba (deviden dan SHU)

 biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,


atau anggota

 pembentukan atau pemupukan dana cadangan

 premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan


beasiswa yang dibayar oleh WP OP

 natura atau kenikmatan

 jumlah yang melebihi kewajaran


Pengecualian Pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 9 UU No. 36/2008 tentang PPh

 harta yang dihibahkan


 PPh
 biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
WP atau tanggungannya
 gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,
firma, atau CV
 sanksi administrasi pajak
 Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan
untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan
melalui penyusutan atau amortisasi.
Konsep Harga Perolehan
Pasal 10 UU No. 36/2008 tentang PPh

 jual beli: jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan


atau jumlah yang seharusnya dikeluarkan

 tukar menukar: jumlah yang seharusnya dikeluarkan


atau harga pasar

 kombinasi bisnis: harga pasar

 hibah: nilai sisa buku atau harga pasar

 pengalihan aktiva tetap perusahaan: nilai pasar


Penjelasan Pasal 10 UU No. 36/2008

PT A PT B
(Harta X) (Harta Y)
Nilai sisa buku Rp 10.000.000,00 Rp 12.000.000,00
Harga pasar Rp 20.000.000,00 Rp 20.000.000,00

Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta.

Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak‐pihak yang


bersangkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp
20.000.000,00 maka jumlah sebesar Rp 20.000.000,00 merupakan nilai
perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya
diterima.

Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan
merupakan
keuntungan yang dikenakan pajak.
PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10 juta (Rp 20 juta – Rp 10 juta) dan
PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8 juta (Rp 20 juta – Rp 12 juta).
Penjelasan Pasal 10 UU No. 36/2008

Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya


adalah Rp 25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan
sahamnya dengan nilai nominal Rp 20.000.000,00.

Harga pasar mesin‐mesin bubut tersebut adalah Rp 40.000.000,00.


Dalam hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai
aktiva dengan nilai Rp 40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut
bukan merupakan penghasilan bagi PT Y.

Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu
sebesar Rp 20 juta (Rp 40 juta ‐ Rp 20 juta) dibukukan sebagai agio.
Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp 15 juta (Rp 40 juta ‐ Rp 25 juta)
merupakan Objek Pajak.
Konsep Penilaian Persediaan
Pasal 10 UU No. 36/2008 tentang PPh

Metode Penilaian Persediaan Fiskal adalah:

 Average, atau

 FIFO
Konsep Penyusutan dan Amortisasi
Pasal 11 dan Pasal 11A UU No. 36/2008 tentang PPh

 Metode Penyusutan dan Amortisasi Fiskal adalah:


Metode Garis Lurus dan Saldo Menurun Berganda

 penyusutan dan amortisasi dimulai pada bulan


pengeluaran – metode penyusutan bulanan

 Kelompok Aktiva Tetap

 apabila terjadi pengalihan atau penarikan aktiva


tetap, jumlah nilai buku dianggap sebagai kerugian,
dan jumlah harga jual atau ganti rugi asuransi
dianggap sebagai penghasilan
Konsep Penyusutan Fiskal
Pasal 11 UU No. 36/2008 tentang PPh

Harta Berwujud yang dapat disusutkan:

 dimilikisecara formal
 digunakan untuk usaha
 Tidak untuk dijual
 masa manfaat harus lebih dari 1 tahun
(terbatas)
 Tidak mengenal nilai sisa (salvage value)
TARIF & METODE PENYUSUTAN
Benefit in Kind (Natura atau Kenikmatan)
Pasal 9 ayat (1) huruf e UU No. 36/2008 tentang PPh

pada dasarnya tidak boleh menjadi pengurang, kecuali:

penyediaan makanan dan minuman di tempat kerja untuk seluruh


pegawai

natura atau kenikmatan di daerah tertentu

berkaitan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan


sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tsb
mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam satpam, antar jemput
karyawan, serta penginapan untuk awak kapal.
Aturan Khusus Terkait Beberapa Koreksi
Fiskal
1. Handphone
a. Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I
b. Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan
50% pada tahun pengeluaran
2. Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai
aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun
pengeluaran
3. Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan sebagai
aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun pengeluaran

KEP – 220/PJ/2002
Penghasilan atau Kerugian Wanita Kawin
Pasal 8 UU No. 36/2008 tentang PPh

dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suami, kecuali diperoleh


dari satu pemberi kerja, dan tidak ada hubungan dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya (ayat 1)

dikenakan pajak terpisah bagi yang:


hidup berpisah
pisah harta
dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri

penghitungan pajak bagi yang pisah harta dilakukan secara


proporsional (ayat 3)
Kode status kewajiban perpajakan suami-istri
sebagaimana isian dalam halaman identitas SPT
Tahunan orang pribadi
• KK = hak dan kewajiban perpajakan
dilaksanakan oleh kepala keluarga;
• HB = suami-istri telah hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim;
• PH = suami-istri melaksanakan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan; atau
• MT = istri memilih menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri.
NO
Kewajiban
Uraian KK
Perpajakan
HB
bagi masing2
PH
statusMT
1 NPWP NPWP Suami NPWP NPWP masing-masing NPWP masing-masing
(Kepala Keluarga) masing-
masing
2 Konsep Seluruh Seluruh Seluruh penghasilan/ Seluruh penghasilan/
Penghasilan penghasilan/ penghasilan/ kerugian merupakan kerugian merupakan
kerugian istri kerugian penghasilan atau penghasilan atau
dianggap merupakan kerugian masing- kerugian masing-masing.
penghasilan/kerugi penghasilan masing.
an suami, kecuali atau Namun demikian, Namun demikian, dalam
penghasilan istri kerugian dalam menghitung menghitung PPh yang
dari satu pemberi masing- PPh yang terutang terutang dilakukan
kerja dengan masing dilakukan berdasarkan
syarat sesuai Pasal berdasarkan penjumlahan penghasilan
8 (1) UU PPh penjumlahan neto dan besarnya pajak
penghasilan neto dan yang harus dilunasi oleh
besarnya pajak yang masing-masing suami-istri
harus dilunasi oleh dihitung sesuai dengan
masing-masing suami- perbandingan
istri dihitung sesuai penghasilan neto mereka
dengan perbandingan
penghasilan neto
mereka
3 Pemotonga Menggunakan Menggunak Menggunakan NPWP Menggunakan NPWP
n/Pemungut NPWP Suami an NPWP masing-masing masing-masing
an oleh masing-
Pihak Lain masing
4 Penyampai Suami Masing- Masing-Masing Masing-Masing
an SPT Masing
Tahunan
PPh
Penghasilan Anak yang belum Dewasa
Pasal 8 ayat (4) UU No. 36/2008 tentang PPh

Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun


sumber penghasilannya dan apapun sifat pekerjaannya
digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun
pajak yang sama.

“anak yang belum dewasa”


 belum berusia 18 tahun dan
 belum menikah
Penghasilan Istri dari satu pemberi kerja
Penghasilan istri lebih dari satu sumber
PH dan MT
SKEMA PERHITUNGAN PPH WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (TENAGA AHLI,
UD)

TENAGA AHLI/PEK.BEBAS PEDAGANG & PRODUSEN

NORMA PEMBUKUAN PEREDARAN BRUTO PEREDARAN BRUTO


<= 4,8 M > 4,8 M

TARIF PROGRESIF O,5% X PEREDARAN PEMBUKUAN


BRUTO PER BULAN
PEREDARAN BRUTO >=4,8 M (FINAL)
TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN
TARIF PROGRESIF
NORMA/PENCATATAN
Pembukuan dan Pencatatan
• Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan
laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak yang bersangkutan.

• Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara


teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/ atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
WPOP yang wajib pembukuan
• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib
menyelenggarakan pembukuan,
• kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran
brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000,000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).
• Pasal 28 ayat 1 UU KUP
• PER 17/PJ/2015
Syarat-syarat penyelenggaraan Pembukuan
• sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
• diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau kegiatan usaha
yang sebenarnya;
• diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan;
• diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual
atau stelsel kas.
WP OP yang menggunakan pencatatan
• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha,
yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000,000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) sehingga diperbolehkan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) untuk menghitung
penghasilan netonya, wajib menyampaikan pemberitahuan
kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
• Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha dan/atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan
pencatatan.
Syarat-syarat penyelenggaraan Pencatatan
• harus menggambarkan antara lain peredaran atau penerimaan
bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/
atau diperoleh, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/
atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
• bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha
dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan
secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat
usaha yang bersangkutan; dan
• selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan atas
penghasilan, Wajib Pajak orang pribadi juga harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Pasal 14 UU No. 36/2008 tentang PPh

 diperbolehkan bagi WP OP yang melakukan usaha atau


pekerjaan bebas, yang Peredaran Bruto/Omset-nya dalam
satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00

 wajib menyelenggarakan Pencatatan

 dapat dikenakan sebagai sanksi bagi seluruh WP yang


tidak melaksanakan kewajiban Pembukuan atau
Pencatatan dengan benar

Penghasilan Neto = % Norma x Peredaran Bruto


Orang Pribadi yang Tidak Menyelenggarakan Pembukuan
(Menggunakan Norma)

Wajib Pajak dapat menghitung penghasilan neto dengan


menggunakan NPPN dengan memperhatikan syarat-
syarat berikut:
• melakukan pekerjaan bebas,
• peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah), dan
• menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Penghitungan PPh Terutang
Pasal 16 UU No. 36/2008 tentang PPh

PPh Terutang = Tarif PPh x PhKP


Rekonsiliasi Fiskal
• Rekonsiliasi fiskal adalah usaha
mencocokkan perbedaan yang terdapat
dalam laporan laba rugi komersial dan
laporan laba rugi fiskal.
• Ada dua jenis koreksi fiskal
– Koreksi positif yang menyebabkan Penghasilan Kena
Pajak membesar
– Koreksi negatif yang menyebabkan Penghasilan Kena
Pajak mengecil
Penghitungan PPh Terutang
Pasal 16 UU No. 36/2008 tentang PPh

PPh Terutang = Tarif PPh x PKP


Tarif PPh
Pasal 17 UU No. 36/2008 tentang PPh

WP OP Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Tarif PPh
(dalam Rupiah)
sampai dengan 50.000.000 5%
>50.000.000 - 250.000.000 15%
>250.000.000 - 500.000.000 25%
di atas 500.000.000 30%

Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah


dalam ribuan penuh.
Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan
Pasal 20 UU No. 36/2008 tentang PPh
pelunasan PPh yang diperkirakan akan terutang dalam suatu
tahun pajak oleh WP dalam tahun pajak dengan cara:

Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak lain – POT/PUT


(Withholding Tax System)

pembayaran oleh WP sendiri


(Self Assesment System)
pelunasan PPh tersebut dilakukan untuk setiap bulan atau
masa pajak
 merupakan angsuran pajak
 yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang
 kecuali untuk penghasilan yang dikenakan PPh Final
Penghitungan PPh pada Akhir Tahun
Pasal 28 UU No. 36/2008 tentang PPh

PPh Kurang Bayar (PPh 29)


PPh Lebih Bayar (PPh 28A)
AKHIR DARI PRESENTASI
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA, SELURUH
ISI MODUL PRESENTASI INI ADALAH HANYA
UNTUK KEPENTINGAN MAHASISWA PROGRAM
AKUNTANSI PAJAK UNIVERSITAS KRISTEN PETRA.

TAX ACCOUNTING PROGRAM


PETRA CHRISTIAN UNIVERSITY

MATERI DIREVISI PADA FEBRUARI 2016

Anda mungkin juga menyukai