Anda di halaman 1dari 12

SKENARIO 4 PERTEMUAN

KE 1
BLOK 235
By : Tutor Hebat Mediclub
Sapi Mati Mendadak
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan
keluhan kulitnya melepuh, demam sampai menggigil, muntah-muntah
dan BAB cair. Pasien adalah seorang peternak sapi. Dari anamnesis
diketahui sebelumnya terdapat beberapa sapi di pemukimannya yang
mati mendadak. Dokter menduga bahwa penyakit pasien tersebut
berhubungan dengan kejadian sapi mendadak. Dokter melakukan
pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis dan melakukan terapi
pada pasien. Puskesmas bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan
Dinas Peternakan untuk menanggulangi kejadian tersebut.
STEP II
1. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pada pasien tersebut?
2. Bagaimana hubungan antara terjadinya keluhan dengan banyak sapi
yang mati mendadak?
3. Bagaimana cara pendekatan klinis pada kasus tersebut?
4. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan penyakit sapi gila?
5. Apa yang harus dilakukan bila menemukan kasus sapi mati
mendadak?
Epidemiologi Antraks
• Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis, suatu basil
yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke manusia melalui kontak dengan binatang yang
terinfeksi atau bahan dari binatang yang terkontaminasi.
• B.anthracis adalah organisme di tanah yang tersebar di seluruh dunia. Kasus pada manusia dapat
menjadi kasus industry dan agrikultur.
• Pada kasus industry penyebaran penyakit terjadi karena kontak dengan spora yang terdapat pada
bahan dari binatang terinfeksi, seperti rambut, wol, kulit, tulang pada saat proses industry.
• Pada kasus agrikultur transmisi terjadi langsung melalui kontak dengan kotoran/secret binatang
yang terinfeksi, melalui gigitan lalat yang telah memakan bangkai binatang yang telah terinfeksi,
makan daging mentah atau kurang matang dari binatang yang terinfeksi.
• Antraks terjadi primer pada binatang herbivore terutama sapi, kambing, domba dan binatang
lainnya seperti babi, kerbau dan juga gajah. Sapi sangat rentan terhadap antraks, dimana
kematian akan terjadi dalam 1-2 hari.
• B. anthracis adalah basil Gram positif, non motil dan bisa membentuk spora. Spora ini tidak
terbentuk di jaringan hidup, tetapi di lingkungan yang aerobic akan muncul dan bertahan
bertahun-tahun di tanah yang tanah yang tahan temperature tinggi, kekeringan. Kuman ini
tumbuh subur pada suhu 35 – 37oC.
Patofisiologi Antraks

• Spora akan masuk melalui kulit, saluran napas, saluran cerna, didalam makrofag akan bertahan hidup. Virulensi B.
anthracis terjadi karena 3 eksotoksin, yaitu protective antigen (PA), edema factor (EF) dan lethal factor (LF), serta
anthipaghocytic polydiglutamic acid capsule (plasmid pX02).
• PA mempunyai efek mengikat reseptor permukaan sel, sehingga bisa digunakan oleh EF danLF untuk masuk ke
sitoplasma. Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema local dan menghambat fungsi PMN, sedangkan
kombinasi PA dan LF akan menyebabkan syok dan kematian cepat (dalam waktu 60 menit).
• Pada cutaneous anthrax, spora kuman tersebut akan masuk melalui kulit yang luka atau melalui luka yang
disebabkan serat dari binatang yang terinfeksi. Di jaringan subkutan, spora tersebut akan berubah bentuk menjadi
bentuk vegetative, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin, yang menyebabkan edema dan nekrosis jaringan.
Kemudian kuman akan di fagosit oleh makrofag dan menyebar ke KGB setempat, dan toksin akan menyebabkan
perdarahan, edema dan nekrosis (limfadenitis), kemudian kuman akan masuk peredaran darah dan menyebabkan
pneumonia, meningitis dan sepsis.
• Pada inhalation anthrax (jarang) terjadi inhalasi spora dimana spora akan sampai di alveoli dan akan di fagosit oleh
makrofag yang selanjutnya akan dibawa ke KGB mediastinum, sehingga terjadi limfadenitis dan mediatinitis. Kapiler
paru yang terkena akan menyebabkan thrombosis dan gagal napas.
• Bila spora masuk melalui daging yang kurang matang atau mentah, maka disebut oropharyngeal atau intestinal
anthrax. Pada kasus ini terjadi pembengkakan farynx dan bisa menyebabkan obstruksi trakea atau limfadenopati
servikal disertai edema. Pada intestinal enthrax terjadi edema, nekrosis dan perdarahan mukosa usus besar dan kecil,
asites hemoragis, dan sepsis.
Manifestasi Klinis Antraks
Cutaneous anthrax
• Setelah masa inkubasi 1 – 7 hari akan timbul lesi berbentuk papula kecil sedikit gatal pada tempat spora masuk yang
dalam beberapa hari berubah menjadi bentuk vesikel yang tidak sakit berisi cairan serosanguineous, tidak purulent dan
kemudian menjadi ulkus nekrotik yang dikelilingi vesikel-vesikel kecil. Ukuran lesi 1 – 3 cm. dalam waktu 2 – 6 hari akan
timbul eschar berwarna hitam seperti batu bara (black carbuncle) yang kemudian menjadi parut dalam waktu 1 – 2
minggu. Dasar kulit dari lesi terlihat undurasi, panas, warna merah, non pitting edema yang bisa meluas (malignant
edema) sehingga dapat terjadi hipotensi cairan, namun demikian lesi tidak terasa sakit.
• Gambaran sistemik berupa demam, myalgia, sakit kepala, lemah badan dan limfadenopati local.
• Pemberian antibiotic tidak mengubah perjalanan alamiah klinis di kulit tetapi mencegah penyulit (meningitis,
pneumonia dan sepsis) dan menurunkan angka kematian.

Gastrointestinal anthrax
• Setelah kira-kira 2 – 5 hari setelah memakan daging yang mengandung spora maka akan timbul demam, nyeri perut
diffuse, muntah dan diare. Bisa timbul muntah dan BAB berdarah, dan dapat pula terjadi perforasi usus, asites dan
limfadenitis mesenterial.

Oropharyngeal anthrax
• Limfadenopati local dan edema pada leher, sulit menelan dan obstruksi saluran napas atas, terdapat lesi eschar pada
kulit mukosa mulut.
Manifestasi Klinis Antraks
Inhalation anthrax
• Masa inkubasi 1 – 5 hari, tergantung jumlah spora yang masuk. Setelah masa inkubasi akan timbul
gambaran klinik yang terdiri dari 2 fase, yaitu fase initial yang ringan dan fase kedua yang sangat berat
• Pada fase pertama didapatkan demam, lemah, mialgia, batuk kering dan rasa tertekan di dada dan perut
yang pada pemeriksaan ditemukan rhonki.
• Pada fase kedua berupa panas tinggi, sesak napas, hipoksia, sianosis, stridor dan akhirnya syok hingga
kematian dalam beberapa hari kemudian. Terjadi pula edema leher dan dada, serta efusi pleura.
Pemeriksaan fisik memberikan gambaran infeksi paru dengan kemungkinan sepsis dan meningitis.
• Inhalation anthrax tidak memberikan gambaran klasik pneumonia, sehingga tidak didapatkan sputum
yang purulent.
• Inhalation anthrax tidak dapat ditularkan antar manusia.
• Pada foto thoraks didapatkan gambaran khas berupa efusi pleura dan pelebaran mediastinal karena
limfadenopati dan mediastinitis.
Penatalaksanaan Antraks
• Antraks akan mudah disembuhkan bila cepat dibuat diagnose pada awal penyakit
dan segera diberikan antibiotic.
• Pada cutaneous anthrax dianjurkan memakai kombinasi antibiotic:
• Siprofloksasin 2 x 400 mg atau doksisiklin 2 x 100 mg ditambah dengan
klindamisin 3 x 900 mg dan/atau rifampisin 2 x 300 mg yang mula-mula diberikan
secara IV kemudian secara oral bila kondisi pasien sudah stabil.
• Lamanya terapi antibiotic untuk cutaneous anthrax adalah 7 – 10 hari dan untuk
inhalasi serta gastrointestinal dibutuhkan waktu minimal 2 minggu dalam
pemberian antibiotic.
• Terapi topical untuk lesi di kulit tidak bermanfaat.
• Tracheotomi dilakukan bila terjadi edema leher yang mengganggu jalan napas.
Prognosis dan Pencegahan Antraks
Prognosis
• Angka kematian pada inhalation anthrax mencapai 80% bila tidak segera diberikan antibiotic, dengan
jangka kematian 3 hari.
• Angka kematian cutaneous anthrax adalah 20%.
• Gastrointestinal anthrax juga memiliki mortalitas tinggi

Pencegahan
• Pemberian vaksin AVA (anthrax vaccine adsorbed) pada manusia, yang diberikan ulang pada minggu ke 2
dan ke 4, serta pada bulan ke 6, 12, dan 18.
• Vaksin diberikan pada pekerja industry atau peternak atau siapapun yang punya resiko kontak dengan
spora.
• Selain diberikan vaksin, dianjurkan menggunakan antibiotic selama 60 hari : siprofloksasin 2 x 500 mg oral
atau gatifloksasin 1 x 400 mg oral atau levofloksasin 1 x 500 mg oral atau doksisiklin 2 x 100 mg oral.
Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang penyakit
menular pada hewan
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61 tahun
2015 tentang Pemberantasan Penyakit Hewan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012
tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Pengendalian Zoonosis
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun
2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan
Pasal 67
• Penetapan status zoonosis daerah dilakukan oleh bupati/walikota, gubernur atau Menteri sesuai dengan kewenangannya berdasarkan sebaran geografis
zoonosis.
• Status zoonosis daerah meliputi: daerah wabah, daerah tertular, daserah penyangga, dan daerah bebas.

Pasal 68
• Menteri menetapkan manajemen risiko zoonosis sesuai dengan status zoonosis daerah.

Pasal 69
• Menajemen resiko pada daerah wabah dan tertular yang meliputi:
• Penutupan daerah wabah
• Penajminan kesehatan dan kebersihan hewan rentan serta lingkungan
• Penjaminan kebersihan kandang dan peralatan
• Pemusnahan hewan sakit
• Pengendalian vector
• Pengendalian populasi hewan rentan
• Pembatasan keluarnya hewan
• Penghentian produksi dan peredaran produk hewan
• Vaksinasi hewan rentan
• Kesiagaan dini
• Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun
2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan
Pasal 70 Pasal 71
• Manajemen resiko pada daerah penyangga • Manajemen resiko pada daerah bebas
paling sedikit dilakukan melalui: dilakukan meliputi:
• Penjaminan kesehatan dan kebersihan hewan • Penjaminan kesehatan dan kebersihan hewan
rentan serta lingkungan rentan serta lingkungan
• Penjaminan kebersihan kandang dan peralatan • Penjaminan kebersihan kandang dan peralatan
• Pengisolasian atau pengobatan hewan terduga • Pengendalian perpindahan hewan dan
sakit peredaran produk hewan dari daerh tertular
• Pemusnahan hewan sakit atau wabah
• Vaksinasi hewan rentan
• Pengendalian vector
• Pemusnahan hewan terduga sakit
• Pengendalian populasi hewan rentan
• Kesiagaan dini
• Pembatasan perpindahan hewan dan
peredaran produk hewan • Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat
• Vaksinasi hewan rentan
• Kesiagaan dini
• Komuniakasi, informasi dan edukasi
masyarakat

Anda mungkin juga menyukai