Anda di halaman 1dari 99

Infeksi

Respiratorik
Croup – Asma- Pertusis – Bronkiolitis –

Pneumonia – Tuberkulosis

Supervisor : dr. Azwar Aruf, SpA.


Croup
(Laringotrakeobronkisit Akut)
Pendahuluan
• Croup adalah terminology umum yang mencakup suatu
grup penyakit heterogen yang mengenai laring,
ifra/subglotis, trakea dan bronkus.
• Karakteristik  batuk menggonggong, suara serak,
stridor inspirasi dengan/tanpa obstruksi jalan napas
• Dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat
berkembang ke arah yang berat ataupun mengancam
jiwa
Pendahuluan
• Etiology 
• Sering: Human Parainfluenza type 1 (HPIV-1) 60%
• HPIV 2,3 & 4, Adenovirus, Influenza A & B, RSV,
Measles,
• Mycoplasma pneumonia (uncommon)
• Prevalensi umur : 6 bulan-6 tahun, puncak:1-2
tahun, jarang: <3 bulan & >15 tahun
Patogenesis
• Nasopharyngeal infection spreading to trachea &
larynx epithelia diffuse inflammation, erythema &
oedema in trachea disturbance in vocal cord mobility &
irritation in subglottic area a hoarseness
•  Air turbulance upper respiratory tract à stridor
followed by retractions
• Disorders in chest and abdominal wall fatigue, hypoxia,
hypercapnea respiratory failure
Kelompok
Klasifikasi (Ringan-Berat)
• Ringan : Batuk menggonggong, demam, suara serak,
stridor terderngar hanya pada saat anak gelisah, retraksi
minimal
• Sedang : Batuk menggonggong frekuensinya sering,
stridor inspirasi terdengar saat istirahat, retraksi ada,
tidak ada distress napas
• Berat : Batuk menggonggong frekuensinya sering,
stridor inspirasi terdengar saat istirahat, retraksi ada,
distress napas
Diagnosis Banding

• Acute epiglottitis
• Diptheria laryngitis
• Acute angioneurotic oedema
Pemeriksaan Laboratorium

• Peningkatan sel darah putih


>20.000/mm3, didominasi oleh PMN
Pemeriksaan Penunjang
• Endoscopy: 2 “sets” of vocal cords
• X-ray: steeple sign/pencil sign
• Subglotis dan trakea membengkak dan menyebabkan
obtruksi serta terdengar stridor
• Kasus yang berat menyebabkan patensi udara menjadi
terhalang, terjadi konstriksi bronkus, edema, dan
atelektasis paru
Stepple sign
Tatalaksana – Croup Ringan

Dapat ditangani dirumah dengan


perawatan penunjang, meliputi pemberian
cairan oral, pemberian ASI, atau pemberian
makanan yang sesuai.
Tatalakasna – Croup Berat
• Harus dirawat dirumah sakit untuk perawatan sebagai
berikut:
• Steroid : Dosis tunggal deksametason (0,6mg/kgBB
IM/oral) atau jenis steroid lain dengan dosis yang
sesuai dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Dapat pula
dipakai prednisone/ metylpredinosolone 1-2 mg/kgBB.
• Epinefrin (adrenalin). Beri 2 ml adrenalin 1/1000
ditambahkan ke dalam 2-3 ml garam normal, diberikan
dengan nebulizer selama 20 menit.
Pada anak dengan croup berat yang
memburuk, dipertimbangkan
pemberian:
1. Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi
saluran respiratorik. Tanda tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam yang berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian oksigen.
Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung atau kateter
nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan
mencetuskan obstrukso saluran respiratorik. Walaupun
demikian, jika mulai terjadi obstruksi saluran respiratorik dan
perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
2. Intubasi dan trakeostomi
• Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam yang berat dan anak gelisah,
lakukan intubasi sedini mungkin.
• Jika tidak mungkinn rujuk anak tersebut kerumah sakit yang
memungkinkan untuk dilakukan intubasi atau tindakan trakeostomi
dengan cepat.
• Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut dan pastikan
tersedianya fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena
obstruksi saluran respiratorik dapat terjadi secara tiba-tiba.
Perawatan Penunjang
• Hindari manipulasi yang berlebihan yang dapat
memperberat obstruksi (misalnya pemasangan infus
yang tidak perlu).
• Jika anak demam (lebih dari sama dengan 39 C) yang
tampaknya menyebabkan distress beri parasetamol.
• Pemberian ASI dan makanan cair
• Bujuk anak untuk makan segera setelah
memungkinkan.
Komplikasi
• 15% kasus terjadi komplikasi 
• Otitis media
• Dehidrasi
• Pneumonia (jarang)
• Sebagian kasus membutuhkan intubasi
• Gagal nafas dapat terjadi jika perawatan dan
pengobatan tidak adekuat.
Prognosis
• Bersifat self-limited dengan prognosis
yang baik.
Asma Bronkial
Pendahuluan
• Asma adalah penyakit saluran respiratori kronis
dengan dasar inflamasi kronis yang mengakibatkan
obstruksi dan hipereaktivitas saluran respiratori
derajat bervariasi.
• Etiologi  belum diketahui. Faktor pencetus adalah
alergeb, infeksi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks
gastroesofagus dan psikis.
Patogenesis
Kriteria Diagnosis
Derajat Asma
Penilaian Derajat Serangan
Asma Serangan Asma Serangan Serangan Asma
Rngan-Sedang Berat dengan Ancaman
Henti Napas
Bicara dalam Bicara dalam kata Mengantuk
kalimat Duduk bertopang Letargi
Lebih senang lengan Suara napas tak
duduk daripada Gelisah terdengar
berbaring Frekuensi napas ↑
Tidak gelisah Frekuensi nadi ↑
Frekuensi napas ↑ Retraksi jelas
Frekuensi nadi ↑ SpO2 <90%
Retraksi minimal PEF <50%
SpO2 90-95% prediksi atau
PEF > 50% terbaik
Tatalaksana
1. Mencari dan menghindari faktor pencetus, untuk itu
diperlukan kerjasama dengan orang tua penderita.
2. Mencegah serangan asma dengan pemberian obat untuk
mempertahankan sel-sel mediator tidak pecah.
3. Medikamentosa
a. Reliver (pereda)
β2 agonis short acting,antikolinergik, teofilin short
acting, aminofilin dan adrenalin
b. Controller ( pengendali)
β2 agonis long acting, steroid inhalasi/oral.
Antileukotrien, teofilin sustained release, dan sodium
kromoglikat.
Serangan Asma Ringan
• Sekali nebulisasi  respon yang baik (complete response) 
derajat serangannya ringan.
• Observasi 1-2 jam  respon bertahan  pulang (bekali obat β-
agonis (hirupan atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam)
• Jika pencetus serangan adalah infeksi virus, tambahkan steroid
oral jangka pendek (3-5 hari).
• Kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk
evaluasi ulang tata laksana.
• Jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien
diperlakukan sebagai serangan asma sedang.
Serangan Asma Sedang
• Pada pemberian nebulisasi dua atau tiga kali  respon parsial
(incomplete response)  derajat serangannya sedang.
• Observasi dan tangani di ruang rawat sehari (RRS).
• Berikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan
dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari.
• Pasang jalur parenteral sejak di unit gawat darurat (UGD).
Serangan Asma Berat
• Dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut  tidak respon (poor
response)  rawat inap. Oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak
awal termasuk saat nebulisasi.
• Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks.
• Ada gejala dan tanda ancaman henti napas  rawat di ruang
rawat intensif.
• Ada dehidrasi dan asidosis, atasi dengan pemberian cairan
intravena dan koreksi terhadap asidosis.
• Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam (0,5-1
mg/kg BB/hari).
• Nebulisasi β -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan
tiap 1-2 jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi
perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap
Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan
sebagai berikut:
o Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya,
diberikan aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8
mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau garam
fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30
menit.
o Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya
(kurang dari 4 jam), dosis yang diberikan adalah
setengah dosis inisial.
o Kadar aminofilin dalam darah diukur dan
dipertahankan sebesar 10-20 mcg/ml;
Jika telah terjadi perbaikan klinis:
o Nebulisasi diteruskan setiap 6 jam, sampai dengan
24 jam.
o Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per
oral.
o Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat
dipulangkan dengan dibekali obat β-agonis (hirupan
atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48
jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien
kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk
evaluasi ulang tata laksana.
Pertusis
Pendahuluan
• Pertusis adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh
Bordetella pertussis.
• Gejala: batuk-batuk panjang, terutama di malam hari. Pilek, serak,
anoreksia, demam ringan, whooping cough saat inspirasi.
• Pertusis ≠ sindrom pertusis.
Sindrom pertusis memberikan tanda dan gejala mirip dengan
pertusis, namun manifestasi klinisnya ringan dan tidak memiliki
stadium sebagaimana yang disebabkan B. pertussis. Penyebab
35
sindrom pertusis adalah virus dan bakteri lain diluar B. pertussis.
Etiologi

 Penyebab: Bordetella pertusis (Haemophilus


pertussis).
 Termasuk klp kokobasilus, aerob Gram negatif,
tidak bergerak, tidak berspora
 Media tumbuh: darah-gliserin-kentang yang
ditambah penisilin untuk menghambat pertumbuhan
organisme lain
36
Penularan
• Penularan melalui droplet saat batuk, bersin, dan berbicara
• Sebagian besar bayi tertular dari saudaranya dan kadang-kadang
oleh orangtuanya
• Masa inkubasi 6-20 hr, rata-rata 7 hari
• Manusia merupakan satu-satunya pejamu bakteri ini
• Rata-rata serangan mencapai 80-100% pada kelompok rentan
• Bordetella pertussis yang terhirup melalui udara pernafasan 
melekat pada silia epitel saluran nafas  multiplikasi dan menyebar
37
Stadium  3 Fase
 Fase kataral (1-2 mgg)
Ditandai gejala klinis yang tidak spesifik; batuk (ringan)
mulanya pada malam hari, pilek, anoreksia, demam
ringan/normal.
 Fase spasmodik (2-4 mgg)
batuk makin kuat & terus-menerus, gelisah, muka
merah,diakhiri bunyi whoop. Anak dpt terkencing-kencing
bahkan sampai mata merah/mimisan. Tertawa/menangis dpt
memicu batuk
 Fase penyembuhan/konvalesens (1-2 mgg)
ditandai dg berhentinya bunyi whoop & muntah. Batuk biasanya
masih namun ringan & hilang secara perlahan dalam 2-3 mgg 39
Pengobatan
Untuk menghentikan gejala:
Antibiotik :
• Azitromisin (usia < 1bulan dan 1-5bulan, 10mg/kgBB/hari
selama 5hari. Usia >6bulan dan anak, 10mg/kgBB/hari pada
hari pertama dan kemudian 5mg/kgBB/hari (max 500mg)
pada hari ke 2-5)
• Eritromisin (< 1bulan dan 1-5bulan, 40-50mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis selama 14hari. > 6bulan dan anak,
15mg/kgBB/hari (max 1g/hari) dibagi 2 dosis selama 7 hari.)
40
Diagnosis
• Leukositosis (15.000-100.000/mm3)
• IgG terhadap toksin pertussis (+)
• Foto thorax: Infiltrat perihiler atau edema, atelektasis,
atau empiema
• Diagnosis pasti apabila ditemukan organisme pada
apus nasofaring (bahan media --Bordet-Gengou)
dengan menggunakan media transpor (Regan-Lowe)
Komplikasi
• Bakteri sekunder; paling umum • Pneumothoraks
pneumonia
• Epistaksis
• Neurologis; kejang, enselopati • Subdural hematom
sering pada infant
• Hernia
• Otitis media
• Rektal prolaps
• Anoreksia
• Dehidrasi
Pengobatan
TMP-SMZ dapat digunakan sebagai alternative pada pasien
yang berusia ≥ 2bulan yang alergi terhadap golongan
makrolida, yang tidak toleran terhadap makrolida, atau anak
yang terinfeksi dengan strain Bordatella pertussis yang resisten-
makrolida meskipun sangat jarang.

Suportif : pengencer batuk, oksigen bila perlu


Simtomatik lainnya
43
Pencegahan
1. Pemberian imunisasi DPT pd bayi, dan DT pada anak SD
2. Bayi 0-1 th vaksin DPT 3 kali, mulai umur 2 bulan dan
selang min 1 bl
3. Diulang umur 1,5 tahun dan sekolah dasar

Penundaan imunisasi sebaiknya tidak menunggu sampai


anak berusia lebih dari satu tahun
44
Bronkiolitis
Definisi
• Penyakit infeksi respiratorik akut bagian bawah yang ditandai
dengan adanya inflamasi bronkioli pada bayi < 2 tahun
• Gejala : batuk dan pilek  takipneu, wheezing, ronkhi,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
• Umumnya disebabkan oleh virus. 60-90% disebabkan
Respiratory Syncytial Virus (RSV), bisa juga karena virus lain
seperti influenza.
• Secara epidemiologi sering terjadi pada anak usia < 2 tahun
(terbanyak < 6 bulan)
Faktor Risiko
• BBLR
• Prematuritas
• Sosioekonomi rendah
• Crowded living condition
• Lingkungan perokok
• Tidak dapat ASI
Patofisiologi

Infeksi pada epitel bersilia pada bronkiolus


 inflamasi  edema, sekresi mukus,
deposit sel-sel debris  infiltrasi limfosit
peribronkial dan edema submukosa 
obstruksi bronkiolus
Infeksi
RSV

Kolonisasi dan replikasi di


mukosa (terminal
bronkiolus:>>)

Nekrosis sel bersilia


bronkioli

Proliferasi limfosit, sel plasma dan


makrofag

Edema
submukosa Plugging (debris
Kongesti
dan mukus)
Faktor yang memperberat
• Prematuritas
• Penyakit jantung kongenital
• Bronchopulmonary dysplasia
• Cystic fibrosis
• Abnormalitas saluran napas
• Penyakit neuromuskular
• Immunocompromise
Maninfestasi Klinis
• Demam sub febris
• Sesak nafas dengan tanda obstruksi
• Wheezing
• Bentuk dada hiperinflamasi
• Distress pernafasan ( takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
sianosis, takikardi)
Diagnosis

• Anamnesis  Gejala, Faktor risiko, Faktor yang memperberat,


Riwayat-riwayat
• Pemeriksaan darah rutin : hasilnya tidak spesifik
• Foto rontgen
• Hiperaerasi, patchy infiltrat, patchy atelektasis
• Hiperinflasi difus, Diafragma datar, Subcostal >, Retrosternal space , Infiltrat
peribronkial
• Tes serologi : antigen RS
Derajat
Diagnosis Banding
Bronkiolitis Asma
bronkiale
Umur < 2 tahun > 2 tahun
Demam Ada Biasanya (-)
Wheezing Pertama Berulang
ISPA Ada Ada/tidak
Atopi keluarga Ada/tidak Ada
Riwayat alergi Ada/tidak Ada
Respon terhadap Lambat Cepat
bronkodilator
Pneumonia Bronkiolitis
Umur Semua umur < 2 tahun
Penyebab Bakteri/virus Virus
Onset Lebih lama cepat
Pemeriksaan Inspiratory Expiratory effort
fisik effort
Foto thorax Infiltrat Hiperaerasi
Tes RSV Negatif Positif
Tatalaksana
• Suportif
• Manifestasi berat
Hospitalisasi
IVFD sesuai kebutuhan
Oksigen
(Antibiotik)
• Nebulisasi bronkodilator, epinefrin, larutan hipertonis
tidak direkomendasikan
Tatalaksana
• Antibiotika non alergik sebagai profilaksis
• Pada saat kondisi sesak dapat diberikan
kloramfenikol IV dan dilanjutkan dengan pemberian
peroral bila sesak berkurang.
• Bila dapat diberikan peroral langsung diberikan
eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis.
• Suportif
• Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi edema saluran
pernafasan: kortikosteroid 15-20 mg/kgBB/hari atau
deksametason 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-3
hari
• Cairan dan elektrolit dengan dekstrose 5% dan NaCl
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan umur dan
berat badan.
• Oksigen dengan kelembapan yang cukup
Komplikasi
• Perjalanan alami penyakit dan komplikasi
- Temuan klinis membaik : dalam 3-4 hari
- Temuan radiologis membaik : dalam 9 hari
• Obstruksi napas persisten : 20%
• Gagal napas : 25%
• Kolaps paru (jarang)
Pencegahan
• Imunoglobilin
• Vaksinasi
Prognosis
• Infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan
berkembang menjadi asma.
Pneumonia
Definisi
• Pneumonia didefinisikan sebagai inflamasi pada parenkim paru, dan
merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima
tahun sebanyak 18%, setelah prematuritas, diare, dan malaria (WHO,
2010)
• Bronkopneumonia merupakan peradangan atau inflamasi yang
mengenai parenkim paru dapat disebabkan oleh berbagai macam
etiologi dimana kuman atau zat (agen) teraspirasi akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi pada sistem
pernafasan, yang tercermin melalui gejala klinis, radiologis maupun
laboratoris.
Epidemiologi
• Setiap tahun terdapat sekitar 155 juta kasus pneumonia di
seluruh dunia dengan kematian sekitar 1,8 juta anak di bawah 5
tahun, atau sekitar 20% dari seluruh kematian balita di seluruh
dunia.
• Insidensi pneumonia berkisar antara 10-20 kasus/100 anak/tahun
atau sekitar 10-20% anak
• Survei Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2001 melaporkan bahwa
22,8% kematian balita dan 27,6% kematian bayi di Indonesia
disebabkan karena pneumonia.
Etiologi
Usia Patogen penyebab
(berdasarkan urutan frekuensi)
Neonatus Streptococcus grup B, E. Colli, Listeria monocytogenes,
(< 3 minggu) gram negatif lainnya, Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza
3 minggu-3 bulan Respiratory syncitial virus, rhinovirus, parainfluenza virus,
infleunza viruses, adenovirus, Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, jika pasien afebris pertimbangkan
Chlamidia trachomatis
4 bulan-4 tahun Respiratory syncitial virus, rhinovirus, parainfluenza virus,
infleunza viruses, adenovirus, Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Mycoplasma pneumonia, Group A
Streptococcus
≥5 tahun M. Pneumonia, S. Pneumonia, Chlamydophila Pneumonia,
H. Influenza, Influenza virus, adenovirus, virus respiratorius
lainnya, Legionella Pneumophila
Klasifikasi (WHO)

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5


tahun
Pneumonia Sangat Berat  Kesadaran turun, letargis  Kesadaran turun, letargis
 Tidak mau menetek / minum  Tidak mau minum
 Kejang  Kejang
 Demam atau hipotermia  Sianosis
 Bradipnea atau pernapasan  Malnutrisi
ireguler

Pneumonia Berat  Napas cepat  Retraksi (+)


 Retraksi yang berat  Masih dapat minum
 Sianosis (-)
Pneumonia Ringan    Takipnea
 Retraksi (-)
Klasifikasi (MTBS)

Diagnosis Klinis Klasifikasi (MTBS)


Pneumonia berat (rawat inap):
- tanpa gejala hipoksemia Penyakit sangat berat
- dengan gejala hipoksemia (Pneumonia berat)
- dengan komplikasi
Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonis
Faktor Risiko

AGEN
Typical
Tidak dapat diubah HOST organisme
• Usia terlalu muda/ tua Atypical
• Kelainan kongenital organisme

Dapat diubah ENVIRONME


NT
• BBLR
• Tidak mendapat imunisasi
• Tidak mendapat ASI
eksklusif 1. Pencemaran udara
• Gizi buruk 2. Padat penghuni
• Defisit imun 3. Penderita tinggal
• Aspirasi dan GER bersamaan dengan anak
4. Perilaku merokok orang
PNEUMONIA tua
Patofisiologi
Inhalasi/aspirasi bahan patogen

Pertahanan mekanik Pertahanan humoral Pertahanan seluler


(epitel, silia, dan (antibodi dan (leukosit, makrofag,
mukosa) komplemen) limfosit dan sitokin)

Respon tubuh inflamasi parenkim paru cairan


plasma masuk penurunan rasio ventilasi perfusi 
fungsi paru menurun kesulitan bernapas sianosis,
asidosis respiratorik, kematian
Stadium
I/
• 4-12
jam
Patofisiologi
Kongesti

Stadium
• 48 jam
II/ berikutn
Hepatisa ya
si merah
Stadium
III/ • 3-8 hari
Hepatisa
si kelabu

Stadium • 7-11
IV/
Resolusi hari
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Pemeriksaan
Radiologi Laboratorium
• Rontgen thorax AP/LAT
• Jumlah dan hitung jenis
leukosit, LED, AGD, CRP
• Kultur dan pewarnaan Gram
sputum
• Deteksi antigen virus
• Pemeriksaan uji tuberkulin
Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang
atau tidak ada respon dengan bronkodilator
Bronkopneu - demam
monia - batuk
- dispneu yang ditandai dengan takipneu, pernapasan
cuping hidung, retraksi dan sianosis
- suara napas vesikuler meningkat sampai bronchial
- suara napas tambahan ronkhi basah halus nyaring
Bronkitis - batuk yang biasanyanya muncul 3-4 hari setelah
akut rhinitis
- dapat ditemukan wheezing atau ronkhi pada
Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Tuberculosi - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
s (TB) - uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥
5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang
spesifik. Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul,
lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan
dengan batuk dan pilek
- hiperinflasi dinding dada, ekspirasi memanjang
- berespon baik terhadap bronkodilator
Tatalaksana

• 75% kasus pneumonia “Walking Pneumonia”


• Kriteria rawat inap
• Bayi
• SpO2 ≤ 92%, sianosis
• Frekuensi napas >60x/menit
• Distress pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
• Tidak mau minum/menyusu
• Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana
• Kriteria rawat inap
• Anak
• SpO2 <92%
• Frekuensi napas >50x/menit
• Distress pernapasan
• Grunting
• Terdapat tanda dehidrasi
• Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana
• Tata laksana umum
• Saturasi ≤ 92% udara kamar terapi oksigen kanul nasal, head
box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen
>92%
• Pneumonia berat atau asupan per oral kurang diberikan IVFD
dan balans cairan
• Antipiretik dan analgetik
• Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCl  memperbaiki
mucilliary clearance
• Monitoring saturasi setiap 4 jam sekali
Tatalaksana
• Pemberian Antibiotik
• Amoksisilin pilihan pertama antibiotik oral pada anak <5 tahun.
Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin dan
azitromisin
• Antibiotik makrolid pilihan pertama secara empiris pada anak ≥ 5 tahun
• Antibiotik intravena yang dianjurkan: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
• pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat intravena
• Rekomendasi UKK Respirologi
• Antibiotik untuk community acquired pneumonia
• Neonatus-2 bulan ampisilin + gentamisin
• > 2 bulan lini pertama ampisilin, bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan
dapat ditambahkan klormfenikol. Lini kedua seftriakson
Tatalaksana
• Nutrisi
• Pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan lewat NGT
atau intravena.
• Pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi
• Kriteria pulang
• Gejala dan tanda pneumonia menghilang
• Asupan per oral adekuat
• Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
• Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
• Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
Pencegahan
• Menghindari kontak dengan penderita
• Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit
saluran nafas seperti dengan cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur, hindari pajanan asap rokok, menjaga
kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga
• Melakukan vaksinasi Pneumococcus (PCV) juga diharapkan
dapat mengurangi kemungkinan mengalami penumonia yang
sebagian besar disebabkan oleh Pneumococcus.
Tuberkulosis
Pendahuluan
• Kuman TB Mycobacterium tuberculosis
• Paru >> organ tubuh lainnya
• TB anak, usia 0-14 tahun
• Negara berkembang : <15 tahun 40-50%
• 500.000/tahun anak menderita TB di dunia
• Faktor risiko TB anak  tingkat penularan, lama pajanan,
dan daya tahan tubuh
Patogenesis
Gejala - Sistemik/Umum
• BB turun/tidak naik dalam 2 bulan, Atau terjadi gagal
tumbuh(Failure to thrive)meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi dalam waktu 1-2 bulan
• Demam Lama (≥2 minggu), Berulang tanpa sebab yang
jeas. Demam umumnya tidk tinggi
• Batuk lama ≥2 minggu, Non remitting, penyebab lain
telah dapat disingkirkan, tidak membaik dengan
pemberian obat
• Lesu atau Malaise, Anak
Yang kurang
menetapaktif
denganbermain
terapi yang adekuat
Gejala – Spesifik terkait organ
1. TB Kelenjar  > leher, >KGB ukuran >2x2, tidak
respon AB, ada rongga dan discharge
2. TB SSP  Meningitis TB, TB Otak
3. TB Sistem Skeletal  Spondilitis (Gibbus), Koksitis,
Gonitis, spina ventosa/dektilitis
4. TB Mata  Konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid
5. TB Kulit (Skrofuloderma)  ulkus
6. TB organ lain  pritonitis, ginjal, dll.
Diagnosis
1. Pem.
Bakteriologis 
BTA, TCM, biakan
2. Pem. Penunjang
 Tuberkulin, Foto
Toraks, PA
Diagnosis
Prinsip Diagnosis

1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala khas TB
3. Ada bukti infeksi TB (Tuberkulin atau
kontak erat dengan pasien TB)
4. Gambar foto toraks sugestif TB
Dirujuk jika:

1. Foto toraks  efusi pleura – milier –


cavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya  kejang, kaku kuduk,
penurunan kesadaran, sesak
Prinsip Tatalaksana
1. Menyembuhkan TB
2. Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjang
3. Mencegah relaps
4. Mencegah transmisi resistensi obat
5. Menurunkan transmisi TB
6. Mencapai tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal
mungkin
7. Mencegah reservasi sumber infeksi di masa datang
Hal Penting dalam Tatalaksana
1. Obat TB dalam panduan, tidak boleh
diberikan monoterapi
2. Diberikan setiap hari
3. Pemberian gizi adekuat
4. Mencari penyakit penyerta, ditatalaksana
bersamaan
Tatalaksana – 1. OAT
Tatalaksana – 1. OAT
Tatalaksana – 2. FDC
Tatalaksana – 3. Kortikosteroid

• Prednison 2-4mg/kg/hari selama 4


minggu. Tapperring-off setelah 2 minggu
kecuali TB meningits, 4 minggu.
• Kondisi: TB meningitis, endobronkial TB
pericarditis TB, TB milier, efusi pleura TB
TB abdomen dan asites
Tatalaksana – 4. Piridoksin

• Isoniazid  defisiensi piridoksin


simptomatik, terutama pada anak dengan
malnutrisi berat dan anak dengan HIV
Hasil Akhir
Pengobatan

Anda mungkin juga menyukai