Kenapa lahirnya uu no 18 tahun 2019, dan dampaknya terhapap pesantren
UU Nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren lahir memberikan landasan hokum bagi rekognisi terhadap peran pesantren dalam membentuk, mendirikan, membangun dan menjaga Negara kesatuan, tradisi, nilai norma, varians, pendidikan, serta mencerdaskan dan juga sebagai metodelogi penjamin mutu. UU No 18 th 2019 menjadi landasan untuk kemajuan setiap bangsa Indonesia dalam meningkatkan mutu jaminan bagi setiap tingkat lulusan pendidikan, meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, dan kemudahan akses bagi lulusan, serta landasan hukum bagi pemerintah untuk memberi fasilitas dalam perkembangan pesantren. Dengan hadirnya UU tentang pesantren dapat membuat penyelenggaraan pendidikan pendididikan pesantren dapat diakui sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional. 2. Mengapa PSAK 45 yang digunakan sebelumnya sebagai dasar pelaporan keuangan nirlaba sudah diganti dengan SAK ETAP DSAK IAI mengatur tentang penyajian laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba. DSAK IAI melihat pernyataan yang mengatur penyajian laporan keuangan yang berbeda dalam kelompok standar (tier) yang sama dapat menimbulkan ketidakjelasan tentang batasan ruang lingkup antara PSAK 1 dan PSAK 45. Ruang lingkup PSAK 45 berlaku untuk entitas berorientasi nonlaba, sedangkan ruang lingkup PSAK 1 dipahami seolah-olah hanya berlaku untuk entitas bisnis berorientasi laba. Secara, entitas nonlaba diindonesia semakin berkembang dan PSAK 45 juga tdak direview, maka dari itu perubahan terjadi. Beberapa perubahan yang dapat di identifikasi adalah Perubahan istilah terjemahan atas kata “Not-for-Profit” sebelumnya dalam PSAK 45 diterjemahkan sebagai “Nirlaba” namun kemudian dirubah oleh DSAK IAI dalam SAK ETAP menjadi NonLaba dengan dasar bahwa sesungguhnya aktivitias utamanya tidak berorientasi mencari laba namun bukan berarti tidak menghasilkan laba (nirlaba). 3. Apa perbedaan antara SAK ETAP dengan ISAK 35 penyajian laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba ISAK 35 hanya mengatur mengenai penyajian laporan keuangan, sehingga ketentuan akuntansi lain yang dilakukan oleh entitas nonlaba tersebut mengacu kepada SAK atau SAKETAP masing-masing yang relevan. DSAK IAI belum mempertimbangkan untuk membuat kerangka konseptual tersendiri serta membuat pengaturan khusus bagi entitas berorientasi nonlaba. Perbedaan antara transaksi nirlaba dan nonlaba belum relevan, pada asset neto entitas berorientasi nonlaba memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat lainnya yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. 4. Hubungan akuntasi pesantren dengan PSAK Syariah Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah diakui nasional, sehingga pondok pesantren kini diharapkan mampu melakukan pengelolaan keuangan yang baik sesuai dengan standar keuangan yang berlaku. Pada PSAK No 100 paragraf 08 menyebutkan bahwa PSAK Syariah digunakan dalam laporan keuangan entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor public maupun sektor swasta. Entitas syariah sebagai entitas pelapor adalah entitas yang laporan keuangannya digunakan oleh pengguna yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai sumber utama informasi keuangan entitas syariah. Secara substantive pondok pesantren merupakan entitas syariah sehingga harus mengacu pada PSAK Syariah, hal ini sesuai dengan konsep dan prinsip pervasive dalam SAK ETAP yaitu tujuan laporan keuangan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi atas pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada pesantren sesuai dengan prinsip prinsip syariah. Penyajian laporan sumber dan penggunaan dana zakat, serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan menjadi sangat relevan bagi pengguna informasi laporan keuangan pesantren dalam mengukur kinerja pengelolaan sumberdaya sesuai dengan prinsip prinsip syariah. Secara umum Pedoman Akuntansi Pesantren merupakan langkah yang sangat baik untuk membenahi akuntabilitas dan tata kelola pesantren di Indonesia, sehingga langkah selanjutnya adalah bagaimana implementasi pedoman tersebut sehingga nanti akan dapat dilakukan review atas pedoman tersebut jika ada hal-hal yang kurang sesuai dengan prinsip- prinsip dasar pengelolaan pesantren di Indonesia.